Pada 30 tahun silam, seorang istri saudagar di Washington , AS , di mana pada suatu malam, tanpa sengaja kehilangan tas tangannya di sebuah rumah sakit. Saudagar itu begitu cemas, dan berusaha mencarinya sepanjang malam itu. Sebab di dalam tas tangan itu bukan saja berisi 100.000 dollar AS, tapi juga berisi sebuah informasi pasar yang sangat rahasia.
Ketika pedagang tersebut tiba di rumah sakit, ia melihat seorang gadis lemah dan kurus yang dingin gemetaran berjongkok bersandaran tembok di koridor rumah sakit yang sunyi, dan yang dipeluknya dengan erat dalam dekapannya itu adalah tas tangan istrinya yang hilang.
Gadis yang bernama Seada ini, datang ke rumah sakit itu menemani ibunya yang sedang dirawat. Kehidupan anak dan ibu yang saling bergantung hidup ini sangat miskin, barang-barang yang berharga telah habis terjual, dan uang yang terkumpul juga hanya cukup untuk membayar biaya semalam rumah sakit. Jika tidak ada uang maka besok akan diusir dari rumah sakit. Malam itu, Seada yang tak berdaya berjalan mondar-mandir di koridor rumah sakit, dengan polos ia memohon berkah dan perlindungan Tuhan, bisa bertemu dengan seorang yang baik hati menolong ibunya. Tiba-tiba, sebuah tas kulit seorang wanita yang baru turun dari loteng terjatuh di atas lantai ketika melewati koridor itu, mungkin karena tergesa-gesa, sehingga ia tidak menyadari sedikitpun kalau tas kulitnya terjatuh. Ketika itu di koridor hanya ada Seada seorang. Ia mengambil tas kulit itu, lalu bergegas mengejar wanita itu, tapi wanita itu sudah naik ke sebuah mobil dan pergi dengan angkuh.
Seada kembali ke kamar ibunya dirawat, dan ketika dia membuka tas kulit itu, ibu dan anak itu terkejut melihat segepok uang di dalamnya. Dan seketika itu, mereka pun sadar, bahwa dengan uang sebanyak itu bisa digunakan untuk mengobati penyakit ibunya. Namun ibunya menyuruh Seada mengembalikan tas kulit itu ke koridor, menunggu orang yang kehilangan tas kulit itu kembali mengambilnya. Yang harus dilakukan dalam sepanjang hidup manusia adalah membantu orang lain, membantu orang lain yang lagi kesulitan, yang tidak layak dilakukan adalah serakah dengan harta yang tidak halal, mengabaikan kebenaran begitu melihat uang orang lain.
Tas dikembalikan ke pemiliknya. Kemudian pedagang itu berusaha sekuat tenaga untuk menolong ibu Seada, namun ibunya tetap menghembuskan nafas terakhir meninggalkan gadis yang sebatang kara itu. Kedua ibu dan anak itu bukan saja telah membantu mengembalikan kerugian 100.000 dolar AS itu kepada sang pedagang, yang lebih penting adalah informasi market yang didapatkan kembali dari kehilangan itu, membuat usaha pedagang itu maju, dan tidak lama kemudian menjadi hartawan besar.
Seada yang diadopsi sang pedagang, dimana setelah menyelesaikan kuliahnya kemudian membantu sang hartawan mengelola perdagangannya. Meski sang hartawan selama itu tidak mengangkatnya memangku jabatan apapun yang sesungguhnya. Namun selama dalam tempaan yang panjang, kecerdasan dan pengalaman sang hartawan memberi pengaruh halus dan tak terasa mempengaruhinya, sehingga membuatnya menjadi seorang pebisnis yang matang. Ketika memasuki usia senja, banyak sekali visi sang hartawan mesti meminta pendapat Seada.
Ketika sang hartawan dalam masa kritis, ia meninggalkan sebuah surat wasiat yang mengejutkan:
“Sebelum saya kenal dengan Seada dan ibunya saya sudah sangat kaya. Namun, ketika saya berdiri di hadapan anak dan ibu yang dirundungi kemiskinan dan penyakit tapi tidak berniat memiliki uang saya yang hilang itu, saya melihat merekalah yang paling kaya, sebab mereka mentati norma kehidupan yang mulia, dan justru inilah yang tidak ada pada diriku sebagai pedagang. Uang yang saya dapatkan adalah dari hasil tipu menipu, adalah mereka yang membuat saya menyadari bahwa modal terbesar dalam perjalanan hidup manusia adalah kepribadian. Saya mengadopsi Seada bukan karena balas budi, juga bukan simpati, melainkan mengundang teladan seseorang sebagai manusia. Dengan adanya dia di sisiku, dalam perdagangan, akan selau kuukir dalam hati,mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Ini adalah sebab hakiki makmurnya usaha saya di kemudian hari, hingga saya menjadi hartawan yang kaya raya. Setelah saya meninggal, harta kekayaan semuanya saya wariskan kepada Seada. Ini bukan menghadiahkan, melainkan agar supaya usaha saya bisa lebih cemerlang. Saya yakin, putera saya yang cerdas dapat memahami curahan perhatian ayahnya”.
Ketika putera sang hartawan yang berada di luar negeri kembali, ia membaca dengan seksama isi surat wasiat ayahnya, kemudian tanpa ragu sedikitpun membubuhkan tanda tangan di atas surat warisan tersebut:
“Saya setuju Seada meneruskan semua harta kekayaan ayah. Saya hanya berharap Seada bisa menjadi istri saya.”
Setelah melihat tanda tangan putera sang hartawan, Seada sedikit agak ragu, lalu mengambil pena dan membubuhkan tanda tangannya:
“Saya terima semua harta kekayaan yang ditinggalkannya termasuk puteranya.”
(Sumber : Minghui-net)
Erabaru News, Rabu 1 Agustus 2007
(jesse.rotinsulu@bp.pratamagroup.com)
Ketika pedagang tersebut tiba di rumah sakit, ia melihat seorang gadis lemah dan kurus yang dingin gemetaran berjongkok bersandaran tembok di koridor rumah sakit yang sunyi, dan yang dipeluknya dengan erat dalam dekapannya itu adalah tas tangan istrinya yang hilang.
Gadis yang bernama Seada ini, datang ke rumah sakit itu menemani ibunya yang sedang dirawat. Kehidupan anak dan ibu yang saling bergantung hidup ini sangat miskin, barang-barang yang berharga telah habis terjual, dan uang yang terkumpul juga hanya cukup untuk membayar biaya semalam rumah sakit. Jika tidak ada uang maka besok akan diusir dari rumah sakit. Malam itu, Seada yang tak berdaya berjalan mondar-mandir di koridor rumah sakit, dengan polos ia memohon berkah dan perlindungan Tuhan, bisa bertemu dengan seorang yang baik hati menolong ibunya. Tiba-tiba, sebuah tas kulit seorang wanita yang baru turun dari loteng terjatuh di atas lantai ketika melewati koridor itu, mungkin karena tergesa-gesa, sehingga ia tidak menyadari sedikitpun kalau tas kulitnya terjatuh. Ketika itu di koridor hanya ada Seada seorang. Ia mengambil tas kulit itu, lalu bergegas mengejar wanita itu, tapi wanita itu sudah naik ke sebuah mobil dan pergi dengan angkuh.
Seada kembali ke kamar ibunya dirawat, dan ketika dia membuka tas kulit itu, ibu dan anak itu terkejut melihat segepok uang di dalamnya. Dan seketika itu, mereka pun sadar, bahwa dengan uang sebanyak itu bisa digunakan untuk mengobati penyakit ibunya. Namun ibunya menyuruh Seada mengembalikan tas kulit itu ke koridor, menunggu orang yang kehilangan tas kulit itu kembali mengambilnya. Yang harus dilakukan dalam sepanjang hidup manusia adalah membantu orang lain, membantu orang lain yang lagi kesulitan, yang tidak layak dilakukan adalah serakah dengan harta yang tidak halal, mengabaikan kebenaran begitu melihat uang orang lain.
Tas dikembalikan ke pemiliknya. Kemudian pedagang itu berusaha sekuat tenaga untuk menolong ibu Seada, namun ibunya tetap menghembuskan nafas terakhir meninggalkan gadis yang sebatang kara itu. Kedua ibu dan anak itu bukan saja telah membantu mengembalikan kerugian 100.000 dolar AS itu kepada sang pedagang, yang lebih penting adalah informasi market yang didapatkan kembali dari kehilangan itu, membuat usaha pedagang itu maju, dan tidak lama kemudian menjadi hartawan besar.
Seada yang diadopsi sang pedagang, dimana setelah menyelesaikan kuliahnya kemudian membantu sang hartawan mengelola perdagangannya. Meski sang hartawan selama itu tidak mengangkatnya memangku jabatan apapun yang sesungguhnya. Namun selama dalam tempaan yang panjang, kecerdasan dan pengalaman sang hartawan memberi pengaruh halus dan tak terasa mempengaruhinya, sehingga membuatnya menjadi seorang pebisnis yang matang. Ketika memasuki usia senja, banyak sekali visi sang hartawan mesti meminta pendapat Seada.
Ketika sang hartawan dalam masa kritis, ia meninggalkan sebuah surat wasiat yang mengejutkan:
“Sebelum saya kenal dengan Seada dan ibunya saya sudah sangat kaya. Namun, ketika saya berdiri di hadapan anak dan ibu yang dirundungi kemiskinan dan penyakit tapi tidak berniat memiliki uang saya yang hilang itu, saya melihat merekalah yang paling kaya, sebab mereka mentati norma kehidupan yang mulia, dan justru inilah yang tidak ada pada diriku sebagai pedagang. Uang yang saya dapatkan adalah dari hasil tipu menipu, adalah mereka yang membuat saya menyadari bahwa modal terbesar dalam perjalanan hidup manusia adalah kepribadian. Saya mengadopsi Seada bukan karena balas budi, juga bukan simpati, melainkan mengundang teladan seseorang sebagai manusia. Dengan adanya dia di sisiku, dalam perdagangan, akan selau kuukir dalam hati,mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Ini adalah sebab hakiki makmurnya usaha saya di kemudian hari, hingga saya menjadi hartawan yang kaya raya. Setelah saya meninggal, harta kekayaan semuanya saya wariskan kepada Seada. Ini bukan menghadiahkan, melainkan agar supaya usaha saya bisa lebih cemerlang. Saya yakin, putera saya yang cerdas dapat memahami curahan perhatian ayahnya”.
Ketika putera sang hartawan yang berada di luar negeri kembali, ia membaca dengan seksama isi surat wasiat ayahnya, kemudian tanpa ragu sedikitpun membubuhkan tanda tangan di atas surat warisan tersebut:
“Saya setuju Seada meneruskan semua harta kekayaan ayah. Saya hanya berharap Seada bisa menjadi istri saya.”
Setelah melihat tanda tangan putera sang hartawan, Seada sedikit agak ragu, lalu mengambil pena dan membubuhkan tanda tangannya:
“Saya terima semua harta kekayaan yang ditinggalkannya termasuk puteranya.”
(Sumber : Minghui-net)
Erabaru News, Rabu 1 Agustus 2007
(jesse.rotinsulu@bp.pratamagroup.com)