Sabtu, 27 Oktober 2007

Lho Koq..Muhammad ada di Kitab Hindu dan Buddha?


Situs-situs berbahasa Indonesia saat ini bersemangat untuk memajang tulisan-tulisan yang menyatakan bahwa:
Kemudian, bandingkan klaim tersebut dengan kenyataan yang tertulis di purananya atau suttanya sendiri:
Tulisan ini untuk menguji klaim dan juga sebagai langkah koreksi terhadap penyesatan informasi yang dilakukan para penyiar. Penyesatan informasi ini buruk tidak saja bagi para pemeluk Hindu dan Buddha namun juga pada para pemeluk Islam dimana hanya memberikan eforia semu tanpa makna yang menjauhkan mereka menggali yang sebenarnya tentang Islam itu sendiri dan tidak hanya berdasarkan hanya apa yang dikatakan oleh Ulama/Ustad mereka.

Untuk itu tulisan ini saya bagi dalam beberapa bagian yaitu:
Saya beri jaminan bahwa belum sampai artikel habis anda simak, andapun sudah dapat menilai kebenaran dan validitas klaim artikel-artikel tersebut di atas.

[Kembali]


Apakah Avatar itu?

Awatara atau Avatar (“अवतार”) dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa ke dunia dengan mengambil suatu bentuk material, dalam tujuan menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan dan menegakkan dharma. Kata avatara dalam sanskrit pertama kalinya muncul dalam bukunya Panini: “अवे तॄस्त्रोर्घञ् (ave tṝstrorghañ)" (Aṣṭādhyāyī 3.3.120. Menurut Sumitra Mangesh Katre, kata ini di baca: ava-tar-a-h). Definisi Awatar dalam Bhagawad Gita:
    yadā yadā hi dharmasya glānirbhavati bhārata (Dimanapun dan kapanpun kebenaran merosot, keturunan Bharata) abhyutthānamadharmasya tadātmānaṃ sṛjāmyaham (dan kejahatan merajalela, saat itulah aku turun ke dunia) [BG 4.7]

    paritrānāya sādhūnām vināśāya ca duskrtām (untuk membebaskan yang saleh dan membinasakan yang jahat) 'dharma samsthāpanarthāya sambavāmi yuge yuge (menegakkan kebenaran, aku sendiri menjelma dari jaman ke jaman) [BG 4.8]
Jadi avatar adalah Tuhan yang menjelma/lahir ke dunia

[Kembali]


Apakah Buddha Itu?

Kata Buddha berasal dari kata Budh yang artinya bangun atau sadar, Ini adalah sebutan bagi seorang yang telah padam (tidak terlahir kembali) dan bukan nama seseorang. Buddha dikatakan sebagai guru para deva dan manusia. Seorang Buddha selalu mempunyai:
  • 10 Kekuatan [Dasabalā] atau juga 8 kekuatan supra manusia, yaitu: pengetahuan melihat, menghasilkan tubuh ciptaan-pikiran dari tubuhnya, berbagai kekuatan supernormal, telinga dewa, pengetahuan atas pikiran makhluk-makhluk lain, pengetahuan kehidupan lampau (pubbenivāsānussatiñāṇāya), pengetahuan lenyapnya dan munculnya makhluk-makhluk dengan mata dewaNya, pengetahuan hancurnya kekotoran dan banyak lagi

  • 32 ciri manusia agung (LAKKHANA SUTTA), yang tidak boleh ada 1 pun yang kurang:

      Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, Anathapindika arama, dekat kota Savatthi. Di sana Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu." "Ya, Bhante," jawab para bhikkhu. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:

      "Para bhikkhu, seorang Manusia Agung (Maha Purisa) memiliki 32 tanda (lakkhana). Bagi Maha Purisa yang memiliki 32 lakkhana ini hanya ada dua kemungkinan cara hidupnya dan tidak ada yang lain. Jika ia hidup sebagai manusia biasa, maka:

      • ia akan menjadi raja dunia (cakkavati), raja berdasarkan raja-dhamma,
      • penguasa empat penjuru dunia,
      • penakluk, pelindung rakyat,
      • pemilik tujuh ratna. Tujuh ratna itu adalah: cakka, gajah, kuda, permata, wanita, kepala rumah tangga dan panglima perang.
      • Memiliki banyak anak yang gagah perkasa dan penakluk musuh
      • Namun ia akan menaklukkan muka bumi bukan dengan pedang tetapi dengan kebenaran.

      Dengan memiliki ini, jika ia hidup berumah-tangga :

      • Ia akan menjadi raja cakkavati ...
      • penakluk bukan dengan tombak atau pedang melainkan dengan kebenaran (dhamma), ia menguasai dunia ini sampai ke batas lautan, kerajaan yang bebas dari penjahat, kuat, sejahtera, bahagia dan bebas dari bencanaナIa tidak akan terganggu oleh kemauan jahat manusia...
      • Ia berusia panjang, selama hidupnya tidak ada orang lain yang dapat membunuhnya ...
      • ..telah terlahir sebagai manusia yang tak pernah marah, tanpa berkerut, begitu pula walaupun banyak kata-kata (jahat) telah ditujukan kepadanya ia tidak menjadi kejam, terhasut, gusar, agresif; tidak mempertunjukkan kemarahan, kebencian dan kejengkelan..
      • Ia akan memiliki anak yang banyak, lebih dari seribu anak yang perkasa dan penakluk musuh-musuh ...
      • Ia tidak akan kehilangan: milik dan kekayaan, berkaki dua atau berkaki empat, istri dan anak, ia akan sukses dalam semua hal
      • ....telah terlahir sebagai manusia yang pantang membahayakan orang lain dengan tangan, batu, tongkat atau pedangナIa tidak dapat diganggu oleh maksud jahat manusia atau lawannya....
      • sebagai manusia yang pantang melakukan mata pencaharian salah, hidup dengan mata pencaharian benar, tidak menipu dengan timbangan maupun ukuran, tidak memberi suap dan tidak korupsi, tidak curang, tulus, tidak melukai, tidak membunuh, tidak mengurung orang, tidak menodong dan tidak merampok.

      Bilamana ia meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi tanpa berumah tangga (pabbajja), maka ia akan menjadi Arahat Samma Sambuddha.

      Para bhikkhu, apakah 32 Maha Purisa Lakkhana yang menyebabkan hanya ada dua kemungkinan cara hidupnya dan tidak ada yang lain, jika ia hidup sebagai manusia biasa, maka ia akan menjadi raja dunia (cakkavati), ... maka ia akan menjadi Arahat Samma Sambuddha; yaitu:

      1. Telapak kaki rata (suppatitthita-pado)
      2. Di telapak kaki-Nya terdapat gambar roda-roda dengan seribu jeruji, lengkap dengan lingkar dan sumbunya. [heṭṭhā,pāda,talesu cakkāni jātānihonti sahassārānisa,nemikāni sa,nābhikāni sabbākāra paripūrāni]
      3. Tumit-Nya menonjol.[āyata paṇhi].
      4. Jari-jari panjang (digha-anguli)
      5. Tangan dan kaki yang lembut serta halus (mudutaluna).
      6. Tangan dan kaki bagaikan jala (jala-hattha-pado).
      7. Pergelangan kaki yang lebih tinggi (ussankha-pado).
      8. Kaki yang bagaikan kaki kijang (enijanghi)
      9. Kedua tangan dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut tanpa membungkukkan badan.
      10. Kemaluan terselubung (kosohitavattha-guyho).
      11. Kulitnya cerah berwarna emas (suvannavanno)
      12. kulitnya halus, dan karena kehalusan kulitnya, debu dan kotoran tidak menempel di tubuhnya
      13. Bulu-bulu badan-Nya terpisah, satu untuk masing-masing pori-por.
      14. Ujung bulu badannya menghadap ke atas; bulu badannya yang menghadap ke atas itu berwarna hitam-kebiruan, berwarna collyrium, keriting dan melingkar ke kanan.
      15. Tubuh-Nya tegak (brahmuiu-gatta).
      16. Memiliki 7 bagian yang menggembung.
      17. Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha kayo).
      18. Pada kedua bahunya tak ada lekukan (citantaramso).
      19. Memiliki rentangan pohon banyan; rentang kedua lengannya sama dengan tinggi badannya, dan tinggi badannya sama dengan rentang kedua lengannya.
      20. lengkungan bahu-Nya bundar (samavattakkhandho).
      21. Indera perasa sangat peka (rasaggasaggi).
      22. Rahang bagaikan rahang singa (siha-banu).
      23. Memiliki 40 buah gigi (cattarisa-danto).
      24. Gigi-geligi rata (sama-danto).
      25. Antara gigi-gigi tak ada celah (avivara-danto).
      26. Gigi putih bersih (susukka-datho).
      27. Lidah panjang (pahuta-jivha).
      28. Suara bagaikan suara-brahma, seperti suara burung Karavika.
      29. Mata biru (abhinila netto).
      30. Bulu mata lentik, bagaikan bulu mata sapi (gopakhumo).
      31. Di antara alis-alis mata tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas yang lembut.
      32. Kepalanya menyerupai serban kerajaan (unhisasiso)
[Kembali]


Kapan Kalki Avatara akan hadir dimuka Bumi ini?

“..Tak akan lagi ada usia orang yang hidup melebihi umur 30 atau 20 tahun. Kemudian, di jaman Kali, kemerosotan berkelanjutan, hingga umat manusia mendekati kemusnahan. Ketika praktek yang diajarkan Veda dan aturan mendekati hilang, dan akhir jaman Kali berakhir, suatu mahluk ilahi yang hidup di alam spritualnya sendiri dalam karakter Brahma yang merupakan awal dan akhir, dan yang memahami segala hal, akan turun ke dunia: Ia akan terlahir di keluarga Vishńuyaśas, seorang Brahmana terkemuka desa Sambhala, sebagai Kalki, diberkahi dengan 8 kekuatan supra manusia, dengan keinginan yang tak terbendung, ia akan menghancurkan semua orang kotor dan pencuri, dan mereka yang pikirannya tertuju untuk kejahatan. Ia akan menegakkan kembali kebenaran di dunia dan pikiran orang-orang yang hidup di jaman kali Yuga akan terbangkitkan, akan bening bagai Kristal. Orang-orang berubah dalam waktu tertentu akan menjadi benih para manusia, dan akan melahirkan ras yang mengikuti aturan jaman Krita, atau jaman murni, seperti yang dikatakan, “Ketika matahari dan bulan, dan bulan asterism Tishya, dan planet Jupiter, dalam satu lintasan, jaman Krita akan kembali” (Vishnu Purana 4.24)

"athāsau yuga-sandhyāyāḿ (Setelah itu, di antara pergantian dua yuga) dasyu-prāyeṣu rājasu (Tuhan maha pencipta) janitā viṣṇu-yaśaso (akan terlahir dalam keluarga visnuyasa) nāmnā kalkir jagat-patiḥ (bernama Kalki, sang penguasa)” (Srimad Bhagavatam/Bhagavata Purana 1.3.25)

"śambhala-grāma-mukhyasya (pemimpin termuka di Desa Sambhala) brāhmaṇasya mahātmanaḥ (kaum brahmana yang agung) bhavane viṣṇuyaśasaḥ (di rumah Visnuyasa) kalkiḥ prādurbhaviṣyati (Kalki akan hadir) (SB/BP 12.2.18)

Dari kutipan diatas kita mengetahui bahwa Kalki Avatara itu akan hadir pada antara akhir jaman Kaliyuga dan Awal jaman Krta yuga/Satya Yuga dan kapan itu dalam perhitungan tarikh masehi?

Permulaan jaman kali yuga adalah saat meninggalnya Krishna Avatara yaitu di tahun 3102 BC dan berapa panjangkah jaman kali yuga itu ?

Dalam teks-teks hindu dikatakan bahwa panjang jaman kali yuga adalah antara 360.000 tahun (Brahmanda Purana 1.2.29.31-34) dan 432.000 tahun [Perhitungan dari Vishnu Purana 1.3, Srimad-Bhagavatam 3.11.19, Bhagavad-gita 8.17, Vayu Purana ch.57 dan Mahabharata-Santi Parwa 231]

Sehingga dapat ditarik perhitungan berakhirnya jaman kali yuga adalah dikisaran tahun 352.981 Masehi atau tahun 424.981 Masehi. Petunjuk ini juga menentukan kepastian turunnya Kalki Avatara kedunia.

[Kembali]


Kapan Kemunculan Buddha Maitreya?

DN.26/Cakkavatti sīhanāda-sutta menceritakan periode masa depan setelah berakhirnya era Buddha gautama, yaitu dimana ajaran Buddha sudah lenyap lama di dunia dan setelah waktu yang lama, barulah muncul Buddha berikutnya. Kemunculan Buddha Metteya, diawali dengan kemunculan Cakkavatin bernama Daḷhanemi dan berlanjut dengan penurunan umur dan kenaikan umur serta kemunculan raja Cakkavatin bernama Sankha.

Raja Cakkavatin Dalhanemi dan 5 keturunannya hidup lebih dari 80,000an tahun. Turunan ke-7, memecahkan tradisi yaitu turun tahta sebelum waktunya, menyerahkan tahta pada anaknya dan menjadi śamaṇa. Kemiskinan meningkat, pencurian mulai, institusi hukuman menjadi ada, pembunuhan dan kejahatan merajalela. Umur manusia menjadi berkurang dari 80,000an menjadi 100 tahun. Setiap generasi terjadi peningkatan kejahatan, kemerosotan moral, penipuan, pelecehan, penyesatan kotbah, keserakahan, kebencian, berpandangan salah, kegiatan seksual dengan saudara kandung dan abnormal lainnya, tidak menghormati orang tua dan tetua.

Kemerosotan mencapai puncak kerusakannya, umur hidup semakin berkurang hingga tidak lebih dari 10 tahun, menikah di usia 5 tahun; Makanan lebih buruk dan kurang lezat; Bentuk moralitas akan tidak dikenali. Orang yang keji dan tidak bermoral akan menjadi pemimpin. Perkawinan antar saudara kandung merajalela. Kebencian antar masyarakat, sesama anggota keluarga tumbuh hingga masing-masing orang saling ‘memangsa’.

Selekasnya perang besar terjadi, semakin beringas, kejam dan biadab. Yang kurang agresif akan bersembunyi di hutan dan beberapa tempat rahasia.,akan terjadi banyak perang.
    Di antara yang berumur 10 tahun, tidak ada yang dianggap ibu atau bibi, saudara ibu, istri guru, atau istri ayah dan lain-lain – semua dianggap sama di dunia ini seperti kambing dan domba, unggas dan babi, anjing dan serigala. Di antara mereka, permusuhan sengit akan terjadi satu sama lain, kebencian hebat, kemarahan besar, dan pikiran membunuh, antara ibu melawan anak dan anak melawan ibu, ayah melawan anak dan anak melawan ayah, saudara laki-laki melawan saudara laki-laki, saudara laki-laki melawan saudara perempuan, bagaikan pemburu yang merasakan kebencian terhadap binatang yang ia buru ....
Di akhir peperangan, yang selama keluar dari persembunyiannya dan menyesali perbuatannya, Mereka mulai berkelakuan baik, umur mereka meningkat, kesehatan dan kesejahteraan meningkat. Umur ras manusia juga meningkat. Hingga waktu yang kemudian, keturunan-keturunan mereka yang berumur rata-rata 10 tahunan akan meningkat hingga menjadi 80.000an tahun,

Saat itulah muncul raja Cakravartin bernama Sakkha dan Bodhisatva yang ketika itu ada di alam deva Tusita muncul kembali ke alam manusia dengan nama Ajita yang kemudian akan hidup sebagai Samana dan mencapai penerangan sempurna sebagai Buddha Metteyya.

Di DN 16/Mahaparinibanna sutta, usai pembagian relik Buddha Gautama, para sepuh konsili ke-1 telah menyatakan, "ratusan kappa belum tentu ada seorang Buddha" (Buddho have kappasatehi dullabhoti).

Kemudian di setiap kemunculan para Buddha manapun, akan ada 1 mahluk mahhabrahma surga Suddhavasa yang datang mengunjungi beliau. Namun umur mahluk mahabrahma ini terbatas. DN 14/Mahapadana Sutta menginformasikan:
    Ketika sang Buddha menetap di Ukkhattha, Beliau berkunjung ke alam kediaman murni Aviha ("takkan Jatuh", alam no.9, alam terendah kelompok alam Suddhavasa). Di alam ini, Sang Buddha bertemu ribuan deva alam itu yang terlahir menjadi anagami setelah menjalani kehidupan suci di jaman Buddha Vipassi (91 Maha kappa lalu)..kemudian, bertemu ribuan deva alam itu yang terlahir menjadi anagami setelah menjalani kehidupan suci di jaman Buddha Sikhi (31 Maha Kappa).. Vesabbhu (31 Maha kappa).. Kakusandha (Kappa yang sama dengan Buddha Gautama).. Konagama.. Kassapa.. dan Gautama..

    Kemudian, Bersama ribuan deva alam murni Aviha, mereka berkunjung ke alam murni Atapa ("tenang", alam no.8). Di alam ini, Sang Buddha bertemu ribuan deva alam itu yang terlahir menjadi anagami setelah menjalani kehidupan suci di jaman Buddha Vipassi..Sikki.. dan Buddha Gautama..

    Kemudian, Mereka semua berkunjung ke alam murni, Suddhasa ("Indah", alam no.7). Di alam ini, Sang Buddha bertemu ribuan deva alam itu yang terlahir menjadi anagami setelah menjalani kehidupan suci di jaman Buddha Vipassi..Sikki.. dan Buddha Gautama..

    Kemudian, Mereka semua berkunjung ke alam murni Suddhasi ("Penglihatan jelas", alam no.6). Di alam ini, Sang Buddha bertemu ribuan deva alam itu yang terlahir menjadi anagami setelah menjalani kehidupan suci di jaman Buddha Vipassi..Sikki.. dan Buddha Gautama..

    Kemudian, Mereka semua berkunjung ke alam murni Akanittha ("tidak rendah/muda", alam no.5, alam tertinggi kelompok alam suddhavasa. Sakka, ketika menjadi anagami akan terlahir di alam ini hingga mencapai arahat). Di alam ini, Sang Buddha bertemu ribuan deva alam itu yang terlahir menjadi anagami setelah menjalani kehidupan suci di jaman Buddha Vipassi..Sikki.. dan Buddha Gautama...
Di 5 tingkatan alam murni Suddhavasa, seluruh penghuni tertuanya, menyatakan bahwa mereka mencapai anagami di jaman Buddha Vipassi dan melihat Buddha Vipassi berkunjung ke alam mereka. Tidak satupun yang menyatakan bahwa mereka mencapai anagami di jaman Buddha-Buddha sebelum Vipassi (misalnya: Buddha Phusa, muncul 92 MAHA Kappa sebelum Buddha Gautama atau 1 Kappa sebelum Buddha Vipassi), sehingga waktu MAKSIMUM tercapainya arahat di alam Suddhavasa takkan LEBIH DARI 91/92 Maha Kappa dan dari sejarah 7 Buddha, setelah para Bodhisatta berhasil mencapai Buddha, salah satu Brahma Anagami tertentu dari alam ini datang mengunjunginya, maka WAKTU TERLAMA KEKOSONGAN kemunculan seorang sammasambuddha takkan melebihi 91/92 MAHA Kappa pula.

Lebih detail mengenai kapan kemunculan dan siapakah Buddha-Buddha sebelumnya dan selanjutnya, dapat dilihat di sini.

[Kembali]


Benarkah kalky Avatar sama dengan Buddha Maitreya?

Pada Mahabharata [Santi Parva, 231.29-32], disebutkan bahwa Satu siklus Brahma (Krita/Satya-yuga, Treta-yuga, Dvapara-yuga, dan Kali-yuga) adalah 12.000 tahun Dewa atau setara dengan 4.320.000.000 tahun. Saat ini adalah baru permulaan jaman Kali Yuga di siklus terakhir Brahma. Sementara di DN 16/Mahaparibanna sutta telah menyatakan bahwa dalam ratusan kappa belum tentu seorang Buddha muncul.

Bagaimana Buddhism menghitung kalpa?
    "Di Sąvatthi. Seorang bhikkhu mendekati Sang Bhagavą, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: "Yang Mulia, berapa lamakah satu kappa?"

    "Satu kappa adalah sangat lama, bhikkhu. Tidaklah mudah menghitungnya dan menyebutkannya dalam berapa tahun, atau berapa ratus tahun, atau berapa ribu tahun, atau berapa ratus ribu tahun."

    "Kalau begitu mungkinkah dengan memberikan perumpamaan, Yang Mulia?"

    "Mungkin saja, bhikkhu," Sang Bhagavą berkata. “Misalnya, bhikkhu, terdapat satu kota dengan tembok besi satu yojana panjangnya, satu yojana lebarnya, dan satu yojana tingginya, diisi penuh dengan biji sawi hingga sepadat rambut yang terikat. Di akhir setiap seratus tahun seseorang mengambil sebutir biji sawi dari sana. Dengan usaha ini tumpukan biji sawi itu lama-kelamaan akan habis tetapi kappa itu masih belum berakhir. Demikian lamanya satu kappa itu, bhikkhu.

    Dan dari kappa-kappa yang selama itu, kita telah mengembara melalui begitu banyak kappa, ratusan kappa, ribuan kappa, ratusan ribu kappa.

    Karena alasan apakah?

    Karena, bhikkhu, samsąra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan.. [..] [Sutta Sāsapa/Biji Sawi, SN 15.6]]
Berapa lama waktu yang dibutuhkan agar Dinding besi berdimensi 1 yojana³ menjadi penuh setelah 1 biji mustard dimasukan per seratus tahunya?
    Asumsi 1 yojana = 15 km (terdapat variasi ukuran '1 yojana': 7mil - 14mil); Diameter sebiji mustard (m) = 0.15875 cm, dengan asumsi berbentuk bulat, dan di isi penuh tanpa ada lagi udara di dalamnya

    1 kappa = 100 x (y³)/(4π x(0.01m/2)³)= 5.37 x 1022 tahun

    ..tetapi kappa itu masih belum berakhir.

    Variasi hitungan lainnya:
    1 mil = 1.6 km, jadi 1 yojana setara antara 11.2 km s/d 22.4 km, utk menjadi mm = 1.41 x 1021 mm³ s/d 1.1 x 1022 mm³

    Anggap saja ukuran biji mustard adalah 2mm x 2mm x 2mm = 8mm³, Jadi, 1.41 x 1021 mm³ / 8 mm³ = 1.76 x 1020 butir s/d 1.4 x 1021 butir. Bila diambil satu butir setiap setiap seratus tahun maka 1 kappa = 1.76 x 1020 butir x 100 tahun = 1.76 x 1022 tahun s/d 1.4 x 1023 tahun.

    ..tetapi kappa itu masih belum berakhir
Nah itu baru 1 Maha kappa yang terdiri dari puluhan kappa kecil.

Berapa kappa dalam 1 Maha Kappa?

1 MK = 4 x 64 antara kappa [umur manusia naik - turun - naik] = 256 antara kappa [Visuddhimagga Mahà-Tikà, Abhidhammàttha-vibhàvani Tika] dan diantara 256 antara kappa ini, hanya 64 antara kappa saja ada kehidupan manusia.

Jadi ratusan kappa sebagai kemunculan Buddha Maitreya, dipastikan tidak terjadi di Mahakappa ini dan masih jauh lagi dan juga dari keterangan ini dapat kita ketahui bahwa Kalki Avtara tidak sama dengan Buddha Maitreya.

[Kembali]


Pondasi Dasar Agama Hindu dan Buddha

Karmaphala
Hindu:
    Karmaphala atau karma pala adalah konsep dasar dalam ajaran-ajaran Hindu. Berakar dari dua kata yaitu karma dan phala. Karma berarti perbuatan/aksi, dan phala berarti buah/hasil. Karmaphala berarti buah dari perbuatan yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan. Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil (baik atau buruk).

    Karmaphala ini erat kaitannya dengan kelahiran kembali, dimana hasil perbuatan manusia akan dipetik olehnya bisa pada saat ini juga, diwaktu yang akan dating pada kehidupannya saat ini maupun pada kehidupannya mendatang. Demikian pula keadaan saat ini merupakan buah dari hasil perbuatan masal lalu atau juga berasal dari kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia yang menentukan baik/buruk kehidupan yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan
Buddha:
    Sebagai awalan, kita ambil contoh terlahir sebagai manusia. Dari 91 alam kehidupan (biasanya 31 alam), terlahir sebagai manusia seharusnya adalah hasil kamma baik. Sang buddha memberikan perumpamaan begitu sulitnya terlahir sebagai manusia: Misal di suatu lautan terapung sebuah GENDAR berlubang satu dan misalkan ada seekor kura-kura buta yang muncul ke permukaan setiap satu abad sekali, maka di suatu saat, di akhir suatu masa yang lama, kura-kura buta itu dapat memasukan lehernya ke lubang gendar itu dan itu adalah lebih cepat waktunya daripada seorang yang memperoleh kondisi manusianya kembali.

    Perumpamaan yang diberikan sang Buddha ini menjelaskan betapa sulitnya terlahir sebagai manusia. Sehingga seharusnya, jangankan terlahir normal, bahkan terlahir cacat pun itu karena masaknya karma baik sebelumnya.

      Kondisi lengkap tidak dipunyai oleh seorang yang cacat kaki dan tubuh -> Kamma buruk.

      Namun walaupun anggota tubuh tidak lengkap, ia kaya, terkenal dan beristri cantik -> Kamma baik

      Cacat anggota tubuh seseorang adalah keunggulan, jika digunakan mengemis akan memperoleh cukup uang dan makanan -> Kamma baik.

      Nick Vujicic, turunan Serbia Australlia, tidak punya kaki dan tangan namun memiliki kehidupan luar biasa dan Ia tidak mengatakan hidupnya buah dari kamma buruk :)

      Pelacur menurut pandangan umum -> Kamma buruk

      Agar orang mau membayarnya, Ia haruslah berpenampilan FISIK MENARIK -> Kamma baik.

      Pelacur jarang kekurangan makan, mampu memilih menu apa yang ia makan padahal, tidak banyak di muka bumi ini yang cukup makan dan bisa memilih menu -> Kamma baik.

      Pelacur memiliki pakaian yang baik, terlindungi dari kedinginan, memiliki perhiasan karena dan untuk menambah dayatariknya, bertempat tinggal cukup nyaman dan terhindar dari hujan dan terik matahari -> Kamma baik

    Ilustrasi di atas menunjukan BAIK atau BURUKnya sebuah hasil/vipaka kamma adalah RELATIF menurut sudut pandang.

    Apa arti Kamma?
    Kamma [artinya: perbuatan], meliputi semua jenis kehendak/maksud perbuatan baik/buruk yang dilakukan melalui: pikiran, kata, atau tindakan:

      O, bhikkhu, kehendak [cetana] untuk berbuat itulah yang Kunamakan Kamma. Sesudah berkehendak orang lantas berbuat dengan badan, perkataan atau pikiran [AN 6.63, Nibbedhika Sutta]

      Makhluk-makhluk adalah pemilik perbuatan mereka, pewaris perbuatan mereka, mereka berasal-mula dari perbuatan mereka, terkait dengan perbuatan mereka, memiliki perbuatan mereka sebagai perlindungan mereka. Adalah perbuatan yang membedakan makhluk-makhluk sebagai hina dan mulia.[MN 135/Cula Kamma Vibhanga Sutta]

      "Aku adalah pemilik dari perbuatanku, pewaris dari perbuatanku, berasal dari perbuatanku, terkait dengan perbuatanku, dan memiliki perbuatanku sebagai pelindungku. Apapun yang kulakukan, baik atau buruk, akulah pewarisnya. [AN 5.57/Upajjhatthana Sutta]

    APA ITU CETANA?
    Cetana adalah apa dikehendaki/diniatkan [ceteti], diatur/dipikirkan ulang [pakappeti] dan kecenderungan/dilekati [anuseti] -> menyokong kesadaran -> menjadikan sesuatu di kemudian hari [ yang terlahir,tua, mati, dll = Dukkha] [SN 12.38/Cetana Sutta]

    Sang Buddha menyampaikan seseorang yang telah melakukan perbuatan buruk, Ia dapat saja terlahir di alam manusia dan terlihat atau menjadi: hina/mulia, berumur pendek/panjang, berpenyakit/sehat, cantik/buruk rupa, berpengaruh/tidak, miskin/kaya, berkelahiran rendah/tinggi, bodoh/bijaksana. [MN 3.135/Cula Kammavibhangga Sutta], sehingga, rumusan hasil TIDAK HARUS: "Jika melakukan A, maka akan mendapat A", karena bisa saja seorang telah banyak berbuat baik di kehidupan ini, namun di kelahiran berikutnya, Ia terlahir ditempat buruk atau bahkan sebaliknya!

    1. Orang yang [menyakiti makhluk hidup; mengambil yang tidak diberikan; berperilaku salah dalam kenikmatan indria; menyatakan yang tidak benar/musāvādī; fitnah/pisuṇavāco, kata-kata kasar/pharusavāco; bergosip/berkata yang tak perlu/samphappalāpī; tamak/irihati/abhijjhā; berpikiran buruk/byāpannacitto: berharap ada yang terbunuh, ditangkap, dimusnahkan, tidak ada lagi; dan menganut pandangan salah/micchādiṭṭhi]. bersamaan hancurnya tubuh setelah kematian terlahir di:

      1. keadaan sengsara/merugi menderita menuju kehancuran bahkan neraka [jika menjadi manusia dalam keadaan mengenaskan, Alam: mahluk halus, binatang dan neraka]
      2. keadaan bahagia di alam surga [jika jadi manusia dalam keadaan menyenangkan dan/atau di atas alam manusia]

    2. Orang yang TIDAK [menyakiti makhluk hidup...dan menganut pandangan salah]. bersamaan hancurnya tubuh setelah kematian terlahir di:

      1. keadaan sengsara/merugi menderita menuju kehancuran bahkan neraka [jika menjadi manusia dalam keadaan mengenaskan, Alam: mahluk halus, binatang dan neraka]
      2. keadaan bahagia di alam surga [jika jadi manusia dalam keadaan menyenangkan dan/atau di atas alam manusia] [MN 3.136/Maha kammavibhanga sutta]

    Sehingga mereka yang menyatakan:

    • Melakukan perbuatan salah PASTI terlahir alam menderita bahkan neraka, atau
    • Tidak ada akibat dari perbuatan salah, atau
    • Melakukan perbuatan benar PASTI terlahir di Alam bahagia, atau
    • Tidak ada akibat dari perbuatan baik

    ADALAH BUKAN ajaran sang Buddha, Lebih lanjut sang Buddha menyatakan:

    1. sehubungan dengan orang yang [menyakiti makhluk hidup; mengambil yang tidak diberikan; berperilaku salah dalam kenikmatan indria; menyatakan yang tidak benar/musāvādī; fitnah/pisuṇavāco, kata-kata kasar/pharusavāco; bergosip/berkata yang tak perlu/samphappalāpī; tamak/irihati/abhijjhā; berpikiran buruk/byāpannacitto: berharap ada yang terbunuh, ditangkap, dimusnahkan, tidak ada lagi; dan menganut pandangan salah/micchādiṭṭhi], bersamaan hancurnya tubuh setelah kematian terlahir di:

      • keadaan sengsara/merugi menderita menuju kehancuran bahkan neraka:

        sebelumnya telah melakukan perbuatan buruk yang dirasakan sebagai menyakitkan, atau belakangan ia melakukan perbuatan buruk yang dirasakan sebagai menyakitkan, atau pada saat kematian ia memperoleh dan menganut pandangan salah.

        Karena hal itu, bersamaan hancurnya tubuh setelah kematian terlahir di keadaan sengsara/merugi menderita menuju kehancuran bahkan neraka...

      • di alam bahagia, bahkan di alam Deva:

        sebelumnya telah melakukan perbuatan baik yang dirasakan sebagai menyenangkan, atau belakangan ia melakukan perbuatan baik yang dirasakan sebagai menyenangkan, atau pada saat kematian ia memperoleh dan menganut pandangan benar.

        Karena hal itu, bersamaan hancurnya tubuh setelah kematian terlahir di keadaan bahagia di alam Deva...

      Dan karena ia di sini telah [menyakiti makhluk hidup...; dan menganut pandangan salah/micchādiṭṭhi], ia akan mengalami akibat dari perbuatan itu di sini dan saat ini, atau dalam kelahiran kembali berikutnya, atau dalam beberapa kelahiran setelahnya

    2. sehubungan dengan orang yang menghindari menyakiti makhluk hidup … dan menganut pandangan benar, bersamaan hancurnya tubuh setelah kematian terlahir di:

      • keadaan bahagia di alam Deva:

        sebelumnya telah melakukan perbuatan baik yang dirasakan sebagai menyenangkan, atau belakangan ia melakukan perbuatan baik yang dirasakan sebagai menyenangkan, atau pada saat kematian ia memperoleh dan menganut pandangan benar.

        Karena hal itu, bersamaan hancurnya tubuh setelah kematian terlahir di keadaan bahagia di alam Deva...

      • dalam kondisi menderita … bahkan di neraka:

        sebelumnya telah melakukan perbuatan buruk yang dirasakan sebagai menyakitkan, atau belakangan ia melakukan perbuatan buruk yang dirasakan sebagai menyakitkan, atau pada saat kematian ia memperoleh dan menganut pandangan salah.

        Karena hal itu, bersamaan hancurnya tubuh setelah kematian terlahir di keadaan sengsara/merugi menderita menuju kehancuran bahkan neraka...

      Dan karena ia di sini telah menghindari menyakiti makhluk hidup … dan menganut pandangan benar, ia akan mengalami akibat dari perbuatan itu di sini dan saat ini, atau dalam kelahiran kembali berikutnya, atau dalam beberapa kelahiran setelahnya. [MN 3.136/Maha kammavibhanga sutta]

    Untuk itu, terdapat 2 tipe Kamma:

      Kamma lama [Purana]:
      Yang telah dilakukan [abhisaṅkhataṃ], dikehendaki [abhisañcetayitaṃ] dan dirasakan [vedayitaṃ] karena/beraal dari Mata atau telinga atau hidung atau lidah atau tubuh atau pikiran

      Kamma Baru [Nava]:
      Perbuatan sekarang yang dilakukan melalui pikiran, ucapan perbuatan

    Perbuatan itu dirasakan/dialami dalam 3 cara: (1) saat sekarang/kehidupan ini atau (2) berikutnya atau (3) lain periode atau beberapa periode berkelanjutan lainnya [MN.136/Maha kamma vibhangga sutta; AN 3.34/NIDANA SUTTA; AN.10.217/Paṭhamasañcetanikasutta; AN 6.63/Nibbe Dihika (pariyaya) sutta] atau dirasakan dalam 2 cara: (1) sekarang ini atau kehidupan ini dan (2) beberapa periode ke depan [MN 101/Devadaha Sutta]

    Apa yang menjadi penyebab Kamma?
    Kontak/Indra [Phassa]

    Cara memadamkannya?
    8 Jalan mulia/utama. [SN 35.146/kamanirodha sutta]

    Sebagai kesimpulan tentang hukum kamma, berikut dari MN 57/Kukkuravatika Sutta:

      Terdapat 4 jenis perbuatan yang dinyatakan oleh Sang Buddha:

      1. Ada perbuatan gelap dengan akibat gelap:

        Seseorang menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, pikiran yang menyakitkan -> menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, dan bentukan pikiran yang menyakitkan -> muncul kembali di alam sengsara -> kontak yang menyakitkan menyentuhnya -> merasakan perasaan yang menyakitkan, sangat menyakitkan, seperti pada makhluk-makhluk di neraka

      2. Ada perbuatan terang dengan akibat terang:

        Seseorang menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, pikiran yang menyenangkan -> menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, dan bentukan pikiran yang menyenangkan -> muncul kembali di alam bahagia -> kontak yang menyenangkan menyentuhnya -> merasakan perasaan yang menyenangkan, sangat menyenangkan, seperti pada para dewa dengan Keagungan Gemilang

      3. Ada perbuatan gelap-dan-terang dengan akibat gelap-dan-terang:

        Seseorang menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, pikiran yang menyakitkan juga menyenangkan -> menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, dan bentukan pikiran yang menyakitkan juga menyenangkan -> muncul kembali di alam bahagia -> muncul kembali di alam sengsara juga bahagia -> kontak yang menyakitkan maupun menyenangkan menyentuhnya -> merasakan perasaan yang menyakitkan juga menyenangkan, campuran kenikmatan dan kesakitan, seperti pada manusia dan beberapa dewa di alam yang lebih rendah

      Demikianlah kemunculan kembali suatu makhluk adalah karena suatu makhluk; seorang yang muncul kembali melalui perbuatan yang telah ia lakukan. Ketika ia telah muncul kembali, kontak menyentuhnya. Demikianlah Aku katakan bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris perbuatan mereka.

      1. Ada perbuatan yang bukan gelap juga bukan terang dengan akibat yang bukan gelap juga bukan terang, perbuatan yang mengarah menuju hancurnya perbuatan.

        Di sini, kehendak untuk meninggalkan jenis:

        1. perbuatan gelap dengan akibat gelap, dan
        2. perbuatan terang dengan akibat terang dan
        3. perbuatan gelap-dan-terang dengan akibat gelap-dan-terang

        Ini disebut perbuatan bukan gelap juga bukan terang dengan akibat bukan gelap juga bukan terang yang mengarah menuju hancurnya perbuatan [Nibanna]
[Kembali]


Reinkarnasi/Tumimbal lahir/Tumitis

Ada perbedaan antara Reinkarnasi vs Punarbhawa/tumimbal lahir. Reinkarnasi berasal dari terminologi Nasrani [latin: in carne] yang berasal dari bahasa yunani [en sarki: "menjadi daging", Di AL KITAB 1 Tim 3:16; Yehezkiel 37:1-14; Yohanes 3:3-12]. Sedangkan Tumimbal lahir/Punarbhawa adalah kelahiran kembali baik dengan daging atau pun tidak (manusia ataupun bukan). Mahluk akan berhenti terlahir kembali, jika mereka padam nafsu keinginannya/Nirvana atau menyatu dengan Tuhan/moksha. Terdapat beda antara kelahiran kembali dalam Hinduism vs Buddhism, yaitu mengenai adalah ada atau tidaknya jiwa ketika terlahir kembali. Hinduism menyatakan ada jiwa yang kekal, yang setelah mati, meninggalkan badan lama mencari badan baru, sementara di Buddhism menyatakan tidak ada jiwa yang menjadi inti mahluk hidup di saat ini, dalam kelahiran kembalinya ataupun ketika mereka padam.

Hindu:

    Veda menyampaikan hubungan antara perbuatan dan kelahiran kembali ketika wafatnya seseorang, misalnya:

      Ketika Engkau telah membuatnya siap, Jātavedas (Nama lain Deva Agni. Di literature abad belakangan menjadi nama lain dari Siwa), maka kirimlah ia ke para leluhurnya. Ketika ia menuju pada kehidupan yang menunggunya, Ia akan menjadi dewa pengontrol '. matahari menerima matamu, angin menerima rohmu, dan pergi ke bumi, bersama jasa/kebiasaanmu (ca ghachapṛthivīṃ ca dharmaṇā) [RgVeda. 10.6.2-3]

      roh-Mu datang kepadamu lagi untuk kebijaksanaan, energi, dan lira, yang mungkin dapat menahan sang Mentari, O para leluhur, semoga para mahluk surgawi member jiwa kita sekali lagi, yang membuat kita dapat bersama mereka yang hidup [RV.10. 57.4-5]

    Kemudian, Upanisad memperjelasnya, misal:

      Tapi dirinya yang lain (ayah), setelah melakukan semua yang Ia lakukan, dan setelah mencapai waktu penuh hidupnya, Ia berangkat. Dan berangkat dari sini ia dilahirkan kembali. Itulah kelahiran ketiga. Dan ini telah dinyatakan oleh Rsi (Rv IV, 27, 1) [Aitareya-Âranyaka, II.5.1]

      "Untuk apapun objek yang melekat di pikiran seseorang, karena itu ia berkecenderungan pergi bersama perbuatannya, dan memperoleh akhir dari apapun perbuatan yang dia lakukan di bumi, ia kembali lagi dari dunia itu ke dunia ini” [Brihadâranyaka Upanishad 4.4.6]

      melalui pikiran-pikiran, sentuhan, penglihatan dan kegemaran menanggung penjelmaan diri berturut-turut di berbagai tempat dan bentuk, sesuai dengan perbuatannya…bahwa penjelmaan diri menurut kualitasnya sendiri menjadi banyak bentuk, kasar atau halus dan membuat dirinya menjadi sebab penyatuan dengan hal tersebut, Ia terlihat lain dan lain melalui kualitas perbuatannya dan kualitas tubuhnya [Svetâsvatara Upanishad 5.11-12]

      Ia yang tidak memiliki pemahaman, yang lengah dan selalu tidak murni, tidak pernah mencapai tempat itu, tapi masuk ke lingkaran kelahiran. Tapi Ia yang berpemahaman, yang sadar dan selalu murni, mencapai tempat itu, dari mana ia tidak dilahirkan kembali." [Katha Upanisad I.3]

      Dia yang mengetahui tempat tertinggi dari Brahman itu, dimana dasar dari dunia ini bersinar dengan cemerlang. Orang bijaksana, yang, bebas dari keinginan, memuja Dia, lepas dari kelahiran kembali. Dia yang melayani nafsu, memikirkan mereka, akan lahir kembali di sini dan disana sesuai dengan keinginannya. Tapi bagi dia yang keinginannya telah terpenuhi, yang adalah jiwa sempurna, seluruh keinginannya lenyap bahkan disini. [Mundaka Upanisad 3.2.1-2]

      Atau dalam karya yang lebih belakangan lagi:
      Orang yang mengenal sifat rohani, kelahiran dan kegiatanKu, tidak akan lahir lagi di dunia material ini setelah meninggalkan badan, melainkan ia mencapai tempat tinggalKu yang kekal. [Bhagavad Gita 4.9].

    Secara prinsip Mahluk hidup tercipta karena Brahman. Brahman (Prajapati) menciptakan dua kekuatan yang disebut Purusa yaitu kekuatan hidup (batin/nama) dan Prakerti (pradana/rupa) yaitu kekuatan kebendaan. Kemudian timbul "cita" yaitu alam pikiran yang dipengaruhi oleh Tri Guna yaitu Satwam (sifat kebenaran/Dharma), Rajah (sifat kenafsuan/dinamis) dan Tamah (Adharma/kebodohan/apatis). Kemudian timbul Budi (naluri pengenal), setelah itu timbul Manah (akal dan perasaan), selanjutnya timbul Ahangkara (rasa keakuan). Setelah ini timbul Dasa indria (sepuluh indria/gerak keinginan) yang terbagi dalam kelompok

    • Panca Budi Indria yaitu lima gerak perbuatan/rangsangan: Caksu indria (penglihatan), Ghrana indria (penciuman), Srota indria (pendengaran), Jihwa indria ( pengecap), Twak indria (sentuhan atau rabaan)
    • Panca Karma Indria yaitu lima gerak perbuatan/penggerak: Wak indria(mulut), Pani (tangan), Pada indria (kaki), Payu indria (pelepasan), Upastha indria (kelamin)

    Setelah itu timbulah lima jenis benih benda alam (Panca Tanmatra): Sabda Tanmatra(suara), Sparsa Tanmatra (rasa sentuhan), Rupa Tanmatra(penglihatan), Rasa Tanmatra (rasa), Gandha Tanmatra (penciuman).

    Dari Panca Tanmatra lahirlah lima unsur-unsur materi yang dinamakan Panca Maha Bhuta, yaitu Akasa (ruang/ether), Bayu (gerak/angin), Teja (panas/api), Apah (zat cair/perekat) dan Pratiwi (zat padat/tanah)

    Perpaduan semua unsur-unsur ini menghasilkan dua unsur benih kehidupan yaitu Sukla (benih laki-laki) dan Swanita (benih perempuan). Pertemuan antara dua benih kehidupan ini adalah pertemuan Purusa dengan Pradana maka terciptalah manusia.

      Dahulu kala Prajapati mencipta manusia bersama bhakti persembahannya dan berkata dengan ini engkau akan berkembangbiak dan biarlah dunia ini jadi sapi perahanmu.-[Bhagavad-Gita 3.10]

      Beberapa jiwa memasuki kandungan untuk ditubuhkan; yang lain memasuki obyek-obyek diam sesuai dengan perbuatan dan pikiran mereka.- [Katha Upanisad 2.2.7]

      Mahluk-mahluk di dunia yang terikat ini adalah bagian percikan yang kekal (Brahman) dari Ku, mereka berjuang keras melawan 6 indria termasuk pikiran. -[Bhagavad Gita 15.7]

    Percikan dari Brahman itu dinamakan Atman/jiwatman merupakan percikan. Atman itu tak terlukai oleh senjata, tak terbakar oleh api, tak terkeringkan oleh angin, tak terbasahkan oleh air, abadi, di mana- mana ada, tak berpindah- pindah, tak bergerak, selalu sama, tak dilahirkan, tak terpikirkan, tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan.

    Percikan itulah yang menghidupkan/menggerakan manusia. Atman/roh/jiwa menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini). Indria tak dapat bekerja bila tak ada atman. Misalnya telinga tak dapat mendengar bila tak ada atman, mata tak dapat melihat bila tak ada atman, kulit tak dapat merasakan bila tak ada atman. Badan jasmani bisa berubah, lahir, mati, datang dan pergi, namun Atma tetap langgeng untuk selamanya.

      Setelah memakai badan ini dari masa kecil hingga muda dan tua, demikian jiwa berpindah ke badan lain, ia yang budiman tidak akan tergoyahkan -[Bhagawad Gita 2.13]

      Ibarat orang meninggalkan pakian lama dan menggantinya dengan yang baru, demikian jiwa meninggalkan badan tua dan memasuki jasmani baru. -[Bhagawad Gita 2.22]

    Atma/Jiwatman bersifat abadi, namun karena Maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu disebut "Awidya". Hal tersebut mengakibatkan Jiwatman mengalami proses kelahiran kembali yang berulang-ulang.

      Dan bagaimanapun keadaan mahluk-mahluk itu, apakah mereka itu selaras (sattvika), penuh nafsu (rajasa), ataupun malas (tamasa), ketahuilah bahwa semuanya itu berasal dari Aku. Aku tak ada di sana, tetapi mereka ada pada-Ku. Dikelabui oleh ketiga macam sifat alam (guna) ini, seluruh dunia tidak mengenal Aku, yang mengatasi mereka dan kekal abadi. Maya ilahi-Ku ini, yang mengandung ketiga sifat alam itu sulit untuk diatasi. Tetapi, mereka yang berlindung pada-Ku sajalah yang mampu untuk mengatasinya.-[Bhagavad Gita 7.12-14]

      Maya tanpa kecerdasan dan Material mempunyai sifat: kebaikan/selaras (satwam), nafsu/kekuatan (rajas) dan kebodohan/kelambaman (tamas)-[Siwa Samhita 1.79]

      Mahluk hidup diikat oleh sifat-sifat tersebut dan sulit dikendalikan..-[Bhagavad Gita 14.5]

      Mahluk hidup pindah dari satu badan ke badan lainnya dengan membawa kesadaran masing-masing, seperti udara yang membawa jenis bau-bauan tertentu. Berdasarkan kesadaran demikian mahluk hidup meninggalkan badan dan menerima badan baru yang lain.-[Bhagavad Gita 15.8]

      Aku memuja Keagungan Govinda [Krisna/Visnu], dengan kuasa anugrahnya memelihara semua yang belum terlahir, semua yang menjadi ada, semua kebaikan, semua keburukan, Veda-Veda, semua yang menerima hasil pencapaian, semua jiwa, dari mulai Brahma hingga ke serangga terlemah-[Sri Brahma-Samhita 53]

    Yang menghalangi Atman kembali ke Brahman adalah ketidaktahuan/Awidya sebagai selubung atma/selubung Maya, contoh penjelasannya:

      Zat Padat/Tanah, Zat cairan/perekat, Panas/api, Gerak/angin, angkasa/ruang, pikiran, kecerdasan dan keakuan palsu. Keseluruhan delapan unsur ini merupakan tenaga material yang terpisah dariku.-[Bhagavad Gita 7.4, Lima pertama disebut badan materi/ panca mahaButa/Stula sarira dan tiga terakhir disebut tripremana sebagai badan halus/sukma sarira, yaitu manah/pikiran, budhi/kecerdasan dan ahangkara/keakuan palsu. Tripremana-lah yang menyertai roh mengembara dari satu tubuh ke tubuh yang lain]

      Model penjelasan lain:
      mahluk itu terdiri dari 3 Lapisan: badan Materi disebut Stula Sarira, kemudian badan jiwa disebut sukma Sarira dan bagian di antaranya disebut Antakharana-Çarira (Lapisan badan Penyebab). Lapisan badan penyebab atau Antakharana-Çarira, inilah yang sebagai pembawa dari Karma (Karma-Wasana) makhluk sejak berbagai kelahirannya yang lampau.

      Model penjelasan lain:
      Adanya panca Maya kosa (lima selubung yang membelenggu atman):

      1. Annamaya Kosa = unsur dari sari makanan;
      2. Pranamaya Kosa = unsur dari sari nafas;
      3. Manomaya Kosa = unsur dari sari pikiran;
      4. Wijnanamaya Kosa = unsur dari sari pengetahuan;
      5. Anandamaya Kosa = unsur dari kebahagiaan.

      Nomor 3, 4, dan 5 yang dibawa Atman menuju pada kelahiran kembali. Lapisan belenggu/pembungkus yang paling didalam dan yang paling sulit dibuang adalah yang bernama Anandamaya, sehingga atman yang masih terbungkus oleh Anandamaya disebut sebagai Anandamaya atma. Anandamaya adalah kebahagian atau kesenangan hidup yang dialami ketika atman masih mempunyai stula sarira (tubuh) yakni ketika masih hidup di dunia ini contohnya: ketika masih hidup di dunia. Jadi kebahagian dan kesenangan itu sifatnya keduniawian yang dinikmati dari Panca Indria yaitu: pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah, dan rasa kulit (termasuk sex).

      Kelahiran kembali (Punarbhawa/Reinkarnasi) terjadi karena Ia harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu (karma)

    Hal yang pasti adalah: manusia lahir sendirian, mati sendirian, merasakan hasil dari perbuatan baik dan buruk sendirian, jatuh ke dalam neraka sendirian, dan pulang ke dunia rohani juga sendirian.-[Canakya Niti Sastra 5.13]

    Sehingga, manusia sendiri yang menentukan nasib baik/buruk yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah lahir kembali. Apabila manusia tidak sempat menikmati pada kehidupan saat ini, maka akan dinikmati pada kehidupan selanjutnya.

      Adapun perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma; setelah ia lepas dari neraka, menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau dan lain sebagainya; bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi orang yang hina, sengsara, diombang-ambingkan kesedihan dan kemurungan hati, dan tidak mengalami kesenangan.-[Sarasamuccaya 1.48]

      Alangkah cepat dan pendeknya kehidupan sebagai manusia ini, tak bedanya dengan sinarnya kilat dan sangat susah pula untuk didapat. Oleh karena itu berusaha benar-benarlah untuk berbuat (sadhana) berdasarkan kebenaran (dharma) untuk menghapuskan kesengsaraan hidup guna mencapai sorga -[Sarasamuscaya 2.14]

    Untuk menghentikan lingkaran kelahiran, hinduism menasehatkan untuk mensucikan 3 perbuatan/trikayaparisudha:

    • Kayika/perbuatan yang benar: tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzina),
    • Wacika/perkataan yang benar: tidak mencaci, tidak berkata keras, tidak memfitnah, tidak ingkar janji),
    • Manacika/pikiran yang benar: tidak menginginkan sesuatu yang adharma, tidak berpikir buruk pada orang/mahluk lain,)

    Perputaran itu tidaklah terputus sampai Ia melepas belenggu Maya dan menghancurkan Awidya/ketidaktahuan dan menghancurkan enam musuh diri /Sadripu: kama (nafsu), lobha (tamak), kroda (marah), mada (mabuk), moha (angkuh), matsarya (dengki irihati) melalui:

      Yamabrata:
      melatih diri untuk anrsamsa (tidak egois), ksama (memaafkan), satya (jujur), ahimsa (tidak menyakiti), dama (sabar), arjawa (tulus), pritih (welas asih), prasada (berpikiran suci), madhurya (bermuka manis), mardawa (lemah lembut).

      Niyamabrata:
      Melakukan: dana (dermawan), ijya (bersembahyang), tapa (mengekang nafsu jasmani), dhyana (sadar pada kebesaran Ida Sanghyang Widhi Wasa), swadhyaya (belajar), upasthanigraha (mengendalikan nafsu sex), brata (mengekang indria), upawasa (mengendalikan makan/minum), mona (mengendalikan kata-kata), snana (menjaga kesucian lahir bathin)

      Sadatatayi:
      Tidak melakukan kekejaman : agnida (membakar), wisuda (meracun), atharwa (menenung), sastragna (merampok), dratikrama (memperkosa), rajapisuna (memfitnah).

      Saptatimira:
      menghindari kebanggaan/keangkuhan karena surupa (cantik/tampan), dana (kaya), guna (pandai), kulina (wangsa), yowana (remaja), kasuran (kemenangan), sura (minuman keras).

    Dengan tekad dan latihan tersebut maka terhentilah roda kelahiran kembali dan mencapai penyatuan atman dan Brahman. Penjelasan lain untuk kembali pada brahman adalah melalui empat jalan yang disebut Catur Marga / Catur Yoga dan ke-empat jalan tersebut adalah sama baiknya

      Dengan jalan bagaimanapun ditempuh oleh manusia ke arahku, semuanya aku terima dan memenuhi keinginan mereka, melalui banyak jalan manusia menuju jalanku, Oh Prtha.-[Bhagawad Gita 5.2]

    Jnana Marga/Yoga (kebijaksanaan filsafat atau Penetahuan)
    Persatuan Atman dan Brahman dicapai melalui Pengetahuan atau kebijaksanaan filsafat kebenaran. Pengetahuan seorang bijaksana dimulai dengan pengetahuan dalam tingkat ajaran-ajaran suci Weda (Apara Widya)

    Kemudian berdasarkan itu menuju pada pengetahuan tingkat tinggi tentang hakikat kebenaran Atman dan Brahman (Pari Widya). Untuk mencapai kebenaran yang sempurna melalui Wiweka (logika) membedakan yang kekal dan tidak kekal, sehingga bisa melepaskan yang tidak kekal dan mencapai kekekalan yang sempurna. Jnana bermain di tataran Kebijakan dan Pikiran.

      Ia yang pikirannya tidak digoyahkan dalam keadaan dukacita dan bebas dari keinginan-keinginan ditengah-tengah kesukacitaan, ia yang dapat mengatasi nafsu, kesesatan dan kemarahan, ia disebut seorang yang bijaksana.-[Bhagawad Gita 2.56]

    Karma Marga/Yoga (Perbuatan)
    Persatuan atman dan Brahman melalui kerja/perbuatan tanpa pamrih, tulus/ ikhlas dengan melepaskan keinginan untuk memperoleh hasil atau buah dari perbuatan/kerjanya targetnya adalah melepas emosi, lepasnya atma dari unsur-unsur maya sehingga tercapailah kesempurnaan. Idenya adalah bekerjalah,lepaskan keinginan akan hasil.

      Bukan dengan jalan tiada bekerja, orang dapat mencapai kebebasan dari perbuatan. Juga tidak hanya melepaskan diri dari pekerjaan, orang akan mencapai kesempurnaannya.-[Bhagawad Gita 3.4]

      Serahkanlah segala pekerjaan kepadaku, dengan memusatkan pikiran kepada atma, melepaskan diri dari pengharapan dan perasaan keakuan, dan berjuanglah kamu, bebas dari pikiranmu yang susah-[Bhagawad Gita 3.30]

      Bekerjalah kamu selalu, yang harus dilakukan dengan tiada terikat olehnya, karena orang mendapat tujuannya yang tertinggi dengan melakukan pekerjaan yang tak terikat olehnya.-[Bhagawad Gita 3.19]

    Bakti Marga/Yoga (Sujud/Bakti)
    Persatuan atman dan Brahman melalui cinta dan sujud bakti terhadap Tuhan. Idenya adalah apapun adalah oleh, karena dan untuk Tuhan. Penyerahan diri sepenuhnya dan sujud bhakti pada Tuhan. Jalan Bakti Marga Yoga ini adalah jalan yang paling mudah dan banyak dilakukan/ditempuh oleh manusia

      Orang saleh yang menyembah aku adalah empat macam yaitu, orang yang mencari kekayaan, orang yang bijaksana, orang yang mencari pengetahuan dan orang yang dalam keadaan susah, Oh Arjuna.-[Bhagawad Gita 7.16]

      Diantara ini, orang yang bijaksana yang selalu terus menerus bersatu dengan Hyang Suci, kebaktiannya terpusat hanya kesatu arah (Tuhan) adalah yang terbaik. Sebab aku kasih sekali kepadanya dan dia kasih kepadaku.-[Bhagawad Gita 7.17]

      Dengan bentuk apapun juga mereka bakti kepadaku (Bhakta), yang dengan kepercayaan bermaksud menyembah aku (dengan Sraddha), kepercayaan itu aku tegakkan-[Bhagawad Gita 7.21]

    Raja Marga/Yoga (Samadhi/Tapa)
    Persatuan atman dengan brahman melalui konsentrasi yang benar dengan melakukan Astangga Yoga/delapan pemusatan, yaitu

    1. Yama/Larangan: Menahan diri/Nafsu,
    2. Nyama/Perintah: adat/adab yang baik, melatih dengan kebisaan,
    3. Asana: sikap duduk yang baik, tumpuan lengan dan kaki dapat membantu mengendalikan kemaluan dan perut,
    4. Pranayama: Pengendalian/ nafas (Puraka/menarik, Kumbaka/menahan, Recaka/menghembuskan),
    5. Pratyahara: Kontrol Indria,
    6. Dharana yaitu: upaya menenangkan pikiran,
    7. Dhyana: upaya memikirkan Brahman dan
    8. Semadhi: Menyamakan Gelombang dengan Brahman.

    Seorang Yogin harus tetap memusatkan pikirannya kepada atma yang maha besar (Tuhan), tinggal dalam kesunyian dan tersendiri, bebas dari angan-angan dan keinginan untuk memilikinya.-[Bhagawad Gita 6.10]

    Karena kebahagiaan tertinggi datang pada Yogin, yang pikirannya tenang, yang nafsunya tidak bergolak, yang keadaannya bersih dan bersatu dengan Tuhan (Moksa).-[Bhagawad Gita 6.27]
Buddha:
Menurut Buddhisme, Semua mahluk hidup (Brahma, deva, manusia, peta/mahluk halus, binatang, neraka) merupakan bauran dari Namarupa/PancaKhanda [SN.22.56/Parivatta Sutta juga di DN.33/sanghiti Sutta, Panca = 5; khanda = kumpulan, gugus, faktor/unsur pembentuk; agregat, kelompok], terdiri dari:
  • Viññāṇa (Kesadaran)
  • Vedanā (perasaan, sensasi)
  • Saññā (persepsi, ingatan, ide, gagasan) muncul bersamaan dengan perasaan.
  • Saṅkhāra (semua yang berkondisi; kehendak, kamma, atau Saṅkhāra adalah (dalam namarupa, tanpa Vinnana): cetanā (niat, pikiran, tujuan, kehendak), phasso (kontak, sentuhan) dan manasikāro (perhatian, pemikiran, membuat pertimbangan, bentukan pikiran)
  • Rūpa (4 elemen/materi dan turunannya: Padat/landasan/penyokong [Pathavi]; cair/rekatan [Apo]; Gerak/Getar/tekanan [Vayo]; umur/habis/gelombang partikel/temperatur/energi [Tejo]), 4 unsur ini hadir bersama tidak terpisahkan
Karena bauran ini tidak terpisahkan dan menjadi kondisi maka tidak ada suatu yang dapat disebut sebagai inti atau atma/anatta/roh yang kekal abadi yang menggerakan mahluk hidup. Untuk bagaimana memahami bauran ini kita ambil contoh misalnya Roti:
    Roti adalah paduan: tepung, ragi, gula, garam, mentega, susu, air, api, tenaga kerja dll. Setelah menjadi roti, tidak dapat kita tunjuk satu bagian tertentu dan mengatakan: ini adalah tepungnya dan/atau ini garamnya dan/atau ini menteganya, dan/atau ini airnya dan/atau ini apinya dan/atau ini tenaga kerjanya dst. Karena setelah bahan-bahan diaduk menjadi satu dan dibakar di oven, maka telah berbaur dan telah berubah.
Nah demikianlah, maka tidak inti/atman/roh dalam mahluk hidup. Bauran pancakhanda/nāmarūpa ini bertumimbal lahir (kemunculan suatu mahluk hidup di alam kehidupan yang sama atau berbeda) secara berulang: "..arus kesadaran yang tidak terputus yang ada di alam ini maupun di alam berikutnya" [DN 28/Sampasādanīya Sutta]. "Kesadaran itu muncul bergantungan, jika tanpa suatu kondisi, maka tidak ada asal-mula kesadaran." [MN 38/Mahātaṇhāsankhaya Sutta].

Kita ambil contoh dalam kasus kelahiran sebagai manusia dan bagaimana ia meneruskan kelahiran kembalinya.

Ketika jantung berhenti, masih ada selisih sekitar 7 menit sebelum matinya otak karena kekurangan oksigen. Karena tidak ada aliran darah, maka tidak ada sinyal syaraf dari/ke Indriya. 5 Indria (mata, telinga, penciuman, pencicipan dan rabaan) menjadi tidak berfungsi namun Indria pikiran masih berfungsi. Pikiran tersebut memuat ingatan yang berisi rekaman perasaan (Menyenangkan, menyakitkan, bukan ke-2nya) dan PERSEPSI dari PERBUATAN-PERBUATAN yang: BARU DILAKUKAN, PERNAH DILAKUKAN dan/atau TERBIASA DILAKUKAN melalui pikiran, ucapan, perbuatan sepanjang hidupnya. Oleh karenanya, terdapat Pertemuan antara Indera pikiran dan objeknya yang berupa Ingatan. Kondisi ini memunculkan kesadaran pikiran atau CUTI CITTA (Kesadaran kematian atau moment pikiran menjelang kematian).

Pertemuan ini SANGAT DERAS karena tidak ada HAMBATAN LAGI dari 5 INDRIYA LAINNYA. Akan muncul ingatan yang DOMINAN yang sangat berkesan dan karenanya muncul KEINGINAN [Untuk menjadi/tidak ingin menjadi sesuatu]. Karena ada keinginan, maka ada kemelekatan, Karena ada kemelekatan, muncul nāmarūpa.
    Dengan munculnya kesadaran (dalam hal ini cuticitta) maka muncul pula nāmarūpa... [MN.9/Sammādiṭṭhi Sutta]

    Kesadaran, perasaan, persepsi itu tegabung tidak terpisah. tidak dapat memisahkan kondisi-kondisi ini satu sama lainnya untuk menggambarkan perbedaan antaranya. Karena yang dirasakan, itu yang dipersepsikannya; yang dipersepsikan, itu yang dikenalinya. [MN 43]
Apa yang dinamakan kesadaran?

Pertemuan 6 Indriya [mata, telinga,.., pikiran] dan objeknya [bentukan, suara,.., ingatan/persepsi] sebagai kondisi, memunculkan kesadaran [mata, telinga,.., pikiran].
Pertemuan ke-3nya (6 Indriya, Objek-objeknya dan kesadaran) disebut Kontak
Dengan kontak sebagai kondisi, muncul perasaan;
Apa yang dirasakan, itulah yang dikenali;
Apa yang dikenali, itulah yang dipikirkan;
    PERASAAN dan PERSEPSI terikat dengan PIKIRAN/CITTA, maka terjadi BENTUKAN-BENTUKAN PIKIRAN (Citta/Mano sankhāra) [MN 44]
Apa yang dipikirkan, itulah yang dikembangbiakkan pikiran;
Dengan apa yang dikembangbiakkan dipikirannya sebagai: sumber, persepsi dan gagasan, melanda seseorang melalui objek-objek [bentukan, suara,..] masa: lalu, sekarang dan depan yang dikenali 6 Indriya [mata, telinga,..]. [MN 18/Madhupiṇḍikasutta]

Kemunculan kesadaran ini menjadi landasan (Pathavi) saling merekat (Apo) saling terkait (vayo) dalam batasan umur tertentu (tejo) dengan perasaan, persepsi dan bentukan-bentukan pikiran. Demikianlah pancakhanda/nāmarūpa terjadi sebagai kondisi masaknya kamma tertentu yang membuatnya terlahir menjadi sesuatu
    Sang Buddha/petapa Asita Devala:
    Tuan-tuan, tahukah kalian bagaimana kehamilan terjadi [gabbhassa avakkanti]?’

    7 Brahmana:
    “’Tuan, kami mengetahui bagaimana kehamilan terjadi. Di sini, penyatuan ibu dan ayah, dan ibu sedang dalam masa subur, dan gandhabba hadir. Demikianlah kehamilan terjadi terjadi melalui perpaduan ke-3 hal ini.’

      Note:
      Gandhabba di Rig Veda 10.177.2, "Gandhava dalam rahim" (ghandharvo..gharbheantaḥ), arti: embriyo. Gandha+abba/ava: semerbaknya menarik; gam+tabba: Membuatnya menjadi. Arti lain: Penerus "kesadaran"

    Sang Buddha/petapa Asita Devala:
    “Kalau begitu, Tuan-tuan, apakah kalian mengetahui dengan pasti apakah gandhabba itu seorang mulia, atau seorang brahmana, atau seorang pedagang, atau seorang pekerja?’

    7 Brahmana:
    “Tuan, kami tidak mengetahui dengan pasti apakah gandhabba itu seorang mulia, atau seorang brahmana, atau seorang pedagang, atau seorang pekerja.’

    Sang Buddha/petapa Asita Devala:
    “’Kalau begitu, Tuan-tuan, jadi siapakah kalian?’

    7 Brahmana:
    “’Kalau begitu, Tuan, kami tidak mengetahui siapa kami ini.’[MN 93/assalayana sutta]

    Sang Buddha:
    “Tiga hal, Para bhikkhu, perpaduan kehamilan terjadi [sannipātā gabbhassāvakkanti]. Di sini, ada perpaduan ibu dan ayah, tetapi bukan musim kesuburan ibu, dan tidak ada kehadiran gandhabba - dalam kasus ini Kehamilan tidak terjadi.

    Di sini, ada perpaduan ibu dan ayah, dan musim kesuburan ibu, tetapi tidak ada kehadiran gandhabba - dalam kasus ini Kehamilan tidak terjadi.

    Tetapi jika ada perpaduan ibu dan ayah, dan musim kesuburan ibu, dan ada kehadiran gandhabba, melalui perpaduan ke-3 hal ini maka kehamilan janin terjadi. [MN 38/Mahātaṇhāsankhaya Sutta]

    Sang Buddha pada Ananda:
    "Kesadaran mengondisikan nāmarūpa (mentalmateri)” ...jika kesadaran, Ananda [Viññāṇañca hi, ānanda] di dalam rahim ibu [mātukucchismiṃ] tidak muncul berbaur [na okkamissatha], akankah nāmarūpa di rahim ibu berkembang?’

    ‘Tidak, Bhagavā.’

    ‘Atau jika kesadaran, Ananda [Viññāṇañca hi, ānanda] di dalam rahim ibu, setelah muncul [okkamitvā] gagal terbaur [vokkamissatha], akankah nāmarūpa dilahirkan dalam kehidupan ini?’

    ‘Tidak Bhagavā.’

    ‘Dan jika kesadaran, Ananda dari makhluk muda tersebut, laki-laki atau perempuan, dipotong, akankah nāmarūpa tumbuh, berkembang dan dewasa?’

    ‘Tidak, Bhagavā.
    ’ [DN 15/Mahānidānasutta sutta]

    Yakkha Indaka:
    Karena para Buddha berkata bentuk bukanlah roh (Rūpaṃ na jīvanti vadanti buddhā), Bagaimanakah jasmani diperoleh? Darimanakah tulang dan hatinya? Bagaimanakah Ia melekat pada rahim?”

    Sang Bhagavā:
    Pertama-tama kalala; Dari kalala (1) muncul abbuda; Dari abbuda (2) dihasilkan pesī; Dari pesī (3) muncul ghana; Dari ghana (4) muncul pasākhā (5) (organ tubuh); Rambut kepala, bulu-badan, dan kuku. Dan apa pun makanan yang dimakan ibu, makanan dan minuman yang dikonsumsinya, dengannya Ia dipelihara, di dalam rahim ibu.” [SN 10.1/Indaka Sutta, juga di Kv 14.2]

Jadi, terjadi 2 proses berlainan pada kelahiran [misal: melalui rahim/kandungan] yaitu:
  1. Proses kesadaran itu sendiri merupakan 1 hal.
  2. Proses awal janin dalam rahim merupakan hal lain lagi.
Yang kemudian membaur karena kondisi yang tepat.

Lebih detail mengenai kelahiran kembali untuk Hinduism dan Buddhisme [juga bukti-buktinya] anda dapat buka di sini

[Kembali]


Konsep Ketuhanan

Hindu:
    BhagavadGita (13:12-22) disebutkan:

      Beliau memiliki tangan, kaki, mata, kepala, dan muka yang berada dimana-mana, dan Beliau memiliki telinga di segala penjuru. Ia berada dalam segala sesuatu dan meliputi alam semesta. Beliau sumber asli segala indria, namun tanpa memiliki indria. Beliau tidak terikat, walau Beliau memelihara semua makhluk. Beliau melampaui sifat-sifat alam, dan pada waktu yang sama Beliau adalah penguasa semua sifat alam material. Beliau berada di luar dan di dalam segala insan, tidak bergerak namun senantiasa bergerak, Beliau di luar daya pemahaman indria material. Beliau amat jauh, namun juga begitu dekat kepada semua makhluk. Walaupun Beliau terbagi di antara insani, namun Beliau tidak dapat dibagi. Beliau mantap sebagai Yang Maha Tunggal. Beliau pemelihara segala makhluk, dan Beliau menciptakan sekaligus memusnahkan mereka. Beliau adalah sumber dari segala benda yang bercahaya. Baliau di luar kegelapan alam dan tidak terwujud. Beliau adalah pengetahuan dan tujuan pengetahuan. Beliau bersemayam di dalam hati sanubari segala makhluk

    Bentuk penegasan sekaligus koreksi yang dilakukan dalam mengembalikan pemahaman yang benar dalam Veda adalah seperti yang dinyatakan dalam Bhagavad Gita:

      Jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku semuanya Ku-terima, dari mana - mana semua mereka menuju jalan-Ku, oh Parta [Bhagavad Gita, 4.11]

      Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, Aku perlakukan kepercayaan mereka sama supaya tetap teguh dan sejahtera [Bhagavad Gita, 7.21]

      Setelah diberi kepercayaan tersebut, mereka berusaha menyembah Dewa tertentu dan memperoleh apa yang diinginkannya. Namun sesungguhnya hanya Aku sendiri yang menganugerahkan berkat-berkat tersebut [Bhagavad Gita, 7.22]

      Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna) [Bhagavad Gita, 9.23]

      Orang yang menyembah dewa akan dilahirkan di tengah masyarakat dewa, orang yang menyembah leluhur akan pergi ke leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan di tengah-tengah makhluk seperti itu, dan orang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku. (Bhagavad Gita, 9.25)

    Sloka-sloka diatas secara tegas telah menyatakan bahwa tidak penting jalan mana yang ditempuh untuk mencapai pencerahan atau mencapai Yang teragung, akan tetap diterima olehNya adapun jalan yang dimaksud adalah KarmaYoga, BhaktiYoga, JnanaYoga dan Raja Yoga.
Buddha:
Sang Buddha menolak semua gagasan dan paham mengenai adanya tuhan baik itu personal maupun bukan, misal dalam AN 3.61/Tittha sutta, Sang Buddha menolak pandangan bahwa semua perbuatan (baik dan/atau buruk) dan yang dialami seseorang adalah karena kuasa/kehendak TUHAN [Issaranimmānahetū]
    "Issaranimmānahetū’ ti issaranimmānakāraṇā, issarena nimmitattā paṭisaṁvedetī ti attho" [Disebabkan kuasa Tuhan, Karena kuasa Tuhan, Dirinya mengalami dari kuasa tuhan]
Buddha menolak tegas hal itu, karena semua perbuatan dan yang dialami seseorang BUKANLAH kehendak tuhan, yang berakibat seseorang TIDAK memiliki kehendak bebas hanya ”boneka” yang tidak bisa membebaskan diri dari penderitaan serta akan menjadi seseorang yang berkewaspadaan dan pengendalian diri. Juga di Mahabodhi Jataka (no.528), Sang Bodhisatta berkata:
    "Jika Tuhan sekalian alam, yang menentukan bagi seluruh ciptaannya, kebahagiaan atau penderitaan, perbuatan baik maupun buruk, maka manusia hanya menjalankan perintahnya saja, sedangkan Tuhan itu yang diliputi dosa" (issaro sabbalokassa, sace kappeti jīvitaṃ, Iddhiṃ byasanabhāvañca, kammaṃ kalyāṇapāpakaṃ; Niddesakārī puriso, issaro tena lippati)
Kemudian kotbah Boddhisatta dalam Bhuridatta Jataka [no.543], terdapat kalimat berulang, "Sace hi so issaro sabbaloke" (Sebab jika Ia Tuhan sekalian alam):
    ”Dengan mata, seseorang dapat melihat pandangan memilukan; Mengapa Brahma itu tidak menciptakan secara baik? Bila kekuatannya demikian tak terbatas, mengapa tangannya begitu jarang memberkati? Mengapa dia tidak memberi kebahagiaan semata? Mengapa kejahatan, kebohongan dan ketidak-tahuan merajalela? Mengapa memenangkan kepalsuan, sedangkan kebenaran dan keadilan gagal? Saya menganggap, Brahma adalah ketak-adilan. Yang membuat dunia yang diatur keliru"
Lebih detail mengenai konsep "ketuhanan" di Buddhisme dapat anda lihat di sini [Kembali]


Moksa/Nibana/Nirwana plus Surga dan neraka

Moksa adalah konsep agama Hindu yang artinya kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan bersatu dengan Brahman/Tuhan. Sementara Surga dan Neraka adalah salah satu tempat sementara, ketika mahluk menerima ganjaran perbuatannya selama hidupnya dahulu.

Dalam Buddhisme nibanna/Nirvana [nir; nis = "tidak ada, lenyap, habis'; + va = "meniup", "Musnah, Lenyap, Padam, memadamkan"]. Ini adalah keadaan/kondisi padamnya nafsu keinginan suatu mahluk jadi ini BUKAN alam/tempat atau bahkan Tuhan. Nibanna ada 2, yaitu:
  1. Sa-upadisesa-Nibbana = Nibbana dengan 'sisa' [5 khanda masih ada, mahluknya masih hidup]
  2. An-upadisesa-Nibbana = Parinibanna = Nibanna tanpa sisa, tidak ada lagi kemunculan di masa depan dalam bentukan apapun
Berikut beberapa cuplikan sutta yang menjelaskan tentang nibanna:
    Pertanyaan Vaccagotta:
    Ketika seorang bhikkhu terbebaskan demikian, Guru Gotama, di manakah ia muncul kembali [setelah kematian]?”

      Sang Buddha:
      “Istilah ‘muncul kembali’ tidak berlaku, Vaccha.”

    Vacchagotta:
    “Jadi apakah ia tidak muncul kembali, Guru Gotama?”

      Sang Buddha:
      “Istilah ‘tidak muncul kembali’ tidak berlaku, Vaccha.”

    Vacchagotta:
    “Jadi apakah ia muncul kembali juga tidak muncul kembali, Guru Gotama?”

      Sang Buddha:
      “Istilah ‘muncul kembali dan juga tidak muncul kembali’ tidak berlaku, Vaccha.”

    Vacchagotta:
    “Jadi apakah ia bukan muncul kembali juga bukan tidak muncul kembali, Guru Gotama?”

      Sang Buddha:
      “Istilah ‘bukan muncul kembali dan juga bukan tidak muncul kembali’ tidak berlaku, Vaccha.”

    Vacchagotta:
    “Ketika Guru Gotama ditanya 4 pertanyaan ini, Beliau menjawab:

    Istilah “muncul kembali” tidak berlaku, Vaccha;
    istilah “tidak muncul kembali” tidak berlaku, Vaccha;
    istilah ‘muncul kembali dan juga tidak muncul kembali’ tidak berlaku, Vaccha;
    Istilah ‘bukan muncul kembali dan juga bukan tidak muncul kembali’ tidak berlaku, Vaccha.’

    Di sini aku menjadi bingung, Guru Gotama, di sini aku menjadi bimbang, dan keyakinan yang telah kuperoleh melalui perbincangan sebelumnya dengan Guru Gotama sekarang telah lenyap.”

      Sang Buddha:
      “Ini memang cukup membuatmu bingung, Vaccha, cukup membuatmu bimbang. Karena Dhamma ini, Vaccha, adalah dalam, sulit dilihat dan sulit dipahami, damai dan mulia, tidak dapat dicapai hanya dengan logika, halus, untuk dialami oleh para bijaksana. Adalah sulit bagimu untuk memahaminya JIKA ENGKAU MENGANUT PANDANGAN LAIN, MENERIMA AJARAN LAIN, MENYETUJUI AJARAN LAIN, MENEKUNI LATIHAN YANG BERBEDA, MENGIKUTI GURU YANG BERBEDA.

      Aku akan mengajukan pertanyaan padamu sebagai balasan, Vacccha. Jawablah sesuai dengan apa yang menurutmu benar.

      “Bagaimana menurutmu, Vaccha? Misalkan terdapat api yang membakar di depanmu. Apakah engkau mengetahui: ‘Api ini membakar di depanku’?”

    Vacchagotta:
    “Aku mengetahuinya, Guru Gotama.”

      Sang Buddha:
      “Jika seseorang bertanya padamu, Vaccha: ‘Bergantung pada apakah api yang membakar di depanmu ini?’ – jika ditanya demikian, bagaimanakah engkau menjawab?”

    Vacchagotta:
    “Jika ditanya demikian, Guru Gotama, aku akan menjawab: ‘Api ini membakar dengan bergantung pada bahan bakar rumput dan kayu.’”

      Sang Buddha:
      “Jika api di depanmu itu padam, apakah engkau mengetahui: ‘Api di depanku ini telah padam’?”

    Vacchagotta:
    “Aku mengetahuinya, Guru Gotama.”

      Sang Buddha:
      “Jika seseorang bertanya padamu, Vaccha: ‘Ketika api di depanmu itu padam, ke arah manakah perginya: ke timur, ke barat, ke utara, atau ke selaatan?’ - jika ditanya demikian, bagaimanakah engkau menjawab?”

    Vacchagotta:
    “ITU TIDAK BERLAKU, Guru Gotama. Api itu membakar dengan bergantung pada bahan bakar rumput dan kayu. Ketika bahan bakar itu habis, jika tidak mendapatkan tambahan bahan bakar, karena tanpa bahan bakar, maka itu dikatakan sebagai padam.”

      Sang Buddha:
      “Demikian pula, Vaccha, Sang Tathāgata telah MENINGGALKAN BENTUK MATERI yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya; Beliau telah memotongnya pada akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya SEHINGGA TIDAK MUNGKIN MUNCUL LAGI DI MASA DEPAN.

      Sang Tathāgata terbebaskan dari penganggapan dalam hal bentuk materi, Vaccha, Beliau dalam, tidak terbatas, sulit diukur bagaikan samudera.

      ‘Beliau muncul kembali’ tidak berlaku; ‘
      ‘Beliau tidak muncul kembali’ tidak berlaku;
      ‘Beliau muncul kembali juga tidak muncul kembali’ tidak berlaku;
      ‘Beliau bukan muncul kembali juga bukan tidak muncul kembali’ tidak berlaku.

      Sang Tathāgata telah MENINGGALKAN PERASAAN yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya; Beliau telah memotongnya pada akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya SEHINGGA TIDAK MUNGKIN MUNCUL LAGI DI MASA DEPAN …

      Sang Tathāgata telah MENINGGALKAN PERSEPSI yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya; Beliau telah memotongnya pada akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya SEHINGGA TIDAK MUNGKIN MUNCUL LAGI DI MASA DEPAN …

      Sang Tathāgata telah MENINGGALKAN BENTUKAN-BENTUKAN yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya; Beliau telah memotongnya pada akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya SEHINGGA TIDAK MUNGKIN MUNCUL LAGI DI MASA DEPAN …

      Sang Tathāgata telah MENINGGALKAN KESADARAN yang dengannya seseorang yang menggambarkan Sang Tathāgata dapat menggambarkannya; Beliau telah memotongnya pada akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya SEHINGGA TIDAK MUNGKIN MUNCUL LAGI DI MASA DEPAN.

      Sang Tathāgata terbebaskan dari penganggapan dalam hal kesadaran, Vaccha, Beliau dalam, tidak terbatas, sulit diukur bagaikan samudera... [MN72/Aggivacchagotta Sutta]

    ***

    Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha … “Wahai para bhikkhu, ada 2 elemen-Nibbana (nibbānadhātu). Apakah 2 elemen itu? Elemen-Nibbana dengan sisa (saupādisesā nibbānadhātu) dan elemen-Nibbana tanpa sisa (anupādisesā nibbānadhātu)”

    “Wahai para bhikkhu, apakah elemen-Nibbana dengan sisa itu?”

    “Di sini, seorang bhikkhu merupakan Arahat, orang yang noda-nodanya telah lenyap, kehidupan sucinya telah terpenuhi, yang telah melakukan apa yang harus dilakukan, tak lagi menanggung beban, telah mencapai tujuan menghancurkan belenggu-belenggu KELAHIRAN KEMBALI dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir. Tetapi, ke-5 indrianya tetap berfungsi, dan dengan indria itu dia masih mengalami apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta merasakan sukacita dan penderitaan. Hilangnya kemelekatan, kebencian, dan kebodohan batin di dalam dirinya ITULAH YANG DISEBUT ELEMEN-NIBANNA DENGAN SISA”

    “Dan, wahai para bhikkhu, apakah elemen-Nibbana yang tanpa sisa itu?

    Di sini seorang bhikkhu merupakan Arahat … yang sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir. Baginya, di sini dalam kehidupan ini juga, segala yang dialami, karena tidak ditanggapi dengan kegembiraan, akan padam. Para Bhikkhu, ITULAH YANG DISEBUT ELEMEN-NIBANA TANPA SISA”

    “Demikianlah, wahai para bhikkhu, 2 elemen-Nibbana itu.”

    Dua elemen-Nibbana ini diperkenalkan
    Oleh Yang Melihat, yang tenang dan tidak terikat:
    Yang satu adalah elemen yang dilihat di sini dan kini
    Dengan sisa, tetapi tali kelahiran kembalinya telah dihancurkan;
    Yang lain, KARENA TIDAK MEMILIKI SISA DI MASA DEPAN,
    Di situ semua jenis kehidupan sepenuhnya berhenti.

    Setelah memahami keadaan yang tak terkondisi,
    Terbebas pikirannya karena tali kelahiran kembali yang telah dihancurkan,
    Mereka telah mencapai intisari Dhamma,
    Bergembira dalam penghancuran (nafsu keinginan),
    Mereka yang tenang telah meninggalkan semua kelahiran kembali
    . [ITIVUTTAKA no.44]

    Detail lainnya lihat di sini
[Kembali]


Uji Material Keabsahan Klaim Kalangan Islam

  • Apakah Muhammad adalah Tuhan? Tidak,

    Muhammad adalah seorang utusan Tuhan.

    Sedangkan Kalki Avatara adalah Tuhan sendiri yang turun ke dunia!

    Bahkan Muhammad-pun tidak mendekati definisi dan ciri2 Buddha. Perlu dicatat bahwa Buddha tidak pernah menganjurkan untuk Menyembah Tuhan. Setiap Buddha ada di muka bumi menganjurkan untuk TIDAK menyakiti Mahluk hidup tanpa kecuali [tidak ada pengucualian apapun! Termasuk dalam keadaan perang]

    Sedangkan Muhammad menganjurkan untuk melakukan pembunuhan

  • Apakah Muhammad Menyatakan Reinkarnasi (Punarbawa/Tumimbal Lahir)? Tidak

  • Apakah Muhammad menyatakan ada hukum Karmaphala (kamma)? Tidak

  • Apakah Muhammad menyatakan adanya Nirwana (nibbana) selain Surga dan Neraka? Tidak

  • Apakah tahun kehidupan Muhammad berada di dekat tahun-tahun yang diramalkan akan hadirnya Kalki Avatara dan/atau Buddha Maitreya didunia? Tidak

    • Kalkiy Avatara akan muncul didunia pada kisaran 352.981 Masehi atau tahun 424.981 Masehi dan Buddha Maitreya akan hadir di ratusan kalpa atau jauh melebihi 1023 tahun lagi.

    • Kalky avatar lahir pada bulan Baisakha 12 hari setelah bulan penuh (purnama), berarti 12 hari setelah tanggal 14/15 yaitu tanggal 26/27 akhir bulan Baisakha.

    • Sementara itu kepastian tanggal lahir Muhammad pun tidak diketahui saat dulu maupun sekarang. Pendapat para Ulama berbeda-beda dalam hal ini. Phillip K. Hitti berkata bahwa dia dilahirkan sekitar 571 AD (History of the Arabs, hal 111). Abdullah Yusuf Ali berkeras, "tahun yg selalu diberikan utk kelahiran sang Nabi adalah 570 AD, meski tanggalnya harus dikira-kira, jadi angkanya adalah antara 569 dan 571, kemungkinan batas paling ekstrim." (Quran, V.2, hal 1071)

    • Walau tahun kelahirannya Muhamad misterius, Muslim tetap menetapkan bahwa dia lahir pada jam-jam awal, yaitu hari Senin, hari ke-29 bulan Agustus, 570 AD (Lihat Ghulam Mustafa, Vishva Nabi, hal 40). - Sebuah perayaan yg mereka rayakan dg pawai riuh. Namun faktanya tetap: tahun kelahiran Muhamad tidak ditetapkan berdasarkan bukti2 sejarah yg dapat dipercaya. Dengan demikian, Perayaan kelahiran Muhammad, tidak berdasarkan sumber2 kuat Islam namun hanya berdasarkan tradisi.

  • Apakah Muhammad yang mengajarkan sendiri ajarannya? Tidak,

    Ia diberitahukan melalui perantara yang bernama Jibril yang diyakini sebagai malaikat (mungkin dapat disamakan dengan Dewa).

    Buddha Maitreya tidak memerlukan perantara untuk mengajar, bahkan Buddha Maitreya adalah guru para Dewa.

    Sedangkan Kalki, adalah Pemilik para Dewa sehingga Dewapun tunduk dan patuh padaNya.

  • Apakah Muhammad memiliki 10 Kekuatan atau 8 kekuatan supra manusia? Tidak

    Para Buddha selalu mempunyai itu

    Kalki avatar digambarkan memiliki 8 kekuatan supra manusia yang melekat padanya dan dapat digunakan kapanpun Ia mau.

  • Apakah Muhammad menguasai penjuru dunia? Tidak,

    Sewaktu Muhammad hidup lingkup daerah kekuasaan yang berhasil ditaklukannya bahkan tidak sampai keluar dari Jazirah Arab

  • Apakah Muhammad mempunyai banyak anak yang gagah perkasa dan penakluk musuh? Tidak,

    Semua anak laki-lakinya telah mati muda, Dari Khadijah (Qasim dan Abdullah) meninggal selagi bayi, dari Budaknya Maria al-Qibthiya (Ibrahim) meninggal saat usia 4 tahun.

    Yang tersisa hanya berasal dari putrinya Fatimah yang menikah dengan Ali (Hasan dan Husain) yang juga tewas sekeluarga dibantai pada masa Bani Umayah dan Bani Abbas. Menurut sumber yang masih harus diuji keabsahannya dikisahkan bahwa masih ada keturunan Muhammad yang selamat dan lari ke maroko.

  • Apakah Muhammad mempunyai ciri2 32 Manussa Agung/Maha Purisa ? Tidak

  • Apakah Muhammad menaklukan tidak dengan pedang melainkan hanya dengan kebenaran? Tidak,

    Ia berperang dengan menggunakan Pedang.

    Ini sangat jauh berbeda dengan Buddha dimana saat Beliau di cacimaki, diserang Gajah dan hendak dibunuh tetap dalam keadaan diam tidak menyerang dan hanya menyampaikan kebenaran melalui ucapanNya saja dan semua yang menyerangnya menjadi Pengikutnya.

    Sementara Kalki dikisahkan bersenjatakan Petir(Bajra) yang menyerupai Pedang yang dapat menghanguskan sebuah Kota (ini lebih menyerupai senjata masa depan daripada sebuah pedang jaman dulu)

  • Apakah Muhammad mempunyai kuda putih sebagai tunggangannya setiap saat? Tidak,

    Ia tidak mempunyai tunggangan yang sama yang dipakainya setiap saat dan tidak pernah tercatat bahwa Muhammad mempunyai kuda berwarna putih sebagai tunggangannya

  • Apakah Buraq adalah Kuda putih? Tidak,

    Buraq adalah suatu mahluk menyerupai hewan berwarna putih berbadan lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari Bagal [Muslim 001.0309, Bukhari 5.58.227] bermuka Manusia dan berekor merak [The Haj, Leon Uris's dan Gambar Buraq dari literatur abad 16].

    Buraq tidak ditunggangi Muhammad setiap saat namun hanya satu kali yang konon terjadi pada peristiwa Isra' Mir'aj [AQ 17:1; Bukhari 9.63.608; Tisdal, W., "Original Sources of Islam", hal. 78] pada tanggal 27 Rajab tahun ke-11 kerasulan Muhammad.

    Buraq tidak pernah disebut dalam Al Qur'an dan hanya muncul di Hadis sahih Muslim dan Bukhari dan itupun tidak pernah disebutkan sebagai Kuda berwarna putih. Peristiwa Isra' Miraj menyatakan:

    • Muhammad pergi menaiki Buraq [Buraq tidak pernah ada di dalam Qur'an dan hanya tercatat di hadist itupun tidak pernah dikatakan sebagai Kuda Putih].

    • Saat Isra' Mir'aj, Nabi berada dirumah seorang sepupunya (wanita) yang baru kehilangan suami [sampai tengah malam], ini tidak lazim menurut adat istiadat setempat, sementara Nabi belumlah diterima secara luas di Mekkah [2 tahun sebelum Hijrah dan hampir 1 tahun setelah ditinggal istri dan pamannya],

    • Pada AQ 17:1 disebutkan Nabi mengunjungi Mesjid Aqsa yang justru baru dibangun setelah Nabi wafat oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Kekhalifahan Umayyah [Dinasti Bani Umayyah] pada tahun 66 H dan selesai tahun 73 H (56 tahun setelah Nabi Muhamad Wafat)

    • Merupakan awal mula Shalat 5 waktu. Pada peristiwa Isra' Mi'raj awalnya diperintahkan 50 x shalat satu harinya dan Nabi berhasil menawar berulang kali kepada Allah hingga akhirnya menjadi 5 x (jadi, sampai dengan 11 tahun masa ke rasulan tidak ada perintah Shalat)

  • Apakah Muhammad tidak pernah Membunuh dan/atau anti pembunuhan? Tidak,

    Ia membunuh dan memerintahkan Pembunuhan dan pembantaian.

  • Seorang Buddha setelah mencapai Buddha tidak akan menikah lagi untuk alasan Apapun, apakah Muhammad juga tidak menikah lagi setelah menjadi Rasul? Tidak,

    Setelah menjadi Rasul, Paling tidak Muhammad beristri 15 orang, 2 (dua) diantaranya diceraikan.

  • Apakah Istri Muhammad ada yang bernama Padma? Tidak,

    Selain dari Khaddijah, istri-istri Muhammad lainnya adalah Saudah, Aisyah, Hafshah, Zainab binti Khuzaimah, Ummu Salamah, Juwariyah, Zainab binti Jahsyi(Mantan istri anak angkat Muhammad-Zaid ibn Haritsah), Raihanah(Budak milik Muhammad), Syafiyyah, Maemunah, Maria Qibthiyyah(budak milik Hafshah), Arkian dan masih banyak lagi [Sumber: Biografi Rasullulah, Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad, Penerbit Qisthi press, Januari 2006, hal.887: "Seandainya Rasulullah s.a.w berkehendak untuk memiliki ribuan budak perempuan dan selir, tentu saja Rasulullah s.a.w. tidak akan mengurangi haknya untuk mengambil hal tersebut. Apalagiナ"; juga lihat di: Selain Khadijah, Semua Istri Nabi berusia Muda dan Ranum]

  • Apakah maksud dari arti kata Ayahanda Kalki (Vishnuyasha), Ayahhanda Buddha Maitreya (Subrahma) sama artinya dengan nama ayahanda Muhammad (Abdullah)? Tidak,

    Vishnuyasha berarti Pengikut Wisnu, Subrahma adalah Brahma yang baik sedangkan Abdulah berarti Pengikut Allah,

    • Kata Allah pada jaman Pra-islam Allah berkonotasi dengan dewa bulan. Pada jaman sebelum islam orang Arab menyembah dewa(i). Di Mekkah, "Allah" adalah dewa tertinggi bangsa Quraish, sukunya Nabi. Allah memiliki 3 puteri: Al Uzzah [Venus]; Manah [Dewi nasib] dan Al Lat [Dewi tumbuh-tumbuhan]. Mereka dianggap paling berkuasa dan campur tangan mereka atas nama pemuja sangat penting.

    • Pernyataan Albert Hourani: "Nama Islam bagi Tuhan adalah 'Allah', yang sudah dipakai utk dewa2 setempat "(bahkan dipakai orang Yahudi dan Kristen yg berbicara Arab--lihat A history Of Arab people by Albert Hourani, 1991, page-16, Belknap press of Harvard University, USA).

  • Apakah Arti dari Kalky, Maitreya dan Muhammad sama? Tidak,

    Kalky= Abadi/ pejuang yang perkasa,

    Maitreya adalah nama Suku beliau dan nama sebelum menjadi Buddha adalah Ajita = pemenang, tidak tertaklukan (Buddha Gautama, Gautama adalah nama suku, nama sebelum menjadi Buddha adalah Sidharta=tercapai semua maksudnya),

    Sedangkan Nama asli Muhammad adalah Kothan:
    "...Aminah menyebut bayinya Kothan, tapi kakeknya mengubahnya menjadi Muhammad dikemudian hari" (lihat: "The Messenger: Life of Mohammed", Ronald Victor Courtenay Bodley, hal 5; atau di: "MUHAMMAD AND HIS QURAN: BLOOD AND LIES AT THE ROOT OF ISLAM", Mohammad Asghar, hal.20; atau di: "The story of the Saracens, from the earliest times to the fall of Bagdad", Gilman, Arthur, 1837-1909, hal.40, 482; atau di: "Mohammed and Mohammedanism: lectures delivered at the Royal institution of Great Britain in February and March, 1874", Smith, R. Bosworth (Reginald Bosworth), 1839-1908; Deutsch, Emanuel, 1829-1873. Islam, hal.295, lihat cat.kaki; atau di "The life of Mahomet", Dermenghem, Emile, 1872-; Yorke, Arabella, hal.xii, yang menyebutkan nama Muhammad adalah Qotham atau Zobath).

    Bahkan para ulama Islam sendiri juga menyatakan demikian, misal: Ibn Athir ("الكامل في التاريخ/Al-Kāmil fī al-tārīkh", hal.608) menyatakan nama Muhammad adalah 'QTM', "هو محمد بن عبد الله ، ويكنى عبد الله أبا قثم" (Muhammad bin Abdullah, dijuluki Abdullah Abu QTM), juga di "As-Sirat al-Halabiyya (Insan al-'Uyun fi Sirat alAmin al-Ma'mun), vol.1, hal.117, atau hal.131: "وفي الإمتاع: لما مات قثم بن عبد المطلب قبل مولد رسول الله صلى الله عليه وسلم بثلاث سنين وهو ابن تسع سنين وجد عليه وجدا شديدا، فلما ولد رسول الله صلى الله عليه وسلم سماه قثم حتى أخبرته أمه آمنة أنها أمرت في منامها أن تسميه محمدا،" (Ketika Qathem bin Abdul Muthalib wafat 3 tahun sebelum kelahiran Nabi Saw, Ia berusia usia 9, Ia (Abdul Mutalib), sangat sedih, maka ketika Nabi lahir, Ia namakan Qathem hingga ibunya, Aminah mimpi, agar menamakan anaknya, Muhammad). Juga seorang periset Muslim dari Tunisia, Dr Hashim Djait, di islamonline.net, Sabtu, 3 Maret 2007, menyatakan nama asli Muhammad adalah Qotham! [lihat: di sini atau di sini, Lihat juga Islam QA no.184499].

    Nah, jika Muhammad artinya adalah yang terpuji namun apakah arti QTM/kothan?

    Tampaknya kata QTM artinya bervariasi, diantaranya: Dermawan, warna yang menghitam ("Consonant Spreading in Arabic Stems", Kenneth R. BEESLEY, hal.119); memotong ("ORIGIN OF “SEMITIC” LANGUAGES", ADEL S. BISHTAWI, hal.7); atau bahkan hewan heyna jantan. Nama terakhir ini bisa jadi lebih masuk akal, karena tampaknya ada keterbiasaan suku padang pasir menamakan anaknya dengan binatang, seperti misal salah satu leluhur Muhammad, Qusayy bin kilāb, di mana arti "kilāb" = para anjing.

  • Apakah Ayahanda Muhammad kepala suku, atau keluarga kaya atau keluarga terpandang? Tidak,

    • Muhammad bukanlah orang kaya, bukan anak kepala suku dan bukan dari keluarga terpandang, ia lahir di Mekkah.

      Suku Quraish adalah penghuni aslinya, mengingat fakta bahwa suku merekalah yg memiliki kontrol atas pengawasan dan ritual religius dari rumah Tuhan tersebut.

    • Anggota2 dari suku Quraish terdiri dari tiga kelompok

      • Satu adalah kelompok pendeta, yg mengontrol rumah Tuhan dan mendapatkan pemasukan dari para peziarah.
      • Kelompok kedua terdiri dari sejumlah kecil orang Quraish yg melakukan perdagangan.
      • Kelompok ketiga adalah yg paling besar, dan terdiri dari mereka yg menopang hidupnya dg menyediakan air dan pelayanan2 lain bagi para peziarah.

    • Pekerjaan ini tidak menjamin pemasukan yg tetap bagi mereka; ketika mereka menerima peziarah dalam jumlah yg banyak, mereka mendapat pemasukan yg besar, tapi ketika jumlah peziarah kecil pendapatan merekapun kecil. Orang2 ini spt pekerja zaman kita sekarang; mereka dibayar kalau ada pekerjaan. Lebih dari 1400 tahun yg lalu, tinggal di Mekkah seorang laki2 bernama Abdullah.

      Dia termasuk kelompok ketiga dari kaum Quraish. Istrinya bernama Aminah. Karena dia tidak mempunyai pendapatan yg tetap, keuangan rumah tangganya selalu kempas kempis. Seringkali keduanya harus tidur tanpa makan. Kemiskinan yg terus menerus akhirnya sampai pada puncaknya, mereka sering bertengkar dan bertengkar mengenai kondisi keuangan mereka dan juga mengenai masa depan mereka.

      Namun demikian,
      Terdapat detail mencurigakan yang membuat keabsahan ABDULLAH sebagai ayah kandung Muhammad SAW, layak untuk dipertanyakan. (KLIK INI, untuk detailnya!!!)

      Dalam biography yang ditulis oleh al-Halabi dan juga "The Comprehensive Compilation of the Names of the Prophet's Companions" oleh Ibn Abd al-Barr, menyatakan bahwa Ibunda Muhammad, yaitu Amina, tinggal di rumah Wahib, paman Amina. Abd Mutallib, kakek muhammad, meminta kemenakan Wahib untuk dikawinkan dengan Abdullah dan pada saat itu, Hala diminta untuk dikawinkan dengan dirinya sendiri. Mereka kawin bersamaan.

        "Al-Sirat al-Halabiya", Al-Halabi, vol.1, hal. 51 [atau di vol.1 hal. 62] السيرة الحلبية للحلبي

        ثم رأيت في أسد الغابة ما يوافقه، وهو أن عبد المطلب تزوج هو وعبد الله في مجلس واحد،
        [Abdul-Muttalib, dan juga anaknya, Abdullah, menikah pada saat yang sama]

        The Major Classes, Ibn Sa'd, vol. 1, hal. 94-95 الطبقات الكبرى لإبن سعد

        فمشى إليه عبد المطلب بن هاشم بن عبد مناف بن قصي بابنه عبد الله بن عبد المطلب أبي رسول الله، صلى الله عليه وسلم، فخطب عليه آمنة بنت وهب فزوجها عبد الله بن عبد المطلب، وخطب إليه عبد المطلب ابن هاشم في مجلسه ذلك ابنته هالة بنت وهيب على نفسه فزوجه إياها، فكان تزوج عبد المطلب بن هاشم وتزوج عبد الله بن عبد المطلب في مجلس واحد،
        [Jadi, Abdul Muthalib menuju kepadanya (Wahib) bersama putranya Abdullah, bapak nabi, meminta Amina dan menikahi Abdullah. Dalam saat yang sama, Ia meminta Hala untuk dirinya sendiri dan dia (Wahib) menikahkan padanya. Oleh karena itu, pernikahan Abdul Muthalib dan Abdullah, anaknya, terjadi bersamaan.]

      Beberapa saat setelah kawin Abdullah pergi ke Syiria utk berdagang, saat ia pergi Amina sedang hamil dan Abdullah wafat beberapa bulan kemudian. Contoh variasi biography Muhammad lain yang menyatakan kematian Abdullah terjadi beberapa bulan setelah menikahi Amina:

        Some months previous to the invasion of Abraha, Abdul Muttalib had affianced his then youngest son, Abdullah, who was twenty-four years of age, to Amina, the niece of Wahb of Bani Zuhra, under whose guardianship she lived. The marriage took place, and NOT LONG AFTER Abdullah left his wife, WHO WAS WITH CHILD, and set out on a mercantile expedition to Syria. ON HIS WAY BACK, he fell ill at Medina, and was left behind by the caravan with his father’s maternal relatives.

      Hala Melahirkan Hamza dan Amina melahirkan Muhammad, Hamza lebih tua 2 tahun s.d 4 tahun daripada Muhammad.

        Al-Isaba fi Tamyiz al-Sahaba, Ibn Hajar, vol.2, hal. 121 الإصابة فى تميز الصحابة لإبن حجر

        1828 حمزة بن عبد المطلب بن هاشم بن عبد مناف القرشي الهاشمي أبو عمارة عم النبي صلى الله عليه وسلم وأخوه من الرضاعة أرضعتهما ثويبة مولاة أبي لهب كما ثبت في الصحيحين وقريبه من أمه أيضا لأن أم حمزة هالة بنت أهيب بن عبد مناف بن زهرة بنت عم آمنة بنت وهب بن عبد مناف أم النبي صلى الله عليه وسلم ولد قبل النبي صلى الله عليه وسلم بسنتين وقيل بأربع
        [Hamza anak dari Abdul-Muttalib [..] lahir 2 atau 4 tahun SEBELUM Nabi]

        The Major Classes, Ibn Sa'd, vol. 3, hal. 10 الطبقات الكبرى لإبن سعد

        قال: أخبرنا محمد بن عمر، قال حدثني موسى بن محمد بن إبراهيم عن أبيه، قال: كان حمزة معلما يوم بدر بريشة نعامة. قال محمد بن عمر: وحمل حمزة لواء رسول الله، صلى الله عليه وسلم، في غزوة بني قينقاع ولم يكن الرايات يومئذ. وقتل، رحمه الله، يوم أحد على رأس اثنين وثلاثين شهرا من الهجرة وهو يومئذ بن تسع وخمسي سنة، كان أسن من رسول الله، صلى الله عليه وسلم، بأربع سنين،
        [Hamza [..] terbunuh di Uhud [..] Ia berusia 56 tahun [..] Ia 4 tahun lebih tua dari Rassulullah..]

      Dalam suatu wawancara dengan Zakaria Botros di TV Al-Hayat, dalam program "in Dept" episode ke-3 (Lihat terjemahan: Indonesia atau Inggris, Pendeta ini kelak di FATWAkan MATI), Ia menyampaikan pertanyaan terbuka kepada para Sheikh Muslim, Sheikh Karadawy, Sheikh Tantawy dan Sheikh Beblawy tentang "Mengapa terdapat selisih umur 2 s.d 4 antara HAMZA dan MUHAMMAD padahal karena Ibu mereka MENIKAH BERSAMAAN dan Ayahanda MUHAMMAD wafat HANYA BEBERAPA BULAN KEMUDIAN atau dengan kata lain: SIAPA AYAHNYA MUHAMMAD agar ia lahir empat tahun setelah Abdullah meninggal?". Zakaria memberikan argument tambahan seperti di bawah ini:

      • Dalam buku “The Beginning and the End” (Awal dan Akhir) yang ditulis oleh Ibn Kathir, jilid 2 hal. 316 tentang Abdul muttalib yang mengurus pernikahan Abdullah, anaknya, dikatakan, "Nabi mendengar ada orang dari Keldah (Kindah) yang mengatakan bahwa Muhammad adalah dari suku mereka dan mereka satu suku dengan Muhammad." [Bani Kindah adalah salah satu suku arab di jaman itu]

        Ketika Mohamad mendengar mereka berkata seperti itu, Mohamad tidak menyangkal. Ini berarti Mohamad bukan orang Quraish, bukan anak Abdullah, tetapi orang Keldah. Ini bencana. Dia berkata, “Kami tidak disangkal oleh leluhur-leluhur kami, kami adalah keturunan Elnur Ibn Kenana.”

        Dalam buku “Dalail al-Nubuwwah” yang ditulis oleh Abu Naim al-Isbahani yang mengutip kata-kata Ibn Abbas, dikatakan begini, "ketika orang-orang Quraysh bicara siapa leluhur mereka dan menggambarkan muhammad sebagai "pohon palem yang tumbuh di lereng bukit" (artinya: Tidak di kenal siapa leluhurnya) Ketika Muhammad mendengar itu Ia sangat marah.

        Abu Naim al-Isbahani melanjutkan dan berkata bahwa Ibn Abbas menyampaikan pada Muhammad, “Ketika kaum quraish bertemu dengan sesamanya, mereka saling memberikan senyum lebar. Namun ketika mereka bertemu dengan kami, mereka mengejek kami dan mengatakan tidak mengetahui darimana muhammad." Muhammad menjadi sangat marah ketika mendengar itu. beberapa ahli sejarah menginterpretasikan ini dalam arti bahwa Bani Kindah tahu betul bahwa Muhammad berasal dari suku mereka dan bukan dari bani hasyim dan Muhammad mengakui itu. Mereka juga mengatakan bahwa statement "sebatang palem yang tumbuh dilereng bukit" artinya adalah tidak dikenal siapa ayahnya.

      • ”Dalam “Al–Sirah Al-Halabiyah”, oleh Imam Ali Burhan al-Din al-Halabi dimana ia menulis bahwa kehamilan Muhammad LEBIH MUDAH dari dari kehamilan lainnya [juga disebutkan “The Beginning and the End” -nya Ibn Kathir, dan “Al-Khasas al-Kubra”-nya Jalal al-Din al-Suyuti dan banyak hadis lainnya. [note: Jadi, berapa kali AMINAH hamil sebelumnya?]

      • Di jaman jahiliyah tidak dipermasalahkan, para wanitanya, melakukan hubungan seksual dengan lebih dari 1 orang. Misalnya: "Al-Sirah Al-Halabiyah" menceritakan bahwa Amr Ibn al-As di Mekkah tidak tahu siapa ayahnya, karena empat pria memiliki hubungan seksual dengan ibunya. Ketika ia bertanya kepada ibunya siapa ayahnya, ia memilih al-As dan Amr Ibn al-As menganggapnya sebagai ayahnya. Ini semua dalam buku-buku sejarah Islam.

      Nah,
      Demikanlah mengapa Ayah kandung Muhammad dicurigai BUKAN Abdullah dan tidak diketahui jelas siapa beliau. Jika dikemudian hari beliau mengatakan ayahnya adalah Abdullah mungkin saja seperti pada kasus Amr Ibn Al-As

    • Kalki adalah orang terpandang begitu pula dengan Maitreya, tidak pernah seorang Avatar dan Buddha lahir dikeluarga tidak perpandang.

  • Detail lebih lanjutnya ada pada satu artikel bagus yang menjawab dengan tegas dan lugas kekeliruan-kekeliruan yang dipaksakan untuk mengatakan bahwa Muhammad adalah Kalky Avatara. Silakan klik ini
[Kembali]


Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari uji material klaim diatas, didapatkan kesimpulan bahwa:
  • Tidak ada seorang yang bernama Profesor (kadang ditulis Doktor) Pundit Vaid Parksah di Universitas Allahabad seperti yang dimaksud dalam buku/artikel itu.

      ..Saya tidak tahu darimana Mir Abdul Majeed mendapatkan asli artikel yang diterjemahkannya tetapi siapa pun penulis artikel ini, telah tidak jujur ​​dalam menulis artikel dan telah membuat banyak pernyataan yang salah di dalamnya...sebuah buku dalam bahasa Hindi berjudul sebagai Kalki Autar aur Muhammad Saheb diterbitkan pada tahun 1969/70...informasi, bahwa Pundit Ved Prakash adalah Bengali, tidak benar...Brahmana Bengali tidak menggunakan gelar "Upadhyay"...nama pengarangnya adalah Pundit Prakash Upadhyay dan bukan Pundit Ved Prakash..[Alim Husain dalam "Prophet Muhammad in Hindu Scriptures", Milli Gazette, Indian Muslim's leading English Newspaper, 1-15 Mar 2005]

      ..Para-3: ..Pundit Vaid Parkash..adalah nama buatan dan pastinya tidak ada sarjana Sanskrit terkenal dengan nama itu di India. Dia dikatakan memegang portofolio penting di Universitas Allahabad,..Tidak ada dalam daftar di universitas itu..Kata Pundit Vaid Parkash dikatakan berasal dari ras Bengali. Faktanya adalah bahwa orang Bengali tidak memiliki nama seperti Pundit Vaid Parkash...Dan mengapa seorang Bengali menulis buku dalam bahasa Hindi? [kesimpulan ini diambil dari sini]

      Sementara itu, ada seorang bernama Ved Prakash Upadhyaya, Master of Arts, Allahabad University, 1968. Doctor of Philosophy, Allahabad University, 1970. Bachelor of Laws, Allahabad University, 1978. Doctor of Letters, Allahabad University, 1981. Master of Arts, Gurunanak Dev University, 1975. Doctor of Astrology (honorary), Astrological Research Project, 1998. Namun, karyanya adalah: Vaidika Sahitya: Ek Vivecana, Rgvediya Sukta Sangraha. Patentee in field. TIDAK ADA yang berjudul "Kalki Autar aur Muhammad Saheb"
  • Kemunculan Kalky Avatara dan Buddha Maitreya tidak berada dijaman Muhammad bahkan tidak juga untuk beberapa ratus tahun ke depannya.
  • Kalki Avatara tidak sama dengan Buddha Maitreya, kemunculan mereka tidak pada kisaran jaman yang sama.
  • Terdapat perbedaan besar dalam pondasi ajaran antara Islam VS Hindu dan Buddha.
  • Hasil uji telah membuktikan bahwa ini merupakan propaganda pembodohan yang bernilai rendah. Namun demikian, memang ada di sebuah purana hindu yang menyebutkan tentang MAHAMADA dan LUAR BIASA mirip dengan MUHAMMAD, silakan baca: "Bhavisya Purana: Purana Hindu Yang Meramalkan Kedatangan Muhammad.."
[Kembali]


Artikel-Artikel yang berkaitan

(KLIK!!!) Kalki: A rebuttal of the lies being propagated by Islamic websites paklinks.com
    http://www.paklinks.com/gs/4666635-post37.html

    This article is being circulated around the internet by email and through many Islamic websites referring to a book by one Prof. Pundit Vaid Parkash, which purportedly says that Kalki, the last Avtar of Vishnu and for Hindus who is the Awaited One, is none but the Prophet Mohammed.

    I ignored them earlier as the matter proclaimed in the article is completely based on imaginary facts, similar to the fake quatrains of Nostradamus which were being circulated after 9/11. A lie repeated thousand times is gradually accepted as truth. It is time that someone tackle this issue head-on. It has come to such a situation that a person searching the Net for Kalki will come up only with the (mis) information that Prophet Mohammed was mentioned in the Hindu scriptures as the Awaitred One.

    The article can be read in a number of Islamic websites. . I am not repeating the texts. Other sites basically copy the same article along with their own commentaries.

    The problem with the prophecies relating to Kalki is that very few people know the details of these prophecies. Due to this, it is quite easy to mislead people by presenting certain imaginary facts and interpretations. Judging from some of the Islamic websites, it seems that some of them really believe Prophet Mohammed was mentioned in the Hindu scriptures as Kalki, simply relying on that article, without bothering to verify the facts. Here is a line by line rebuttal on why it is not so. I may not be the authority on Kalki but at least I' ve read the original book. The English translation of parts of the Kalki Puran in this site is quite good and I have referred to those below while presenting my points.

    • Para-1 : It has been wrongly said that Kalki has been mentioned in the Vedas. Nowhere in the four Vedas has Kalki been ever mentioned. Kalki has been mentioned in the Puranas namely, the Vishnu Puran¬ (one of the 18 major Puran) and the Kalki Puran¬ (a minor Puran).

    • Para-2: I have not heard any hue and cry about this purported book in India in Hindi and I'm a Hindi speaking guy. About putting the author in jail had he been a Muslim, well many Muslims in India regularly write such things about Hindu religion and still go scot-free. And when Muslims write such things about Islam, their books get banned. Example Salman Rushdie for writing Satanic Verse. You see, in a democracy, politicians are overtly conscious about minority rights but forget about majority sentiments.

    • Para-3: No one has ever heard of a Pundit Vaid Parkash in India. It's a concocted name and there is surely no renowned Sanskrit scholar of that name in India. He is said to be holding an important portfolio in ¬Ilahabad University, which I take to be Allahabad University. The website of that University is. Check out the faculty. No such list of that university (I hope he was not a student person in the faculty. The guy writing the article thought he was clever. But everything is online these days.

      The said Pundit Vaid Parkash is said to be coming from the Bengali race. The fact is that Bengalis dont have names like Pundit Vaid Parkash. Ask any Bengali. And why would a Bengali write a book in Hindi? He could have used English (which would have a greater readership all over India) or even Bengali.

    • Para-4: Here comes Eight great Pundits. Who are they and what are their names? Maybe the author of the article could not devise more Hindu names other than Pundit Vaid Parkash.

    • Para-5: All Hindus should embrace Islam should not wait for any other Kalki Autar Ha ! thats the whole idea behind this (mis)information, isnt it? Caught ya !

      In Kalki Puran the birth place of Kalki is in a village called Sambhal. Do you think it is a codename for Mecca in some way? Beats me.

    • Para-6 (Sl.1) : It is the Purans, namely the Vishnu Puran and Kalki Puran and not the Vedas which said that Kalki will be the last Avtar of Vishnu. How does it make him Mohammed? Islamic texts themselves prophesize the second coming of the Christ (Isa, son of Mariam) in the future! This well known scholar cannot distinguish between the Vedas and the Puranas which every ordinary Hindu can !

    • Para-7 (Sl.2): Which Hindu prophecy says that Kalki will be born in an Island? Kalki Purana mentions that Kalki will be born in Sambhal village which is in the mainland; only during his marriage with Padma he will travel to the island Sinhala.

    • Para-8 (Sl.3): Absolute bull****! The father of Kalki, according to both Vishnu Puran and Kalki Puram is Vishnujasha (not Vishnu Bhagat, as the Islamic rumormongers claim) and the name of his mother is Sumati, not Somanib. To quote Kalki Puran -

      Afterwards, Sumati, the wife of Vishnujasha became pregnant.... Kalki descended to earth (as a human) in the month of Baisakha on the 12th day after the full moon ~ Kalki Purana, I[2], Verses 11 and 15

      Obviously, the twisting of the names had been done to make their names look like the translation of the names of the parents of Prophet Mohammad. Even that translation is faulty.

    • Para-9 (Sl.4): Every avtar of God is true and honest. Thats not the sole prerogative of Prophet Mohammed. As for Kalki living on olive and dates, this is completely fictitious. In fact in Kalki Purana Chapter III[17], Verse 43, Kalki and his wife is shown to have been feasting on rice, curd and other milk products.

    • Para-10 (Sl.5): All avtars are born in a noble and respected family (not dynasty the term is applied to royal families. Kalki was not born in a royal family). How does that make Kalki the same person as Prophet Mohammed? Was Mohammed the only person to be born in a noble and respected family?

    • Para-11 (Sl.6): Kalki was taught by his Guru named Ram in the mahendra mountain. Nowhere is it said in Kalki Puran that his Guru was a messenger of God. Ram lived on a mountain but nowhere is it mentioned that either he or Kalki lived in a cave.

    • Para-12 (Sl.7): Did Prophet Mohammed have two horses? Well Kalki will be provided only one. And I do not think Mohammed managed to ride to heaven and skies with his horses.

    • Para-13 (Sl.8): Its a foregone conclusion that an incarnation of God on earth will have the powers of God. How does that make Kalki the same as Prophet Mohammed? By the way, Kalki is an incarnation of God Himself. As per Islamic tradition, Mohammed was Gods messenger.

    • Para-14 (Sl.9): A very foolish conclusion. Even today, military personnel in many parts of the world are taught horse riding and swordsmanship during their training as part of military tradition and valour. Does that mean that they fight with these weapons? In a prophecy, weapons of the future are described in the nearest term understandable at that time. Similar terms had been used by Nostradamus too in his prophecies. And if you think that Kalki Puran mentions Kalki fighting with ancient weapons, how about this?

      Soon they entered the city of Bishasan, the capital of Koli, and burnt down the city using fiery missile. Alongwith the city, Koli too was burnt and his sons and relatives were destroyed. ~ Kalki Purana, III[7], Verses 9 & 10

    I hope that the para-wise rebuttal above is sufficient to prove that the concocted article, purportedly written by a Hindu Pundit yet prominently being displayed in various Islamic websites is nothing but a trash of lies and was devised with an obvious ulterior motive in mind.

    Before concluding I will provide some more quotes from Kalki Purana to show its modern context and that it could not have spoken about Prophet Mohammed

    1. Soon, Garga (an associate of Kalki) and his army killed 6000 Buddhist soldiers. Bharga and his soldiers killed and injured 11 million enemy soldiers and his mighty allies killed 2500 of them. Kobi along with his sons killed 2 million enemy soldiers, Pragya killed 1 million and Sumantu killed 5 million soldiers ~ Kalki Purana, II[7], Verses 5, 6, 8, 9

      It seems that Kalki and his allies kill or injure an army which is almost 20 million strong. How many million men did Mohammed kill in his battles? In fact this type of huge army can be conceived in the modern times only. Also, did Mohammed ever fight this many Buddhists or anyone at all?

    2. This island (Sinhala) is situated on the other side of the shore. The island has pure water and is full of people. Full of various types of Aircrafts and decorated with jewellery. The beauty of the island is enhanced by huge buildings and flags and gates decorated in front of them ~ Kalki Purana, II[1], Verses 39, 40, 41

      The interesting part of the description of the island where Kalki's wife-to-be stays is that apart from the huge buildings that the island city has, its sky is also full of Aircrafts! Was there aircrafts in Prophet Mohammads time? In the later chapters of Kalki Puran, Kalki himself was said to be traveling on such an Aircraft. Did Mohammed do that?

    3. Lord Kalki, along with his soldiers armed with various types of weapons engaged in war with Kok and Bikok. These two brothers are supreme demons, great fanatics and adept in the art of war. These brothers are intimately connected, powerful, hard to defeat and are even feared by the Gods.~ Kalki Purana, III[6], Verses 43 & 44

      The surprise elements here are the description of the war with brothers called "Kok and Bikok", who are allied with Koli. These are surely Gog and Magog described in the Biblical book of Revelations and "Yajooj and Majooj" described in the Islamic prophecies. This is the final nail in the coffin for the mischievous article. The Yajooj/Majooj war (Gog/Magog in the Bible) is the war, in which Christ during His second coming will fight during the end of the world. Prophet Mohammed did not fight this war. This war is predicted for the future in the Islamic and Biblical prophecies.

    We can thus definitely conclude that Kalki will appear in the future and is not Prophet Mohammed by any means. Claiming so can only be the work of a deceiver. However, it is the Muslims who are only deceived by all these crap, not the Hindus.

    Note saya:
    Saya hanya berkomentar untuk menegaskan tentang Gog dan Magog. Dimana, menurut Alkitab,

    • GOG [keturunan Sem, Ruben]..ada;
    • Magog, tubal dan meseh [keturunan Yapet]..ada;
    • Kemudian jadi bangsa dan menjadi nama negeri
    • Gog di tanah Magog..ada
    • Namun, TIDAK ADA sekaligus bersamaan nama GOG dan MAGOG dalam satu jaman yang sama di Perjanjian lama! Dan juga baik Gog ataupun Magog bukanlah Iblis!

    Jadi, karena di seluruh referensi Perjanjian lama tidak ada 2 (dua) nama itu sekaligus dalam satu jaman, maka:

    • Setiap tulisan berkategori "suci" yang memuat dan memasangkan nama Gog dan Magog, dipastikan tidak mempunyai DASAR yang KUAT dan mengada-ada (termasuk tulisan Yohanes di kitab wahyu]
    • Jika tidak ada disebelumnya maka tidak akan ada juga di kemudian hari
    [Kembali]

(KLIK!!!) Hindu Prophecies - The Kalki Purana
http://ww-iii.tripod.com/hindu.htm


    Whenever there is a withering of the law
    and an uprising of lawlessness on all sides,
    then I manifest Myself.

    For the salvation of the righteous
    and the destruction of such as do evil,
    for the firm establishing of the Law,
    I come to birth, age after age.
    ~ Bhagavad Gita, Book IV, Sutra 5, 7, 8

The Signs of the Koli Age
    "Those who are known as twice-born (Brahmins) are devoid of the Vedas, narrow-minded and always engaged in the service of the Sudras (low-born castes); they are fond of carnal desires, seller of religion, seller of the Vedas, untouchable and seller of juices; they sell meat, are cruel, engaged in sexual gratification and gratification of their appetite, attached to others' wives, drunk and producer of cross-breeds; have a low life-span, mix with lowly people and consider their brother-in-law as the only friend.

    They like constant confrontation and are fond of argument, discontent, fond of jewellery, hair and style.

    The wealthy are respected as high-born and Brahmins are respected only if they are lenders; Men are merciful only when they are unable to harm others; express displeasure towards the poor; talk excessively to express erudition and carry out religious work to be famous;

    Monks are attached to homes in this Koli Age and the homeless are devoid of any morality; Men of this age deride their teachers, display false religious affinity but tricks the good people; Sudras in Koli are always engaged in taking over others' possessions;

    in Koli, marriage takes place simply because the man and the woman agree to do so; Men engages in friendship with the crooked and show magnanimity while returning favours; Men are considered pious only if they are wealthy and treat only far-away waters (lands) as places of pilgrimage;

    Men are considered Brahmins simply because they have the sacred thread around their body and as explorers, simply because they have a stick in their hand; the Earth becomes infertile, rivers hit the banks, wives take pleasure in speaking like prostitutes and their minds are not attracted towards their husbands; Brahmins become greedy for others' food, the low-born castes are not averse to becoming priests, wives mix freely even after they become widows; the clouds release rain irregularly, the land becomes infertile, the kings kill their subjects, the people are burdened with taxes; they survive by eating honey, meat, fruits and roots;

    in the first quarter of the Koli Age, people deride God;
    in the second quarter, people do not even pronounce God's name;
    in the third quarter, men become cross-breeds;
    in the fourth quarter, men become the same (uniform) breed; nothing called race exists anymore; they forget God and pious works become extinct. ~ Kalki Purana, I[1], Verses 23-38

The appearance of Kalki
  • When the practices taught by the Vedas and the institutes of law, shall nearly have ceased, and the close of the Koli age shall be nigh, a portion of that Divine Being who exists of his own spiritual nature, in the character of Brahma, and who is the Beginning and the End, and who comprehends all things shall descend upon the earth.

    He will be born as Kalki in the family of an eminent Brahmin, of Shambhala village, endowed with the eight superhuman faculties. By his irresistible might, He will destroy all the barbarians and thieves, and all whose minds are devoted to iniquity.

    He will then re-establish righteousness upon earth; and the minds of those who live at the end of the Koli age, shall be awakened, and shall be as pellucid as crystal. The men who are thus changed by virtue of that peculiar time, shall be as the seeds of human beings, and shall give birth to a race who shall follow the laws of the Kritya Age, the Age of Purity.~ Vishnu Purana 4.24

  • Afterwards, Sumati, the wife of Vishnujasha became pregnant.... Kalki descended to earth (as a human) in the month of Baisakha on the 12th day after the full moon ~ Kalki Purana, I[2], Verses 11 and 15

The marriage of Kalki
  • You shall go to Sinhala, marry your beloved Padma and start your conjugal life.... You will then set out to conquer the world and defeat the Kings allied to Koli, defeat the Buddhists and hand over the rule to the pious kings named Devapi and Maru. ~ Kalki Purana, I[3], Verses 9 & 10

  • This island (Sinhala) is situated on the other side of the shore. The island has pure water and is full of people. Full of various types of Aircrafts and decorated with jewellery. The beauty of the island is enhanced by huge buildings and flags and gates decorated in front of them. ~ Kalki Purana, II[1], Verses 39, 40, 41

  • He (the father of the bride) gave away Padma for marriage to Kalki as per the traditions. The "King of the World", Kalki after having his wife and having been well received by the gentlemen of the island, expressed his desire to stay in the island of Sinhala for a while in order to see the island. ~ Kalki Purana, II[3], Verses 15, 16

  • Padma is fair and Kalki is dark, both are opposites to each other... ~ Kalki Purana, II[3], Verse 19

  • Kalki, the annihilator of Koli forgot his mission and stayed there happily in that home (in Shambhala) for many years...Padma gave birth to two sons named Joy and Vijoy who were powerful and famous. ~ Kalki Purana, II[6], Verses 32 and 36

  • The great conqueror, Kalki then paid homage to his father and started for conquering Kikatpur with his army. The Buddhists live in that city. The residents of that city do not worship God or their forefathers. They do not fear after-life. Other than the body, they do not believe in any soul. They do not have any pride in their lineage or in their race; money, marriage etc. are insignificant to them. People of that place eat and drink a variety of things. When Jin (the leader) heard that Kalki has come to fight them, he gathered a huge army and went out of the city to fight Him. ~ Kalki Purana, II[6], Verses 40 to 44

  • He (Jin) took up various types of arms and started war with Kalki. Even the Gods were surprised by the techniques of war adopted by Jin. Jin injured Kalki's horse with a javelin and made him disoriented and unconscious and attempted to take him away, but could not lift him...On seeing that, King Vishakhjupa got angry and encountered Jin and picked up unconscious Kalki in his own chariot. Kalki regained his consciousness in a while and encouraged his soldiers; following that, he rushed towards Jin after getting down from the chariot of Vishakhjupa. ~ Kalki Purana, II[7], Verses 5, 6, 8, 9

  • Soon, Garga (associate of Kalki) and his army killed 6000 Buddhist soldiers. Bharga and his soldiers killed and injured 11 million enemy soldiers and his mighty allies killed 2500 of them. Kobi along with his sons killed 2 million enemy soldiers, Pragya killed 1 million and Sumantu killed 5 million soldiers. ~ Kalki Purana, II[7], Verses 5, 6, 8, 9

  • Soon Kalki smiled and said unto Jin - O Sinner ! Don't flee but come and face me...Soon your body will be pierced with my arrows. Soon you shall depart from this world. Then, no one will go along with you. So, you and your allies surrender before me. On hearing the words of Kalki, mighty Jin said "The fate can never be seen. I am a materialist, Buddhist. Nothing but the perceptible are accepted by us. The unseen and the imperceptible are banished by us. Hence your effort is fruitless. Even if you are Godly, I am before you; see if you manage to kill me. In that event, will the Buddhists forgive you? ~ Kalki Purana, II[7], Verses 15 to 18

  • The wives of the Buddhists, gathered for battle riding on chariots, birds, horses, camels and bulls to defend their husbands. These beautiful, powerful young ladies devoted to their husbands did not seek the shelter of their children.

    These glorious women, dressed in battle-gear and various jewellery came to the battlefield armed with swords, power-weapons, arrows and javelins. In their hands were heavenly rings. These beautiful women consisted of hair dressers, women devoted to husbands (house-wives) and even prostitutes.

    These women, troubled by the death of their husbands and fathers came forth to fight the army of Kalki. People even care to protect objects like soil, ashes, wood etc. Therefore, how can these women tolerate the death of their husbands in their presence?

    The womenfolk of the Buddhists, seeing their husbands injured and troubled came in front of them and started to fight the soldiers of Kalki. Seeing the women take to battle, the soldiers of Kalki were amazed and came to Kalki to inform him about the whole matter in details. Hearing this, Kalki, clever as he is, arrived there on a chariot accompanied by his allies and army with a cheerful mind. Seeing the women astride in various types of vehicles, standing in formations, Kalki started saying "Ladies, please hear what I have to say. It is against the principles for men to fight against women..." ~ Kalki Purana, III[1], Verses 11 to 20

  • [..] On your beautiful moon-like face, falls the locks of fine hair. Everyone's mind become cheerful on seeing this.

    Which man can hit on such a face?
    On these beautiful faces are a pair of eyes like lotus with long eyelashes and dark pupil.

    Which man can hit such a face?
    Your breasts are decorated like the necklace of Shiva. Even the pride of the cupid gets hurt on seeing this.

    Which man can hit on such a place?
    Which man can hit the spotless face of a woman on which play the locks of fine hairs from the head?
    Which man can hit your slim waists weighed down by breasts and decorated by very fine body-hair?
    Can any man shoot an arrow in your eye-soothing and feminine pubic area covered by fine hair and untouched by sin?
    Hearing these words of Kalki, the infidel-women smiled and said - "Sir ! When our husbands died in your hand, we too have died". Saying this, the women prepared to kill Kalki. ~ Kalki Purana, III[1], Verses 21 to 27

  • [..] However the weapons remained in their hands. The various weapons metamorphosed and stood before the infidel-women decorated in gold and said

    "Ladies! Do ye know Kalki as the Supreme God, empowered by whom we take the lives of living beings. Have confidence in our words. On His command we propagate and on his glory we have attained various forms and by His mercy we have become renowned. By His empowerment does the five elements carry out their own actions.

    He is the Supreme Being Himself. Under His wishes has the nature created the whole Universe. The creation and the continuity of the creation is nothing but His action. He is the Beginning and the End, from Him arise all the holy things in the world.

    It is He, who is our husband, our wife, son, friend and relative. From Him comes forth all these illusion-like happenings. Those who know that life and death are nothing but coming and going under the influence of love, affection and fondness, those who are devoid of any feelings of anger and hate, who are the devotees of Kalki, they know the above illusion-like happenings as false.

    How was Time created?
    Where does death come from?
    Who is Yama (Death incarnate and lord of the underworld)?
    Who are the Gods?
    By His illusion, it is Kalki who has become many. O Ladies! We are not weapons and no one gets hurt by us. He is the weapon and it is he who hits. These distinctions are nothing but the illusion (Maya) created by the Supreme Being. ...

    We cannot hit the devotees of Kalki. Hearing the words of the weapons, the women were surprised. They shed their illusion of attachment and came to seek Kalki. ~ Kalki Purana, III[1], Verses 27 to 39

  • [Dharma (Righteousness or Law) said to Kalki]

    "Right now, infidels like Saka, Kamboja, Sabara etc. are under the control of Koli and that mighty Koli has defeated me taking advantage of the influence of the time. The pious men are being tortured and consigned to the flames. That's why I have come for your protection. ~ Kalki Purana, III[6], Verse 22

  • Thus, Kalki, surrounded by his allies set out for the desired place for conquering the infidels like Khasha, Kamboja, Sabara, Barbarians etc. ...

    The people who lived there carry out the orders of women. Hearing that Kalki has come for battle, the angry Koli, along with his allies, sons and grandsons came riding on a chariot out of the city of Bishasan. On seeing Koli, Kalki ordered his followers to engage in battle with him. ~ Kalki Purana, III[6], Verses 32, 33, 35, 36

  • Lord Kalki, along with his soldiers armed with various types of weapons engaged in war with Kok and Bikok. These two brothers are supreme demons, great fanatics and adept in the art of war. These brothers are intimately connected, powerful, hard to defeat and are even feared by the Gods. ~ Kalki Purana, III[6], Verses 43 & 44

  • Soon they entered the city of Bishasan, the capital of Koli, and burnt down the city using fiery missile. Alongwith the city, Koli too was burnt and his sons and relatives were destroyed. ~ Kalki Purana, III[7], Verses 9 & 10

  • Thus, after attaining victory, Kalki started for the city of Vallat ruled by the Sashyakarns along with his soldiers and allies.
    III[7], 35. His (the King of Vallat) name is Sashidhwaj. He is intelligent, handsome, tall, brave and has a huge military.
    III[8], 3. King Sashidhwaj arrived at the battlefield and dispersed the powerful soldiers of Kalki.
    III[8], 18. ...Thus, King Sashidhwaj managed to defeat Kalki, capture him and some of his allies and went back to his palace.
    III[8], 18. Next, King Sashidhwaj recalled his sons from the battlefield and gave away his daughter Roma for marriage with Kalki in accordance with the wishes of his wife, Sushanta. All the allies of Kalki were invited to Vallat from the battlefield (for the marriage). ~ Kalki Purana, III[10], Verses 25 and 26

[Kembali]


(KLIK!!!) Kalki
http://encyclopedia.thefreedictionary.com

In Hindu traditions, Kalki (?????) (also rendered by some as Kalkin and Kalaki) is the tenth and final Maha Avatara (Great Avatar) of Vishnu the Preserver, who will come to end the current Kali Yuga, (The Age of Darkness and Destruction). The name Kalki is often a metaphor for "Eternity" or "Time". The origins of the name probably lie in the word Kalka which refers to "dirt", "filth" or "foulness" and hence denotes the "Destroyer of Foulness", "Destroyer of Confusion", "Destroyer of Darkness", or "The Annihilator of Ignorance". In Hindi kalki avatar means "tomorrow's avatar". Other similar and divergent interpretations (based on varying etymological derivations from the ancient Sanskrit language, -including one simply meaning "White Horse") have been made.[1]

In the Buddhist Kalachakra tradition this legend has a more developed legend associated with the Buddha who initiates the first king of Shambhala, King Suchandra.[2] In Buddhism, he is the ruler of the legendary Kingdom of Shambhala, where the whole of society is enlighted and the Kalachakra tantra is held and widely practiced.

What is a Maha Avatara?
Hindu traditions permit numerous interpretations of what Avatars are and to what purpose they act. Avatara means "descent", and indicates a descent of the divine awareness into manifestations of the mundane form. Prominent religious leaders like Ramakrishna are considered avatars by some, but in most Hindu traditions there are only 10 Maha Avataras (Great Avatars), though the identities of the most recent are sometimes disputed (i.e. Buddha and Balarama). The Bhagavata Purana has a list of 25 Great Avatars.

All Hindu traditions declare all people to be manifestations of the divine essence, the Atman, and Avatars to be individuals who are far more acutely and extensively aware of this fact and its implications than most, and who have entered the mortal realms voluntarily to teach important truths to humanity, and who usually have extraordinary abilities to aid in these roles.

What will Kalki do?
As with the prophecies of many traditions there are many diverse beliefs and depictions as to when, how, where and why the Kalki Avatar would appear, and the Divine purpose the descent will aim to fulfill. The popular image of the Avatar is that of a rider upon a white horse, which some sources name as Devadatta (God-given) and describe as a winged horse. The most common accounts declare Kalki will come riding upon a white horse, brandishing a flaming comet-like sword, (or wielding a comet like a sword),[citation needed] intent on eradicating the reign of evil on the Earth, vanquishing the demon Kali, reconciling all opposites, renewing the processes of the Dharma (Paths of Virtue), of Creation, and establishing a reign of righteousness. The sword is sometimes interpreted as a symbol for "discernment", or Wisdom, slicing away the bonds of lies and foulness and liberating souls to greater awareness of truth and beauty.[citation needed]

Origins of the Kalki prophecy
One of the earliest mentions of Kalki is in the Vishnu Purana, which is dated generally to be after the Gupta Empire around the 7th Century A.D.[1] Vishnu is the Preserver, the sustainer of life in the Hindu trinity, balancing the processes of Creation and Destruction. Kalki is also mentioned in another of the 18 major Purana, the Agni Purana. Agni is the god of Fire in the Hindu pantheon, and symbolically represents the spiritual fire of life and the processes of transformation. It is one of the earliest works declaring Gautama Buddha to have been a manifestation of Vishnu, and seems to draw upon the Vishnu Purana in its mention of Kalki. A later work, the Kalki Purana, a minor Purana is an extensive exposition of expectations and predictions of when, where, and why it is said he will come, and what he is expected to do. It has a very militant perspective, and celebrates the defeat of traditions that are deemed heretical for not adhering closely enough to the traditions of the Vedas, such as Buddhism and Jainism. A few other minor Purana also mention him.

It has been theorized that the Kalki Purana may have been written as a Hindu response to the Buddhist prophecies within the Kalachakra Tantra of many leaders with the name or title of Kalki. Followers of Tibetan Buddhism have preserved the Kalachakra Tantra, and initiation rites based upon it are a prominent part of the Tibetan traditions. In the Kalachakra Tantra Kalki (or Kalaki, or Kulika) is declared to be a title or name of at least 25 rulers of the mystical realm of Shambhala. The aims and actions of some of these are prophesied in portions of the work. The 25th Kalki as an emanation of Manjushri who brings about world-wide spiritual change. "At that time, all the families of men on the earth shall be fulfilled with dharma, pleasure and wealth. Grain shall grow in the wild and the trees shall bow with fruit - these things will occur."[2]

The Kalki within
Drawing on symbolic and metaphoric interpretations of the Buddhist Kalachakra, Shambhala, and Bodhisattva traditions at least as much as the Hindu prophecies, interpretations of the Kalki legends in ways that do not necessarily apply the designation "Kalki" uniquely to any particular person have arisen. In such interpretations "Kalki" is seen primarily as an archetypal symbol of what can be manifest in any person, whether man, woman, or child. [citation needed]

It is a designation of spiritual repose and vigor, a "beautiful life essence", impelling people to follow diverse and harmonious paths of virtue, rather than needlessly harsh and destructive paths of bigotry and narrow minded presumptions. To those who embrace this view the term Kalki can refer to an attitude or quality of awareness that will be manifest in many enlightened people, who perceive beyond Maya (the appearances of Space and Time) and into Eternity in ways that are both rational and mystical in nature. A level of Awareness where people become destroyers of the uncharitable ways of bigotry within themselves which would otherwise lead them to unjustly oppress others, and limit themselves.

In such interpretations everyone who is enlightened enough to follow the ways of ultimate honesty and ultimate love can be declared to be an honorable manifestation of Vishnu the preserver of Life, and Kalki the Destroyer of Foulness ナ but no one person can be declared to be the ultimate manifestationナor the ultimate teacher for all people. There are many ways to point out some of the worst confusions that afflict human minds and souls, and for anyone to think that there is only one greatest and most perfect way for all, (which is of course their own), and that all others must be scorned, shunned, denigrated and vilified is itself one of the worst and most dangerous confusions that afflict many who are spiritually weak, ignorant, cowardly and vain.

It is emphasized that much is required in many spiritual paths, but the most important of all requirements are the will to speak the truth, and the capacity to love any who perceive the truth and become devoted to it, no matter how troublesome, misguided, dishonest and dangerous they may initially be. One can not force change upon others, but one can give them the information and opportunity by which they can come to desire beneficial change themselves.

Each person who is wisely charitable, "riding the white horses" of fate's flow, and wielding the deceit destroying "sword" of honesty can become a "Kalki" - a destroyer of such foulness as could dwell within themselves first and foremost, that they may more ably assist others in destroying the capacities for evil within themselves.[citation needed]

Each person is considered a potential spiritual ruler of their own manifest span of mortal life, a universe to themselves connected to all others by bonds of awareness and sympathy; a person of utmost integrity, perceiving many connections between all people, all events, all ideas and all souls, and therefore affirming that respect for the individual integrity of all other mortals as an imperative of their own. The Kali Yuga can end within them, no matter how long it may persist in others, and a Satya Yuga of wisdom begins within their life, enabling them to help others to find their own unique paths towards enlightenment, and into their own ranges of contentment.[citation needed]

Modern variations of the Kalki prophecy Theosophy and Christianity
Some Theosophists and New Age speculators have declared the Kalki prophecies and those of the Maitreya Buddha of Buddhism, might actually refer to one and the same individual, and they and others have noted similarities of the Kalki prophecy to the Rider on the White Horse in the Christian book of Revelation who defeats the Antichrist Rev 19:11. In such interpretations the sword of Kalki is equated to the two-edged sword that proceeds from the mouth of this apocalyptic figure, and is often symbolically interpreted to be the swordlike effectiveness of words of truth against all manner of lies and deceptions. Kalki is also said to war with the twin demons Koka and Vikoka, similar to Gog and Magog who will attack the utopia established by the rider on the white horse at the his thousand year reign on earth Rev 20:7-8.

Neo-Nazism
Extending upon the bleakness of the Kalki Purana, aggressive and violent interpretations of the Kalki prophecies also exist. Adolf Hitler is well known to have incorporated myths, legends, and symbols he felt have Aryan origins into his own Nazi mysticism. Some such as Savitri Devi Mukherji believe the Kalki prophecies, among others, referred to Hitler and predict the ultimate worldwide military triumph of his Nazi Third Reich. There is currently a Neo-Nazi group in Argentina that operates under the name "Red Kalki", and other fascist, racist and ethnocentric groups still incorporate the concept of Kalki into their mythos.

Anti-Nazism
The musical group Current 93 recorded a song "Hitler as Kalki (SDM)" for their album Thunder Perfect Mind, which the writer David Tibet dedicated to his father who fought against the Nazis.[3]

Gore Vidal
The author Gore Vidal, known for his dark witty cynicism in such works as Messiah, Live from Golgotha and other novels, wrote an extremely nightmarish and depressing satire on modern society, human motivations, and the potential consequences of extreme complacency, indifference, delusion, deceitfulness, and jealousy entitled Kalki (1978).

Claims of being Kalki
In the last few decades several leaders of relatively small religious movements in India, and a few outside of it, including some women, have at times claimed to be the Kalki Avatar of Hinduism, or their followers have declared them to be Kalki.

Some adherents of the Bah£'■ Faith have interpreted the prophecies as having referred to their messenger Bah£'u'll£h as the Kalki Avatar.[3]Meher Baba also stated that he was the Kalki Avatar.Sri Kalki Bhagavan who is the leader of the Golden Age Foundation, also called the Oneness movement, is considered by some to be the Kalki Avatar.

American guru Adi Da has claimed to be the Kalki Avatar, briefly changing his name to "Da Kalki" from 1990 to 1991.

Other meanings of Kalki
The name Kalki is also used as a relatively rare personal name that has been given to both male and female children, and recently, a rare and somewhat untamable leopard http://www.cattales.org/Kalki.html.Kalkiwas the primary pseudonym used by Tamil writer R. Krishnamurthy.

Playa Kalki is a beach on the Caribbean island of Cura￧ao, also curiously known as "Alice in Wonderland".

Kalki is the name of the female lead character played by Tulip Joshi in Indian Director Manish Jha's widely acclaimed motion picture Matrubhoomi: A Nation Without Women, about a society where women have become rare because of infanticide, and are treated as a commodity. Reviewed at : Stardust India - Planet Bollywood - Countercurrents - Imagine Asia - Toronto Film Festival

Kalki is the stage name of Kostandin Georgiev, a Bulgarian musician and dentist who is in the Guinness Book of Records for the highest music concert ever performed, which occurred in 1996 on a peak near Mount Everest.[citation needed]

See also
References
  1. ^ p. lxxii, Vishnu Purana by H.H. Wilson ,2001, Ganesha Publishing, ISBN 1-86210-016-0
  2. ^ The Outer Wheel of Time; Vajrayana Buddhist cosmology in the Kalacakra tantra, by John Ronald Newman, Univ. of Wisconsin 1987
  3. ^Momen, Moojan (1990). "Hindu Prophecies",Hinduism and the Bah£'■ Faith. Oxford: George Ronald. ISBN 0-85398-299-6.
External links Interpretations of the Kalki Avatar
[Kembali]


(KLIK!!!) Kalki: The Next Avatar of God and the End of Kali-yuga
http://www.stephen-knapp.com/kalki_the_next_avatar_of_God.htm
By Stephen Knapp
(An excerpt from The Vedic Prophecies)

The age of Kali-yuga is said to start from the year 3102 BC, after the disappearance of Lord Krishna. Lord Caitanya appeared 500 years ago, at which time the Golden Age within Kali-yuga is supposed to start and last another 10,000 years. As the Golden Age within of Kali-yuga comes to a close, the lower modes of material nature will become so strong that people will lose interest in spiritual topics. It is said that everyone will become godless. Whatever devotees, bhaktas, and sages are left on the planet will be so unique in character and peculiar compared with the rest of society that they will be ridiculed and hunted down in the cities for sport like animals. Thus, they will flee the cities to live underground in caves or high up in the mountains, or simply disengage from the earthly plane of existence. In this way, they will disappear from the face of the earth. That is the time when the dark influence of the age of Kali-yuga will become so dominant that its full influence will manifest without hindrance.

Finally, after 432,000 years from the beginning of the age of Kali, Lord Kalki will appear as the twenty-second incarnation of God. This is very similar to what some people call the second coming of Christ.

THE APPEARANCE OF LORD KALKI
There are many incarnations of the Supreme Being as stated in Srimad-Bhagavatam (1.3.26): "O brahmanas, the incarnations of the Lord are innumerable, like rivulets flowing from inexhaustible sources of water." However, out of all the various incarnations of the Supreme, the Srimad-Bhagavatam (1.3.28) specifically states "krishnas tu bhagavan svayam," which means that Lord Sri Krishna is the original Supreme Personality of God. All others are His plenary portions, or parts of His plenary portions, who descend into this material world to carry out certain responsibilities and to do specific things. This is especially the case when the planets are overly disturbed by miscreants and atheists. In Kali-yuga many years go by in which constant disturbances and social upheavals are allowed to happen, but the Vedic literature predicts that at the end Lord Kalki will make His appearance to change everything, as described in the following verses:

"Thereafter, at the conjunction of two yugas [Kali-yuga and Satya-yuga], the Lord of the creation will take His birth as the Kalki incarnation and become the son of Vishnuyasha. At this time the rulers of the earth will have degenerated into plunderers." (Bhag.1.3.25)

"Lord Kalki will appear in the home of the most eminent brahmana of Shambhala village, the great soul Vishnuyasha." (Bhag.12.2.18)

"At the end of Kali-yuga, when there exist no topics on the subject of God, even at the residences of so-called saints and respectable gentlemen of the three higher castes, and when the power of government is transferred to the hands of ministers elected from the lowborn shudra class or those less than them, and when nothing is known of the techniques of sacrifice, even by word, at that time the Lord will appear as the supreme chastiser." (Bhag.2.7.38)

The Vishnu Purana (Book Four, Chapter 24) also explains that, "When the practices taught in the Vedas and institutes of law have nearly ceased, and the close of the Kali age shall be nigh, a portion of that divine being who exists of His own spiritual nature, and who is the beginning and end, and who comprehends all things, shall descend upon earth. He will be born in the family of Vishnuyasha, an eminent brahmana of Shambhala village, as Kalki, endowed with eight superhuman faculties."

The Agni Purana (16.7-9) also explains that when the non-Aryans who pose as kings begin devouring men who appear righteous and feed on human beings, Kalki, as the son of Vishnuyasha, and Yajnavalkya as His priest and teacher, will destroy these non-Aryans with His weapons. He will establish moral law in the form of the fourfold varnas, or the suitable organization of society in four classes. After that people will return to the path of righteousness.

The Padma Purana (6.71.279-282) relates that Lord Kalki will end the age of Kali and will kill all the wicked mlecchas and, thus, destroy the bad condition of the world. He will gather all of the distinguished brahmanas and will propound the highest truth. He will know all the ways of life that have perished and will remove the prolonged hunger of the genuine brahmanas and the pious. He will be the only ruler of the world that cannot be controlled, and will be the banner of victory and adorable to the world.

Here in these verses we find that Lord Kalki will come as a chastiser or warrior. By this time the planet will be filled with people who will be unable to understand logical conversations. They will be too slow-minded and dull-witted, not capable of being taught much, especially in the way of high philosophy regarding the purpose of life. They will not know what they need to do or how to live. And they certainly will be unable to change their ways. Therefore, Lord Kalki does not come to teach, but simply to chastise, punish, and cleanse the planet.

Furthermore, we also find the name of the place where Lord Kalki will appear and the name of the family in which He will be born. The family will be qualified brahmanas. This means that a disciplic and family line of spiritually qualified brahmanas will remain on the planet throughout the age of Kali, no matter how bad things get. Though they may be hidden, living in a small village somewhere, it will be this line of bhaktas, spiritual devotees, from which Lord Kalki will appear in the distant future. No one knows where this village of Shambala is located. Some feel that it is yet to manifest, or that it will be a hidden underground community from which Lord Kalki will appear.

In this connection we find in the Padma Purana (6.242.8-12) the prediction that Lord Kalki will be born in the town of Shambala near the end of Kali-yuga from a brahmana who is actually an incarnation of Svayambhuva Manu. It is described that Svayambhuva performed austerities at Naimisa on the bank of the Gomati River for acquiring the privilege of having Lord Vishnu as his son in three lifetimes. Lord Vishnu, being pleased with Svayambhuva, granted the blessing that He would appear as Svayambhuva's son as Lord Rama, Krishna, and Kalki. Thus, Svayambhuva would appear as Dasaratha, Vasudeva, and then Vishnuyasha. Also, in the Padma Purana (1.40.46) we find Lord Vishnu admits that He will be born in Kali-yuga. Thus, He will appear as Lord Kalki.

THE ACTIVITIES OF LORD KALKI
The Srimad-Bhagavatam (12.2.19-20) describes Lord Kalki's activities as follows: "Lord Kalki, the Lord of the universe, will mount His swift white horse Devadatta and, sword in hand, travel over the earth exhibiting His eight mystic opulences and eight special qualities of Godhead. Displaying His unequaled effulgence and riding with great speed, He will kill by the millions those thieves who have dared dress as kings."

We should make note here that, as the Vedic literature explains, when the Supreme kills anyone, that person is immediately spiritually purified by His touch and because the person is focused on the Supreme Being while leaving his body. Thus, that person attains the same destination as those yogis who spend years steadying the mind in order to meditate and leave their bodies while focused on the Supreme. So being killed by the Supreme is a great advantage for those of a demoniac mentality who would otherwise enter lower realms of existence or even the hellish planets in their next lives.

The Vishnu Purana (Book Four, Chapter 24) continues to explain Lord Kalki's activities: "By His irresistible might he will destroy all the mlecchas and thieves, and all whose minds are devoted to iniquity. He will reestablish righteousness upon earth, and the minds of those who live at the end of the Kali age shall be awakened, and shall be as clear as crystal. The men who are thus changed by virtue of that peculiar time shall be as the seeds of human beings, and shall give birth to a race who will follow the laws of the Krita age [Satya-yuga], the age of purity. As it is said, 'When the sun and moon, and the lunar asterism Tishya, and the planet Jupiter, are in one mansion, the Krita age shall return.'" The Agni Purana (16.10) also relates that Hari, after giving up the form of Kalki, will go to heaven. Then the Krita or Satya-yuga will return as before.

Additional information that can help us understand the activities of the next coming of God is found in the Linga Purana (40.50-92), the Brahmanda Purana (1.2.31.76-106 & 2.3.73.104-126), and the Vayu Purana (58.75-110). In these texts we find descriptions of Lord Kalki as He will appear in the future and also as how He appeared in previous incarnations as Pramiti in this time period known as the Svayambhuva Manvantara. These texts tell us that as Kali-yuga comes to a close, and after the death of Bhrigu (or in order to slay the Bhrigus), Kalki (Pramiti) took birth in the Lunar dynasty of Manu. He will wander over the planet without being seen by any living being. Then he will start His campaign in His thirty-second year and roam the earth for twenty years. He will take with Him a big army of horses, chariots, and elephants, surrounded by hundreds and thousands of spiritually purified brahmanas armed with weapons. [Being brahmanas, these weapons may be brahminical weapons that are activated by mantras, such as the powerful brahmastra rather than base weapons of combat such as knives, swords, and spears, or even guns and ordinary explosives.] Though they may try to do battle with Him, He will kill all of the heretics [and false prophets] and wicked, mleccha kings.

In a previous incarnation He killed the Udicyas (Northerners), Madhya Deshyas (residents of the middle lands), Purvatiyas (mountain dwellers), Pracyas (Easterners), Praticyas (Westerners), Dakshinatyas (of Southern India), the Simhalas (Sri Lankans), Pahlavas (the fair-skinned nomadic tribes of the Caucasus mountains), Yadavas, Tusharas (people of the area of Mandhata, India, or present day Tukharistan), Cinas (Chinese), Shulikas, Khashas, and different tribes of the Kiratas (aboriginal tribes living in north-eastern India and Nepal) and Vrishalas.

No one could stop Him as He wielded His discus and killed all the barbarians. When He was finished He rested in the middle land between the Ganges and Yamuna with His ministers and followers. He allowed only a few people to remain, scattered over the planet. These would be as seeds for the next generations that would follow in the next Satya-yuga. Thereafter, when Lord Kalki has made way for the next age of Satya-yuga, and delivered the earth and whatever is left of civilization from the effects of Kali-yuga, He will go back to His eternal abode along with His army.

Continuing with the description of Lord Kalki as described in the Linga, Brahmanda, and Vayu Puranas, they explain that after Lord Kalki returns to His eternal abode, when those subjects surviving at the end of Kali-yuga are enlightened, the yuga changes overnight. Then the minds of all people will become enlightened, and with inevitable force Krita or Satya-yuga sets in. People will then realize the soul, and acquire piety, devotion, tranquility, and clear consciousness. Then those Siddhas [the enlightened and perfected living beings who had remained invisible on a higher dimension through the end of the age of Kali] return to the earthly dimension and again are clearly visible. They establish themselves with the return of the Saptarishis, the seven sages, who instruct everyone about spiritual life, Vedic knowledge, and the progressive organization of society for a peaceful and fulfilling existence. Then again people flourish and perform the sacred rites, and the sages will remain in authority to continue the advancement of the new Satya-yuga.

THE RETURN OF THE GOLDEN AGE--SATYA-YUGA
Herein we can understand that Lord Kalki will simply chastise by killing all of the evil kings and rogues and thereby bring in a new era of enlightened beings, a race whose minds will be as clear as crystal. They will produce offspring that will follow the tendencies of real human beings as found in the age of Satya-yuga.

Srimad-Bhagavatam (12.2.21-24) further describes that after all of the devious and fake kings have been killed, the remaining residents of the towns and cities will smell the breezes that carry the sacred aroma of the Lord's sandalwood paste and decorations, and their minds will then become spiritually purified. When the Supreme Being appears in their hearts in His form of pure goodness, the remaining citizens will abundantly repopulate the earth. With this appearance of Lord Kalki, Satya-yuga will begin again and the remaining humans will produce children in goodness. Thus, when the moon, the sun, and Jupiter are in the constellation Kartaka, Cancer, and together enter the lunar mansion of Pusya, that is when the age of Satya-yuga will begin. Therefore, as related in the Bhagavatam (12.2.34), after one thousand celestial years of Kali-yuga, Satya-yuga will again manifest. At that time the minds of men will be self-effulgent.

The Vishnu Purana (Book Four, Chapter One) also relates that the Vedas and the principles of sanatana-dharma, or the eternal nature of the soul, fade and disappear from the planet at the end of every four ages. The Bhagavatam (8.14.4-5) also confirms that there are saintly persons who help reestablish these principles in Satya-yuga along with the basis of varnashrama, which is the proper organization of society for humanity. The Vishnu Purana continues to explain that it is in the jurisdiction of the seven universal sages or rishis (the Saptarishis) to make sure the Vedic knowledge is given currency again, even if these rishis must descend from the higher planets to do so. So in every Satya-yuga the Manu [the demigod son of Brahma who is the lawgiver of humanity] of that age is the author of the body of law, while the sons of Manu and their descendants are sovereigns of the earth. This means that although the genuine spiritual knowledge or Vedic information may disappear from this planet, it is still dwelling elsewhere in the universe, and it is the duty of higher authorities to reestablish it on Earth.

To help in this regard, it is predicted in the Srimad-Bhagavatam (12.2.37-38) and the Vishnu Purana (Book Four, Chapter 24) that there are two persons who are waiting for the end of Kali-yuga: Devapi of the race of Puru and brother of King Shantanu, and Maru, a descendant of King Ikshvaku. They will be great kings and will help in the process of reestablishing the proper principles in society. These two are alive even now by their great mystic strength obtained through the power of devotion. They have lived through all four of the yugas and reside in the village of Kalapa. They are waiting for the end of Kali-yuga. Then, at the beginning of Satya-yuga, under the instructions of the Supreme, they will return to society and be members of the family of the Manu and reestablish the eternal religion of humanity, sanatana-dharma, and the institution of varnashrama, which is the proper organization of society for its continued harmony in life, and its material and spiritual progress. They will become great kings and form proper government. Thus, by the arrangement of the Supreme Being, there are those who will always be the guardians of that spiritual knowledge that contains the genuine principles for attaining the real goal of human existence.

After all of this is accomplished, as related in the Bhagavatam (12.2.39), the cycle of the four ages of Satya, Treta, Dvapara, and Kali-yugas [a Caturyuga] will continue to repeat itself along with the same general pattern of events.

IS LORD KALKI PREDICTED IN THE BOOK OF REVELATIONS?
Here are some additional interesting points to consider. There are verses from the book of Revelations in the Bible that are very similar to the above descriptions in the Puranas about Lord Kalki. These verses are so similar that they cannot be ignored and may provide additional insight for Christians and similarities they may share with Vedic culture. In Revelations (19.11-16, & 19-21) it states:

"And I saw heaven opened, and behold a white horse; and he that sat upon him was called Faithful and True, and in righteousness he doth judge and make war. His eyes were as a flame of fire, and on his head were many crowns; and he had a name written, but no man knew but he himself. And he was clothed with a vesture dipped in blood: and his name is called The Word of God. And the armies which were in heaven followed him upon white horses, clothed in fine linen, white and clean. And out of his mouth goeth a sharp sword, that with it he should smite the nations: and he shall rule them with a rod of iron: and he treadeth the winepress of the fierceness and wrath of Almighty God. And he hath on his vesture and on his thigh a name written, KING OF KINGS, AND LORD OF LORDS. And I saw the beast, and the kings of the earth, and their armies, gathered together to make war against him that sat on the horse, and against his army. And the beast was taken, and with him the false prophet that wrought miracles before him, with which he deceived them that had received the mark of the beast, and them that worshipped his image. These both were cast alive into a lake of fire burning with brimstone. And the remnant were slain with the sword of him that sat on the horse."

This sounds so much like the incarnation of Lord Kalki that it could hardly be anyone else. Surely, by the time Lord Kalki appears, no one will have the slightest expectation of Him or His appearance. No one will know His name. And His army of brahmanas will be as pure as if they had descended from heaven. At the time of Lord Kalki's appearance, He will kill the remaining miscreants and deliver the few saintly people from the present conditions of the earth, changing it back to the Golden Age of Satya-yuga. In this regard, Revelations (14.1-3) also describes:

"And I looked, and, lo, a Lamb [a typical symbol for the Divine or an incarnation of the Divine] stood on the mount Sion, and with him an hundred forty and four thousand, having his Father's name written in their foreheads. And I heard a voice from heaven, as the voice of many waters, and as the voice of a great thunder: and I heard the voice of harpers harping with their harps; And they sung as it were a new song before the throne, and before the four beasts, and the elders: and no man could learn that song but the hundred and forty and four thousand, which were redeemed from the earth."

One significant description in the above verses is that those who are redeemed from the earth will have God's name written on their foreheads. This is a widespread custom of the brahmanas in India to write the name of God, such as Vishnu or Krishna, on their foreheads. This is tilok, which is usually put on with clay made from the banks of a holy river. We often see this in the middle of the forehead in the shape of a "V" which represents the name of God and that the body is a temple of God, or the three-lined markings of the Shaivites. The Vaishnava mark is made while reciting "Om keshavaya namaha," which means "Salutations to Lord Keshava," another name of Krishna.

So herein could be an indication that when the last of society is delivered from the earth during the end times, they will be those who wear the name of God on their foreheads, at least according to these verses. Also, as in accord with other Vedic prophecies, we can understand that there will be very few people left in the world who will have any piety at all. So it would fit in with the Vedic prophecies that by the time Lord Kalki appears, there may, indeed, be only 144,000 who will be left in the world worthy of being delivered from the godless and chaotic conditions of the earth. Or these may be the seeds of the new civilization that will start the beginning of the next age of Satya-yuga.

[Kembali]


(KLIK!!!) Timings of the Four Yugas
http://www.stephen-knapp.com/timings_of_the_four_yugas.htm
By Stephen Knapp

When describing the length of the yugas or ages, and which yuga we are in and how far along we are in it, there is sometimes confusion about how to calculate them. Some people think we are already in the next Satya-yuga, known as the Golden Age.

The problem is when the yugas are figured only according to the years in earth's time, in which case any calculations will never be accurate. They are described in the Vedic literature according to the celestial years, or years of the devas, not according to the time we experience here on earth.

This is where we have to make adjustments. Nonetheless, there are specific references in the Vedic texts which make it clear how to calculate them. For starters, the Mahabharata (Shanti Parva, 231.12-20) explains it in detail:

"The rishis, measuring time, have given particular names to particular portions [of time]. Five and ten winks of the eye make what is called a Kastha. Thirty Kasthas make what is called a Kala. Thirty Kalas, with the tenth part of a Kala, make a Muhurta. Thirty Muhurtas make one day and night. Thirty days and nights form a month, and twelve months form a year. Persons well-read in mathematical science say that a year is made up of two solar motions, meaning the northern and southern. The sun makes the day and night for men. The night is for the sleep of all living creatures, and the day is for work. A month of human beings is equal to a day and night of the departed manes [ancestors who have gone on to the subtle worlds].

That division consists in this: the light half of the month is their day which is for work; and the dark fortnight is their night for sleep. A year (of men) is equal to a day and night to the gods

[devas or celestials]. This division consists in this: the half year for which the sun travels from the vernal to the autumnal equinox is the day of the gods, and the half year for which the sun moves from the latter to the former is their night. [Thus, an earth year is but a day for the devas.]

Calculating by the days and nights of human beings about which I have told you, I shall speak of the day and night of Brahma and his years also. I shall, in their order, tell you the number of years, that are for different purposes calculated differently, in the Krita, the Treta, the Dvapara, and the Kali Yugas. Four thousand celestial years is the duration of the first or Krita age. The morning of that cycle consists of four hundred years and its evening is of four hundred years.

[Note: This says celestial years, or years of the demigods on the higher planets. Such years are much longer than those of planet earth. So 4000 celestial years, with the morning or Sandhya of 400 celestial years and the evening or Sandhyansa, or intermediate period, of another 400 years, equals 4800 celestial years or 1,728,000 human years.]

"Regarding the other cycles, the duration of each gradually decreases by a quarter in respect of both the principal period with the minor portion and the conjoining portion itself. These periods always keep up the never-ending and eternal worlds. They who know Brahma, O child, regard this as Immutable Brahma." (Mb, Shanti Parva, Chap.231, Text 21-22)

This means that as each age appears, from the Krita, Treta, Dvapara to Kali, each yuga decreases by a quarter of the previous yuga, in addition to the conjoining Sandhya and Sandhyansa periods with each yuga. In this way, it is roughly calculated that a whole cycle of the four yugas, namely Krita, Treta, Dvapara and Kali-yuga together, total about 12,000 celestial years in length.

The Mahabharata (Shanti Parva, 231.29-32) continues: "The learned say that these 12,000 celestial years form what is called a cycle. A thousand such cycles form a single day of Brahma. The same is the duration of Brahma's night. With the beginning of Brahma's day the universal entities come into being. During the period of universal dissolution the Creator sleeps in Yoga-meditation. When the period of sleep expires, He awakes. What is Brahma's day covers a thousand such cycles. His night also covers a thousand similar cycles. They who know this are said to know the day and the night. On the expiry of His night, Brahma, waking up, modifies the indestructible intelligence by causing it to be overlaid with ignorance. He then causes Consciousness to spring up, whence it originates Mind which is at one with the Manifest."

In calculating the duration of the different yugas, there are a few differences between the Puranas. The Brahmanda Purana (1.2.29.31-34) specifically states that Krita or Satya-yuga is 1,440,000 human years in length, Treta-yuga is 1,080,000 years, Dvapara-yuga is 720,000 years, and Kali-yuga is 360,000 years in length. The Linga Purana (4.24-35) also agrees with this except for Treta-yuga, which it says is 1,800,000 years in length.

[kembali]However, when explaining the various measurements of time, the Vishnu Purana (Book One, Chapter Three) and the Srimad-Bhagavatam (3.11.19), along with the Bhagavad-gita (8.17) and the Vayu Purana (Chapter 57) and others, such as the Mahabharata as quoted above, all agree on the measurements of the durations of the yugas, as explained below.

In the explanations of the measurements of time found therein, one cycle of the four yugas together is 12,000 years of the demigods, called divine years. Each of these years is composed of 360 days, and each of their days is equal to one human year. So Krita-yuga is 4000 divine years in length, Treta-yuga is 3000 divine years in length, Dvapara-yuga is 2000 divine years in length, and Kali-yuga is 1000 divine years long, with the addition of the conjoining portions of the Sandhya and Sandhyansa.

In this way, each yuga is preceded by a period called a Sandhya, which is as many hundred years in length as there are thousands of years in that particular yuga. Each yuga is also followed by a period of time known as a Sandhyansa, which is also as many hundreds of years in length as there are thousands of years in the yuga. In between these periods of time is the actual yuga. Therefore, we have:
    Krita-yuga = 4000 divine years, Sandhya = 400 divine years, Sandhyansa = 400 divine years. Total = 4800 divine years x 360 days = 1,728,000 human years.

    Treta-yuga = 3000 divine years, Sandhya = 300 divine years, Sandhyansa = 300 divine years. Total = 3600 divine years x 360 days = 1,296,000 human years.

    Dvapara-yuga = 2000 divine years, Sandhya = 200 divine years, Sandhyansa = 200 divine years. Total = 2400 divine years x 360 days = 864,000 human years.

    Kali-yuga = 1000 divine years, Sandhya = 100 divine years, Sandhyansa = 100 divine years. Total = 1200 divine years x 360 days = 432,000 human years.
This equals 4,320,000 human years in one cycle of the four yugas together, and 1000 cycles of these yugas equals 12,000 divine years and 4,320,000,000 human years in a day of Brahma.

It is also explained that Kali-yuga began with the disappearance of Lord Krishna from the planet. This has been calculated to be 3102 B.C.. Since Kali-yuga is described as being 432,000 earth years in length, with 5,000 years and more already passed, then the age of Kali-yuga has approximately 426,000 more years to go. I hope this has clarified what is sometimes a confusing issue.

[kembali]


(KLIK!!!) Prophet Muhammed (pbuh) in Hindu Scriptures
http://www.themodernreligion.com/prophet/prophet-hindu.html
By: Prof. Pundit Vaid Parkash
Tr. Mir Abdul Majeed
Broadcasted on BICNews 8 December 1997
The Message, October 1997

The Last Kalki Autar (Messenger) that the Veda has foretold and who is waited on by Hindus is the Prophet Muhammed ibn Abdullah (saw) A recently published book in Hindi has raised a lot of hue and cry all over India. In the event of the author being Muslim, he would have been jailed AND a strict ban would have certainly been imposed on the printing and the publishing of the book.

The author of this important research work "Kalki Autar" i.e. "Guide and Prophet of whole universe" comes of a Bengali race and holds an important portfolio at Ilahabad University. Pundit Vaid Parkash is a Brahman Hindu and a well known Sanskrit scholar and research worker.

Pundit Vaid Parkash, after a great deal of toil and hard-work, presented the work to as many as eight great Pundits who are themselves very well known in the field of research in India, and are amongst the learned religious leaders. Their Pundits, after thorough study of the book, have acknowledged this to be true and authentic research work.

Important religious books of India mention the guide and prophet by the specific name of "Kalki Autar" it denotes the great man Muhammed (peace and blessings of Allah be upon him) who was born in Makkah. Hence, all Hindus where-ever they may be, should wait no longer for any other 'kalik autar' but to embrace Islam and follow in the footsteps of the last Messenger of Allah (peace and blessings of Allah be upon him) who was sent in the world about fourteen hundred years ago with a mission from Him and after accomplishing it has long ago departed this world. As an argument to prove the authenticity of his research, Pundit Vaid Parkash quotes from the Veda, a sacred book among Hindus:

1. Veda mentions that 'kalki autar' will be the last Messenger/Prophet of Bhagwan (Allah) to guide the whole world. Afer quoting this reference the Pundit Parkash says that this comes true only in the case of Prophet Muhammed (peace and blessings of Allah be upon him).

2. According to a prophecy of Hinduism, 'kalki autar' will be born in an island and that is the Arab territory which is known as 'jazeeratul Arab'.

3. In the 'sacred' book of Hindus the father's name of 'kalki autar' is mentioned as 'Vishnu Bhagat' and his mother's name as 'somanib'. In sanskrit, 'vishnu' stands for Allah (swt) and the literal meaning of 'bhagat' is slave.

'Vishnu Bhagat' therefore, in the Arabic language will mean Allah's slave (Abdullah). 'Somanib' in Sanskrit means peace and tranquilty which in arabic is denoted by the word 'Amina'. Whereas the last Messenger Muhammed's (peace and blessings of Allah be upon him) father and mother's names were Abdullah and Amina respectively.

4. In the big books of Hindus, it is mentioned that 'kalki autar' will live on olive and dates and he will be true to his words and honest. In this regard Pundit Parkash writes, "This is true and established only in the case of Muhammed (peace and blessings of Allah be upon him)".

5. Veda mentions that 'kalki autar' will be born in the respected and noble dynasty of his land. And this is also true as regards Muhammed (peace and blessings of Allah be upon him) as he was born in the respected tribe of Quraish who enjoyed great respect and high place in Makkah.

6. 'Kalki Autar' will be taught in the cave by Bhagwan through his own messenger. And it is very true in this matter. Muhammed (peace and blessings of Allah be upon him) was the only one person in Makkah who has taught by Allah's Messenger Gabriel in the cave of Hira.

7. It is written in the books which Hindus believe that Bhagwan will provide 'Kalki autar' with the fastest of a horse and with the help of which he will ride around the world and the seven skies/heavens. The riding on 'Buraq' and 'Meraj' by the Prophet Muhammed (peace and blessings of Allah be upon him) proves what?

8. It is also written in the Hindus' books that 'kalki autar' will be strengthened and heavily helped by Bhagwan. And we know this fact that Muhammed (peace and blessings of Allah be upon him) was aided and reinforced by Allah (swt) through His angels in the battle of Badr.

9. Hindus' books also mention that 'kalki autar' will be an expert in horse riding, arrow shooting, and swordsmanship. What Pundit Vaid Parkash comments in this regard is very important and worth attention and consideration. He writes that the age of horses, swords, and spears is long ago gone and now is the age of modern weapons like tanks, missiles, and guns, and therefore it will be unwise to wait for 'kalki autar' bearing sword and arrows or spears. In reality, the mention in our books of 'kalki autar' is clearly indicative of Muhammed (peace and blessings of Allah be upon him) who was given the heavenly book known as Al-Qur'an.

[Kembali]


(KLIK!!!) NASKAH BUDDHISME TENTANG NABI MUHAMMAD SAW
http://www.jalal-center.com/index.php?option=com_content&task=view&id=291
KH. Jalaludin Rakhmat
[Sekarang bahkan "http://www.jalal-centre.com/"-pun sudah tidak ada, namun bekas-bekas tulisan ini masih anda bisa liat di sini dan di sini]

Tanggal 1 Juni, saudara-saudara kita yang beragama Buddha memperingati Waisak. Pada hari itu Gautama dilahirkan di Taman Lumbini tahun 623 SM, memperoleh pencerahan dan menjadi Buddha di Buddha-Gaya tahun 588 S.M, dan meninggal di Kusinara tahun 543 SM. Seperti Buddha, menurut sebagian muarrikh Nabi Muhammad lahir, mendapat wahyu, dan meninggal pada hari yang sama. Menurut Al-Quran, semua agama kembali kepada Allah swt (Al-Maidah 48), walaupun setiap agama mempunyai syariat dan aturan yang berbeda. Di bawah ini kami cantumkan pendapat salah seorang di antara sahabat kami tentang hasil penelitiannya pada naskah-naskah agama Buddha. Ia memperlihatkan kesamaan antara karakteristik Nabi Muhammad saw dan Buddha. Terpulang kepada Anda untuk merenungkannya.

Pemimpin umat Buddha Sidharta Gautama, telah meramalkan kedatangan seorang manusia yang mendapat wahyu. Dalam Kitab Buddha yang ditulis Caras (h. 217-218) termaktub bahwa tokoh besar ini akan datang ke dunia dengan nama Maitreya. Dalam Cakkavatti-Sihanada Suttana namanya disebut sebagai "Metteyya". Kedua kata ini berarti "Yang Penuh Kasih". Dengan merujuk pada sejarah Nabi saw, kita juga menemukan Nabi sebagai orang yang penuh kasih. Al-Quran menyebutnya "al-rauf al-rahᅪm", sangat santun dan penuh kasih (Al-Tawbah 128).

Ada kesamaan-kesamaan lainnya antara Metteya dengan Nabi Muhammad seperti dikatakan dalam naskah Buddhis: "Pengikut Maitreya berjumlah ribuan, sedangkan jumlah pengikutku ratusan". Ada persamaan-persamaan lainnya yang akan dijelaskan di bawah.

Dalam Kitab Buddha (oleh Carus - h 214), Buddha digambarkan berkulit bersih dan mencapai pencerahan tertinggi pada malam hari. Ia meninggalkan dunia secara alamiah dan kelihatan tampak terang sebelum kematiaanya. Setelah meninggal dunia ia tidak berada lagi di bumi. Semua keterangan ini dapat dinisbahkan kepada Nabi Islam. (Bacalah sejarah hidup Nabi Muhammad).

Dalam Si-Yu-Ki, Vol I, h.229, disebutkan bahwa "... tidak ada kata yang dapat menggambarkan keindahan Maitreya ". Saya serahkan kepada Anda untuk meneliti sejarah Islam. Baik Muslim maupun non-Muslim sepakat menyatakan bahwa Nabi Muhammad (S.A.W.) memang sangat tampan dan indah. Dalam salah satu puisinya Sa'di berkata: "ia mencapai ketinggian dengan kesempurnaannya. Ia menyingkapkan kegelapan dengan keindahannya. Sangat indah semua perilakunya. Sampaikan salawat baginya dan keluarganya"

Si-Yu-Ki Vol I. (h.229) selanjutnya menyebutkan "ナ.suara yang nyaring dari Bodhisattva (Maitreya) lembut, bening dan jelas; semua yang mendengarkannya tidak pernah bosan, semua yang mendengarnya tidak pernah puas" "Bahasa Arab terkenal keindahannya. Selanjutnya kitab suci al Qur'an dianggap sebagai karya sastra yang paling tinggi baik oleh kawan maupun lawan"

Kitab Suci Buddha menjelaskan lebih lanjut karakteristik tokoh besar ini (yang mereka sebut sebagi Buddha). Untuk memenuhi syarat menjadi Maitreya, ia harus memenuhi syarat-syarat ini.Seorang Buddha harus manusia bukan Tuhan. Seorang Buddha harus memiliki Lima anugrah istimewa, yakni, anugrah khazanah, anugrah anak, anugrah istri, anugrah kekuasaan ( kepimpinan atau kenegarawan) dan anugrah kehidupan.

Di samping itu Buddha harus tidak punya guru, artinya tidak mengalami pendidikan formal. Gautama juga menegaskan bahwa seorang Budha hanyalah seorang manusia biasa, keselamatan bergantung pada amal saleh individu. Tugas Buddha adalah memberi peringatan, ia tidak mengaku sebagai makhluk supernatural. Semua sifat ini sangat sesuai dengan kehidupan Muhammad (S.A.W.).

Kesamaan lainnya yang harus disebut ialah bahwa untuk setiap Buddha yang tercerahkan harus ada sejenis "pohon Bo".

Sebagian peneliti modern mengatakan bahwa pohon Bo dari Maitreya adalah pohon dengan kayu yang keras dan padat. Nabi Muhammad SAW mempunyai pohon di Hudaibiyah, tempat di sahkannya perjanjian yang penting. Al QUr'an menyebut pohon ini, "Syajar" ( Surat 48:18).

"Syajar" menurut sebagian ulama berarti setiap pohon yang bercabang keras. Inipun merupakan persamaan yang menakjubkan.

[Kembali]


(KLIK!!!) Muhammad Menurut Pandangan Kitab Agama Lain
http://madinah-al-hikmah.net/modules/news/article.php?storyid=25

Ada anggapan di sebagian non-Muslim bahwa Muhammad saw hanyalah seorang nabi yang diutus untuk bangsa Arab saja. Sebagaimana Yesus (Isa as) yang diutus untuk Bani Israil, maka demikian juga Nabi Muhammad diutus hanya untuk bangsa Arab. Pendapat lainnya menilai bahwa Muhammad bukanlah seorang nabi melainkan orang yang melangkah di jalan kenabian. Pandangan ini diyakini oleh Timothy dari Gereja Nestorian, seperti yang diungkapkan Alwi Shahab dalam pengantar buku Muhammad & Isa (Mizan: 1999). Timothy menyebutnya sebagai seorang yang berjalan di tapak para nabi-walau tidak secara khusus mengakui Muhammad saw sebagai nabi.

Dalam satu sisi anggapan ini tentu baik. Sebab, kita sadar bahwa jika seorang pemeluk Kristen mengakui Muhammad sebagai nabi yang diutus untuk segenap manusia, niscaya pengakuan semacam ini akan merontokkan fondasi keyakinan Kristen yang dianutnya. Belakangan muncul kajian-kajian atas tradisi agama lain seperti Kristen, Hindu dan Budha yang banyak mengungkapkan nubuat-nubuat seputar kelahiran dan kemunculan Nabi saw berikut karakter pribadinya. Umpamanya, melalui telaah mendalam atas Yesaya 42 dari tradisi Kristen didapatkan bahwa sosok yang diceritakan dalam pasal itu mengisyaratkan kepada Nabi Muhammad saw. Demikian pula dalam tradisi Hindu dan Budha. Dijumpai dalam kitab-kitab mereka akan adanya utusan akhir zaman yang akan menyelamatkan manusia. Secara sepintas di bawah ini akan disajikan-meski selintas-nubuat dari tiga tradisi itu.

Tradisi Kristen
Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. (Yesaya 42: 1) Dalam ayat ini, jika kita menganggap "orang pilihan-Ku" sebagai kata benda maka pilihan-Ku = pilihan Tuhan = Mushthafa (dalam bahasa Arab), yakni nama nabi kita Muhammad saw. Semua nabi setelah Ya'qub as yang disebutkan dalam Injil diutus untuk bangsa Israel bukan semua bangsa. Ini termasuk Yesus (Isa) (lihat Matius15: 21-26, Matius 10: 5-6 dan banyak lagi). Adapun Isa as tidak cukup lama tinggal di bumi untuk melakukan misinya. Namun Muhammad saw diutus untuk semua bangsa dan membawa pesan dan keputusan kepada bangsa-bangsa. Selanjutnya dalam Yesaya 42: 2 dikatakan: "Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan." Kata "tidak menangis" diartikan sebagai "tidak mengeluh terhadap tugas yang Aku embankan kepadanya". Sekarang jika Anda membaca Injil Matius 26: 39-42, kita tidak bisa mengatakan bahwa Isa as tidak pernah mengeluh. Artinya, ayat ini tidak cocok diterapkan kepada Isa as. Namun jika Anda membaca sejarah kehidupan Muhammad saw, kita tidak bisa mendapatkan bahkan satu kalimat keluhan yang keluar dari lisan suci Nabi Muhammad saw tentang misi yang dipikulkan oleh Allah Yang Mahakuasa. "Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya." (Yesaya 42: 4). Sejarah menceritakan kepada kita bahwa Yesus (Isa as) tidak sampai merampungkan misinya yang telah berlangsung selama tiga tahun. Pembaca bisa menemukan hal ini di banyak tempat dalam Perjanjian Baru. Ia pun tidak bisa menegakkan hukum di muka bumi, karena pengikutnya sedikit dan mereka punya sedikit iman (ini pun bisa ditemukan di banyak tempat dalam Perjanjian Baru). Dan mereka "meninggalkannya dan kabur" ketika tentara Romawi menahan Yesus. Ia sendiri berkata, "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini." (Yohanes 18: 36).

Sebaliknya, misi Muham-mad saw berhasil dengan tegaknya sebuah negara dan mengatur dengan hukum yang diberikan oleh Allah. Karena itu, ia menegakkan hukum di muka bumi, di bumi Madinah al-Munawarrah. Dalam frase tersebut disebutkan bahwa Tuhan menyebutkan "hukum-nya" dan ayat 9 menyebutkan "Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan". Ini artinya ia (nabi baru) akan membawa hukum baru. Tapi jika kita baca Injil, kita lihat bahwa Yesus berkata dalam Matius 5:17: "Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya." Jika kita baca lebih jauh, kita paham bahwa Yesus tidak datang dengan hukum baru. Sementara Muhammad saw datang dengan hukum baru.

Kejelasan akan datangnya Muhammad saw lebih terbaca lagi dalam Yesaya 42: 8 yang berbunyi: Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau kemasyhuran-Ku kepada patung. Melihat konteks sejarahnya, kita lihat bahwa perkataan Tuhan ditujukan kepada Muhammad saw dan bukan Isa as.

Alasannya, Isa as datang untuk bangsa Israel dan mereka tidak menyembah berhala. Adapun Muhammad saw datang kepada kaum Arab yang menyembah berhala pada masa Jahiliah. Seterusnya, Nabi Muhammad saw menghancurkan berhala. Jika kita membaca Yesaya 42: 17, hal itu akan dipahami lebih jelas. "Baiklah mereka memberi penghormatan kepada TUHAN, dan memberitakan pujian yang kepada-Nya di pulau-pulau." (Yesaya 42: 12). Ayat ini mengacu kepada lafaz azan sebagai panggilan shalat. Makna azan mengandung puji-pujian kepada TUHAN. Ayat ini secara implisit merujuk kepada kandungan azan Islam yang memuat nama Allah dan Nabi Muhammad saw. Sebagaimana terlihat, azan bergaung di mana-mana menyerukan nama Allah dan Rasul-Nya yang tiada keturunan Ibrahim as dari jalur Ismail as. Nabi Isa as sendiri keturunan Ishak (Rujuk Kejadian 25: 13-16) Jelaslah, ayat ini (ayat 11) tidak sedang membincangkan Isa as melainkan Muhammad saw.

Jika Anda melihat ritual Muslim (khususnya haji), Anda akan melihat kota-kota tersebut (Makkah dan Madinah) menyaringkan suara mereka (azan) dan orang-orang menyeru dan memuji Allah dari puncak gunung, khususnya Bukit Arafah. Tentang azan sendiri, Anda bisa melihat bahwa di setiap negeri Muslim, orang-orang diseru untuk shalat melalui panggilan azan yang mirip nyanyian. Bahkan jauh dari kota, Anda bisa mendengar azan ini. Makna azan itu sendiri adalah: Allah Mahabesar, Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, Aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah, Dan seterusnya.

Tradisi Budha
Dalam tradisi Budha, pemimpinnya sendiri Sidharta Gautama telah meramalkan kedatangan seorang manusia yang diberi wahyu. Dalam Doktrin Budha (The Gospel of Buddha) oleh Caras (hal.217-8) tercantum bahwa Budha agung yang akan datang ke dunia ini dikenal sebagai "Maitreya". Cakkavatti-Sihanada Suttana memberinya nama "Meteyya". Kedua kata ini bermakna "pemberi rahmat". Dengan merujuk kepada sejarah kehidupan Muhammad saw, kentara sekali beliau adalah orang sangat penyayang dan al-Quran juga menyebut-nyebut fakta ini.

Ada sejumlah kesamaan lebih jauh, seperti yang terbaca dalam kitab suci kaum Budha: "Para pengikutnya (Maitreya) berjumlah ribuan orang, sementara jumlah pengikutku ratusan orang." Faktanya, pengikut Nabi Muhammad saw berjumlah ribuan orang (sekarang tentunya jutaan). Ada sejumlah kesamaan lain yang akan diuraikan di bawah.

Dalam Doktrin Budha (oleh Caras, hal.214), seorang Budha yang tercerahkan itu dilukiskan sebagai memiliki kulit yang amat terang dan bahwa seorang Budha memperoleh "pandangan yang luhur di malam hari". Dalam kenyataan sejarah, Nabi saw acap melakukan shalat malam (tahajjud) sebagai pantulan cintanya yang mendalam kepada Sang Pencipta. Selama hayatnya, Nabi saw tidak pernah meninggalkan shalat malam. Buahnya, beliau mendapatkan pandangan yang tajam untuk merekonstruksi peradaban baru manusia, peradaban Islam.

Dalam Si-Yu-Ki, jilid 1, hal.229, tertulis bahwa "ナtak satu kata pun yang mampu menguraikan kemuliaan pribadi Maitreya." Pembaca bisa merujuk sejarah Islam secara detail. Baik Muslim maupun non-Muslim sepakat dalam menegaskan bahwa Muhammad saw sangatlah rupawan dan menarik baik dari sisi lahiriah maupun batiniah. Ketegasan dan kelembutan pribadi beliau memanifestasikan sifat-sifat Tuhannya. Inilah yang menyulitkan pemaparan kemulian pribadi Nabi saw.. Dalam kitab dan jilid yang sama, tercantum "ナsuara indah dari Bodhisatwa (Maitreya) begitu lembut, merdu, sekaligus santun. Mereka yang mendengar tidak pernah merasa bosan dan puas." Nabi saw yang lahir dari kalangan Arab tentunya paham benar akan bahasa Arab. Dan, bahasa Arab yang digunakan al-Quran luar biasa indahnya. Karena itu, al-Quran Suci sendiri dinilai sebagai suatu karya kesusastraan khusus dengan bobot tertinggi yang memberikan manfaat kepada kawan dan lawan. Kelembutan Nabi saw dan keindahan bahasa al-Quran menjadikan setiap perkataan Nabi saw tidak pernah dikenai rasa bosan dan letih untuk disimak

Seorang Budha mestilah seorang manusia-bukan dewa. Sang Budha tersebut mesti memiliki lima karunia khusus, yakni karunia harta kekayaan, karunia anak, karunia istri, karunia kekuasaan (yakni kepemimpinan), dan karunia kehidupan dan pengikut. Sebagai tambahan, Budha tersebut tidak punya guru, yakni tanpa menempuh suatu jenjang pendidikan formal. Gautama juga menekankan bahwa Budha itu seorang yang bersahaja yang mengatakan keselamatan itu hanya tergantung pada amal perbuatan individu.

Ciri-ciri di atas jelas senapas dengan kehidupan Nabi Muhammad saw. Kita saksikan bahwa Nabi saw seorang yang memiliki lima hal tadi. Nabi saw memiliki keturunan yang banyak sampai sekarang. Di antaranya ada yang menjadi para pemimpin (imam) bagi kaum Muslim. (Tentang keturunan yang banyak ini, baca Kejadian 12: 2, 3, 7 dan Kejadian 16: 9-11, sewaktu membahas perjanjian antara Nabi Ibrahim (Kristiani; Abraham) dan Tuhan. Akhirnya, Nabi saw sendiri tidak pernah belajar sama sekali dari seorang guru pun. Ilmu yang beliau dapatkan murni dari Allah sebagai buah perenungannya akan kenya-taan semesta ditambah kesucian jiwanya.

Tradisi Hindu
Sebagaimana dalam dua tradisi agama di atas, dalam kitab suci Hindu pun ditemukan hal yang sama mengenai ciri-ciri yang mengarah kepada Nabi saw. Seorang profesor Hindu terkenal, Vedaprakash Upadhyay, dalam bukunya yang menarik mengklaim bahwa deskripsi "Avatar" yang terdapat pada kitab suci agama Hindu sejalan dengan pribadi Nabi Muhammad saw.

Baru-baru ini sebuah buku yang menyingkap fakta tersebut telah diterbitkan. Buku itu menjadi topik diskusi dan perbincangan di seluruh negeri. Penulis buku itu seorang Muslim. Ia mungkin telah ditahan atau dibunuh. Boleh jadi semua salinan buku itu telah dihilangkan. Buku itu bertajuk "Kalki Avatar". Pundit Vedaprakash Upadhyay adalah seorang Hindu Brahmana dari Bengali. Sarjana peneliti di Universitas Allahabad-setelah bertahun-tahun melakukan riset-akhirnya menerbitkan bukunya.

Keterangan dari Pundit Vaid Parkash telah disiarkan di BICNews pada 8 Desember 1997 yang diterjemahkan oleh Mir Abdul Majeed. Sebelumnya, pernah dimuat di The Message, edisi Oktober 1997. Tidak kurang 8 pundit besar mendukung dan merestui butir-butir argumennya sebagai yang otentik. Menurut kepercayaan Hindu, dunia Hindu tengah menunggu "Pemimpin dan Pembimbing", yang bernama "Kalki Avatar". Akan tetapi deskripsi yang dicantumkan dalam kitab-kitab suci agama Hindu merujuk kepada Nabi Muhammad saw dari Arab. Karena itu, umat Hindu di seluruh dunia semestinya tidak menunggu lebih lama lagi kedatangan 'Kalki Avatar' dan harus menerima Nabi Muhammad saw sebagai Kalki Avatar. Inilah fakta-fakta yang diuji dan didukung oleh tidak kurang dari delapan pundit terkemuka. Apa yang dikatakan penulis adalah bahwa umat Hindu-yang masih harap-harap cemas menunggu kedatangan Kalki Avatar-agaknya menyerahkan diri mereka sendiri kepada penderitaan yang tak kunjung usai. Padahal utusan agung tersebut telah datang dan meninggalkan dunia ini 14 abad yang silam. Pengarang tersebut telah mengajukan bukti-bukti kuat dari kitab Veda dan kitab suci Hindu lain untuk mendukung klaimnya: Dalam kitab Purana, misalnya, disebutkan bahwa Kalki Avatar merupakan utusan terakhir di dunia ini. Ia memberi petunjuk seluruh manusia. Nabi Islam saw diutus bagi segenap manusia. Bukan untuk salah satu golongan. Menurut prediksi agama Hindu, kelahiran Kalki Avatar akan terjadi di Semenanjung (yang menurut agama Hindu kawasan Arab). Ini ramalan yang sesuai dengan faktanya di mana Islam lahir di kawasan Arab.

Masih dalam kitab-kitab Hindu juga, nama ayah dan ibu Kalki Avatar masing-masing adalah Vishnubhagath dan Sumaani. Jika kita menilik arti kedua nama tersebut, kita akan mendapatkan kesimpulan yang menarik. Dalam kosakata Hindu, Vishnu artinya Allah dan Bhagath artinya hamba. Kalau digabung berarti hamba Allah yang dalam bahasa Arab berarti Abdullah. Ia adalah ayah Nabi saw.

Sumaani artinya kedamaian atau ketenteraman. Dalam bahasa Arab sepadan dengan kata Aminah ('kedamaian') yang tiada lain adalah nama ibunda Nabi saw. Selanjutnya, dinyatakan dalam kitab Veda, kelahiran Kalki Avatar akan terjadi di tengah klan keluarga bangsawan. Jelas ini merujuk ke suku Quraisy di mana Nabi saw dilahirkan. Dalam kitab yang sama, Tuhan akan mengajar Kalki Avatar melalui utusan (malaikat)-Nya di dalam gua. Ini sesuai dengan riwayat kehidupan Nabi saw. Allah mengajar Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril, dalam suatu gua yang disebut Gua Hira. Tuhan pun menyiapkan Kalki Avatar dengan bantuan-Nya. Ini secara jelas terbukti dalam Perang Uhud.

Semua hal itu menjadi segelintir bukti yang mengisyaratkan universalitas pribadi Muhammad saw dan agamanya: Islam.

[Kembali]


(KLIK!!!) Silsilah Nabi Muhammad Saw
    00 IBRAHIM
    01 Isma'eel
    02 Nabit
    03 Yashjub
    04 Tayrah
    05 Nahur
    06 Muqawwam
    07 Udad
    08 'Adnan
    09 Mu'ad
    10 Nizar
    11 Mudar
    12 Ilyas
    13 Mudrika
    14 Khuzayma
    15 Kinana
    16 Al Nadr (Al Quraysh)
    17 Malik
    18 Fihr
    19 Ghalib
    20 Lu'ayy
    21 Ka'ab
    22 Murra
    23 Kilab
    24 Qussayy (Real name: Zayd)ナ.lahir 400M
    25 'Abdu Manaf (Real name: Al Mughira)
    26 Hashim (Real name: 'Amr) as Banu Hashim
    27 'Abdu Al Mutallib (Real name: Shaiba)
    28 'Abdullah
    29 MUHAMMAD sawナ.lahir 570/571 M
The genealogies ini disusun oleh Ahmad Sibil(Astoria, New York)
dari "Sirat Rasulullah" oleh Ibn Ishaq,
diterjemahkan oleh Professor Guillaume's, Oxford University Press.


[Kembali]