Senin, 28 Maret 2011

Betapa Marahnya AMITABHA BUDDHA...


Tersebutlah seorang wanita yang berlatih mengagungkan lafal AMITABHA BUDDHA, Ia adalah seorang yg sangat rajin dan ulet dalam melafalkan "NAMO AMITABHA BUDDHA" dan dilakukannya sebanyak 3 x sehari.

Walaupun telah melakukan praktek ini selama 10 tahunan namun Ia masih suka berteriak dan memarahi orang lain sepanjang waktunya. Ia mulai berlatih dengan menghidupkan dupa harum dan membunyikan lonceng kecil.

Rekan lelakinya tahu akan hal ini dan ingin memberinya pelajaran. Tepat Ketika Ia mulai melakukan latihannya, Sang teman mengedor pintunya dan berseru, "Nona Nguyen, Nona Nguyen!".

Karena saat itu merupakan waktu latihannya, Ia merasa kesal, tetapi Ia berkata dalam hatinya, "Gw mesti berjuang melawan kemarahan Gw, jadi dia akan Gw cuekin aja" Dan ia melanjutkan: "NAMO AMITABHA BUDDHA, NAMO AMITABHA BUDDHA, NAMO AMITABHA BUDDHA,..."

Tetapi temannya terus berteriak memanggil namanya dan malah makin menggila.

Ia pun tetap berjuang melawan itu dan berpikir di hatinya apakah Ia perlu stop atau tidak dulu utk memberi tahu lelaki tersebut tentang apa yg dipikirannya, namun ia terus melafalkan, "NAMO AMITABHA BUDDHA, NAMO AMITABHA BUDDHA, NAMO AMITABHA BUDDHA..."

Lelaki di luar itu mendengarnya dan melanjutkan, "Nona Nguyen, Nona Nguyen..!".

Akhirnya Ia sudah tak tahan lagi, melompat, membanting pintu dan menuju pintu gerbang, berteriak, "Mengapa Lo mesti berbuat seperti ini? Lo kan tau, gw lagi zikir dan lo masih aja memanggil2 gw berulang-ulang!"

Lelaki itu tersenyum dan berkata, "Gw hanya manggil lo selama 10 MENITAN aja lo udah begitu marahnya. Sementara Lo, nyebut-nyebut Nama BUDDHA AMITABHA selama 10 TAHUNAN LEBIH..Coba Lo bayangkan betapa marahnya BELIAU sekarang!"

*) Terjemahan bebas dari Buku "Being Peace", Bag 4: Heart of Practice, karya Thitch Nhat Hahn, Hal 56-58.

Rabu, 16 Maret 2011

TNI..Masihkah kalian Netral?


Mari kita simak cuplikan beberapa kutipan di bawah ini:
  • "Dengan dalih menjaga keamanan, TNI mendata dan menekan warga Ahmadiyah untuk beribadah di luar masjid mereka. Sementara Panglima Kodam III Siliwangi Moeldoko mengajak umat non Ahmadiyah untuk meduduki tempat ibadah milik Jemaat Ahmadiyah" [Sumber]

  • "Di Sadarsari, Majalengka, & Sukabumi, koramil meminta data keluarga & memaksa utk menghadiri penyuluhan & ikrar pertobatan..Tim menemukan sekitar 56 kasus intimidasi TNI thd anggota Ahmadiyah di Jabar & Lampung...Choirul Anam: TNI bersama kepolisian & aparatur negara jg memaksa utk menguasai masjid dgn menjadi imam salat Jumat..Tim menilai tindakan TNI melanggar UU No 34/2004 tentang TNI" [Sumber]

  • "di Jawa Barat ada SK Pembubaran Ahmadiyah. Kemudian di situ dikerahkan prajurit untuk mendatangi ke kampung mendata orang-orang Ahmadiyah dan itu menimbulkan ketakutan. Mereka lalu masuk menguasai masjid, lalu mengumpulkan orang-orang Ahmadiyah dan diperintahkan pertobatan..Operasi terencana yang diperintahkan langsung oleh Pangdam berdasarkan SK itu karena itu SK Gubernur dan perintah panglima..Hasanuddin juga membenarkan bahwa di daerahnya, Majalengka, hal itu benar-benar terjadi. Para prajurit berseragam mendatangi kampung-kampung dan menimbulkan keresahan dengan mengumpulkan jemaah Ahmadiyah dan memerintahkan mereka untuk bertobat dan mengganti iman mereka" [Sumber]

  • "Kita merindukan hubungan dan kerja sama yang lebih baik antara ulama dengan TNI, khususnya TNI AD. Apalagi, dalam kepengurusan MUI Pusat dan MUI Sumut pernah masuk di dalamnya anggota TNI" [Sumber]
Empat berita di atas menimbulkan pertanyaan bagi saya:
    Kenapa TNI ikutan?
    Apakah ini berhubungan dengan pembentukan MUI di jaman Soeharto dulu dimana TNI juga dilibatkan dalam MUI?
    Masihkah ada anggota TNI di kepengurusan MUI?
Pengurus MUI saat ini lihat di sini, 1 orang penasehat berpangkat terakhir LETJEN [Purn]..sayang saya ngga tau yang lainnya.

Sejarah MUI emang menunjukan pembentukan MUI pesertanya juga termasuk dari perwakilan ABRI:
    Saat pembentukan MUI pertama kalinya di tahun 1970, Hamka tidak setuju pelibatan sarjana sekuler dalam ijtihad kolektif! namun malah mengusulkan pada Presiden Soehario agar memilih seorang Mufti yang dapat memberikan nasihat kepada pemerintah dan umat Islam di Indonesia

    ...namun tidak jadi terwujud

    Pada tanggal 24 Mei 1974, lagi-lagi Soeharto menegaskan pentingnya sebuah majelis setelah menerima kunjungan dari Utusan Dewan Masjid Indonesia, tak lama berselang Menteri Dalam Negeri Letnan Jendral Amir Machmud menginstruksikan agar semua gubernur mulai mendirikan Majelis ulama di daerahnya masing-masing.

    Maka digelarlah sebuah konferensi Ulama nasional pada tanggal 21 s/d 27 Juli 1975. Pesertanya terdiri dari wakil majelis ulama daerah yang baru berdiri, pengurus pusat organisasi Islam, sejumlah ulama Independen dan serta wakil dari angkatan bersenjata Republik Indonesia (ABRI kini TNI), Dari pertemuan itu lahirlah sebuah deklarasi, limapuluh tiga orang peserta menandatanganinya, walhasil konferensi tersebut diakhiri dengan pengumuman berdirinya perkumpulan para ulama dengan sebutan MUI.

    Sayangnya tidak semua segmen masyarakat muslim setuju dengan perkumpulan ini, pada saat inagurasi MUI, ada protes dari sejumlah tokoh. Mereka yang tidak setuju umumnya khawatir akan terjadinya politisasi dalam tubuh MUI. MUI hanya menguntungkan salah satu kelompok dan merugikan kelompok lain, kata sebagian dari mereka. Sebagian yang lain bahkan lebih jauh menyebut MUI hanya menjadi alat negara.

    Jelas sekali bahkan MUI saja BUKAN merupakan pengejawantahan dari UIL AMRI yang dimasud di AQ 4:59 "ulil amri di antara kamu"!..

    karena TERBUKTI ada PROTES yang merasa tidak terwakilkan bahkan di awal PENDIRIANNYA!

    Terakhir,
    Saya kutipkan bagaimana MENSIKAPI tentang FATWA yang PENDAPAT ini JUSTRU BERASAL dari orang MUI kalangan AWAL sendiri:

      KH.Totoh Abdul Fatah (Ketua MUI Jawa Barat tahun 1998) mengatakan bahwa Fatwa MUI wajib diikuti. Ulama-ulama MUI adalah ulama senior yang memiliki Otoritas keagamaan, menurutnya semua umat Islam Indonesia harus mengikuti fatwa MUI.

      Berbeda dengan KH.Totoh Abdul Fatah, Ibrahim Hosen (yang saat ini menjabat ketua komisi Fatwa), meyakini bahwa tidak ada kewajiban untuk mengikuti mazhab hukum Islam atau Fatwa tertentu baik dari seorang Ulama maupun kelompok, masyarakat Islam bebas untuk mengambil Fatwa yang sesuai dengan mereka. Berdasarkan prinsip Al Maslahah al'Ammaah, Ibraim Hosen berpendirian bahwa setiap muslim memiliki hak untuk memilih dan menentukan fatwa mana yang terbaik. Sebab dengan begitu akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat muslim.

    Oleh sebab itu masalahnya bukanlah pada senioritas dalam otoritas agama melainkan hak individu dan kemanfaatan bagi masyarakat. Kini Masyarakat Muslim sudah dihadapkan pada pasar bebas hukum Islam (Free Market of Islamic Jurisprudence), Tak dapat dipungkiri dan dinafikan Seratus Persen Hak untuk memilih dan menentukan ada pada Mereka.

    [Kutipan di atas berasal dari sini]
Juga simak kisah tentang Yayasan amal bakti pancasila dalam petikan buku Lengser Keprabon, di mana sangat erat terlihat hubungan ABRI dan MUI.

Beberapa note PENTING:
    Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna, hlm. 47; bnd. Alwi Shihab, Membendung Arus, hlm. 181-2 dan hlm. 264, yang al mencatat pernyataan Hasan Basri, Ketua Umum MUI sekitar tahun 1990:

    "MUI (juga) berfungsi sebagai penjaga gawang untuk menjamin agar tidak ada undang-undang di negara ini yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam"
Tentang TNI berikut saya sampaikan:

Petikan sapta marga:
    Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela Ideologi Negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.
    Kami Kesatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Petikan jati diri TNI:
  1. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama; dan
  2. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Petikan sumpah prajurit:
    Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
TNI..Masihkah kalian Netral?

Jumat, 04 Maret 2011

Catatan Akhir Tentang Ke-Islam-an Ahmadiyah Dan Sisanya Biarkan Takdir Yang Meneruskan..


Tulisan ini adalah finalisasi dari keprihatinan pada penyelesaian dengan kekerasan dan fitnah yang melanda Ahmadiyah [lihat di sini]

Kenapa saya juga merasa BERHAK menulis tentang AHMADIYAH walaupun bukan seorang MUSLIM?
    Karena saya juga MEMBAYAR PAJAK!

    Sebagai non muslim saya jelas terganggu karena TOH uang pajak yang saya bayarkan dimakan oleh mereka yang pemerintahan dan di kementrian agama, diberbagai instansi termasuk digunakan untuk membangun MESJID, MUSHALA dilingkungan mereka dan juga menjadi fasilitas umum [listrik, air, jalan, dll] yang dipakai oleh mereka yang bersimaharajalela dan para korban.

    Jadi, jelas saya sama berhaknya menuntut ketenangan dan kedamaian yang sama, bukan?!
Untuk itu, berikut dibawah ini merupakan catatan akhir saya tentang aliran Islam Ahmadiyah, dimulai dengan ulasan ada/tidak NABI PENUTUP atau cuma nabi TANPA SYARIAH dan di akhiri dengan kompatibilitasnya terhadap rukun iman di Islam.

Paham ada/tidak nabi terakhir ya tergantung MAU MEGANG tafsir apa dari "Khatam al nabiyin" surah AQ 33:40 yang turun sehubungan gonjang gajing pernikahan Nabi dengan zainab [ex istri anak angkat Nabi, Zaid]

Argument hadis bagi mereka yang sepakat dengan arti KHATAM = PENUTUP, salah satunya dapat lihat di sini dan bagi mereka yang TIDAK SEPAKAT, saya mencoba menuliskannya dari yang saya mengerti:

Kurang lebih SETAHUN SETELAH turunnya AQ 33:40,
Nabi menggauli Maria Qibtiyah [seorang budak yang diberikan sebagai hadiah oleh penguasa Mesir, sepulangnya Hatib Abi Balta’ah dari al-Muqawqis, lihat di Sahih Bukhari 3.43.648; Muslim 2.3507; Tabari(VIII:100; IX:137, IX:147; Vol.8 p.66,131; Vol.39, p.194), Kitab al-Tabaqat al-Kabir", Hal 151; Martin Lings, Hal.439 – 440]. Dari Budak ini lahirlah seorang anak bernama Ibrahim. Ibrahim ternyata tidak berumur panjang dan wafat 18 BULAN KEMUDIAN [riwayat aisha, hadis muslim 20.3181]

Jadi selisih waktu antara turunya AQ 33:40 dan Wafatnya IBRAHIM adalah 3.5 tahunan.

Berkenaan dengan wafatnya Ibrahim terekam ucapan sebagai berikut:
    Narrated Isma'il:
    I asked Abi Aufa, "Did you see Ibrahim, the son of the Prophet ?" He said, "Yes, but he died in his early childhood. Had there been a Prophet after Muhammad then his son would have lived, but there is no Prophet after him." [Hadis Bukhari 8.73.214]

    Juga dari riwayat Ibnu Abbas:
    "Ketika Ibrahim ibnu Rasulullah s.a.w. wafat, beliau menyembahyangkan jenazahnya dan berkata, "Sesungguhnya di sorga ada yang menyusukannya, dan kalau usianya panjang, ia akan menjadi nabi yang benar." [Sunan Ibnu Majah, Abu Abdillah Alqazwaini, Darul Fikr, jld. II, hlm. 484, Hadits no. 1511].
Pertanyaannya:
Kenapa 3.5 tahunan setelah kejadian turunnya AQ 33.40, Isma'il dan Abi Aufa, SEBAGAI ORANG ARAB TOTOK, tidak tau bahwa kata "khatam" HARUS hanya berarti PENUTUP? dan malah masih menganggap akan ada nabi berikutnya [dalam konteks ini adalah ibrahmim]?

Imam mazhab Hanafi, yaitu Mulla Ali al-Qari menjelaskan:
    "Jika Ibrahim hidup dan menjadi Nabi, demikian pula Umar menjadi Nabi, maka mereka merupakan pengikut atau ummati Rasulullah s.a.w.. Seperti halnya Isa, Khidir, dan Ilyas 'alaihimus salaam. Hal itu tidak bertentangan dengan ayat Khaataman-Nabiyyiin. Sebab, ayat itu hanya berarti bahwa sekarang, sesudah Rasulullah s.a.w. tidak dapat lagi datang Nabi lain yang membatalkan Syari'at beliau s.a.w. dan bukan ummati beliau s.a.w." (Maudhu'aat Kabiir, hlm. 69).
Kemudian pada penggunaan kata "servant of Allah":
    When Ali said to Anas: "Why don't you stand up and testify what you heard from the Messenger of Allah on the day of Ghadir?" He answered, "O Amir al-Mumineen! I have grown old and do not remember." Thereupon Ali said: "May Allah mark you with a white spot (of leprosy; Alphosis) unconcealable with your turban, if you are intentionally withholding the truth." And before Anas got up from his place he bore a large white spot on his face, Thereafter Anas used to say, "I am under the curse of the righteous servant of Allah."

    Sunni references:

    1. al-Ma'arif, by Ibn Qutaybah, p14, in the account of Anas among disabled persons.
    2. Musnad Ahmad Ibn Hanbal, v1, p199, where he testifies to the above anecdote, as he says : "All stood up except three persons who came under the curse of Ali."
    3. Hilyatul Awliya', by Abu Nu'aym, v5, p27
Yang menarik dari peristiwa itu adalah...Hadis Muslim hanya mengambil riwayat dari Sa'd b. Abi Waqqas, yang hanya merupakan 1 (satu) diantara ratusan ribu orang yang menyaksikan peristiwa di Ghadir [ada yang menyatakan jumlah yang hadir saat itu adalah 120000], yang mengaku mengutip ucapan nabi spt ini,
    "You are in the same position with relation to me as Aaron- (Harun) was in relation to Moses but with (this explicit difference) that there is no prophet after me."
Ya, hanya sa'd dari 120000 orang yang di record muslim!.....dan 3 reference di atas mengungkapkan kesaktian ucapan dari "SERVANT of ALLAH!"

Kemudian,
Anda bisa lihat bagaimana AISAH sendiri BERKEBERATAN bila MUHAMMAD dinyatakan sebagai NABI PENUTUP:
    Aisyah mengatakan,
    "Katakanlah bahwa beliau (Rasulullah s.a.w.) adalah Khataman Nabiyyin, tetapi janganlah mengatakan tidak akan ada nabi lagi sesudah beliau" (Durr Mantsur oleh Hafizh Jalal-ud-Din ‘Abdur Rahman Sayuth dan situs ini).

    "Katakanlah, sesungguhnya ia [Muhammad] adalah khaatamul-anbiya', tetapi jangan sekali-kali kamu mengatakan laa nabiyya ba'dahu (tidak ada Nabi sesudahnya)" (Durrun Mantsur, jld. V, hlm. 204; Takmilah Majmaul Bihar, hlm. 5)
Kemudian,
berikut di bawah ini anda akan temukan 40 sample lebih kata "khatam" yang TIDAK BERARTI PENUTUP:
    Return-Path:
    Date: Mon, 12 Feb 2001 14:15:16 +0100
    From: "Ch. Muzafar Ah. Shiraz"
    X-Accept-Language: de,en
    Subject: KHatam, SEAL OR LAST?

    1. KHATAM-USH-SHU' ARAA (seal of poets) was used for the poet Abu Tamam. (Wafiyatul A'yan, vol. 1, p. 123, Cairo)
    2. KHATAM-USH-SHU' ARAA again, used for Abul Tayyeb. (Muqaddama Deewanul Mutanabbi, Egyptian p. 4)
    3. KHATAM-USH-SHU' ARAA again, used for Abul 'Ala Alme'ry. (ibid, p.4, footnote)
    4. KHATAM-USH-SHU' ARAA used for Shaikh Ali Huzain in India. (Hayati Sa'di, p. 117)
    5. KHATAM-USH-SHU' ARAA used for Habeeb Shairaazi in Iran. (Hayati Sa'di, p. 87) Note here that all five people have been given the above title. How could it be interpreted as "last". They did not come and go at the exact same time.
    6. KHATAM-AL-AULIYAA (seal of saints) for Hazrat Ali (May God be pleased with him). (Tafsir Safi, Chapter AlAhzab) Can no other person now attain wilaayat, if "seal" meant last?
    7. KHATAM-AL-AULIYAA used for Imam Shaf'ee. (Al Tuhfatus Sunniyya, p. 45)
    8. KHATAM-AL-AULIYAA used for Shaikh Ibnul 'Arabee. (Fatoohati Makkiyyah, on title page)
    9. KHATAM-AL-KARAAM (seal of remedies) used for camphor. (Sharah Deewanul Mutanabbee, p. 304) Has no medicine been found or used after camphor, if "seal" means "last"?
    10. KHATAM-AL-A' IMMAH (seal of religious leaders) used for Imam Muhammad 'Abdah of Egypt. (Tafseer Alfatehah, p. 148) Don't we have leaders today?
    11. KHATAM-ATUL- MUJAHIDEEN (seal of crusaders) for AlSayyad Ahmad Sanosi. (Akhbar AlJami'atul Islamiyyah, Palestine, 27 Muharram, 1352 A.H.)
    12. KHATAM-ATUL- ULAMAA-ALMUHAQQI QEEN (seal of research scholars) used for Ahmad Bin Idrees. (Al'Aqadun Nafees)
    13. KHATAM-ATUL- MUHAQQIQEEN (seal of researchers) for Abul Fazl Aloosi. (on the title page of the Commentary Roohul Ma'aanee)
    14. KHATAM-AL-MUHAQQIQE EN used for Shaikh AlAzhar Saleem Al Bashree. (Al Haraab, p. 372)
    15. KHATAM-ATUL- MUHAQQIQEEN used for Imam Siyotee. (Title page of Tafseerul Taqaan)
    16. KHATAM-AL-MUHADDITH EEN (seal of narrators) for Hazrat Shah Waliyyullah of Delhi. ('Ijaalah Naafi'ah, vol. 1)
    17. KHATAMAT-AL- HUFFAAZ (seal of custodians) for AlShaikh Shamsuddin. (AlTajreedul Sareeh Muqaddimah, p. 4) A "hafiz" is one who has memorised the full arabic text of the Holy Quran. Two of my cousins happen to belong to this category and more people will memorize it.
    18. KHATAM-AL-AULIA (seal of saints) used for the greatest saint. (Tazkiratul Auliyaa', p. 422)
    19. KHATAM-AL-AULIA used for a saint who completes stages of progress. (Fatoohul Ghaib, p. 43)
    20. KHATAM-ATUL- FUQAHAA (seal of jurists) used for Al Shaikh Najeet. (Akhbaar Siraatal Mustaqeem Yaafaa, 27 Rajab, 1354 A.H.)
    21. KHATAM-AL-MUFASSIRE EN (seal of commentators or exegetes) for Shaikh Rasheed Raza. (Al Jaami'atul Islamia, 9 Jamadiy thaani, 1354 A.H.)
    22. KHATAM-ATUL- FUQAHAA used for Shaikh Abdul Haque. (Tafseerul Akleel, title page)
    23. KHATAM-ATUL- MUHAQQIQEEN (seal of researchers) for Al Shaikh Muhammad Najeet. (Al Islam Asr Shi'baan, 1354 A.H.)
    24. KHATAM-AL-WALAAYAT (seal of sainthood) for best saint. (Muqaddimah Ibne Khuldoon, p. 271)
    25. KHATAM-AL-MUHADDITH EEN WAL MUFASSIREEN (seal of narrators and commentators) used for Shah 'Abdul 'Azeez. (Hadiyyatul Shi'ah, p. 4)
    26. KHATAM-AL-MAKHLOOQA AT AL-JISMAANIYYAH (seal of bodily creatures) used for the human being. (Tafseer Kabeer, vol. 2, p. 22, published in Egypt)
    27. KHATAM-ATUL- HUFFAAZ used for Shaikh Muhammad Abdullah. (Al Rasaail Naadirah, p. 30)
    28. KHATAM-ATUL- MUHAQQIQEEN used for Allaama Sa'duddeen Taftaazaani. (Shara' Hadeethul Arba'een, p. 1)
    29. KHATAM-ATUL- HUFFAAZ used for Ibn Hajrul 'Asqalaani. (Tabqaatul Madlaseen, title page)
    30. KHATAM-AL-MUFASSIRE EN (seal of commentators) used for Maulvi Muhammad Qaasim. (Israare Quraani, title page)
    31. KHATAM-AL-MUHADDITH EEN (seal of narrators) used for Imam Siyotee. (Hadiyyatul Shee'ah, p. 210)
    32. KHATAM-AL-HUKKAAM (seal of rulers) used for kings. (Hujjatul Islam, p. 35)
    33. KHATAM-AL-KAAMILEEN (seal of the perfect) used for the Holy Prophet (pbuh). (Hujjatul Islam, p. 35)
    34. KHATAM-AL-MARAATAB (seal of statuses) for status of humanity. ('Ilmul Kitaab, p. 140) We have the "highest, not "last" status.
    35. KHATAM-AL-KAMAALAAT (seal of miracles) for the Holy Prophet (pbuh). (ibid, p. 140)
    36. KHATAM-AL-ASFIYAA AL A'IMMAH (seal of mystics of the nation) for Jesus (peace be on him). (Baqiyyatul Mutaqaddimeen, p. 184)
    37. KHATAM-AL-AUSIYAA (seal of advisers) for Hazrat Ali (R.A.A.). (Minar Al Hudaa, p. 106)
    38. KHATAM-AL-MU' ALLIMEEN (seal of teachers/scholars) used for the Holy Prophet(pbuh) . (Alsiraatul Sawee by Allama Muhammad Sabtain Now, I am a teacher myself, and you know that I still exist, AFTER the Holy Prophet (pbuh), but I am nowhere close to being able to teach as PERFECTLY as he could or did. How then could he be "last" of teacher Seal means "best" here and not "last".
    39. KHATAM-AL-MUHADDITH EEN (seal of narrators) for Al Shaikhul Sadooq. (Kitaab Man Laa Yahdarahul Faqeeh)
    40. KHATAM-AL-MUHADDITH EEN used for Maulvi Anwar Shah of Kashmir. (Kitaab Raeesul Ahrar, p. 99)

Tentunya akan ada yang bertanya, "Koq ngga ada satupun contoh dari si GHULAM AHMAD yang juga menyatakan Khatam itu BUKAN berarti Penutup?"

Ya tentu saja tidak ada..karena ini adalah contoh-contoh kata "KHATAM" yang TIDAK MENDUKUNG bahwa KHATAM harus berarti PENUTUP!..artinya adalah Arti Khatam bukan cuma 1 (satu) saja, Bukan?!

Trus bagaimana PENDAPAT GHULAM AHMAD, apakah Muhammad itu Nabi penutup/tidak?

Salah satu pandangan bahwa MGA mengaku nabi, saya ambil dari tulisan Qosim Nursheha Dzulhadi ketika menanggapi Saiful Munjani di 12 hari kemudian, dengan tulisan seperti di bawah ini:
    Mereka (Ahmadiyah) mengaku-ngaku sebagai “Muslim”, tapi keyakinannya menyimpang jauh dari ajaran Islam, khususnya dalam masalah “kenabian” (al-nubuwwah). Di mana pada tahun 1902, Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) mengklaim dirinya sebagai nabi, dalam satu tulisannya, Tuhafat al-Nadwah, yang ditujukan kepada anggota komunitas Ulama di Lucknow, India.

    Selain dalam Tuhfat al-Nadwah, Mirza Ghulam Ahmad juga mengklaim dirinya disebut sebagai seorang “nabi” oleh Allah. Dia menyatakan, “Allah menyebutku sebagai seorang ‘nabi’ di bawah sinaran kenabian Muhammad (fayadh al-nubuwwah al-Muhammadiyyah). Dan Allah memberikan wahyu kepadaku. Maka, kenabianku adalah kenabiannya.” (Lihat, Mirza Ghulam Ahmad, al-Istitfta’ (Rabwah-Pakistan: Mathba’ah al-Nashrat, 1378 H), hlm. 16-17).
SEMENTARA ITU,
Ada record bahwa MGA tidak mengaku sebagai nabi, setidaknya 1 tahun sebelum wafatnya beliau di tahun 1907:
    "Suatu kebodohan yang lainnya adalah bahwa, untuk menghasut orang-orang yang bodoh mereka menyatakan bahwa saya mendakwakan diri sebagai Nabi. Ini adalah rekayasa yang sempurna dari pihak mereka." (Haqiqatul-Wahy,1907,halaman390).

    Dengan menyatakan 'Tidak ada nabi sesudahku ', Nabi Suci menutup pintu secara mutlak kepada sebarang nabi baru atau datang kembalinya sebarang nabi lama. (Ayyam as-Sulh, hal. 152, Ruhani Khaza'in, jilid 14, bal. 400).

    "Salah satu keberatan dari mereka yang mengatakan saya kafir adalah mereka berkata: Orang ini menyatakan diri kepada kenabian dan berkata saya adalah salah satu dari nabi-nabi.”

    “Jawabannya adalah bahwa kalian harus tahu, wahai, saudara, bahwa saya tidak mendakwakan diri kepada kenabian, ataupun saya telah berkata kepada mereka bahwa saya adalah seorang nabi. Tetapi mereka gegabah (terburu-buru) dan membuat suatu kesalahan dalam memahami kata-kata saya. … Itu tidak pantas bagi saya bahwa saya akan menyatakan diri kepada kenabian dan meninggalkan Islam dan menjadi seorang yang tak beriman… Bagaimana saya dapat menyatakan diri kepada kenabian sedangkan saya seorang Muslim?" (Hamamat al-Bushra, hal. 79, Ruhani Khaza'in, jilid 7, hal. 296-297).

    "Biarlah menjadi Jelas bagi mereka bahwa saya mengutuk orang yang mendakwakan diri kepada kenabian. Saya pegang bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya, dan saya percaya pada selesainya (berakhirnya) kenabian pada Nabi Suci. Jadi, karena tidak ada pendakwaan kenabian dari pihak saya, hanya pada wali dan mujaddid..." (Majmu'a Ishtiharat, edisi lama, Jilid iii, hal. 224. edisi 1986, jilid 2, hal. 297-298).

    "Kujelaskan kepadanya [seorang penentang Maulvi] bahwa aku juga mengutuk orang yang mengaku sebagai nabi... yang diterima oleh para wali di bawah bayangan kenabian Nabi Suci Muhammad, karena ketaatan mereka yang sempurna kepadanya adalah wahy wilayat, bukan wahy nubuwwat. Terhadap inilah kami percaya.... Jadi, aku tidaklah mengaku sebagai nabi. Pengakuanku hanyalah atas wilayat [kewalian] dan kemujaddidiyya [sebagai seorang Mujaddid]." (Majmu'a Ishtiharat, vol. ii, hal. 297-298, Januari 1897).

    [Untuk lebih lanjutnya silakan baca di sini dan di sini]

Tentang apakah MUBHALA pernah dilakukan/tidak dengan TSANAULAH?

Silakan baca catatan saya di sini dan anda akan temukan jawabannya bahwa ternyata mubahala tersebut TIDAK PERNAH dilakukan dan bahkan di tulisan itu anda juga akan temukan bukti telak bahwa bahkan para ULAMA yang menuduh Ghulam Ahmad Kafirpun selama 12 tahun lebih hingga wafatnya Ghulam Ahmad, TIDAK PERNAH BERNYALI untuk mempertanggungjawabkan TUDUHAN KAFIR itu dihadapan ALLAH mereka sendiri dengan BERMUBAHALA

Tentang Klaim bahwa Tsanaullah yang bahkan hidup lama

Lha emang dia sendiri mengatakan PENDUSTA akan hidup lama ketika ia bersikeras menolak untuk melakukan MUHABALLA. Tsanaullah mengambil contoh MUSAILLAMAH vs MUHAMMAD. Di link catatan saya di atas, terdapat recordnya yaitu pada tanggal 26 April 1907, Ahli Hadis hal.5-6, TSANAULLAH menulis:
    “Tuan tidak minta izin terlebih dahulu kepada saya untuk menuliskan doa itu. Oleh sebab itu saya tidak mau menerima doa itu. Saya melawan tuan. Tetapi kalau saya mati apa faedahnya untuk orang lain? Rasul yang datang dari Allah senantiasa mau supaya orang lain jangan binasa. Apa sebab tuan mendoa untuk membinasakan saya? Allah SWT akan memberi umur panjang kepada orang dusta. Orang yang mufsid dan orang penipu dan orang yang melawan hukum Allah, supaya ia leluasa untuk berbuat jahat. Oleh sebab itu saya tidak mau menerima tulisan tuan itu, dan tidak bisa diterima oleh seorang yang berakal”
Tentang Tazkirah benarkah ini merupakan KITAB SUCI para AHMADIYA?

Di zaman Ghulam Ahmad masih hidup, beliau menulis catatan-catatan tentang kasyaf, ilham, wahyu dan mimpi-mimpi yang beliau akui berasal dari Allah Ta’ala dan di catat dibanyak buku, selebaran atau majalah-majalah.

27 tahun setelah wafatnya Ghulam Ahmad (jadi Ghulam Ahmad sendiri tidak mengetahui hal ini), yaitu di tahun 1935, catatan-catatan itu dikumpulkan, dihimpun, dan diberi nama ‘Tadzkirah’. Sebelum tahun 1935, Saat Ahmadiyah telah berdiri di dunia selama 46 tahun, kumpulan catatan itu belumlah mempunyai nama. Baru sejak di cetak untuk pertama kalinya di tahun 1953, nama Tadzkirah ada.

Karena itu, mengatakan bahwa Tadzkirah adalah kitab sucinya Ahmadiyah adalah perkataan yang sangat janggal dan hujatan palsu yang sangat keji [selanjutnya lihat di sini]

Tentang Syahadat, Shalat dan Adzan dari kaum Ahmadiyah, apakah berbeda?

Karena Ahmadiyah adalah Islam, maka kalimah Syahadat yang dikumandangkan setiap hari dari mesjid-mesjid Ahmadiyah di 189 negara ketika adzan untuk shalat lima waktu, adalah:

Asyhadu allailaaha illallahu Wa asyahadu anna muhamadarrasulullah”.

Demikian juga ketika seseorang baiat ke dalam ahmadiyah,maka ia wajib membaca dua kalimah syahadat tersebut. Dan kalimah syahadat itu adalah harga mati untuk seorang ahmadi muslim yang sejati. Berkenaan dengan Kalimah Syahadat ini, Pendiri Ahmadiyah HMGA a.s. menulis :
    “Inti dari kepercayaan kami adalah: Laa Ilaaha Illallahu, Muhammadur-Rasulullahu (Tak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah). Kepercayaan kami inilah yang menjadi pergantungan dalam hidup ini, dan yang padanya dengan rahmat dan karunia Allah, kami berpegang teguh sampai akhir hayat kami. (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Izalah Auham, 1891: 137)
[terusannya lihat di sini ]

Bagaimana para Ahmadiyah melakukan Shalat 5 (lima) waktunya?
Silakan lihat di sini dan di sini.

Bagaimana bunyi Adzan dan waktu mereka shalat>
Silakan lihat di sini

Jadi, dilihat dari cara ber-SYAHADAT, SHALAT dan AZAN..ternyata SAMA AJA TUH!

Menurut RUKUN IMAN,
Maka kalangan ahmadiyah ternyata kompatible dengan aliran islam manapun :
  1. Beriman kepada ALLAH SWT
  2. Beriman kepada Malaikat-malaikat
  3. Beriman kepada Kitab-kitab [Al Quran]
  4. Beriman kepada Rasul-rasul [Isa, Muhammad SAW sebagai nabi terakhir yang membawa syariah]
  5. Beriman kepada Hari Kiamat
  6. Beriman kepada Qada dan Qadar

    Allah mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan, dengan murujuk kalimat ALLAH:

      "Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya".(At-Takwir : 81:29)

    Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat S.81:28, Abu Jahal berkata: "Kalau demikian, kitalah yang menentukan apakah mau lurus atau tidak." Maka Allah menurunkan ayat berikutnya (S.81:29) membantah anggapan itu, dan menegaskan bahwa Allah yang menentukannya. [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sulaiman bin Musa. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Baqiyah bin 'Amr bin Muhammad dari Zaid bin Aslam yang bersumber dari Abi Hurairah. Diriwayatkan pula oleh Ibnul Mundzir dari Sulaiman bin al-Qasim bin Mukhaimarah.]

KESIMPULANNYA
Kompatibiltas Ahmadiyah dari sisi TUHAN, NABI, KITAB, SHALAT, SYAHADAT, AZAN adalah KONGRUEN 100%

...kaum AHMADIYAH tidak bisa dinyatakan BUKAN ISLAM

Dengan kondisi ini siapapun yang benar2 MENCARI KEBENARAN, tidak pernah boleh MENGKAFIRKAN sekelompok orang yang memenuhi rukun iman tsb.

PENUTUP
Sudah saatnya Penyelesaian persoalan Ahmadiyah dilakukan dengan MUBAHALA NASIONAL:
    ULAMA Pelarang AHMADIYAH (+FPI, Ormas Islam lainnya) VS ULAMA AHMADIYA
Sehingga biarkan saja para PENTOLAN itu yang saling BERSUMPAH untuk di azab bagi yang dinyatakan keliru oleh Allah mereka sendiri..Sehingga azab dahsyat Allah tersebut dapat turun TEPAT SASARAN tanpa nyasar kemana-mana terutama pada yang tidak bersalah.
    Definisi Mubahala:
    Mubahalah adalah do’a dengan laknat atas yang berdusta di antara dua pihak (Fatwa: Asy-Syabakah Al-Islamiyah juz 8 halaman 85) atau

    Repulika: perang tanding melalui doa dengan membawa anak dan keluarga masing2 dengan tujuan memohon pertolongan Allah SWT agar orang yang berdusta dikutuk Tuhan dalam kehidupannya termasuk keluarganya di dunia dan akhirat.