Rabu, 29 Agustus 2007

Atheisme ~ Menegaskan Kebaradaan Tuhan.

Seorang atheis, yang kebetulan juga seorang intelektual, menemui Guru dan mengatakan kalau dia tidak mempercayai Keberadaan Tuhan, lewat berbagai argumentasi intelektualnya.

Dengan tekun Guru mendengar semua paparannya yang panjang-lebar, dilengkapi dengan berbagai bukti-bukti dan sangat logis itu. Beliau tak memberi komentar apapun.

Setelah puas menyampaikan pandangannya itu, sang intelektual-atheis berkata:

"Bagaimana pandangan Tuan?"

"Sejak awal saya mendengar Anda menegaskan lagi Keberadaan-Nya, secara negatif".

Dalam suatu kesempatan lain, Guru berkata kepada parasiswanya:

"Untuk bisa disangkal, sesuatu itu harus `ada'. Kita takbisa, dan karenanya memang tak perlu, menyangkal keberadaan darisesuatu yang memang `tidak ada' bukan? Menyangkal keberadaan Tuhan —yang juga adalah Keberadaan Hakiki itu sendiri— justru merupakan cara lain penegasan dari Keberadaan-Nya".



Bali, Kamis, 29 Maret 2007.
********************************************
Bila kita bisa harmonis dengan alam,
seperti yang sudah-sudah,
alam akan sangat bermurah-hati kepada kita.

~anonymous 060606-06.
********************************************
http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/4669
from: "anattagotama"

6 komentar:

  1. Thu Aug 30, 2007 8:28 am
    http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/34229

    ... karena memang begitulah sifat alami dari alam semesta dan yang ada di alam ini yaitu: tidak ada satupun yang absolut disini, juga berarti tidak ada suatu "isme" yang mutlak benar (!!!).

    BalasHapus
  2. Thu Aug 30, 2007 8:18 am
    http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/34231
    Wah... Artinya kebeneran itu gimana dong? Jika benar tidak mutlak, yah bukan kebenaran lagi, melainkan "kebetulan"...

    Merujuk kepada orientasi "result minded", maka barometer utk suatu 'isme' yg mutlak benar adalah out-put (result/hasil). Apakah isme itu menelurkan hasil yg sesuai dgn koridor²nya? Apakah satement² dr isme itu terbukti faktual? Jika iya, maka sejauh itu semua, mutlak bener lah... Masa mau disebut tdk mutlak bener?

    Isme pahat-memahat, hanya akan berkutat sebatas pahatan, malah ada yg spesifik utk kayu, batu, metal, dll... Sejauh pahatan kayu, maka isme ttg itu mutlak benar... Tidak akan ditemukan lengkap di kitam suci agama, walaupun nabinya anak seorang tukang kayu...

    Alam semesta & segala isinya ini, adalah kenyataan, mutlak nyata... Sudah barang tentu ada kebenaran mutlak mengenainya... Namun ini semua terlalu kompleks utk
    dikompres menjadi satu 'isme' saja... Jika mau mencari 'isme' yg berisi detil ttg alam semesta plus isinya... Capé dééé... Yg ada: dipilah² sesuai prefensi masing² sesuai kebetuhan atau keinginan...

    Buddha Dhamma jelas mengarah kepada pengikisian: lobha, dosa, & moha hingga padam total sehingga direalisasikan Nibbana. Sejauh ttg obyektiv tsb, Buddha Dhamma mutlak benar, dan benar² mutlak... Ada 'isme' lain yg bisa? Tinggal
    dicompare saja, tujuan & cara, detilnya sama atau tidak. Jika ada yg beda, maka mutlak beda, bhw jelas² ada perbedaan...

    Kalo menuju Roma banyak jalan maupun cara... Mohon jangan disamakan dgn perealisasian Nibbana... Ini ttg akar penderitaan (lobha, dosa, & moha) yg sdh kita deal with selama waktu yg tdk terhitung, bukan ttg wisata ke Roma...

    Sorry jika sharing saya melenceng agak jauh dr topik...

    BalasHapus
  3. Thu Aug 30, 2007 9:40 am
    http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/34233

    Mira:
    Sharing melenceng dari topik yang bertujuan mengarahkan ‘kebenaran’, good.

    Saya jadi ‘terinspirasi’.


    Bravo

    BalasHapus
  4. Thu Aug 30, 2007 1:51 pm
    http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/34258
    Alam semesta beserta isinya juga mengandung sifat kesementaraan. Bagaimana bisa sesuatu yang bersifat sementara bisa memberikan kebenaran yang mutlak ?

    Secara objektif juga tidak bisa memberikan kebenaran yang mutlak. Objek sama dengan pikiran. Tidak ada objek diluar pikiran (mind). Pikiran tidak akan muncul tanpa objek.

    Mengapa kita harus melekat pada objek dan meniadakan pikiran ?

    BalasHapus
  5. Fri Aug 31, 2007 8:47 am
    http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/34272

    ... artinya sebagai pribadi kita sebaiknya "sementara waktu" utk "Merdeka " dari segala macam pikiran/ide/isme/ajaran dan yang sejenisnya utk kita sendiri secara pribadi "mendapatkan" ide/isme/pikiran/ajaran langsung dari pengalaman langsung kehidupan sehari2.

    Bukankah pikiran2/isme2/ide2/ajaran2 itu sebenarnya hanya merupakan "Kesimpulan" dari suatu perjalanan spiritual penulis/penemunya (???).

    BalasHapus
  6. Fri Aug 31, 2007 9:56 am
    http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/34281

    Bukankah di bawah juga 'kesimpulan'-nya dari 'isme'-nya sesosok Ika Polim?

    Sdr Wi Tjong beberapa saat lalu pernah share ttg menyalah-lekati konsep. Jelas,jika itu yg terjadi, pasti dijamin membawa penderitaan juga... Melepaskan konsep dgn jangan salah-lekati konsep adalah 2 hal yg berbeda...

    Buddhisme sendiri, seutuhnya juga memberikan warning akan hal itu. 'Isme' itu sendiri yg memperingatkan bhw jangan salah lekati 'dia' (isme) itu sendiri.
    Itulah sesungguhnya 'isme' yg ideal...
    Sama dgn kasus YA Ananda yg berusaha keras merealisasi Arahata sblm mengikuti Konsili Sangha perdana (krn syarat perserta: semua hrs Arahat)... Pas ketika Beliau memahami bahwa yg menjadi belenggu saat itu adalah: justru keinginan kuat merealisasi Arahata... Seketika itu juga Beliau merealisasi...

    Apakah pemahaman saat itu bukan suatu 'isme'? Iya jelas... Pola praktiknya saja yg berbeda...

    BalasHapus