Selasa, 23 September 2008

Selain Khadijah, Semua Istri Nabi berusia Muda dan Ranum


Banyak ulama menyatakan Muhammad SAW menikahi banyak wanita adalah untuk menolong mereka yang menjanda bukan karena pemuas syahwat..
    Rasulullah SAW menikahi 11 orang wanita. Tentu saja hal itu Nabi lakukan bukan untuk menyalurkan nafsu seks, sebab sepuluh diantara sebelas wanita itu nabi nikahi ketika mereka sudah menjanda dan telah tua renta [Buku Pintar Agama Islam, Syamsul Rijal Hamid, Penebar Salam, Bogor, 2002, hal. 99]

    Padahal semua wanita yang beliau nikahi tidak lain adalah para janda, yang tidak bisa dikatakan muda, apalagi cantik. Satu-satunya isteri yang dinikahi dalam keadaan perawan hanyalah Aisyah. Meski pada usia yang masih muda, tapi ukuran usia nikah di semua peradaban dunia ini tidak bisa disamakan. [Ahmad Sarwat, Lc., Eramuslim]
Klaim-klaim di atas harusnya BERTENTANGAN dengan:
    Riwayat Musaddad - Yahya - Ubaidullah - Sa'id bin Abu Sa'id - bapaknya - Abu Hurairah - Nabi SAW: "Seorang wanita dikawini karena empat hal yaitu karena kekayaannya, status keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.".[Bukhari 7.62.27/4700. Juga di Muslim no.2661. Ahmad no.9156. Abu Dawud no.1751]

    Riwayat Ahmad bin Muhammad bin Musa - Ishaq bin Yusuf Al Azraq - Abdul Malik bin Abu Sulaiman - 'Atha` - Jabir - Nabi SAW: "Seorang wanita dinikahi karena agamanya, hartanya dan kecantikannya. Tetapi, utamakanlah agamanya, niscaya kamu akan beruntung.". Abu Isa At Tirmidzi: "Hadits semakna diriwayatkan dari Auf bin Malik, Aisyah, Abdullah bin 'Amr dan Abu Sa'id." Abu Isa: "Hadits Jabir merupakan hadits hasan sahih." [Tirmidhi no. 1006, Muslim no.2662. Ahmad no.13720]
Malah Nabi disemprot Jabir bahwa kawin itu bukan untuk main-main:
    Riwayat Ishaq bin Ibrahim - Jarir dari Al Mughirah - Asy-Sya'biy - Jabir bin 'Abdullah:
    Aku ikut dalam penyerbuan Ghazwa dengan Rasul...Jabir berkata: "Wahai Rasulullah, aku mau nikah". Lalu aku meminta izin dan Beliau mengizinkanku"... Jabir berkata: "Rasulullah SAW berkata kepadaku ketika aku meminta izin untuk menikah: "Kamu menikahi seorang gadis atau janda?" Aku jawab; "Aku menikahi janda". Nabi berkata, "Mengapa kamu tidak menikahi gadis saja sehingga kamu bisa bermain dengannya dan ia bisa bermain denganmu" (aku berkata:) “Nabi! Ayahku dibunuh dan aku punya beberapa adik perempuan kecil, Jadi aku merasa tidak pantas menikahi gadis yang semuda mereka yang tidak dapat membimbing dan merawat mereka. Jadi, Aku harus mengawini janda yang dapat merawat dan membimbing mereka" [Bukhari no.2745/4.52.211, no.5908, 4690. Muslim no.2662, 2663]
Arti kata "nikah" dalam Arab adalah bersetubuh atau berhubungan seksual.
    Definisi "Nikah" adalah penetrasi satu hal dengan yang lain. Contohnya seperti mengatakan benih di dalam tanah. Ini juga dapat berarti dua benda melilit satu dengan yang lain. Sebuah contoh mengatakan pohon (berangkulan) satu sama lainnya, berarti mereka terjalin satu sama lain. [Kamus ungkapan Al-Quran dan maknanya, Sheik Mousa Ben Mohammed Al Kaleeby, Kairo, Maktabat Al Adab, 2002]
    Secara linguistik, "Nikah" berarti berangkulan atau penetrasi. Jika dilafalkan "Nokh" ini berarti vagina wanita. Hal ini terutama digunakan dalam konteks "melakukan hubungan seksual." Ketika itu digunakan dalam referensi mengawini itu karena seks diperlukan dalam perkawinan. Al Fassi berkata, "Jika seseorang mengatakan seorang lelaki tertentu (N) seorang wanita tertentu, itu berarti dia mengawininya, dan jika ia mengatakan seorang pria (N) istrinya, itu berarti dia telah berhubungan seksual dengannya." Kata ini juga dapat digunakan secara metaforis sebagai dengan ekspresi: hujan (N) tanah, atau, tidur (N) mata, atau, benih (N) tanah, atau, kerikil (N) kuku unta. Ketika itu digunakan dalam konteks perkawinan itu karena hubungan seksual adalah tujuan pernikahan. Hal ini diperlukan dalam pernikahan untuk "MENCICIPI MADU" (ekspresi Islam berarti hubungan literal). Ini adalah bagaimana kata ini umumnya digunakan dalam Qur'an kecuali di ayat yang mengatakan, "Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur (N)" Sura 4: 6. Dalam hal yang berkaitan dengan usia pubertas. Mazhab yurisprudensi Shafia dan Hanafi menegaskan bahwa kata Nikah digunakan sebagai fakta menyampaikan bahwa hubungan seksual telah terjadi. Dan bila digunakan pembicaraan itu menandakan perkawinan. Alasan variasi ini karena kasar menyebutkan kata "hubungan seksual," jadi kata kiasan digunakan untuk menggantikannya. [Kitab Al Nikah. Komentar Imam Ahmad Bin Ali Bin Hajjar Al Asqalani, Beirut, Dar Al Balaghah, 1986]

    Dua definisi di atas diambil dari: Islam Watch - "The meaning of Nikah" by Mohammad Asghar
    Kemudian,
    Jurists are in unanimous agreement on the fact that nikah means SEXUAL INTERCOURSE and that it is used to denote the marriage contract as a figure of speech because the marriage contract is the legal means for having intercourse. Nikah is permissible only after the marriage contract, concluded between the bridegroom and the bride (al-`aqidan), and the bride's guardian in the presence of at least two witnesses. [The Position of Women in Islam, Hamdun Dagher, ch.4, Marriage]

    Kata (nikah) berasal dari bahasa Arab نكح - ينكح - نكاحا, yang secara etimologi berarti: التزوج (menikah); الاختلاط (bercampur); dalam bahasa Arab, lafaz “nikah” bermakna العقد (berakad), الوطء (bersetubuh) dan الاستمتاع (bersenang-senang) [Mustafa al-Khin, dkk, Al-Fiqh al-Manhaji, IV:11]

    Al-Qur’an menggunakan kata "nika'h" yang mempunyai makna "perkawinan", disamping -secara majazi (metaphoric)- diartikan dengan "hubungan seks". Selain itu juga menggunakan kata زوج dari asal kata ﺍﻟﺰﻭﺝ, yang berarti "pasangan" untuk makna nikah. Ini karena pernikahan menjadikan seseorang memiliki pasangan. [M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Cetakan ke-6, Bandung: Mizan, 1997., Hal. 191]

    Secara lugawi, nikah berarti bersenggama atau bercampur, sehingga dapat dikatakan terjadi perkawinan antara kayu-kayu apabila kayu-kayu itu saling condong dan bercampur antara yang satu dengan yang lain. Dalam pengertian majazi, nikah disebutkan untuk arti akad, karena akad merupakan landasan bolehnya melakukan persetubuhan. Dengan akad nikah suami memiliki hak untuk memiliki. Namun hak milik itu hanya bersifat milk al-Intifa’(hak milik untuk menggunakan), bukan milk al-muqarabah (hak milik yang bisa dipindahtangankan seperti kepemilikan benda) dan bukan pula milk al-manfa’ah (kepemilikan manfaat yang bisa dipindahkan) [Mutawally, Abdul Basit, Muhadarah fi al-Fiqh al-Muqaran, Mesir: t.p.,t.t., Hal. 120]
Tampaknya Allah dan RasulNya punya pendirian yang berlainan dengan Jabir dan banyak orang, misalnya tentang ijin Allah untuk menyetubuhi para tawanan wanita yang telah bersuami kafir NAMUN belum sebagai budak, sebagai perluasan makna ma malakat aymanukum (apa yang tangan kanamu punyai), pada ayat An Nisa 4:24,
    "Diharamkan atas kamu..dan wanita yang bersuami, kecuali ma malakat aymanukum (apa yang tangan kananmu miliki).." [An Nisa 4:24]

    Tafsir:
    Imam Ahmad mengkolesi bahwa Abu Sa`id Al-Khudri berkata, "Kami TANGKAP BEBERAPA PEREMPUAN di area Awtas yang TELAH MENIKAH dan kami TIDAK SUKA melakukan SEKS dengan mereka karena mereka TELAH MEMPUNYAI SUAMI. Jadi KAMI TANYA pada NABi tentang hal ini, DAN AYAH INI DITURUNKAN, "وَالْمُحْصَنَـتُ مِنَ النِّسَآءِ إِلاَّ مَا مَلَكْتَ أَيْمَـنُكُمْ". Konsekuensinya, KAMI MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS dengan wanita2 ini. Kalimat ini ada di koleksi At-Tirmidhi An-Nasa'i, Ibn Jarir dan Muslim di sahihnya. [Tafsir Ibn Kathir utk ayat ini]
Kata "ma"/apa bukan kata "man"/siapa digunakan di frase "malakat/kepunyaan aymankum/tangan kananmu". Kata "man" untuk mahluk yang berpikir (contoh: manusia), sedangkan kata "ma" untuk menyebutkan benda-benda misal: pohon, binatang, batu (mirip kata ganti orang ke-3 Inggris "it"). Sekurangnya, Al-Qurtubi (w.1273) dalam tafsir Qur'annya di vol. 5, p.12. menyatakan bahwa ras manusia seharusnya dirujuk dengan "man" (siapa), hanya "benda tak bergerak" atau "binatang buas" dirujuk dengan "ma" (apa). Menariknya, sejumlah hadis menempatkan wanita dan binatang pada kategori yang sama. Musnad Ibn Hanbal (vol. 2, p. 2992), sebagai contoh, Nabi mengatakan "Wanita, anjing, dan keledai membatalkan Pria yang shalat" Malah Qurtubi dalam tafsir Qurtubi yang sama (vol.15, p.172): "Seorang wanita persamaannya adalah seperti domba-bahkan sapi atau unta-yang merupakan tunggangan" [Dari tulisan Raymond Ibrahim, "Are Slave-Girls in Islam Equivalent to Animals?". Raymond Ibrahim, imigran Koptik Mesir, fasih Arab dan Inggris, Spesialis bahasa Arab untuk Seksi Timur jauh pada "the Library of Congress"]. Jadi, frase tangan kanan ini berlaku pada manusia dan bukan.

Beberapa sample riwayat tentang cara bersenang-senang ketika mengawini:

Melakukan Azl (mencabut penis sebelum ejakulasi di vagina untuk mencegah hamil)
    Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri, Ia berkata:
    Kami berperang bersama Rasulullah saw. melawan Bani Musthaliq lalu kami berhasil menawan beberapa wanita Arab yang cantik. Kami sudah lama tidak berhubungan dengan istri, maka kami ingin sekali menebus mereka sehingga kami dapat menikahi mereka secara mut`ah dan melakukan `azl (sperma di luar vagina atau coitus interruptus/Penis dikeluarkan sebelum ejakulasi untuk menghindari hamil) . atau Kami berkata: Kami melakukan demikian sedang Rasulullah berada di tengah-tengah kami tanpa kami tanyakan tentang hal tersebut. Lalu kami tanyakan juga kepada beliau dan beliau bersabda: Tidak apa-apa untuk tidak melakukan itu karena tidak ada satu jiwa pun yang telah Allah tentukan untuk tercipta sampai hari kiamat kecuali pasti akan terjadi. [Sahih Muslim No.2599, Muslim 8.3371, Bukhari 8.77.600, 7.62.137. Mut'ah artinya bersenang-senang]

    Riwayat [Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim] - Sufyan - Amru - 'Atha` - Jabir:
    "Kami biasa melakukan azl di saat Al Qur`an masih turun." Ishaq menambahkan; Sufyan berkata; Sekiranya azl dilarang, tentu Al Qur`an akan melarang perbuatan kami. [Muslim no. 2608, 2609. Bukhari no.4808. Juga Ibn Majjah no.1917]
Menyetubuhi dubur perempuan (bukan doggy style)
    Riwayat Abu Nu'aim - Sufyan - Ibnu Al Munkadir - Jabir:
    Orang Yahudi berkata apabila seorang menggauli istri di belakang nya (مِنْ وَرَائِهَا, min waraa'ihaa), maka anaknya akan bermata juling. Lalu turunlah ayat ‘Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki' (Al Baqarah 2:223) [Bukhari 4.60.51/no.4164]. (kemungkinan kisah dan turunnya ayat adalah disekitar permulaan tahun Hijriah)

    Riwayat Qutaibah bin Sa'id dan Abu Bakar bin Abi Syaibah serta Amru An Naqid, lafazhnya dari Abu Bakar - Sufyan - Ibnu Al Munkadir - Jabir berkata:
    Orang-orang yahudi berkata Jika seorang lelaki menyetubuhi isteri di terima dari/di anus (مِنْ دُبُرِهَا فِي قُبُلِهَا, Min Duburiha Fii Qubuliha), maka anaknya akan terlahir cacat matanya (juling). Lalu turunlah ayat: Istri-istrimu adalah..tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. [Muslim no. 2592. Juga di Darimi no. 2117 (riwayat Khalid bin Makhlad- Malik dari Muhammad bin Al Munkadir - Jabir bin Abdullah).

    Note:

    Arti dubur = belakang, anus. Qubul = depan, masuk/terima. Contoh: min duburin = di belakang (AQ 12.25, 12.27), min qubulin = di depan (AQ 12.26), contoh lain terjemahan qubul dalam fiqh muamalah tentang makna al wadiaah: "memberikan harta untuk di jaganya dan pada/di penerimanya" (itha’u al-mal liyahfadzahu wa fi qubuliha). Penis = zakar, Vagina = Fajr. contoh: dari depan (muqbilatan ) dan dari belakang (wa mudbiraatin) di vagina (fi al fajr)]

    Riwayat Muhammad bin Rumh bin Al Muhajir - Al Laits - Ibnu Al Hadi - Abu Hazim - Muhammad bin Al Munkadir - Jabir bin Abdullah:
    Orang-orang yahudi berkata Jika pria mengauli istri di terima dari/di anus (مِنْ دُبُرِهَا فِي قُبُلِهَا, Min Duburiha Fii Qubuliha), saat melahirkan, anaknya juling. (Jabir) berkata; Maka turunlah ayat; "Isteri-isteri kalian adalah tempat bercocok tanam bagi kalian, maka datangilah tempat bercocok tanam kalian dari mana saja kalian kehendaki." Riwayat Qutaibah bin Sa'id - Abu 'Awanah. Riwayat Abdul Warits bin Abdush Shamad - ayahku - kakekku - Ayyub. Riwayat Muhammad bin Al Mutsanna - Wahb bin Jarir - Syu'bah. Riwayat Muhammad bin Al Mutsanna -Abdurrahman - Sufyan. Riwayat'Ubaidullah bin Sa'id - Harun bin Abdullah serta Abu Ma'n Ar Raqasyi - Wahb bin Jarir - ayahku - Nu'man bin Rasyid - Az Zuhri. Riwayat Sulaiman bin Ma'bad - Mu'alla bin Asad - Abdul Aziz (dia adalah Ibnu Muhtar) - Suhail bin Abi Shalih, mereka semua ini dari Muhammad bin Al Munkadir - Jabir dengan hadits ini, dan di hadisnya Nu'man ada tambahan dari Az Zuhri; "Jika ia kehendaki dari belakang dan jika ia kehendaki dari depan namun pada satu lubang (in shaa'a mujabbiyatan wa-in shaa'a ghayr mujabbiyatan, ghayr anna dhaalika fii simaam waahid)" [muslim no.2593]

    Riwayat Ibnu Abu Umar - Sufyan - Ibnu Al Munkadir - Jabir:
    Orang-orang Yahudi berkata "Barangsiapa menggauli istri di terima dari/di anus (مِنْ دُبُرِهَا فِي قُبُلِهَا, Min Duburiha Fii Qubuliha), maka anaknya akan juling. Lalu turunlah ayat: "Isteri-isterimu adalah...kalian kehendaki(AQ 2.223). Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.[Tirmidhi no. 2904. Juga di Ibn Majjah no. 1915 (riwayat Sahl bin Abu Sahl dan Jamil bin Al Hasan - Sufyan bin Uyainah - Muhammad bin Al Munkadir - Jabir bin Abdullah). Di Tirmidhi no.2905 (riwayat Muhammad bin Basyar - Abdurrahman bin Mahdi - Sufyan - Ibnu Khutsaim - Ibnu Sabith - Hafshah binti Abdurrahman - Ummu Salamah dari Nabi SAW tentang firman Allah: "Isteri-isterimu adalah..kamu kehendaki." (AQ 2.223) yaitu shimam waahid (satu lubang)." Abu Isa: Hadits ini hasan shahih. (tidak ada kata vagina ataupun anus sebagai penegasan kalimat satu lubang yang dimaksud)].

    Riwayat Affan - Wuhaib - Abdullah bin Utsman bin Khutsaim - Abdurrahman bin Sabit: saya menemui Hafshah binti Abdurrahman, saya berkata; "Sesungguhnya aku ingin bertanya kepadamu mengenai suatu perkara, tapi aku malu untuk menanyakannya kepadamu." Ia berkata; "Wahai keponakanku! jangan engkau malu." Ia bertanya; "Mengenai menggauli wanita dari dubur-dubur mereka (fii adbaarihinna)" Ia menjawab; "Telah menceritakan kepadaku Ummu Salamah bahwa orang-orang Anshar tidak suka menggauli isterinya dari belakang. Orang-orang Yahudi mengatakan; 'Sesungguhnya orang yang menggauli isterinya dari belakangnya maka anaknya akan juling. Lalu tatkala orang-orang Muhajirin datang ke Madinah dan mereka menikahi wanita-wanita Anshar, mereka ingin menggauli para isterinya dari belakang, tapi isterinya menolak untuk mentaati suaminya. Lantas ia berkata kepada suaminya; 'Engkau jangan melakukan hal itu hingga aku datang kepada Rasulullah SAW.' Ia pun lantas menemui Ummu Salamah dan menceritakan hal itu kepadanya.ia berkata; 'Duduklah hingga Rasulullah SAW datang.' Ketika Rasulullah SAW datang, wanita anshar tersebut malu untuk bertanya kepadanya. ia pun lantas keluar dan Ummu Salamah menceritakannya kepada Rasulullah SAW. Beliau lantas bersabda: "Panggilkan wanita Anshar tersebut." Ia pun dipanggil dan beliau membacakan kepadanya ayat berikut ini: NISA UKUM HARTSUL LAKUM FA'TU HARTSAKUM ANNA SYI'TUM (Para isteri kalian adalah lahan-lahan kalian, maka datangilah lahan kalian sesuka kalian) tapi dari lobang yang satu." [Ahmad no.25387]

    Riwayat Ishaq - An Nadlr bin Syumail - Ibnu Aun - Nafi':
    kapanpun Ibn 'Umar melafalkan Qur'an, dia tidak berbicara kepada siapapun sampai selesai melafalkan. Suatu saat dia memegang Qur'an dan melafalkan Surat al-Baqara dari ingatannya dan kemudian berhenti pada ayat tertentu dan berkata, "Apakah kau tahu dalam hubungan apa ayat ini diturunkan?". Aku menjawab, "Tidak". Ia berkata, "Ini turun berkenaan dengan ini dan itu." kemudian dia pergi. Dan dari Abdus Shamad - ayahku - Ayyub - Nafi - Ibnu Umar mengenai ayat: "maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki" (AQ 2.223) Ibn 'Umar berkata, "Ini berarti suami harusnya melakukan seks dengan istri-istrinya melalui..." (وَعَنْ عَبْدِ الصَّمَدِ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنِي أَيُّوبُ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، ‏{‏فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ‏}‏ قَالَ يَأْتِيهَا فِي‏.‏). Riwayat Muhammad bin Yahyan bin Sa'id - Bapaknya - Ubaidullah - Nafi - Ibnu Umar. [Bukhari 6.60.50/no. 4163 (Terjemahan indonesia di kitab 9 hadis, menambahkan kata "kemaluan", padahal kata itu tidak ada pada kalimat arab di dalam kurung di atas)]

    Mengapa kalimat di atas bukan "doggy style" namun "anal seks"?

    TABARI merekam apa "ini dan itu" yang tertulis di hadis bukhari diatas, yaitu "ini turun berkenaan dengan melakukan hubungan seksual dengan para wanita melalui anus (nazalatfi ityan al—nisa' fi adharihinna)"

    Di tafsirnya untuk AQ 2.223, Tabari menyatakan sebagai berikut:

    3464 - حَدَّثَنِي يَعْقُوب , قَالَ : ثنا هُشَيْم , قَالَ : أَخْبَرَنَا ابْن عَوْن , عَنْ نَافِع , قَالَ : كَانَ ابْن عُمَر إذَا قُرِئَ الْقُرْآن لَمْ يَتَكَلَّم , قَالَ : فَقَرَأَتْ ذَات يَوْم هَذِهِ الْآيَة : { نِسَاؤُكُمْ حَرْث لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ } فَقَالَ : أَتَدْرِي فِيمَنْ نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَة ؟ قُلْت : لَا , قَالَ : نَزَلَتْ فِي إتْيَان النِّسَاء فِي أَدْبَارهنَّ .
    [Yaqub - Hushaym - Ibn A’wn - Nafi’ menyampaikan kapanpun Ibn 'Umar melafalkan Qur'an, dia tidak berbicara kepada siapapun, tapi suatu hari aku lafalkan ayat ini, "Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki" (Sura 2:223). Maka Ia (Umar) berkata, "Apakah kau tahu dalam hubungan apa ayat ini diturunkan?". Aku menjawab, "Tidak". Ia berkata, "Ayat ini turun tentang menggauli perempuan di dubur ("فِي أَدْبَارهنَّ", fii ad-baarihinna) mereka"]

    * - حَدَّثَنِي إبْرَاهِيم بْن عَبْد اللَّه بْن مُسْلِم أَبُو مُسْلِم , قَالَ : ثنا أَبُو عُمَر الضَّرِير , قَالَ : ثنا إسْمَاعِيل بْن إبْرَاهِيم , صَاحِب الْكَرَابِيسِيّ , عَنْ ابْن عَوْن , عَنْ نَافِع , قَالَ : كُنْت أُمْسِك عَلَى ابْن عُمَر الْمُصْحَف , إذْ تَلَا هَذِهِ الْآيَة : { نِسَاؤُكُمْ حَرْث لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ } فَقَالَ : أَنْ يَأْتِيهَا فِي دُبُرهَا . [Ibrahim bin Abdullah bin Muslim Abu Muslim - Abu Umar Al-Dariri - Ismail bin Ibrahim (pemilik dari) Al-Karabisi - Ibn A’wn - Nafi’ berkata, “Aku sering bertanya pada Ibn Umar setiap kali dia membaca ayat Qur’an yang berbunyi, "Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki" (Sura 2:223). Katanya: ‘menggauli perempuan di dubur nya ("فِي دُبُرهَا", fii duburihaa).”]

    3465 - حَدَّثَنِي عَبْد الرَّحْمَن بْن عَبْد اللَّه بْن عَبْد الْحَكَم , قَالَ : ثنا عَبْد الْمَلِك بْن مَسْلَمَةَ , قَالَ : ثنا الدَّرَاوَرْدِيّ , قَالَ : قِيلَ لِزَيْدِ بْن أَسْلَم : إنَّ مُحَمَّد بْن الْمُنْكَدِر يَنْهَى عَنْ إتْيَان النِّسَاء فِي أَدْبَارهنَّ فَقَالَ زَيْد : أَشْهَد عَلَى مُحَمَّد لَأَخْبَرَنِي أَنَّهُ يَفْعَلهُ .
    [Abdur-Rahman bin Abdullah bin Abdul-Hakam - Abdul-Malik bin Maslama - Al Darawardi yang berkata bahwa ini sehubungan dengan Zayd bin Aslam yang menyatakan bahwa Muhammad bin Al-Munkadir sering melarang menggauli perempuan pada anusnya. Zayd menjawab, "Aku bersaksi terhadap Muhammad Ia menyatakan padaku bahwa Ia melakukan itu"]

    3466 - حَدَّثَنِي عَبْد الرَّحْمَن بْن عَبْد اللَّه بْن عَبْد الْحَكَم , قَالَ : ثنا أَبُو زَيْد عَبْد الرَّحْمَن بْن أَحْمَد بْن أَبِي الْغِمْر , قَالَ : ثني عَبْد الرَّحْمَن بْن الْقَاسِم , عَنْ مَالِك بْن أَنَس , أَنَّهُ قِيلَ لَهُ : يَا أَبَا عَبْد اللَّه إنَّ النَّاس يَرْوُونَ عَنْ سَالِم : " وَكَذَبَ الْعَبْد أَوْ الْعِلْج عَلَى أَبِي " , فَقَالَ مَالِك : أَشْهَد عَلَى يَزِيد بْن رُومَان أَنَّهُ أَخْبَرَنِي , عَنْ سَالِم بْن عَبْد اللَّه , عَنْ ابْن عُمَر مِثْل مَا قَالَ نَافِع .
    [Abdur-Rahman bin Abdullah bin Abd al-Hakam - Abu Zaid Abdul-Rahman bin Ahmad - Abdur-Rahman bin Qasim, Malik bin Anas berkata kepadanya: Wahai Abu Abdullah bahwa orang-orang berkata tentang Salim: "budak mereka dusta atau therapi pada ayahku" kata pemilik (Malik): "Aku bersaksi bahwa Yazid bin Roman meriwayatkan padaku, Salim bin Abdullah dari Ibn Umar seperti yang nafi riwayatkan"].

    فَقِيلَ لَهُ : إنَّ الْحَارِث بْن يَعْقُوب يَرْوِي عَنْ أَبِي الْحُبَابِ سَعِيد بْن يَسَار أَنَّهُ سَأَلَ ابْن عُمَر , فَقَالَ لَهُ : يَا أَبَا عَبْد الرَّحْمَن إنَّا نَشْتَرِي الْجَوَارِي , فَنُحَمِّض لَهُنَّ ؟ فَقَالَ : وَمَا التَّحْمِيض ؟ قَالَ : الدُّبُر فَقَالَ ابْن عُمَر : أُفّ أُفّ , يَفْعَل ذَلِكَ مُؤْمِن ؟ أَوْ قَالَ مُسْلِم . فَقَالَ مَالِك : أَشْهَد عَلَى رَبِيعَة لَأَخْبَرَنِي عَنْ أَبِي الْحُبَابِ عَنْ ابْن عُمَر مِثْل مَا قَالَ نَافِع
    [Al-Harith ibn Yaqub - Abu Hubab Sa’id ibn Yassar bahwa ia bertanya pada Ibn Umar, "Hai Abu Abdul Rahman! Kita membeli budak wanita muda, sehingga kita boleh melakukan "tahmidh/Nahmid' dengan mereka?”. Ibn Umar menjawab, "Apa maksudnya dengan ‘tamidh/Nahmid'?". Ia menjawab, "menggauli di dubur.". Ibn Umar menjawab, "Wow, wow! Apakah Muslim lakukan itu?". Malik mengatakan: "Aku bersaksi bahwa Rabia meriwayatkan padaku dari Abi al-Habaab dari Ibn Umar seperti yang nafi riwayatkan”]

    3468 - حَدَّثَنِي أَبُو قِلَابَةَ قَالَ : ثنا عَبْد الصَّمَد , قَالَ : ثني أَبِي , عَنْ أَيُّوب , عَنْ نَافِع , عَنْ ابْن عُمَر : { فَأْتُوا حَرْثكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ } قَالَ : فِي الدُّبُر
    [Abu Kilaba - Abdel Samad - ayahnya - Ayub - Nafi’ - Ibn Umar berkata bahwa "Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki" (Sura 2:223). Berkata: sehubungan dengan dubur ("فِي الدُّبُر", fii aldubur)]
Ibn kathir dalam tafsirnya di AQ 2.223 termasuk yang tidak mendukung anal seks dengan istri. Beliau juga menyajikan hadis riwayat Abu Hubab Sa’id ibn Yassar (seperti hadis TABARI di atas, namun berhenti sampai pada kalimat "Wow, wow! Apakah Muslim lakukan itu?"), Ia menyatakan hadis ini punya rantai perawi yang otentik dan merupakan penolakan eksplisit anal seks oleh Ibn `Umar namun pendapat Ibn kathir yang mengatakan Ibn Umar menolak anal seks adalah KELIRU karena bahkan Ibn Abbas secara eksplisit menyatakan Ibn Umar pendukung anal seks dan malah Ibn Abbas sendiri menuduh Ibn Umar sudah keliru menafsirkan:
    Riwayat Abdul Aziz bin Yahya Abu Al Ashbagh - Muhammad bin Salamah - Muhammad bin Ishaq - Aban bin Shalih bin 'Umair bin 'Ubaid - Mujahid - Ibnu Abbas: sesungguhnya Ibnu Umar telah melakukan suatu kesalahan... Sesungguhnya terdapat sebuah kampung anshar yang merupakan para penyembah berhala, hidup bersama kampung yahudi yang merupakan ahli kitab. Dan mereka memandang bahwa orang-orang yahudi memiliki keutamaan atas mereka dalam hal ilmu. Dan mereka mengikuti kebanyakan perbuatan orang-orang yahudi. Diantara keadaan ahli kitab adalah bahwa mereka tidak menggauli isteri mereka kecuali dengan satu cara, dan hal tersebut lebih menjaga rasa malu seorang wanita. Dan orang-orang anshar ini mengikuti perbuatan mereka dalam hal tersebut. Sementara orang-orang Quraisy menggauli isteri-isteri mereka dengan cara yang mereka ingkari, orang-orang Quraisy menggauli dalam keadaan menghadap dan membelakangi serta dalam keadaan terlentang. Kemudian tatkala orang-orang muhajirin datang ke Madinah, seorang diantara mereka menikahi seorang wanita anshar. Kemudian melakukan hal tersebut. Wanita anshar tersebut mengingkarinya dan berkata; sesungguhnya kami didatangi dengan satu cara, maka lakukan hal tersebut, jika tidak maka jauhilah aku! Hingga tersebar permasalahan mereka, dan hal tersebut sampai kepada Rasulullah SAW. kemudian Allah 'azza wajalla menurunkan AQ 2.223 Yakni dalam keadaan menghadap, membelakangi dan terlentang, yaitu pada tempat diperolehnya anak (farj). [Abu Dawud no. 1849]
Di hadis ini, Umar tidak menolak Anal seks, Nafi tidak berdusta di hadisnya, Untuk perawi Aban bin Shalih bin 'Umair bin 'Ubaid. Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa ia: Dhaif. Ibnu Hajar al 'Asqalani menyatakan: walau ditsiqahkan para ulama, Ibnu Hazm ragu-ragu sehingga memajhulkannya, dan Ibnu abdil Barr mendla'ifkannya". Setelah kata "farj" (di AQ 2.223) adalah pendapat pribadi Ibn Abbas dan bukan perkataan Muhammad SAW dan/atau Allah SWT

Bahkan, di "Narratives on the Prohibition of Anal Sex" dan tafsir Durre Mansoor, Jalaluddin Al-Suyuti, Jild 1, hal 684-692, disampaikan bahwa sekurangnya 20 hadis larangn anal sex adalah lemah:
  • Riwayat 'Abd bin Humaid - Al Hasan bin Musa - Ya'qub bin Abdullah Al Asy'ari (Ya'qub Al Qummi) - Ja'far bin Abu Al Mughirah - Sa'id bin Jubair - Ibnu Abbas:
    "Umar datang menemui Rasulullah SAW, berkata; "Wahai Rasulullah, binasalah aku." Beliau bertanya: "Apa yang membinasakanmu?" Umar berkata; "Aku mengalihkan tungganganku tadi malam." Namun Rasulullah SAW tidak menanggapi apa pun, kemudian turunlah ayat (AQ 2.223), menghadaplah ke depan atau belakang, dan jauhi dubur dan haid." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan gharib.

    [Tirmidhi no. 2906. Juga Ahmad no.2569 (Riwayat Ya'qub Al Qummi - Ja'far - Sa'id bin Jubair - Ibnu Abbas)]

    → Perawi yang bermasalah di hadis ini adalah Ya'qub bin Abdullah Al Asy'ari (Ya'qub Al Qummi), Al Zahabiy di "Meezaan al-Ai`tidaal" mengutip Al-Darqutniy, yang berkata: Ia PERAWI yang TIDAK KUAT (dalam hal reliabilitas atau laisa bi qowi').

    Untuk perawi Ja`far bin abu al Mughirah meriwayatkan dari Sa`id bin Jubair",
    Al-Zahabiy mengutip Ibn Mundah yang berkata: Ia bukan perawi yang kuat (dalam hal realibilitas) jika menyangkut Sa'id Ibn Jubair.

  • Riwayat Ahmad bin Mani' dan Hannad - Abu Mu'awiyah - 'Ashim Al Ahwal (`Asim bin Sulaiman) - Isa bin Hithan - Muslim bin Sallam - Ali bin Thalq:
    "..Rasulullah SAW bersabda: 'Jika salah seorang dari kalian membuang angin, maka berwudlu'lah. Janganlah kalian menyetubuhi wanita melalui duburnya. Allah tidak malu terhadap yang haq'."

    Abu Isa berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari Umar, Khuzaimah bin Tsabit, Ibnu Abbas dan Abu Hurairah." Dia menambahkan; "Ini adalah hadits hasan. Saya mendengar Muhammad berkata; 'Aku tidak mengetahui hadits ini dari Ali bin Thalq - Nabi SAW. Aku juga tidak mengetahui hadits ini termasuk dari hadits Thalq bin Ali As Suhaimi. Muhammad melihat bahwa orang yang dimaksud adalah orang lain, yang termasuk sahabat Nabi SAW. Waki' juga meriwayatkan hadits ini."

    [Timirdhi no.1084, juga di Darimi no.1121 ('Ashim Al Ahwal - 'Isa bin Hiththan - Muslim bin sallam - Ali bin Thalq - Muhammad SAW). Juga di Ahmad no.620 (Riwayat Waki' - Abdul Malik Bin Muslim - bapaknya (Muslim bin Salam) - Ali). Juga di Ibn Majjah no.1914 (riwayat Ahmad bin Abdah - Abdul Wahid bin Ziyad dari Hajjaj bin Arthah dari Amru bin Syu'aib - Abdullah bin Harami - Khuzaimah bin Tsabit - Rasulullah SAW).

    Narasi:
    "Allah tidak malu dari kebenaran, janganlah kalian menggauli istri-istri didubur mereka" dari riwayat dari Khuzaimah bin tsabit, di record imam Ahmad di 4 hadis, yaitu:

    Ahmad no.20852 (Riwayat Abu Mu'awiyah - Hajjaj bin Arthah bin Tsaur dari Amru bin Syu'aib - Harami bin Abdullah - Khuzaimah bin Tsabit Al Absi - Rasulullah SAW);
    Ahmad no. 20855 (Riwayat Sufyan bin Uyainah - Yazid bin Abdullah bin Al Had - Umarah bin Khuzaimah - ayahnya (Khuzaimah bin Tsabit) - Rasulullah SAW);
    Ahmad no. 20848 (Riwayat 'Abdur Rahman - Sufyan bin Sa'id bin Masruq - Abdullah bin Syaddad Al A'raj - seseorang - Khuzaimah bin Tsabit - Rasulullah SAW)) dan
    Ahmad no.20869 (Riwayat Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'ad - Bapakku (Ibrahim bin Sa'ad bin Ibrahim bin 'Abdur Rahman) - Yazid bin Adullah bin Al Had - Ubaidillah bin Al Husain - Harami bin Abdullah - Khuzaimah bin Tsabit - Rasulullah SAW). Juga di Darimi no.2116 (Riwayat Ubaidullah bin Al Husain - Abdul Malik bin 'Amr bin Qais Al Khathmi - Harami bin Abdullah - Khuzaimah bin Tsabit - Rasulullah SAW).]

    → Di samping laporan Abu Isa di atas,
    Perawi yang bermasalah adalah Abu Mu'awiyah yang menyampaikan dari `Asim Al-Ahwal. Al-Zahabiy di "Meezaan al-Ai`tidaal" menuliskan Ibn Kharraash berkata: Ketika Abu Mu`awiyah menyampaikan dari Al-A`mash, Ia dapat dipercaya dan ketika ia menyampaikan dari yang lain selain Al- A' Mash, ia tidak terlalu dapat dipercaya. Dalam cara yang sama, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata bahwa ia mendengar ayahnya (Ahmad bin Hanbal) berkata: Abu Mu`awiyah tidak dapat dipercaya jika menyampaikan dari orang selain Al-A`mash. Ia tidak mengingat penyampaian ini dengan baik.

    Untuk perawi 'Ashim Al Ahwal (`Asim bin Sulaiman).
    Al-Zahabiy, di bukunya menuliskan Hammad berkata: Aku diberitahu Humaid bahw `Asim menyampaikan dari Humaid dengan narasi ini dan itu. Humaid bahkan TIDAK TAHU/TIDAK KENAL dengan `Asim. Yahya al-Qattaan berkata: `Asim bukan seorang haafiz. Abd al-Rahmaan ibn al-Mubarak - ibn `ulayyah berkata: Setiap orang dengan nama `Ashim [perawi-perawi dari hadis] punya masalah dengan ingatannya. Abu Ahmad Al-Haakim berkata bahwa dalam pandangannya 'Ashim bukan seorang haafiz dan Ibn Idris TIDAK MENERIMA narasinya karena lemah ingatannya dan karena apapun menjadi salah dengan karakternya.

    Untuk perawi Hajjaj bin Arthah.
    Yahya bin Ma'in menyatakan ia: Shadug, laisa bi qowi (tidak kuat/tidak dapat di andalkan) dan Mudallis (sering/pernah melakukan tadlis (penipuan) termasuk kategori mengelabui, di hadis ini ia tidak mendengar (sima) tapi "An" (dari)). Abu Zur'ah Arrazy dan Abu Hatim Ar Rozy menyataan ia Shaduuq, Yudallis (sering melakukan tadlis). Ibnu Hajar al 'Asqalani menyatakan ia Shaddug banyak salah, yudalis (sering melakukan tadlis) dan ahli fiqh. Al-Zahabiy, di "Meezaan al-Ai`tidaal" mengutip Ibn Mu`in mengatakan Ia tidak tidak terlalu kuat [dalam reliabilitas] Ia tulus namun kerap keliru mengalamatkan narasi pada orang. Yahya ibn Ya`laa pernah berkata bahwa Zayidah memerintahkan kami untuk mengabaikan narasi dari Hajjaj ibn Artaah. Al-Nassai berkata Ia lemah [dalam reliabilitas]. Al-Darqutniy berkata bahwa Ia BUKAN digunakan sebagai BUKTI [perkataan Nabi].

    Untuk perawi Amru bin Syu'aib.
    Al-Zahabiy di "Meezaan al-Ai`tidaal" menuliskan `Ubaid al-Aajiriy mengatakan bahwa Abu Dawud pernah ditanya apakah narasi dari Amru bin Syu`aib yang menyampaikan dari ayahnya dari kakeknya dapat digunakan sebagai bukti [Perkataan Nabi]. Ia [Abu Dawud] menjawab: TIDAK, bahkan tidak untuk 1/2nya. Ali berkata bahwa Yahya al-Qattaan berkata bahwa kami berpendirian hadis yang disampaikan Amru bi Syu'aib TIDAK PENTING.

    Untuk perawi Abdul Malik bin Muslim.
    Ibn Hajar di "Tehzeeb al-Tehzeeb" mengutip Ibn Abd al-Burr di buku "al-Istee`aab", komentar Amr bin Maimun al-Awadiy berkata: Abdul Malik bin Muslim dan `Isa bin Hittaan adalah BUKAN termasuk mereka yang narasinya dapat dijadikan BUKTI [perkataan aktual Nabi].

    Untuk perawi Abdullah bin Harami,
    Ibn Hajar, di "Tehzeeb al-Tehzeeb" menuliskan: Abdullah bin Harami menyampaikan 1 hadis dari Khuzaimah bin Thabit tentang larangan memasuki anus perempuan. Dan disitu banyak kelemahan dari rantai perawi hadis ini

    Hadis dari Khuzaimah di koleksi Imam Ahmad,
    Seharusnya merupakan hadis yang baik jika hanya ada di jalur perawi (Sufyan bin Uyainah - Yazid bin Abdullah bin Al Had), namun tampaknya Yazid tidak benar menerima langsung dari Umarah bin khuzaimah tapi dari (Ubaidillah bin Al Husain - Harami bin Abdullah) (lihat perbandingan dua jalur dari perawi dari Yazid bin Abdullah bin Al Had di atas). Posisi ini meragukan, untuk itu mari kita tinjau lebih lanjut.

    Untuk perawi Ubaidillah bin Al Husain,
    Ibn Hajjar mengatakan: fihi layyin (lemah). Al Bukhari menyatakan: fi haditsihi naadlr.

    Ibnu Hajar mengutip Al-Bazzaar bahwa ia tidak tahu di bab ini hadis sahih baik itu pelarangannya maupun kemutlakannya, dan hadits Khuzaimah bin Tsabit tidaklah sahih [At-Talkhiish al-Habiir Fii Takhriij Ahaadiits ar-Raafi’iy al-Kabiir, 3/387-388]. Asy-Syafi’: Sufyan keliru pada hadis bin al-Had [As-Sunan Al-Kubra, 7/197. Juga: At-Talkhish, 3/387]. Abu Hatim: Ibnu Uyainah keliru menyampaikan sanad hadis, yang benar adalah bin Al Had - ‘Ali bin ‘Abdilah bin As-Saa’ib - Harami - Khuzaimah - Nabi SAW [Al-‘Ilal, 1/403].

    Untuk perawi Abdullah bin Syaddad Al A'raj
    Ibnul Qaththan menyatakan: majhulul hal (Tidak dikenal, tidak diketahui sifat dan latar belakang, baik ketaqwaan dan pengetahuannya)

  • Riwayat Qutaibah dan yang lainnya - Waki' - Abdul Malik bin Muslim yaitu Ibnu Sallam - Bapaknya - Ali (Ibn Isa: Ali bin Thalq): Rasulullah SAW bersabda:
    "Jika salah seorang dari kalian buang angin (kentut), maka berwudhulah, dan janganlah kalian menggauli isteri kalian dari dubur mereka." [Timirdhi no.1085]

    → Perawi yang bermasalah di hadis itu adalah Abdul Malik bin Muslim, tentangnya lihat di atas.

  • Riwayat Abu Sa'id Al Asyaj - Abu Khalid Al Ahmar (Sulaiman bin Hayyan) - Al Dhahhaak bin 'Utsman bin Abdullah bin Khalid - Makhramah bin Sulaiman - Kuraib - Ibnu Abbas: Rasulullah SAW bersabda:
    "Allah tidak akan melihat seorang lelaki yang menyetubuhi lelaki lain atau wanita dari duburnya." Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan gharib."

    [Tirmidhi no.1086. Juga hadis yang diriwayatkan dari jalur Suhail bin Abu Shalih - Ibnul Harits bin Makhlad - Abu Hurairah - Nabi SAW di Ibn Majjah no.1913, Ahmad no. 7359, 8176, Darimi no. 1120, dll]

    → Perawi yang bermasalah di hadis itu adalah Abu Khalid Al Ahmar (Sulaiman bin Hayyan). Ibn Hajar, di "Tehzeeb al-Tehzeeb" menuliskan Ibn `Adiy berkata bahwa Abu Khalid al-Ahmar menyampaikan sejumlah hadis baik dan karena ingatannya lemah ia juga melakukan banyak kesalahan dan kekeliruan. Ia sebenarnya, seperti Ibn Mu`in katakan, seorang yang tulus namun ia BUKAN sebuah BUKTI [perkataan dari nabi].

    Untuk perawi Al Dhahhaak bin 'Utsman bin Abdullah bin Khalid.
    Ibn Hajar: Ibn Abd al-Burr berkata ia sering membuat kesalahan, ia BUKAN bukti [dari perkataan nabi] dan Abu Zur`ah berkata Ia bukan perawi yang dapat dipercaya dan Abu Haatim berkata: Laporannya bukan BUKTI (perkataan dari nabi)

    Untuk perawi Suhail bin Abu Shalih.
    Al-Zahabiy di "Meezaan al-Ai`tidaal" mengutip Abbas yang mengatakan bahwa Yahya berkata Suhail tidak dapat dipercaya untuk hadis dan hadis yang dinarasikan olehnya tidak cukup dapat diandalkan sebagai bukti (perkataan Nabi). Ibn Abu Khaithamah berkata: Aku mendengar Ibn Muin berkata bahwa para ulama hadis menjauhi narasi Suhail. Di suatu waktu ia berkata: Suhail Narator yang LEMAH.

    Untuk perawi Ibnul Harits bin Makhlad.
    Al-Zahabiy di "Meezaan al-Ai`tidaal" menyampakan Al Bazzar menyatakan: ia tidak dikenal. Ibnu Hajar al 'Asqalani dan Ibnul Qaththan menyatakan: Majhulul hal (Tidak dikenal, tidak diketahui sifat dan latar belakang, baik ketaqwaan dan pengetahuannya) meski Ibn Hibban memasukannya diantara orang yang dipercaya.

  • Riwayat Muhammad bin Basysyar bin 'Utsman - (Yahya bin Sa'id dan Abdurrahman bin Mahdi dan Bahza bin Asad) - Hammad bin Salamah - Hakim Al Atsram - Abu Tamimah Al Hujaimi - Abu Hurairah - Nabi SAW bersabda:
    "Barangsiapa menggauli wanita haid, atau menggauli wanita dari dubur, atau mendatangi dukun maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW."

    Abu Isa berkata; "Kami tidak tahu hadits ini kecuali dari hadits Hakim Al Atsram - Abu Tamimah Al Hujaimi - Abu Hurairah. Dan hanyasanya makna hadits ini menurut ahli ilmu adalah sebagai pemberat saja. Telah diriwayatkan dari Nabi SAW bersabda: "Barangsiapa mensetubuhi wanita haid, hendaklah bersedekah dengan 1 dinar." Jika menyetubuhi wanita haid sebuah kekufuran, maka tidak akan diperintahkan bersedekah sebagai kafarahnya! Muhammad melemahkan hadits ini dari sisi sanadnya. Dan Abu Tamimah Al Hujaimi namanya adalah Tharif bin Mujalid."

    [Tirmidhi no.125. Narasi seperti ini dan dari jalur perawi Hakim Al atsram - Abu Tamimah Al Hujaima juga terdapat dalam kumpulan: Abu Dawud no.3405 (3904); An-Nasa-i al- Kubra (X/124); Ibnu Majah no.631 (639), Ahmad no.8922, 9779 (11/408, 476), Ibnul Jaaruud (107), al-Baihaqi (VI1/ 198), Darimi no.1116 dan lainnya]

    → Selain dari Laporan Ibn Isa,
    Perawi yang bermasalah di sini adalah Hammad bin Salamah. Ibn Hajar di "Tehzeeb al-Tehzeeb" menuliskan Abu Bakar al-Bazzar berkata bahwa Hammad meriwayatkan dari Hakim al-Athram adalah hadis munkar.

    Untuk prawi Hakim Al Atsram, tabiin yang tidak bertemu sahabat nabi.
    Ibnu Hajar al 'Asqalani + Ibnul Qaththan mengatakan dirinya: Fiihi Layyin (lemah). Ibn Hajar di "Tehzeeb al-Tehzeeb" mengutip Bukhari yang berkata bahwa terdapat banyak ketidaksesuaian pada satu hadis Hakim al-Athram, yaitu satu riwayat dari abu Tamimah - Abu Hurairah. Kami tidak mengingat bahwa Abu Tamimah pernah mendengar apapun dari Abu Hurairah.

  • Riwayat Hannad - Waki' - Sufyan, - Suhail bin Abu Shalih - Al Harits bin Makhlad - Abu Hurairah - Rasulullah SAW bersabda:
    "Terlaknatlah (Terkutuklah), orang yang menggauli isterinya pada duburnya." [Abu Dawud no. 1847. Juga di Ahmad no. 9356, 9816]

    → Perawi bermasalah dari hadis ini adalah Suhail bin Abu Shalih dan Al Harits bin Makhlad uraian tentang mereka lihat di atas.

  • Riwayat (Abdurrahman juga Abdush Shomad juga Abdullah - Hudbah) - Hammam - Qotadah - 'Amru bin Syu'aib - bapaknya - kakeknya - Nabi SAW bersabda: "Itu adalah luthiyah Shugro (liwat kecil, nisbah ke perbuatan kaum Luth)" yakni seorang lelaki yang menyetubuhi isterinya dari dubur." [Ahmad no. 6419, 6672, untuk no. 6673 terdapat tambahan kalimat: Hudbah bin Khalid bin Al Aswad bin Hudbah - Qotadah - 'Uqbah bin Wassaj - Abu Darda: "Tidak ada yang melakukannya kecuali orang kafir"]

    → Perawi yang bermasalah di hadis ini adalah 'Amru bin Syu'aib uraian tentangnya lihat di atas. Perawi bermasalah lainnya adalah Hudbah bin Khalid bin Al Aswad bin Hudbah. Nasa'i menyatakan dirinya: Dhla'if (lemah)

  • Abu Nu'aim - Al Hasan bin Shalih - Laits - Mujahid: "Suami boleh mencumbui isteri dari depan atau belakang kecuali dubur dan tempat keluarnya darah haid". [Darimi no. 1025]. Prolemnya di hadis ini adalah pada perawi Laits bin Abi Sulaim bin Zunaim. Abu Zur'ah mengatakan: layyinul hadits. Abu Hatim Ar Rozy: mengatakan dla'iful hadits. Ahmad bin Hambal mengatakan: Mudoribul Hadits.

    Riwayat Al Mu'alla bin Asad - Abdul Wahid - Khushaif - Mujahid: "Dahulu mereka menjauhi para wanita di saat haid, dan menggauli mereka pada dubur-dubur mereka, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah SAW, maka Allah SWT menurunkan ayat:: (AQ 2.222), yakni pada lubang kemaluannya dan janganlah kalian menyimpang darinya. [Darimi no. 1124]. Problemnya pada hadis ini adaah pada perawi Khushaif bin 'Abdur Rahman, Ahmad bin Hanbal mengatakan: dla'iful hadits. Ibnu Hajar al 'Asqalani + Adz Dzahabi mengatakan: shaduuq, jelek hafalannya.
Tampak jelas hadis-hadis larangan anal seks adalah LEMAH, BUKAN perkataan Nabi dan Allah. [Untuk detail lainnya Lihat: "Preservation of Hadith: Salute to the Courage of Imam Tabari and Tirmidhi", "Analysis of Sahih Bukhari Narration on Anal Sex Permissibility" juga lihat: sodomi anal sex-dalam islam dan Ch 13: Nasibi propaganda relating to sexual ethics].

Disamping itu,
Nabi Luth tahu persis bahwa kaumnya tidak menyukai melakukan seksual di vagina melainkan melakukan sodomi dengan dubur (lelaki), sehingga dalam suatu kejadian mencegah bencana, Ia menawarkan dubur anak-anak perempuannya untuk digunakan:
    Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki." [AQ 11.78-79]
Nabi luth menawarkan dubur anak perempuannya adalah sejalan dengan AQ 2.223, "Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki".

Dalam Islam, Istri tidaklah boleh menolak ketika hendak digauli:
    Riwayat abu huraira:
    Rasul Allah berkata, "Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya (yaitu untuk berhubungan seksual) dan dia menolak dan menyebabkan suaminya tidur dalam kemarahan, para malaikat akan mengutukinya sampai pagi." [Bukhari 4.54.460]
Kaum syiah pun menyampaikannya sebagaimana diriwayatkan Al-Hussain bin Ali bin Yaqteen:
    Aku bertanya pada Abul-Hassan tentang bolehnya pria menyodomi wanita², dia berkata: Sodomi itu halal dalam buku Allâh, ketika Nabi Lot berkata di 11:78 "Inilah putri²ku, mereka murni bagimu dan dia tahu bukan vagina putri²nya yang mereka kehendaki." [Tafseer al-Ayyashi, vol.1, p.157; Bihaar al-Anwaar vol.21, p.98; Tafseer al-Burhaan vol.2, p.230]
Maka dapat disimpulkan bahwa Islam tidak mempermasalahkan menggauli dubur wanita ketika bersetubuh.

Mengenai zina dan hukumannya, homoseksual, bestiality [seks dengan binatang], inses, perbandingan hukuman antara Zina VS Bestiality, perbedaan antara [Nikah Misyar dan Mut'ah] vs Zina, lihat di: "SELANGKANGAN".

Menggauli saat haid
Quran 2.222 berkata JAUHI perempuan yang sedang menstruasi dan JANGAN MENDEKATINYA (fa-iʿ'tazilū al-nisāa fī al-maḥīḍi walā taqrabūhunna). Nabi mengatakan:
  • Menstruasi adalah dari setan.

    Riwayat Ali bin Hujr - Syarik dari Abul Yaqdlan - Adi bin Tsabit - Ayahnya - kakeknya dia memarfu'kannya (sampai kepada Nabi): "Bersin, ngantuk dan menguap dalam shalat, TERMASUK HAID, muntah dan mimisan SEMUANYA DARI SETAN." Abu Isa berkata; Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Syarik dari Abul Yaqdlan [Tirmidhi no.2672]

    Tapi masalahnya ada hadis yang menyatakan sebaliknya bahwa Allah-lah yang punya kewajiban membuat perempuan berdarah sekali setiap bulannya:
    Riwayat Yunus - Ibn Wahb -Ibn Zayd [mengkomentari Ucapan Allah, "Ia membisikan" (note: AQ 7.20/AQ 20.120)]: Setan membisikan hawa tentang pohon itu dan berhasil membawa Hawa ke sana, kemudian ia membuatnya tampak baik untuk Adam. Ia melanjutkan. Ketika Adam bekerperluan dengannya, Ia memanggilnya, Hawa berkata: Tidak! kecuali engkau pergi ke sana. Ketika Ia pergi, Ia berkata lagi: Tidak! kecuali engkau makan dari pohon ini. Ia melanjutkan. Mereka berdua makan itu, dan bagian-bagian rahasia tubuh mereka menjadi terlihat jelas. Ia melanjutkan. Adam kemudian bersembunyi. Allahnya kemudian memanggilnya: Adam, apakah dari-Ku engkau melarikan diri? Adam menjawab: Tidak, Allahku, tapi aku merasa malu di hadapan Anda. Ketika Allah bertanya apa masalahnya, ia menjawab: Hawa, Allahku. Saat itu Allah berfirman: Adalah kewajiban-Ku membuatnya berdarah sekali setiap bulan, karena Ia membuat pohon ini berdarah. Aku juga harus membuatnya bodoh, meskipun aku menciptakannya cerdas (halimah), dan harus membuatnya menderita karena kehamilan. Ibnu Zaid melanjutkan: Kalau bukan karena kemalangan yang melanda Hawa, kaum wanita di dunia ini tidak akan menstruasi, dan mereka akan cerdas dan ketika hamil, melahirkan dengan mudah. [Tabari, vol.1 hal.280-281]

  • Berhubungan seks dengan istri yang mens, berakibat anak terlahir berpenyakit kusta/lepra:

    Riwayat dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah saw kepada menantunya Ali bin Abi Thalib: Pertama: Wahai Ali, janganlah kamu menggauli isterimu pada awal bulan, tengah bulan, dan akhir bulan, karena hal itu mempercepat datangnya penyakit gila, kusta, dan kerusakan syaraf padanya dan keturunannya. [Kitab Makarimul Akhlaq: 210-212), lihat juga di sini]

    Riwayat Bakr bin Sahl -..- Abu Hurairah - Rasulullah SAW:
    “عنه صلی الله علیه وآله : مَن وَطِئَ امرَأَتَهُ و هِيَ حائِضٌ فَقُضِيَ بَينَهُما وَلَدٌ فأصابَهُ جُذامٌ فَلا يَلومَنَّ إلّا نَفسَهُ”
    “Barangsiapa menyetubuhi istrinya ketika sedang haid, kemudian bagi mereka lahir seorang anak yang terjangkit kusta, maka janganlah ia mencela siapapun kecuali dirinya sendiri”. [At-Tabarani di Al-Mu'jam Al-Awsath no. 3300 atau lihat buku, “CHILDREN in the Quran and the Sunnah”, Mohammad Mohammadi Rayshahri, hal. 65-66, mengutip al-Mu‘jam al-Awsat, vol. ۳, p. ۳۲۶, h. ۳۳۰۰, Riwayat Abu Hurayrah. Kanz al-‘Ummāl, vol. ۱۶, p. ۳۵۲, h. ۴۴۸۸۵.]

    namun ada saja yang mengatakan hadis ini lemah karena perawi Bakr bin sahl, padahal hadis di atas termuat dalam 2 jalur yaitu dari abu huraira dan yang lainnya [di sini dan di sini] bahkan kitab kuning juga memuat hadis yang diriwayatkan Imam Thabrani dalam kitab Ausath dari Abu Hurairah secara marfu’: Rasulullah Saw bersabda:

    ”Barang siapa bersetubuh dengan istrinya yang sedang haid, kemudian ditakdirkan mempunyai anak dan terjangkiti penyakit kusta, maka jangan sekali-kali mencela, kecuali mencela dirinya sendiri” dan Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali berkata, “Bersetubuh di waktu haid dan nifas akan mengakibatkan anak terjangkiti penyakit kusta.” [khazanah kitab kuning yaitu :“Qurotul uyun”, di sini]

    “لكافي عن عذافر الصيرفي: قالَ أبو عَبدِ الله‏ِ علیه السلام : تَرىٰ هٰؤُلاءِ المُشَوَّهينَ خَلقُهُم؟ قالَ: قُلتُ: نَعَم. قالَ: هٰؤُلاءِ الَّذينَ آباؤهُم يَأتونَ نِساءَهُم فِي الطَّمَثِ.”
    al-Kāfi, meriwayatkan dari ‘Adhāfir al-Sayrafi: “Abu ‘Abdullah [al-Sādiq] berkata: “Apakah engkau lihat orang-orang yang mempunyai bagian tubuh menjijikan itu?” Aku jawab: “Ya”. Ia berkata:”Itu karena ayah mereka telah melakukan hubungan seks dengan ibu mereka ketika sedang mens” [“CHILDREN in the Quran and the Sunnah”, hal. 65-66, yang mengutip Al-Kāfi, vol. ۵, p. ۵۳۹, h. ۵. ‘Ilal al-Sharā'i‘, p. ۸۲, h. ۱, narrating from Ibn Abu ‘Adhāfir al-Sayrafi]

    Juga pernyataan Ustadz Maulana dalam dakwahnya "hubungan seks saat menstruasi yang bisa menghasilkan anak berpenyakit KUSTA" [lihat: itoday.co.id, liputan6.com dan liputan 6.com] yang gara-gara menyampaikan kebenaran ucapan nabi ini, ia malah DI SOMASI :).

    Padahal, pandangan Islam hubungan antara KUSTA dan HAID, telah disampaikan dalam SEMINAR BULANAN BERSAMA DINAS KUSTA INDONESIA SURABAYA dan DINKES KOTA KEDIRI, dengan judul: "KUSTA DALAM PERSPEKTIF ISLAM", oleh: Darul Azka, Staf Ahli LBM – P2L (di sini):

    [..]

    V. Fenomena Persetubuhan Di Saat Haid
    ...QS. Al-Baqarah :222
    ...Menurut al Khatib, maksud dari "adza" (kotoran) adalah penyakit bagi anak yang akan terlahir, karena persetubuhan di saat haid akan berakibat anak terkena penyakit kusta.[11] Apa maksud dari statemen semacam ini ? apakah benar persetubuhan semacam itu selalu berakibat kusta ?.

    Ali as-Sa'idi mengungkapkan, bahwa alasan pokok keharaman (larangan) dalam masalah di atas terdapat beberapa pendapat. Pertama, sebagian kalangan memahami alasannya bersifat ta'abudy (dogmatif irasional) dan belum bisa dirasionalkan. Kedua, ada yang memahami hal tersebut dilarang karena dikhawatirkan menimbulkan penyakit kusta, lepra dan sejenis penyakit kulit yang merontokkan rambut (al-Qar'u) pada anak yang akan lahir. Ketiga, memahami larangan itu demi mengantisipasi penyakit yang akan menimpa pelaku.
    ====
    [11] Ayyub al-Zar'i "al-Thiib al-Nabawy" hal. 116 Dar el-Fikr dan Wuzara' al-Auqaf wa al-Syu'un al-Islamiyah bi al-Kuwait "al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah" juz. VIII, hal 116
Apakah Nabi MENJAUHI istri ketika haid atau TIDAK MENCUMBUINYA? Tidak, beliau mendekati dan bahkan mencumbui istrinya ketika haid:
    Riwayat Yahya bin Yahya - Khalid bin Abdullah - asy-Syaibani - Abdullah bin Syaddad - Maimunah: "Rasulullah SAW mencumbui ("يُبَاشِرُ", Yubāsẖiru) isteri-isterinya di atas sarung, sedangkan mereka dalam keadaan haid [Muslim no.442]

    Riwayat Qabishah - Sufyan - Manshur - Ibrahim - Al Aswad - 'Aisyah: "Aku dan Nabi SAW pernah mandi bersama dari satu bejana. Saat itu kami berdua sedang junub. Beliau juga pernah memerintahkan aku mengenakan kain, beliau mencumbuiku sementara aku sedang haid. Beliau juga pernah mendekatkan kepalanya kepadaku saat beliau i'tikaf, aku lalu basuh kepalanya padahal saat itu aku sedang haid." [Bukhari no.290, lihat juga di Muslim no.440]

    Riwayat Isma'il bin Khalil - 'Ali bin Mushir - Abu Ishaq (Asy Syaibani) - 'Abdurrahman bin Al Aswad - Bapaknya - 'Aisyah: "Jika salah seorang dari kami sedang haid dan Rasulullah SAW BERKEINGINAN UNTUK menggauli (يُبَاشِرَ, Yubāsẖira), beliau memerintahkan untuk mengenakan kain, lalu beliau pun mencumbuinya (يُبَاشِرَ, Yubāsẖira)." 'Aisyah berkata, "Padahal, siapakah di antara kalian yang mampu menahan hasratnya sebagaimana Rasulullah SAW." Hadits ini dikuatkan oleh Khalid dan Jarir dari Asy Syaibani." [Bukhari no.291]

    Riwayat Muhammad bin al-Mutsanna - Muadz bin Hisyam - Bapakku - Yahya bin Abu Katsir - Abu Salamah bin Abdurrahman - Zaenab binti Ummu Salamah - Ummu Salamah: "Ketika aku berbaring bersama Rasulullah SAW dalam satu selimut, tiba-tiba aku haid, lantas aku keluar secara perlahan-lahan untuk mengambil pakaian khas untuk masa haid. Maka Rasulullah SAW bertanya kepadaku: 'Apakah kamu sedang haid? ' Aku menjawab, 'Ya'. Lalu BELIAU MEMANGGILKU, LALU AKU BERBARING LAGI BERSAMA BELIAU DALAM SATU SELIMUT." berkata, "Ia dan Rasulullah SAW mandi besar dengan menggunakan satu wadah air." [Muslim no.444]

    Riwayat Abu Nu'aim Al Fadll bin Dukain - Zuhair - Manshur bin Shafiyah - Ibunya - 'Aisyah: "Nabi SAW menyandarkan badannya di pangkuanku membaca Al Qur'an, padahal saat itu aku sedang haid." [Bukhari no.288, juga di bukhari no.6994 riwayat dari Qabishah - Sufyan - Manshur - Ibunya - 'Aisyah: "Pernah Nabi SAW membaca Al Qur'an sedang kepalanya di pahaku, padahal aku sedang dalam keadaan haid."]

    Padahal di AQ 56.79-81, disebutkan,

    "Sesungguhnya (innahu) Al-Quran (laqur'ānun) mulia (karīmun), pada sebuah kitab (fī kitābin) terpelihara (maknūnin), tidak (lā) menyentuhnya (yamassuhu) kecuali (illā) orang-orang yang disucikan (al-muṭaharūna), diturunkan (tanzīlun) dari (min) Rabbil 'alamiin, Maka apakah dengan ini (afabihādhā) pernyataan (al-ḥadīthi) kamu (antum) acuhkan/anggap remeh (mud'hinūna)?"

    Jika yang dimaksudkan ayat adalah KITABnya bukan bacaannya, maka mengapa yang diturunkan sudah berbentuk kitab? dan mengapa kitab ini bisa DISENTUH para kafir yang jelas-jelas tidak suci dan jika yang dimaksudkan bacaannya, mengapa nabi mencontohkan membacanya sambil bersandar pada istri yang sedang haid, padahal Quran menyatakan agar menjauhkan diri dari wanita haid dan hadis juga katakan haid adalah pekerjaan setan

    [juga lihat: "Muhammad and Menstruation, di bagian bawahnya ada kutipan buku karangan Muhammad Gazaoli, mantan penasehat Presiden Libya Muamar Khadafi, yang murtad menjadi Kristen. Baca bukunya: di sini]
Jika hadis dianggap belum tentu benar karena berasal dari para perawi dan muncul jauh tahun setelah Nabi wafat, maka harusnya demikian pula dengan Quran, karena penyampaiannya juga dari para PERAWI dan pengumpulannya pun muncul JAUH tahun setelah Nabi wafat.

Demikian pengantar dari artikel ini. Di bawah kita mulai dengan sub judul Perkawinan Muhammad SAW, yaitu dari kontroversi ayat batasan 4 Istri hingga tentang siapa saja istri-istri Muhammad SAW dan kita akan berada pada kesimpulan benarkah kecuali Khadijah semua perempuan yang dikawiniNya berusia TUA? DI akhir artikel juga kita lihat berapa jumlah istri para Rashidun: Abubakar, Umar (plus kontroversi Umar mengawini Ummu khultum yang ketika itu berusia 4 tahun), Usman, dan Ali.


PERKAWINAN MUHAMMAD SAW
Riwayat Al-Harith - Ibn Sa'd - Hisham b.Muhammad - Ayahnya: Nabi SAW mengawini 15 Perempuan dan menuntaskan perkawinannya dengan 13 perempuan. Ia menggabungkan 11 sekaligus dan meninggalkan 9. [Tabari vol 9 p.126-127 dan catatan kaki no.871, Riwayat Al harith - Ibn Sa'd - Hisham bin Muhammad - Ayahnya. Juga di Ibn Al-Athir (kamil II, 207, pada otoritas ibn Al-Kalbi)]
    Seandainya Rasulullah s.a.w berkehendak untuk memiliki ribuan budak perempuan dan selir, tentu saja Rasulullah s.a.w. tidak akan mengurangi haknya untuk mengambil hal tersebut. [Biografi Rasullulah, Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad, Penerbit Qisthi press, Januari 2006, hal.887]
Pembatasan jumlah istri = 4
    Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: 2, 3 atau 4. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.[An Nisaa 4.3]
Beberapa riwayat menunjukan nabi aktif mengkampanyekan pembatasan jumlah istri:
    Salim berkata bahwa Ayahnya berkata bahwa Ghilan bin Salamah ath-Thaqafi memiliki 10 Istri ketika Ia menjadi Muslim dan Nabi berkata padanya, ‘Pilih 4 diantaranya (dan ceraikan sisanya)’ [Tafsir Ibn Kathir, berdasarkan hadis dari Ash-Shafi`i, At-Tirmidhi, Ibn Majah, Ad-Daraqutni and Al-Bayhaqi]. Di tafsir disampaikan bahwa Ahmad memberikan detail lanjutan yaitu Ghilan tidak mematuhi perintah Nabi dan tetap beristri 10 hingga kemudian di jaman Khalifah Umar, ia menceraikan beberapa istrinya dan Umar malah mengancamnya untuk rujuk kembali atau jika tidak mau hartanya akan disita. [Musnad Ahmad no.4403 atau Tirmidhi no. 1047]

    Riwayat Al-Harith ibn Qays al-Asadi:
    Aku memeluk Islam ketika telah beristri 8. Aku memberitahu Nabi (saw). Nabi(saw) berkata: Pilih 4 di antara mereka. [Sunan Abu Dawud 12.2233]
Mengapa Nabi tidak melakukan hal yang sama?

Kebanyakan ulama menyatakan surat pembatasan istru sejumlah 4 di atas DIKECUALIKAN pada Nabi Muhammad dengan menerangkan pengecualiannya tercantum dalam Al Azhab 33.50-52:
    Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu.
Namun masalahnya, tidak satupun kata di ayat itu menyatakan pengkhususan yang diberikan BOLEH MELEBIH 4 istri, juga tidak ada di ayat lainnya:
    Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu. Yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun

    Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu. [lihat juga surat 66.1-5 diatas]
TIDAK SATUPUN KATA menyatakan bahwa kekhususan bagi nabi dapat kawin lebih dari 4 wanita. Alasan lain bahwa pembatasan jumlah 4 JUGA BERLAKU PADA NABI adalah berdasarkan pernyataan Allah, ‘kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara Istri-istrimu
    Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung..." [AQ 4.129]
Malah yang Ibn Abbas menyebutkan dengan cara seperti ini:
    Riwayat Abdu - Rauh - Abdul Hamid bin Bahram - Syahr bin Hausyab - Ibnu Abbas:
    Nabi SAW DILARANG (menikahi) berbagai jenis wanita KECUALI wanita-wanita mu`min yang berhijrah. Allah berfirman: "Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki." (Al Ahzaab: 52) "Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi." (Al Ahzaab: 50) dan wanita-wanita yang beragama selain Islam diharamkan bagi beliau. Setelah itu Ibnu Abbas membaca: "Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi." (Al Maa`idah: 5) Allah berfirman: "Hai nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan anak-anak perempuan dari: saudara laki-laki bapakmu dan saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari: saudara laki-laki ibumu dan saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin." (Al Ahzaab: 50) Selain wanita-wanita tersebut diharamkan Allah. Abu Isa berkata: Hadits ini hasan, kami hanya mengetahuinya dari hadits Abdulhamid bin Bahram. Ia berkata: Aku mendengar Ahmad bin Al Hasan menyebutkan dari Ahmad bin Hambal, ia berkata: Hadits Abdulhamid bin Bahram dari Syahr bin Hausyab tidak apa-apa. [Tirmidhi no.3139]
Juga, hadis menyampaikan informasi bahwa hubungan suami istri dan antar istripun terbukti tidak akur:
    Para istri terbagi dalam dua grup yang kerap bertentangan [Grup Aisyah (Aisyah, Hafsah, Saffiya, Saudah) VS Grup Ummu Salamah (Ummu Salamah & sisanya] mengeluh pada Nabi karena diperlakukan tidak adil, sehingga menimbulkan cekcok mulut antara Zaenab binti Jash dan Aisyah [Bukhari 3.47.755].

    Nabi melakukan kekerasan terhadap Istrinya, misalnya ketika beliau memukul Istri kesayangannya Aisyah di dadanya hingga kesakitan [Muslim 4.2127]
Bahkan Aisyah sendiri heran betapa taatnya Allah pada Nabinya:
    Diriwayatkan Aisyah:
    Aku biasa memandang rendah setiap wanita yang menawarkan dirinya pada Rasullulah SAW dan berkata, ‘Dapatkan seorang wanita menawarkan dirinya (kepada lelaki)?” Namun ketika Allah menyatakan: Kamu (O Muhammad) dapat menangguhkan (giliran) siapa yang kamu kehendaki (isteri-isterimu) dan Kamu boleh menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan tidak ada dosa bagimu jika kamu mengundang siapa giliran yang engkau tetapkan (sementara)” [AQ 33.51. Aku berkata (kepada Nabi ) “Aku rasa Tuhan Mu bergegas memenuhi keinginan dan hasratmu”[Bukhari 6.60.311 dan Muslim 8.3453]
Urutan turunnya ayat "pengecualian jumlah istri" antara AQ 33:50-52 vs AQ 4.3:

Surat An Nisa tidak turun sekaligus, namun bertahap. Banyak bagian surat An Nisa diturunkan di sekitar perang Hunain (631 M/8 H) namun pastinya, berdasarkan hadis Abu dawud 18.2885, An Nisa AQ 4.7-11, turun jauh setelah perang Uhud (3 H), dengan merujuk pada anak-anak perempuan Thabit ibn Qays yang terlantar setelah wafatnya, Abu Dawud menyatakan bahwa anak-anak perempuan itu bukan anaknya Thabit melainkan anak-anak dari Sa'd b. al-Rabi' karena Sa'd yang wafat di perang Uhud sementara Thabit wafat di Perang Yamana (632 M). Hadis tersebut menginformasikan harta warisan mereka diambil paman pihak ibu yang mengakibatkan anak-anak perempuan tersebut tidak bisa menikah krena tidak punya harta.

Juga, batasan 2, 3, 4 adalah menjumlahkannya menjadi 9, sehingga:
  • 2 Istri: sebelum Hijrah, setelah wafatnya Kadijah, mengawini Saudah dan Aisyah
  • 3 Istri: setelah Hijrah, di seputar sebelum dan sesudah Uhud, mengawini: Hafsah, Zaenab binti Khusaimah dan Ummu Salamah.
  • 4 Istri: mulai dari peristiwa Bani Mustaliq sampai 7 AH: Zaenab binti Jash, Juawiyah, Safiyah dan Umm Habibah.
Kapan Muhammad beristri yang ke-4?
  • Istri ke-3: Hafsa yang dikawini pada bulan shabaan, 30 bulan setelah hijra (3 H) sebelum perang Uhud [Tabari, Vol. 39, hal.174].
  • Istri ke-4: Zaenab binti khuzaimah yang dikawini pada bulan Ramadhan, 31 bulan setelah hijrah (3 H), Zaenab wafat 8 bulan kemudian di akhir Rabiul akhir, di awal 39 bulan setelah hijrah [Tabaqat, Ibn Sa'd, vol.8 atau diberi judul "The Women of Medina", Aisha Bewley, London: Ta-Ha Publishers, 1995, hal.82. Juga Tabari, vol 39, hal.163-164].
  • Pengganti Istri ke-4: Ummu Salamah yang dikawini pada bulan Syawat (4 H) [Sa'd/Bewley, vol 8. hal.61].
Kapan Muhammad beristri yang ke-5?

Ketika mengawini Zaenab binti Jash, istri anak angkatnya sendiri, pada awal Dhu’l-Qada pada 5 H [Tabari, Vol. 39, hal. 182.]
    Setelah pindah ke Medina, Di usia 54 tahun, di tahun ke-2 Hijrah, Aisyah datang ke rumah Muhammad sebagai Istri, Ia mengawini Hafsa 1 tahun kemudian dan Zaenab binti Khuzaymah beberapa hari setelahnya, yang wafat beberapa bulan kemudian. Ia menikahi Ummu Salamah, janda dengan anak-anak, di tahun ke-4 Hijriah. Di tahun ke-5 ketika ia berusia 58 tahun. Ia mengawini Zaenab binti Jash atas perintah Allah..Sisa istri lainnya memasuki rumahnya di 5 tahun terakhir [Maariful Quran, Vol 7, hal. 191-192, 197-198]
Praktis umur "aturan ber-Istri tidak lebih dari 4" hanya bertahan 1 tahunan saja.

Sehingga tidak mengherankan Ghilan tidak menceraikan istri-istrinya seperti perintah nabi, bukan?! alasannya bisa jadi Ghilan menjadi bingung sendiri berapa istri yang harus diceraikannya karena semakin bertumpuknya jumlah istri Muhammad yang akhirnya bahkan melebih jumlah istri Ghilan sendiri.

Kapan turunnya Al Azhab AQ 33.50-52?

Surat Al Azhab juga tidak turun sekaligus, tapi bertahap. Ada yang turun di sekitar 5 AH (627 M), sekitar perang Khandaq/seputaran pernikahan Nabi dengan Zaenab binti Jash /perceraian Zaenab binti Jash dengan zaid bin Muhammad anak angkat Muhammad (misal: AQ 33.5, 40 dan AQ 33.53) atau jika merujuk asbabun nuzul suyuti untuk AQ 33.47 tampaknya turun sekitar setelah Hudaybiyah (Dhul Qaidah 6 H) karena dikaitkan dengan AQ 48.5. Terdapat 2 pendapat mengenai kapan turunnya AQ 33.52:
    Maududi:
    Surat Al Azhab turun di 5 AH. Dengan argument sebelum mengawini Zaenab, Ia telah punya 4 Istri (Saudah, Aisyah, Hafsah, dan Ummu Salamah). Zaenab adalah istri ke-5. Atas ini muncul keberatan dari para penentangnya dan para muslim yang mulai ragu, yaitu untuk orang lain dilarang memelihara lebih dari 4 Istri saat itu, namun Nabi mengambil istri yang ke-5.

    Penterjemah quran abad ini:

    Yusuf Ali (Catatan kaki no.3754):
    Ayat ini turun di 7 AH. Setelah itu, Nabi tidak kawin lagi, KECUALI dengan budak wanita Maria, yang dikirim sebagai hadiah dari muwaqis kristen dari Mesir.

    Asad [catatan kaki: 65]:
    Beberapa penafsir (misal, Tabari) beranggapan bahwa pembatasan ini berhubungan dengan 4 kategori wanita dari ayat 33.50: Demikian, namun lebih mungkin bahwa ini adalah pembatasan untuk nabi mengawini wanita mana aja sebagai tambahan dari yang ia telah kawini (Baghawi, Zamakhshari). Beberapa kalangan awal yang mumpuni dalam qur'an, seperti Ibn 'Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Ibn Zayd (semuanya di kutip oleh Ibn Kathir), atau Al-Hasan al-Basri (yang di kutip Tabari untuk ayat 28-29), menghubungkan pembatasan mengawini lebih lanjut pada pilihan yang dikonfrontasikan antara kenikmatan kehidupan duniawi dan kebaikan kehidupan selanjutnya pada ayat AQ 33.28-29, dan opsi emphatik untuk "Allah dan rasulnya. Mereka dari kalangan awal menggambarkan turunnya ayat 52 - dan kepastian yang di maksudkan kepatuhan istri nabi - sebagai pahala dari Allah, di dunia ini, atas keyakinan dan kesetiaannya. Karena tak dapat dipahami bahwa nabi akan mengabaikan perintah kategorial, "Tidak (ada) perempuan lagi yang halal untuk mu", Kalimat dipertanyakan tidak mungkin diturunkan lebih muda dari 7 AH., Yaitu, tahun penaklukan Khaybar dan Nabi mengawini Safiyah - perkawinan terakhirnya - tempat kejadiannya. Konsenskuensinya, ayat 28-29 (yang kita lihat, ayat 52 berhubungan dekat) harus turun di periode belakangan, dan tidak, sebagaimana beberapa penafsir pikir, di tahun ke-5 AH. (misal, pada waktu Muhammad mengawini Zaenab)
Benarkah AQ 33.52 turun di 7 AH?

Asad mengkaitnyannya dengan AQ 33.28-29, Jalaluddin Suyuti untuk ayat tersebut hanya menyebutkan Aisyah dan Hafsa saja yang meminta belanja dan tidak menyebutkan adanya istri ke-4 dan seterusnya. Ibn Kathir untuk ayat ini, menyampaikan ucapan `Ikrimah: "Pada saat itu, Ia menikah dengan 9 wanita: 5 dari quraish (A'isyah, Hafsah. Ummu Habibah, Sawdah dan Ummu Salamah) + (Safiyah binti Huyay An-Nadariyyah, Maimunah binti Al-Harith Al-Hilaliyyah, Zaenab binti Jahsh Al-Asadiyyah dan Juwayriyyah binti Al-Harith Al-Mustalaqiyyah). Ikrimah tidak menyatakan adanya: Zaenab binti Khuzaimah (wafat 4 H), Maria (gundik, baru hadir 6 H) dan Ramlah binti Abu Sufyan (7 H, setelah surat nabi SAW ke Negus di 7 H) serta TIDAK JUGA menyatakan mereka semua ada pada saat kejadian istri-istri nabi meminta uang belanja.

Sehingga harusnya ayat 33.28-29 turun SEBELUM 7 AH.

Asbabun Nuzul ayat 33.35 mengkaitkan antara surat Al Imran dengan Ummu Salamah.
    Imam Tirmizi mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Ikrimah yang bersumber dari Umu Ammarah Al Anshari, menurut penilaiannya hadis itu berpredikat hasan, bahwasanya pada suatu hari Ia datang kepada Nabi saw. lalu berkata kepadanya, "Aku tidak pernah melihat segala sesuatu (di) Alquran melainkan hanya untuk kaum laki-laki dan aku belum pernah melihat kaum wanita disebut-sebut barang sedikit pun", maka turunlah firman-Nya, "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim..." (Q.S. Al Ahzab, 35) Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang boleh diandalkan bersumber dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa kaum wanita mengajukan pertanyaan kepada Nabi saw., "Wahai Rasulullah! Mengapa Alquran itu selalu menyebut-nyebut kaum laki-laki saja, belum pernah menyebut-nyebut kaum wanita?", maka turunlah firman-Nya, "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim..." (Q.S. Al Ahzab, 35). Pada akhir surah Ali lmran telah kami sebutkan tentang hadis yang menyangkut Ummu Salamah. Ibnu Saad mengetengahkan sebuah hadis melalui Qatadah yang menceritakan, bahwa ketika disebutkan di dalam Alquran istri-istri Nabi saw. maka kaum wanita muslim mengatakan, "Seandainya di dalam diri kita ada kebaikan, niscaya kita pun akan disebutkan pula (di dalam Alquran)". Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim..." (Q.S. Al Ahzab, 35).
Walaupun AQ 33.28-29 tidak pernah menyebutkan istri setelah ummu Salamah (yang ke-4 di kawini 4 H) namun Ia dikaitkan dengan surat lain di AQ 33.35, sehingga dapat dengan wajar dikatakan bahwa waktu turun ayat AQ 33.50-52 terjadi di 5 H dan sebelum 6 H, sehingga:
  1. Nabi tidak konsisten dengan pembatasan jumlah Istri, Ia langgar sendiri ayatnya SEBELUM tahun ke-6. dengan menikahi Zaenab binti Jash!
  2. Perlu diketahui bahkan untuk meredam nafsu Nabi, Saudah sendiri telah merelakan jatahnya pada Aisyah agar nabi tidak menceraikannya dan agar nabi tidak beristri lagi sebagaimana disampaikan bahwa ketika saudah menua, ia memberikan jatah harinya dengan Rasulullah kepada Aisyah [..][Muslim 8.3451, ibn Sa'd/Aisha Bewley vol.8 hal.40].
Sehingga ketika surat ini turun, istri-istri muhammad saat itu BELUM TERMASUK dari hasil perolehan penyerangan mendadak misalnya ke bani Mustaliq di Shaaban 6 AH (Guillaume/Ishaq: 490), yaitu Juwayriyah (dari Khaibar). Setelah Muharam 6 AH, yaitu Safiyah. Sedangkan Mariyah Qitibiya (budak wanita Muhammad) baru ada setelah perjanjian Hudabiyya (setelah 6 AH, namun ada yang mengatakan di 8 AH).

Siapakah 4 Budak wanita yang biasa dipakai Nabi untuk bersenang-senang?
    ..Namun jika ia maksudkan budak-budak yang Rasullullah biasa bersenang-senang (ya ta sarra behina), artinya meniduri mereka karena hak kepemilikan tangan kanannya? Dikatakan empat: Mariyah al-Qibtiyah, dan Rayhanah dari Bani Qurayza, dan yang ke-3 yang tidurinya selama ia diperbudak dan yg ke-4 diberikan oleh Zaenab binti Jahsh (Fatwa: 20780]

    ..Rasulullah SAW juga mempunyai 4 budak wanita. Hazrat Maria Qibtiyya..yang lainnya adalah, Hazrat Rayhaan binti Samoon; Hazrat Nafisa dan yang ke-4, namanya tidak tercatat dalam sejarah [Mufti Ebrahim Desai, Pertanyaan 17298 dari Afrika selatan: "what is the Islamic law with regard to slave-women? Was It permissible to have relations with these slave-women without a formal marriage ceremony?"]

    Di samping ini, Ia punya dua budak seksual. Pertama adalah Mariyah..Yang kedua adalah Raihanah binti Zaid An-Nadriyah atau Quraziyah..Abu 'Ubaidah membicarakan dua lagi budak, Jameelah, tawanan, dan seorang lagi..diberikan oleh Zaenab binti Jahsh. [Za'd Al-Ma'ad 1/29] (Ar-Raheeq Al-Makhtum (THE SEALED NECTAR), Biography of the Noble Prophet, Saifur-Rahman al-Mubarakpuri [Maktaba DarusSalam Publishers & Distributors, First Edition 1995], "The Prophetic Household", hal. 485]
Berdasarkan tahun kejadian tersebut, jelas Nabi tidak mematuhi pembantasan jumlah istri. Berikut ini adalah ringkasan perkawinan Muhammad, dari monogami menjadi poligami:
  • Periode sebelum kenabian, Muhammad hanya menikah dengan 1 wanita, yaitu Khadijah (wafat di tahun ke-10 Kenabian atau dalam banyak hadis 3 tahun sebelum hijrah).
  • Periode setelah meninggalnya Khadijah - sebelum hijrah ke Medina, Muhammad berhubungan dengan Umm Hani yang terekam dalam peristiwa Isra Miraj, beliau berada di rumah Umm Hani hingga jauh malam. Kemudian, Muhammad menikah lagi dengan 2 wanita, yaitu Saudah dan Aisyah.
  • Periode setelah hijrah, mulai tahun ke-3, menikah dengan Hafsa, Zaenab binti Khuzaimah dan dengan Ummu Salamah (setelah wafatnya Zaenab binti Khuzaimah). jumlah 4 ini bertahan sejenak, namun kemudian menjadi beristri 5 dan seterusnya, mulai dari mengawini Zaenab binti Jash dan kemudian lebih banyak lagi wanita seseudah itu
Berikut nama-nama istri Muhammad:
  1. Khadijah
  2. Saudah
  3. Aisyah/Umm Al-Mu’minin
  4. Hafsa/Hafsah
  5. Zaenab binti Khuzaimah
  6. Hindun/Ummu Salamah
  7. Raihanah
  8. Juwayriyah
  9. Syafiya/Syafiyah
  10. Mulaykah Binti Dawud Al-Laythiyyah
  11. Al-Shanba’ Binti ‘Amr
  12. Sana Binti Asma
  13. Zaenab binti Jash
  14. Maria Qibthiyyah
  15. Ramlah/Ummu Habibah
  16. Hend/Hind
  17. Maimunah binti Al-Harith
  18. Maimunah (kedua)
  19. Sharaf binti Khalifah
  20. “Al-Kilabiyah”[Fatimah binti al-Dahhak bin Sufyan dan/atau
  21. ‘Aliyah binti Zabyan bin ‘Amr bin ‘Awf dan/atau
  22. Sana binti Sufyan bin ‘Awf]
  23. Fatimah binti Shurayh
  24. Alliyah
  25. Qutaylah
  26. Duba binti Amir
  27. Layla
  28. Khawla Binti Al-Hudayl
  29. Asma (dari Saba)
  30. Zaenab (ketiga)
  31. Habla
  32. Asma binti Nu’man (Noman)
  33. Omm Sharik
  34. Amrah Binti Yazeed
  35. Menceraikan seseorang yang tidak dikenal namanya
  36. Beberapa wanita di lamar namun berakhir tidak dinikahi
  37. dan ummu’l Fadl (Ini yang paling menarik)
Di samping nama wanita-wanita di atas,
Hadis dan Tafsir Quran menginformasikan bahwa di surga kelak, Allah juga akan mengawinkan Nabi SAW dengan: Asiyah (istri Fir’aun), Maryam binti ‘Imran (ibunda ‘Isa AS/Yesus) dan Um khulthum (Adik Musa) [Lihat di: tafsir AQ 66.5 dari Samarqandi, Ibn kathir atau 4/495 pada surat at-Tahrim, Tafsiir al-Qurthubi 18/170, Fathul Qodir, 4/231; tafsir Shaukaani; juga di At-Tabaraani dari Abu Buraydah untuk AQ 66.5; Juga hadis dari Ibn 'Asakir dari Umar; juga dalam IslamQA; "Muḥammad in the Modern Egyptian Popular Ballad" oleh Kamal Abdel-Malek, hal.59, dll]. []

Khadijah binti Khuwaillid (Menikah 595 M, umur: 40 Tahun)

Aisyah cemburu pada Khadijah.
    "Pada hal itu, Nabi teringat cara ketika Khadijah saat memohon izin, dan membuatnya sedih. Ia katakan, ‘O Allah Hala!’ Maka aku [Aisyah] cemburu dan berkata, "apa yang membuat kamu teringat pada seorang wanita tua diantara wanita Quraish yang mana seorang wanita tua (dengan giginya yang ompong) dengan getah merah yang telah meninggal bertahun-tahun lalu, dan ditempat yang manakah Allah memberikanmu seseorang yang lebih baik darinya?" [Bukhari 5.58.168 hal.105]
Leluhur Khadijah:
  • Pihak Ayah: Khadijah binti Khuwaylid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qusay [Tabari vol.39 hal.3]. Dari versi Ibn Isaq: Khadijah binti Khuwaylid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr.
  • Pihak Ibu (versi Ibn Ishaq): Khadijjah binti Fathimah binti Zaidah bin Al-Asham bin Rawahah bin Hajar bin Abd bin Ma’ish bin Amir bin Luai bin Ghalib bin Fihr atau Khadijjah binti Halah binti Abdu Manaf bin Al-Harts bin Amr bin Munqidz bin Amr bin Ma’ish bin Amir bin Luai bin Ghalib bin Fihr atau Fathimah binti Qalabah binti Su’aid bin Sa’ad bin Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr.
Jalur leluhur Muhammad menurut yang umum yakini (karena Muhammad diragukan sebagai anak Abdullah bin Abdul Muttalib): Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Firh

Pertemuan Muhammad dan Khadijah mulai dari hubungan bisnis:
    Riwayat Ibn Humayd - Salamah - Ibn Ishaq: Khadijah binti Khuwailid adalah wanita pedagang, terhormat, dan kaya raya. Ia mengkontrak banyak orang untuk menjualkan barang dagangannya dan berbagai hasil dengan mereka. Quraisy adalah bangsa pedagang. Ketika Khadijah mendengar informasi tentang Rasulullah SAW, kebenaran tutur beliau, keagungan kejujuran beliau, dan kebaikan akhlaknya, ia mengutus seseorang untuk menemui Rasulullah SAW. Khadijah meminta beliau menjualkan barang dagangannya ke Syam dengan ditemani budak laki-lakinya yang bernama Maisarah dan akan memberikan gaji yang lebih banyak daripada gaji yang pernah diterima orang-orang lain. Rasulullah SAW menerima tawaran Khadijah, kemudian beliau pergi membawa barang dagangan Khadijah dengan ditemani budak laki-laki Khadijah, Maisarah hingga beliau tiba di Syam..Setelah itu, Rasulullah SAW menjual barang dagangan yang dibawanya dari Makkah, dan membeli apa yang ingin beliau beli. Setelah merampungkan aktifitas bisnisnya, beliau pulang ke Makkah dengan didampingi Maisarah..Tiba di Makkah, beliau menyerahkan uang hasil penjualan barang dagangan kepada Khadijah, dan Khadijah membeli barang dagangan yang ia bawa dengan harga dua kali lipat atau lebih sedikit.." [Tabari, vol.6, hal.47-48]

    Riwayat Al-Harith - Muhammad b.Sa'd - Muhammad b.'Umar - Ma'mar dan lainnya - Ibn Shihab al-Zuhri: Riwayat yang sama disampaikan para ulama lokal, Khadijah hanya menyewa Muhammad SAW dan satu orang lain dari suku Quraish untuk pergi ke Pasar Hubashah di Tihamah..[Tabari, vol.6, hal.49]

    Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita pedagang yang mulia dan kaya raya…..Pernikahan itu berlangsung 2 bulan setelah kepulangan beliau dari Syam …. Ketika itu, Khadijah berusia 40 tahun dan ditengah-tengah kaumnya, Khadijah termasuk yang terbaik dari segi nasab, kekayaan dan pemikiran. ["Sejarah Hidup Muhammad", Saifur-Rahman Al-Mubarakpuri, Robbani Press, Jakarta, 2002, Hal. 65 – 66]
Tentang menikahnya Muhammad dan Khadijah:
    Riwayat Al-Harith - Muhammad b.Sa'd - Muhammad b.'Umar - Ma'mar dan lainnya - Ibn Shihab al-Zuhri: Riwayat yang sama disampaikan para ulama lokal...Adalah ayah dari Khuwaylid yang mengawini Khadijah kepada Muhammad dan orang yang menjadi comblang adalah seorang Mekah yang lahir dari ibu seorang budak [Tabari, vol.6, hal.49]

    Riwayat Ibn Humayd - Salamah - Ibn Ishaq: Ketika Maisarah bercerita kepadanya tentang Rasulullah SAW, ia mengutus seseorang kepada Rasulullah SAW dengan membawa pesannya, 'Hai saudara misanku, sungguh aku tertarik padamu, karena akhlakmu, dan kebenaran tutur katamu.' Khadijah menawarkan dirinya kepada Rasulullah SAW. Ia wanita Quraisy yang paling mulia nasabnya, wanita paling terhormat, dan wanita terkaya. Semua orang-orang Quraisy ingin menikah dengannya, jika mampu..Ketika Khadijah mengungkapkan tawarannya kepada Rasulullah SAW, beliau menceritakannya kepada paman-pamanbeliau. Kemudian bersama pamannya, Hamzah bin Abdul Muththalib, beliau pergi ke rumah Khuwailid bin Asad. Hamzah bin Abdul Muththalib melamar Khadijah untuk beliau, kemudian Khuwailid bin Asad menikahkan putrinya, Khadijah dengan Rasulullah SAW" [Tabari, vol.6, hal.47-48]

    Riwayat Muhammad b.'Abdallah b. Muslim - ayahnya - Muhammad b. Jubayr b.Mut'im; Riwayat Ibn Abi al-Zinad - Hisham b.Urwah - ayahnya -'A'ishah; Riwayat Ibn Abi Habibah-Daud b.al-Husayn -`Ikrimah-Ibn'Abbas: Paman Khadijah 'Amr b. Asad yang mengawini Khadijah kepada Rasullulah SAW. Ayah Khadijah wafat sebelum perang al-fijar [Tabari, vol.6, hal.49-50]
Umur Muhammad dan Khadijah ketika menikah dan bahwa Muhammad adalah suami ke-3nya:
  • Riwayat Al-Harith - Ibn Sa'd-Hisham b.Muhammad: Dari ayahku..He (Muhammad) mengawini Khadijah bt.Khuwaylid b.Asad b.'Abd al-'Uzza di jaman pra islam ketika Muhammad berusia 20 lebih berapa tahun...Sebelumnya, Khadijjah telah kawin dengan 'Atiq b.'Abid..setelah 'Atiq wafat, Khadijah kawin dengan Abu Hilah b.Zurirah.." [Tabari vol.9, hal.127. Di catatan kaki no.872 menyampaikan variasi sumber bahwa ada yang menyatakan umur Muhammad 21/30 tahun, juga ada yang menyatakan Khadijah wafat di 10 tahun masa kenabian (3 tahun sebelum Hijrah), yaitu dari Ibn Sa'd, tabaqat vol.8, 7-27 dan Ibn kathir, Sirah, IV, 581]. Satu sumber mengatakan bahwa ke-2 suami Khadijah sebelum Muhammad berasal dari Banu Maksum
  • Hisham b. Muhammad: Nabi mengawini Khadijah ketika Muhammad berusia 25 tahun dan saat itu Khadijah berusia 40 tahun [Tabari, vol.6, hal.47]
Berikut rangkuman dari “THE SONS OF KHADIJA”, M.J. Kister, tentang variasi siapa suami ke-1 dan ke-2 Khadijah, tentang namanya dan nama anaknya:
  • Riwayat Yunus b.bukayr - Ibn Ishaq: Suami ke-1, 'Atiq b. 'A'idh b. 'Abdallah b. 'Umar dari klan Makhzum. Suami ke-2, Abu Hala b. Zurara al-Nabbashi dari klan 'Amr b. Tamim
  • Ibn Sa'd dari Tabaqat: Suami ke-1 Abu Hala Hind b. al-Nabbash b. Zurara b. Waqdan b. Habib b. Salama b. Ghuwayy b. Jurwa b. Usayyid b. 'Amr b. Tamim
  • Ibn al-Kalbi: suami ke-1 Abu Hala. Suami ke-2, 'Atiq b. 'Abid [not: 'A'idhl b. 'Abdallah b. 'Umar b. Makhzum.
  • Muhammad b. Habib dalam Muhabbari: Suami ke-1 Abu Hala. Suami ke-2 'Atiq b. 'Abid dari klan Makhzum.
  • Al-Tabari: Suami sebelum Muhammad: Abu Hala al-Nabbash b. Zurara b. Waqdan b. Habib b. Salama b. Ghuwayy b. Jurwa b. Usayyid b, 'Amr b. Tamim
  • Aliran Shi'i di al-Majlisi, Bihar al-anwar, riwayat dari Qatada: Suami ke-1 'Atiq b. 'A'idh al-Makhzumi. Suami ke-1, Abu Hala Hind b. Zurara al-Tamimi. Dalam riwayat lain: Suami ke-1 Abu Shihab 'Amr al-Kindi. Suami ke-2 'Atiq b. 'A'idh. Setelah mereka wafat, Khadijah ingin dikawini oleh 'Uqba b. Abi Mu'ayt, al-Salt b. Abi Yahab dan Abu Jahl namun ditolaknya. Dalam riwayat dari Abu Talib: Suami ke-1 'Atiq b. 'A'idh. Suami ke-2 'Umar al-Kindi.
  • Al-Baladhuri: Suami ke-1, Abu Hala Hind b. al-Nabbash of Tamim. Suami ke-2. 'Atiq b. 'Abid of Makhzum.
  • Nur al-Din al-Haythami dalam Majma al-zawaid wa-manba’ al-Fawa'id: Suami ke-1, 'Atiq b. 'A'id. Suami ke-2, Abu Hala Malik b. Nabbash b. Zurara.
  • Variasi nama Abu Hala, diulas Al-Zurqani di kitab Sharh al-mawahib al-laduniyya, riwayat Al-Zubayr (sIbn Bakkar - K.) dan (perawi) Al-Daraqutni: namanya adalah Malik. Riwayat Ibn Manda dan al-Suhayli dari Zurara, Abu 'Ubayd: Namanya adalah al-Nabbash. Riwayat Al-'Askari: namanya adalah Hind
  • Juga variasi lain dari sumber-sumber lain tentang apakah Hala dan Hind pria atau wanita, anak siapa dari ke-2 suaminya, yang dilaporkan saling bertentangan.
Tentang julukan "Al-Amin"-nya Muhammad:
    Abu ja'far (al-Tabari): ..10 tahun setelah pernikahan Nabi (dengan Khadijah), Quraish menghancurkan Kabah dan membangunnya ulang. Menurut Ibn Ishaq, ini terjadi saat Nabi SAW berusia 35 tahun [Tabari, vol.6, hal.51]. Riwayat Humayd - Salamah - Muhammad b.Ishaq - perawi tertentu: Semua kabilah di Quraisy mengumpulkan batu-batu untuk membangun ulang Kabah. Setiap kabilah mengumpulkan batu sendiri-sendiri ketika memasuki tahap peletakan Hajar Aswad, mereka bertengkar. Setiap kabilah ingin mengangkat Hajar Aswad, mereka bertengkar..dan bersiap-siap untuk perang..Orang-orang Quraisy selama empat atau lima malam dalam kondisi seperti itu..Kemudian mereka bertemu di Masjidil Haram untuk berunding. Beberapa perawi menambahkan bahwa Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah, orang tertua di kalangan Quraisy berkata, "Hai kaum Quraish, biarlah orang yang pertama masuk pintu Mesjid ini menjadi penengah perbedaan kalian dan boleh menjadi hakim untuk masalah ini" Orang pertama yang masuk adalah Nabi SAW dan ketika mereka melihatnya mereka berkata, "Ini adalah seorang 'Al-Amin", Kami menerimanya, Ia adalah Muhammad"..Sebelum Rasulullah SAW menerima wahyu, orang-orang Quraisy menyebutnya Al-Amin (orang yang terpercaya)." [Tabari, vol.6, hal.58-59]

    Note:
    Dengan mengesampingkan hadis di atas terdapat perawi yang tidak diketahui, sehingga bukan hadis terpercaya, maka kata Al-Amin bukanlah gelar khusus hanya untuk Muhammad. Kata "amin" adalah kata benda, yang artinya, "Sesuatu yang dipecayakan padanya, pengawas, administrator", yaitu posisi yang khususnya dalam tanggung jawab ekonomi atau keuangan atau representatif sah. Arti teknis kata amin adalah "kepala sebuah serikat dagang", jamak "amin" adalah "aminat" [Lihat Kamus: "The New Encyclopedia of Islam", Cyril Glassé, hal.48 atau "Encyclopaedia of Islam", Edited by: P. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel, W.P. Heinrichs. hal.437]. Hadis di atas bertentangan dengan Quran, yang menyebutkan pandangan kaum Quraish Mekkah terhadap muhammad yaitu sebagai seorang pendusta, misal di AQ 42.24, "Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap Allah.". Jadi maksud "Al-Amin" adalah jabatan yang dikelolanya selama dalam perdagangan.
Siapa yang mengenalkan tentang ALLAH pada Muhammad karena di hadis Bukhari 9.87.111 dan 1.1.3 menyebutkan bahwa sebelum bertemu Jibril, Muhammad kerap berada di gua hira untuk memuja Allah.

Darimanakah pengetahuan Muhammad tentang Allah sebelum bertemu Jibril, karena Quraish pagan, bukanlah pemuja Allah, Ayahanda, ibundanya kakeknya (Abdul Mutalib) dan juga pamannya (Abu Talib) bukan pemuja Allah SWT, sehingga diriwayatkan bahwa Ayahanda, ibundanya, kakeknya (Abdul Muttalib) dan pamannya (Abu Talib), semuanya masuk neraka karena tidak menyembah Allah:
  1. "Dari Anas, bahwa seorang laki-laki pernah bertanya, "Ya Rasulullah ! Di manakah tempat ayahku ?" Jawab Nabi SAW, "Di Neraka!"

    Maka tatkala orang itu berpaling hendak pergi, beliau memanggilnya, lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya bapakku dan bapakmu tempatnya di neraka" [Hadits shahih Riwayat Muslim juz I halaman 132 dan 133. Periksa kitab Qaa'idatun Jalilah At-Tawassul wal Wasilah, halaman 8 cetakan tahun 1977 Lahore-Pakistan, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah]

    "Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Nabi SAW pernah ziarah ke kubur ibunya, lalu ia menangis yang menyebabkan orang-orang disekelilingnya (para shahabat) turut menangis.

    Lalu beliau bersabda, 'Aku meminta izin kepada Tuhanku supaya aku dibolehkan untuk memohonkan ampun baginya, tapi tidak diizinkan bagiku.

    Lalu aku meminta izin supaya aku dibolehkan menziarahi kuburnya, maka diizinkan bagiku. Oleh karena itu ziarahilah kubur-kubur itu, karena menziarahi kubur itu dapat mengingat mati" [Hadits shahih Riwayat Muslim (3/65), Abu Daud (no 3234), Nasa'i (2/72), Ibnu Majah (no. 1572), Baihaqi (4/76), Ahmad dan Thahawi (3/189), Periksalah kitab : Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 halaman 393, 394 dan 395, Ahkamul Janaaiz halam 187, 188 masalah ke-121 oleh Muhaddits Syaikh Muhammadn Nashiruddin Al-Albani]

    "Dari Buraidah, ia berkata, "Kami pernah bersama Nabi SAW dalam suatu perjalanan/safar, lalu beliau turun bersama kami, sedangkan kami pada waktu itu mendekati seribu orang.

    Kemudian beliau shalat dua rakaat (mengimami kami), setelah selesai beliau menghadapkan wajahnya kepada kami sedangkan kedua matanya mengalir air mata.

    Lalu bangkitlah Umar bin Khaththab menghampirinya dan berkata. 'Ya Rasulullah, mengapakah engkau (menangis)?'

    Beliau menjawab, 'Sesungguhnya aku telah meminta kepada Tuhanku Azza wa Jalla untuk memohon ampunan bagi ibuku, akan tetapi Ia tidak memberiku izin kepadaku, maka dari itulah mengalir air mataku karena kasihan kepadanya yang ia termasuk (penghuni) neraka". [Hadits shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Hakim (1/376), Ibnu Hibban (no. 791), Baihaqi (4/76) dan Tirmidzi]

  2. Pasca meninggal Ibunya, Muhammad dirawat kakeknya, Abu Muttalib, yang akhirnya juga wafat ketika Muhammad berusia 8 tahun. Sejak itu, Muhammad dirawat Pamannya, Abu Talib, namun Abu Talib sampai wafat tidak memeluk Islam, hingga saat terakhir-nya, Ia menolak menerima Allah dan tetap mengikuti agama Abu Muttalib [Riwayat Said bin Al-Musaiyab dari ayahnya, Sahih Bukhari Vol.2 Book 23 No.442 turunya At taubah 9:113; Riwayat Musaiyab Vol.5 Book 58 No.223, Vol.6 Book 60, No.295 dan riwayat said bin Al Musaiyab Hadis Muslim book 1 No.36 turunnya Attaubah 9:113 dan Al qasash 28:56; Riwayat Abu huraira Hadis Muslim book 1 No.37, No.38 turunnya Al Qasash 28:56]

    Hadis tidak menyinggung bahwa Abu Talib diminta untuk bersaksi "Muhammad adalah Rasul Allah". bisa jadi hingga saat itu, kalimat Syahadat belumlah ada, hadis Bukhari [ini dan ini] dan Muslim hanya menyebutkan kata "Rasulnya" tanpa menyebut nama Muhammad dan Syahadat hanya disebutkan dikumpulan 40 Hadis Nawawi [Abad ke-13], di hadis ke-2 dan ke-3 disebutkan "Muhammad/SAW adalah Rasulnya"
Karena tidak memuja Allah, maka masuk Neraka:
    Abu Dharr: Nabi berkata, Jibril datang padaku dan memberi aku kabar baik bahwa siapa saja yang mati tanpa menyembah apapun selain Allah akan masuk surga. Aku bertanya (pada Jibril), "Walaupun dia mencuri, walaupun dia berzinah?" Dia menjawab, " (Ya), "Walaupun dia mencuri, dan walaupun dia berzinah."[Bukhari 9.93.579; 7.72.717; Sahih Muslim:137]
Orang yang mengenalkan Muhammad tentang Allah SWT adalah Khadijah
Aisyah mengatakan bahwa Khadijah membawa Muhammad bertemu dengan Waraqa bin Naufal, seorang Kristen yang biasa membaca Injil dalam bahasa Arab. [Bukhari 4.55.605, detail panjangnya di: 9.87.111; 1.1.3]. Khadijah tampak sangat mempercayai kemampuan ilmu agama Waraqa sehingga kerap meminta petunjuk Waraqa jika mengalami satu hal yang menggangu pikirannya.

Sebelum bertemu Jibril, Muhammad telah menikah dengan Khadijah, maka pengetahuan Muhammad tentang Allah tentunya baru terjadi sejak mengawini Khadijah, Oleh karenanya, tidak mengherankan saat di gua Hira ketika Muhammad bertemu Jibril kali pertamanya, Khadijah segera mengajak Muhammad datang kepada Waraqa, yang telah buta dan sudah tua. Waraqa wafat beberapa hari kemudian. Setelah Waraqa wafat, jibril juga absen muncul sementara dan kemudian baru muncul kembali di saat-saat tertentu dalam beberapa kejadian. Bisa diduga pula bahwa Muhammad juga mempelajari buku-buku terjemahan Waraqa [atau dari Waraqa langsung] atau dari penuturan Khadijjah [atau Waraqa].

Rasulullah SAW bersabda: "Khadijah beriman kepadaku ketika orang- orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia." [Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]

Waraqa dan Khadija tidak pernah bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Waraqa hanya menyampaikan informasi dan dugaan tentang yang diketahuinya dari ajaran yang percayainya, Khadijah percaya Muhammad adalah karena Ia suaminya, Sementara Ali bin Abu Talib percaya Muhammad karena Ia yang merawatnya sejak kecil.

Wafatnya Khadijah dan Abu Talib serta pernikahan Muhammad berkutnya sebelum Hijrah:
  • Khadijah meninggal tiga tahun sebelum Aisyah menikah dengan Muhammad. [Muslim 4.29.5971-5972 hal.1297, Bukhari 5.58.164,165 hal.103]
  • Riwayat Ibn Sa`d - Muhammad Ibn `Umar al-Aslami: Abu Thalib wafat sekitar pertengahan Syawal di tahun ke-10 dari saat menjadi Rasul Allah.. dan dia berusia lebih dari 80 tahun. 1 bulan lima hari setelah kematiannya, Khadijah, yang berusia 65 tahun, wafat..'. [Al-Tabaqat Al-Kabir, Ibn Sa'd, Vol.1, Bagian 1.30.18]
  • Riwayat Ibn `Umar [al-Wagidi] - al-Mundhir b.`Abdallah al-Hizam - Musa b.`Ugbah - Abu Habibah: Khadijah bt. Khuwaylid meninggal pada bulan Ramadhan tahun 10 setelah kenabian, pada usia 65 tahun. ["History of Tabari", Vol. 39, hal.161]. Riwayat Ibn `Umar [al-Wagidi] - Muhammad b.`Abdallah b. Muslim - ayahnya: Nabi menikahi Saudah di bulan Ramadhan, pada tahun ke-10 setelah kenabiannya. Ini terjadi setelah kematian Khadijah dan sebelum pernikahannya dengan Aisyah. ["History of Tabari", Vol.39, hal.170]. Tabari: `Nabi menikahi` Aisyah di Syawal pada tahun ke-10 setelah kenabiannya, 3 tahun sebelum Emigrasi (ke Medinah). Nabi melakukan seksual perkawinan dengannya (consummated the marriage) di bulan Syawal, 8 bulan setelah Emigrasi (ke Medinah). Pada saat itu, Aisyah berusia sembilan tahun ["History of Tabari", Vol.39, hal.170]
Maka dikatakannlah Khadijah lahir tahun 555 M dan wafat pada Desember 619 M di usia 64/65 tahun.

Perhitungan di atas, selalu disandarkan dengan urusan tahun Gajah, padahal tidak semua sepakat tentang hal ini, Hisham Ibn Al Kalbi (w.204H/819 - 206/821M) menuliskan:
    Sebelum kronologi waktu dari Nabi, Kaum Quraish menghitung waktu dari waktu kejadian gajah. Antara peristiwa Gajah dan (perang) Fijar, mereka hitung 40 tahun. Antara Fijar dan wafatnya Hisham b. Al-Mughira, mereka hitung 6 tahun. Antara wafatnya Hisham dan pembangunan Ka'ba, mereka hitung 9 tahun. Antara pembangunan Ka'ba dan keberangkatan Nabi ke Medina, mereka hitung 15 tahun. (Scott Johnson, Hal 286: al-Zubayr b. Bakkar, Nasab Quraysh, 668 par.1649, kister 1965a, 427)
Total jumlah tahun hingga hijrah: 40+6+9+15 = 70 tahun atau 522 Masehi (jika tahun yang disampaikan Hisham ini dalam penanggalan Qamariah, maka penyesuaiannya dalam penanggalan Syamsiah menjadi tahun 524 Masehi).

Tidak semua ahli sepakat pada hubungan antara tahun gajah dan kelahiran Muhammad, malah ada yang menyatakan bahwa kejadian gajah dan kekalahan Abraha terjadi untuk nabi lainnya SEBELUM muhammad lahir, diantaranya dalam "THE SONS OF KHADIJA", M.J. Kister, hal 83:
    Hubungan antara tanggal lahirnya nabi dan eskpedisi gajah, akan tetapi, DITOLAK oleh Mu'tazila: Tuhan penyebab keajaiban kejadian kekalahan Abraha adalah untuk NABI LAIN SEBELUM MUHAMAD seperti Khalid b. Sinaan atau Quss b. Saida103

    103 Al-Tabarsii, Majma' al-bayaan fii tafsiiri Al-qur'aan, XXX, 239: "... wa-kaana haadhaa min a'zami al-mu'jizaat al-qaahiraat wa-al-aayaati al-baahiraat fii dhaalika al-zamaan azharahu allaahu ta'aalaa li-yadulla 'ala wujuubi ma'rifatihi wa-fiihi irhaasun li-nubuwwaii nabiyyinaa $allaa allaahu 'alayhi wa-sallam li-annahu wulida fii dhaalika al-'aam; wa-qaala qaumun mina al-mu'taziIati annahu kaana mu'jizatan li-nabiyyin mina ai-anbiyaa'i fii dhaalika al-zamaani wa-rubbamaa qaaluu huwa khaalidu ibnu sinaanin.." dan lihat dengan penuh perhatian formulasi komentar dari 'Abd al-Jabbaar dalam Mutashaabih al-qur'aan-nya, ed. 'Adnaan Muhammad Zarzuur, Cairo 1969, II, 702: ".... fa-ammaa qauluhu ta'aalaa tarmiihim bi-hijaaratin min sijjiil fa-innahu 'indanaa laa budda min an yakuuna dhaalika mu'jizan li-ba'di al-anbiyaa'i fii dhaalika al-waqti li-anna fiihi naqda 'aadatin wa-dhaalika Laa yajuuzu iliaa fi azmaani ai-anbiyaa'i."
Berikut ini variasi dugaan kelahiran Muhammad yang BUKAN terjadi di tahun GAJAH namun dihitung berdasarkan adanya kejadian pasukan gajah:
    Muhammad ibn al-Sa'ib (w.726 M) berkata bahwa Muhammad lahir 15 tahun SEBELUM "Tahun Gajah". Ja'far ibn Abi 'l-Mughira (wafat awal abad ke-8) menetapkan kelahiran Muhammad 10 tahun SETELAH "tahun Gajah", sementara Al-Kalbi menceritakan bahwa Shu'ayb ibn Ishaq (w. 805 M) berkata bahwa Muhammad terlahir 23 tahun SETELAH kejadian ini (Kisah peyerangan dengan gajah). Al-Zuhri (w. 742 M) yakin bahwa Muhammad lahir 30 tahun SETELAH "Tahun Gajah", sementara Musa ibn 'Uqba (w. 758 M) Yakin bahwa Muhammad lahir 70 tahun kemudian! [Lawrence I. Conrad, "Abraha and Muhammad: Some Observations Apropos of Chronology and Literary "topoi" in the Early Arabic Historical Tradition", Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2 (1987), Hal. 234.]
Kemudian, dari "THE SONS OF KHADIJA", M.J. Kister, hal 81-82, pada catatan kaki no.100:
  • Mughultaay, Talkhiis al-sira; MS. Shehid 'Ali 1878, fol.7a-b; dan lihat Mughultaay, al-Zahr al-baasim, MS.Leiden, atau 370, fol 71a-b: "Nabi lahir 10 tahun SETELAH 'gajah'", 23 tahun SETELAH 'gajah', 15 tahun SEBELUM 'gajah', 15 tahun SETELAH 'gajah', 1 bulan SETELAH hari kejadian gajah";
  • Al-Zurqaani, Sharh al-mawaahib,I, 89; Al-Kalbi: "23 tahun SETELAH hari kejadian gajah"; Muqatil: "40 tahun"; lainnya: "30 atau 50 atau 70 tahun SETELAH 'gajah'";
  • dan lihat perbedaan tanggal di tafsirnya Al-Qurtubi, XX, 194; Ibn Hajar al-Haytami, al-Ni'matu al-kubraa 'alaa al-'aalam bi-maulidi sayyidi banii aadam, MS. di kepunyaanku, fol 18a, ult-18b: "lahir di tahun gajah, 40 tahun SETELAHNYA, 30 tahun SETELAHNYA, 23 tahun SETELAHNYA, 15 tahun SEBELUMNYA, 3 tahun SETELAHNYA";
  • Khalifa b. Khayyat Ta'rikh, ed. Akram Diyaa al-'Umarii, al-Najaf 1386/1967, hal. 9-10: "di tahun gajah, 40 tahun SETELAHNYA, 30 tahun SETELAHNYA atau 15 tahun SEBELUMNYA";
  • dan lihat perbedaan tanggal di Muhammad b. Saalim al-Himawi, Ta'rikh al-saalihi, MS. Br. Mus., atau. 6657, fol 13Oa; dan lihat variasi tradisi: Ibn Kathir, al-Bidaaya; II, 262: "10 tahun SETELAH tahun gajah, 23 tahun SETELAHNYA, 30 tahun SETELAHNYA, 40 tahun SETELAHNYA dan 15 tahun SEBELUM hari dari kejadian gajah" (tradisi ini ditandai sebagai gharib, munkar dan da'if);
  • dan lihat variasi tanggal di Al-Bayjuri Haashiyatun 'alaa maulidi abii al-barakaat: sayyidii ahmadi al-dardiir, Cairo 1294, hal 44-45; al-Sinjaarii, Manaa'ihu al-karam bi-akhbaari makkata wa-al-haram; MS. Leiden, atau. 7018,fol.58a: "lahir di tahun gajah, atau 50 tahun SETELAH serangan dari pasukan gajah, atau 30 tahun SETELAH tahun gajah, atau 40 tahun SETELAH tahun gajah".
  • Banyak tradisi di Ibn Nasir al-Din Jami' al-athar, fols. 179b-180b: "Nabi lahir di tahun gajah, menerima wahyu 40 tahun setelah 'gajah' (peperangan di -K) 'Ukaaz terjadi 15 tahun SETELAH 'gajah' dan kabah dibangun 25 tahun setelah 'gajah'"; "Nabi lahir 30 hari SETELAH 'gajah', atau 15 hari, atau 55 hari atau 2 bulan 6 hari, atau 10 tahun; beberapa berkata 20 tahun, beberapa berkata 23 tahun, beberapa berkata 30 tahun, beberapa berkata Tuhan mengirim nabi dengan misinya 15 tahun SETELAH KABAH DI BANGUN sehingga menjadi 70 tahun antara 'gajah' dan kenabiannya (mab'ath)"; "beberapa berkata bahwa ia lahir 15 tahun SEBELUM 'gajah', beberapa berkata 40 hari atau 15 hari, beberapa berkata 30 tahun SEBELUM 'gajah', dan terakhir, beberapa berkata 10 tahun antara ekspedisi gajah dan kenabian, wa-bayna an bu'itha".
  • Lihat al-Bayhaqi, Dalaa'il, I, 65: "Nabi di hari 'Ukaz beruisa 20 tahun"; hal. 67: "Kabah dibangun 15 tahun SETELAH tahun gajah dan Nabi menerima wahyu 40 tahun setelah 'gajah'. Menurut tradisi lainnya, nabi menerima misinya 15 tahun SETELAH dibangunnya kabah, misi nabi, al-mab'ath, terjadi 70 tahun SETELAH tahun gajah"; hal. 68: "Nabi lahir 10 tahun SETELAH tahun gajah"
Sehingga,
Jika "Tahun Gajah" adalah 570 M, maka Muhammad lahir antara tahun 520 M - 640 M. dan wafat antara tahun 583 M - 703 M! Betapa tidak pastinya semua sejarah hidup Muhammad ini, bukan?

Setelah Khadijah wafat, istri kedua Muhammad adalah Saudah bin Zam’ah dan setelahnya, beliau beristri istri lebih banyak lagi, sekurangnya 15 istri, dan itu, belum termasuk budak atau "milik tangan kanan" Nabi [Bukhari 5.524 – selir] []

Saudah Binti Zama (Menikah 620 M, umur 30 Tahun)

Tabari: Sebelumnya, Saudah telah menikah dengan Al-Sakran ibn ‘Amr Al-‘Amiriy, Kristen, tinggal dan meninggal di Abyssinia dan wafat disana. [Tabari vol.9 hal.128, namun di catatan kaki no.878 (hal 128): Ibn Ishaq dalam kitab al-mutabda menyatakan Pasangan ini pulang ke Mekkah, Al sakran meninggal di Mekkah. Saudah dan Muhammad menikah di bulan Ramadhan, tahun ke-10 kenabian. Pada periode belakangan pasca migrasi ke Medina, Saudah diceraikan Muhammad namun kemudian dikawini lagi [Ibn Ishaq, Kitab Al-Mubtada',238. Ibn Sa'd, Tabaqat, vol.8, 35-39]. Masa menjanda Saudah dari Al-Sakran, tidak lama:
    Riwayat Hisham b. Muhammad [al-Kalbi] - Ayahnya Abu Salih [Badham] - [`Abdallah] Ibn` Abbas: Sawdah bt. Zam`ah menikah dengan al-Sakran b. `Amr, saudara laki-laki Suhayl b. `Amr. [Suatu kali]....Sejak hari itu al-Sakran mengalami derita beberapa keluhan; tidak lama kemudian Ia meninggal dan Nabi menikahi Sawdah ["History of Tabari", Vol.39, hal.170]
Perkawinan Muhammad - Saudah terjadi hanya beberapa hari setelah wafatnya Khadijah, saat itu Muhammad (51 tahun) dan menikah ditahun 620M:
  • Riwayat Ibn Sa`d - Muhammad Ibn `Umar al-Aslami: Abu Thalib wafat sekitar pertengahan Syawal di tahun ke-10 dari saat menjadi Rasul Allah.. dan dia berusia lebih dari 80 tahun. 1 bulan lima hari setelah kematiannya, Khadijah, yang berusia 65 tahun, wafat..'. [Al-Tabaqat Al-Kabir, Ibn Sa'd, Vol.1, Bagian 1.30.18]
  • Riwayat Ibn `Umar [al-Wagidi] - al-Mundhir b.`Abdallah al-Hizam - Musa b.`Ugbah - Abu Habibah: Khadijah bt. Khuwaylid meninggal pada bulan Ramadhan tahun 10 setelah kenabian, pada usia 65 tahun. ["History of Tabari", Vol. 39, hal.161]. Riwayat Ibn `Umar [al-Wagidi] - Muhammad b.`Abdallah b. Muslim - ayahnya: Nabi menikahi Saudah di bulan Ramadhan, pada tahun ke-10 setelah kenabiannya. Ini terjadi setelah kematian Khadijah dan sebelum pernikahannya dengan Aisyah. ["History of Tabari", Vol.39, hal.170]. Tabari: `Nabi menikahi` Aisyah di Syawal pada tahun ke-10 setelah kenabiannya, 3 tahun sebelum Emigrasi (ke Medinah). Nabi melakukan seksual perkawinan dengannya (consummated the marriage) di bulan Syawal, 8 bulan setelah Emigrasi (ke Medinah). Pada saat itu, Aisyah berusia sembilan tahun ["History of Tabari", Vol.39, hal.170]
Tabari: Setelah Khadijah meninggal, Rasulullah SAW menikah, tentang siapa yang duluan dinikahi setelah Khadijah. ada perbedaan pendapat, beberapa menyatakan A'ishah, lainnya menyatakan Saudah ["History of Tabari", Vol.9, hal.128].

Saudah adalah Janda kaya:
    Riwayat al-Harith-Da'ud b. al-Muhabbar - `Abd al Hamid b. Bahram-Syahr - [`Abdallah] Ibn` Abbas: Nabi meminta untuk dinikahkan dengan seorang wanita sukunya yang bernama Sawdah. Dia [sudah] memiliki lima atau enam anak kecil dari [mantan] suaminya, yang sudah meninggal saat itu...Nabi bersabda kepadanya, "Wanita terbaik yang pernah menunggangi unta adalah wanita berbudi luhur dari suku Quraisy, yang paling menyayangi anak kecil dan paling baik dalam berbuat baik kepada suami mereka saat mereka kaya ["History of Tabari", Vol.39, hal.171]
Saudah dikisahkan sebagai seorang janda dengan tinggi tubuhnya diatas rata-rata wanita, tidak menarik, berbadan besar/gemuk.
    Aisyah: .. Dia adalah wanita yang amat besar, lebih tinggi diantara wanita, dan dia tidak dapat menyembunyikan dirinya dari siapapun yang telah mengenalnya.[Muslim 26.5395]
Saudah harus menyerahkan `jatah malam'nya kepada Aisyah, apabila Saudah menolak maka akan diceraikan. QS 4 : 128
    [..]Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)[..]
Tafsir Tafsir Ibn Kathir:
    (dan perdamaian itu lebih baik) …. Dan penyelesaian ini lebih baik dari perceraian. (dan membuat kedamaian adalah lebih baik).....dan keutuhan adalah lebih baik dari perceraian. Sebagai contoh, Rasulullah mempertahankan Saudah binti Zamah sebagai istrinya setelah Saudah menawarkan untuk memberikan jatah harinya kepada Aisyah.

    Dengan mempertahankan Saudah sebagai istrinya, umatnya bisa mengikuti penyelesaian seperti ini. Karena penyelesaian dan perdamaian lebih baik bagi Allah dibandingkan perceraian.
Tafsir diatas tidak menuliskan kenapa Muhammad SAW mau menceraikan Saudah. Salah satu alasan handak menceraikan disebutkan di sahih Muslim berikut yaitu karena Saudah ‘sudah tua’.
    [..] Ketika dia (Saudah) menjadi tua, dia telah memberikan jatah harinya bersama Rasulullah kepada Aisyah [..][Muslim 8.3451.]

    Diriwayatkan Aisyah:
    Manakala Rasulullah ingin berpergian, dia akan mengundi siapa isterinya yang akan menemani dia. Dia akan membawa isteri yang namanya terundi. Dia biasanya menetapkan kepada setiap dari mereka satu hari dan satu malam. Tetapi Sauda binti Zam'a melepaskan (gilirannya) siang dan malam kepada Aisyah, isteri Nabi, demi untuk mencari kesenangan Rasulullah (dengan perbuatan demikian)[Bukhari 3.47.766]
Berapa usia Saudah ketika dinikahi Nabi?
    Beliau wafat tahun 54 H/674 M [..] [Abbas Jamal, hal.18] Saudah masih hidup hingga jaman Muawiyah 1 (memerintah mulai tahun 661 - 29 April/01 May 680). Muawiyah membeli rumah saudah seharga 180.000 dirham. Saudah wafat dipemerintahan muawiyah 1 pada bulan shawwal 54H/Oktober 674 Masehi (The Encylopedia of Islam (new edition), Vol.9, tahun 1995, hal.90. History of Tabari vo.39, hal.171)
Saudah dikawini Muhammad 2 tahun sebelum Hijrah. (620 masehi). Jika usia saudah saat dinikahi Muhammad adalah 70 tahun, usia wafatnya adalah 70 + 54 H + 2 = 126 tahun. Jika umur Saudah saat nikah 50 tahun (wafat = 106 tahun). Masalahnya, umur terpanjang dari istri - istri Muhammad adalah 84 tahun dan itupun BUKAN Saudah.

Hindun/Ummu Salamah dinyatakan sebagai Istri nabi dengan usia terpanjang (84 tahun/w. 59 H) dan mereka yang wafat di jaman Muawiyah 1 sekurangnya ada 5 (Safiyah, Saudah, Maimunah, Ummu Salamah dan Aisyah)

Jika dianggap usia wafat saudah = usia wafatnya Hindun (84 tahun), maka usia Saudah saat dinikahi: 84 - (674 - 620) = 30 tahun, namun Jika Saudah wafat di usia 70 tahun (artinya ke-2 terpanjang usianya), maka usia Saudah saat dinikahi: 70-54 = 16 tahun, Jadi, usia Saudah saat dinikahi Muhammad tidak lebih dari umur 29 tahun []

Aisyah binti Abubakar Al Sidiq (Menikah 622/623M, Umur: menikah/Zawaj: 6 th/622/623M, Masuk rumah Nabi: 9 tahun)

Dalam Al-Kutub At-Tis’ah, riwayat Hadits yang disandarkan kepada ‘Âisyah berjumlah 5965. Hadits riwayat ‘Âisyah terdapat di semua kecuali di dua tema Sahih Al-Bukhari, di Sahih Muslim terdapat dalam 43 tema, di Sunan An-Nasaiy, terdapat dalam 41 tema, di Tirmizi terdapat dalam 38 tema, di Ibn Majah terdapat 30 tema, di Abû Dawud terdapat 29 tema, di Ad-Darimiy terdapat dalam 20 tema dan di Al-Muwatta’ memuat 20 tema.

Aisyah dinikahi Muhammad sebelum Sauda namun masuk rumah Muhammad setelah Sauda dinikahi Muhammad [Muslim 8.3451 hal.747, Muslim 7.2958 p.651; Muslim vol.2 footnote 1918 hal.748; Bukhari 3.34.269 hal.154; Vol.3 no.853 hal.29].

Pernikahan Aisyah bersama Nabi tidak selamanya mulus, dalam An Nur terdapat 15 ayat [AQ 24.11-26] sehubungan dengan “dugaan” perzinahan yang dituduhkan kepada Aisyah (turun setelah kewajiban Hijab), yaitu saat penyerbuan ke Bani Mustaliq [tahun 626 M, lihat: Maududi]. Di perjalanan menuju Bani Mustaliq, Aisyah turun hingga Rasulullah SAW selesai perang dan beliau kembali ke Madinah [Muslim no.4974].
    Pada perang ini, Juwayriyah yang cantik menjadi tawanan dan dipilih nabi untuk dirinya [Tabari Vol.9, hal.133]
Riwayat Yahya bin Bukair - Al Laits - Yunus - Ibnu Syihab - ('Urwah bin Az Zubair dan Sa'id bin Al Musayyab dan 'Alqamah bin Waqqash dan 'Ubaidullah bin 'Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud) - 'Aisyah:

..bahwa apabila Rasulullah SAW hendak berpergian, beliau mengundi di antara isteri-isterinya. Barang siapa yang keluar undiannya, dialah yang ikut pergi bersama Rasulullah SAW." Aisyah berkata; "Kemudian beliau mengundi di antara kami pada suatu peperangan dan keluarlah undian anak panahku, sehingga aku pergi bersama Rasulullah SAW. Kejadian tersebut SETELAH diturunkannya AYAT TENTANG HIJAB. Lalu saya dibawa di sekedupku. Di tengah perjalanan, saya turun hingga Rasulullah SAW telah selesai dari sebuah peperangan dan beliau pun kembali ke Madinah. [Bukhari no.4381]
    Ketika hampir dekat dengan Madinah, Beliau mengumumkan untuk beristirahat malam [Bukhari no.2467]
Pada suatu malam saya berada bersama kelompok kaum muslimin. Tatkala mereka tertidur, saya bangun dan berjalan hingga aku mendahului mereka. Setelah saya selesai menunaikan urusanku, saya kembali bergabung dengan kelompok kaum muslimin. Tatkala saya meraba dadaku, ternyata kalungku yang berasal dari Zhafar, Yaman, putus. Maka saya kembali dan mencari kalungku, pencarian itu membuatku terlambat. Dan, sekelompok orang yang membawa sekedupku telah berangkat, mereka berjalan dengan meletakkan sekedupku di atas untaku yang biasa saya kendarai. Mereka mengira bila aku sudah berada di dalamnya." [Bukhari no.4381]
    Tatkala mereka tertidur, Aisyah bangun dan berjalan hingga mendahului mereka. Setelah urusan hajatnya selesai, Ia kembali bergabung namun ketika meraba dada, kalung yang berasal dari Zhafar, Yaman, putus. Maka Ia kembali mencari kalungnya yang membuatnya tertinggal rombongan [Muslim no.4974].
[Tampaknya Aisyah sangat bersemangat mencari kalung HINGGA TIDAK MENDENGAR KERIBUTAN RATUSAN ORANG + KUDA + CARAVAN yang mengangkut tangkapan dan harta rampasan melanjutkan perjalanan]

Ia kemudian menunggu hingga tertidur, keesokan paginya, Safwan bin Al-Mu`attal As-Sulami Adh-Dhakwani menemukannya dan merekapun berdua berjalan hingga bertemu rombongan yang tengah beristirahat siang di pantai Azhzhariah.

[Agak mengherankan memang Nabi dapat lupa bahwa istrinya tidak bersama rombongannya, namun tampaknya hal itu tidak mengherankan karena kepulangan dari perang itu, Nabi baru saja mendapatkan Juwayriyah]

Sesampainya di Madinah, tersebar berita bahwa Safwan dan Aisyah terlibat perselingkuhan dan Aisyah mendadak sakit selama 1 bulan.
    Berita perselingkuhan ini wajar mengingat ada hadis, "Sungguh, tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, kecuali pihak ketiganya adalah setan [Tirmidhi no.2091 dan Ahmad no.109]
Setelah Aisyah sembuh, di satu malam, Ia dan kerabat wanitanya, Misthah bin Utsabah, keluar menunaikan hajat, saat pulang, Nabi telah di rumahnya dan saat itu Aisyah meminta ijin untuk kembali ke orang tuanya dan dikabulkan. Esok harinya, Rasulullah SAW memanggil 'Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid untuk bermusyawarah hendak menceraikan Aisyah dan setelah keramaian antar beberapa suku akibat peristiwa ini, di beberapa malam kemudian, turunlah ayat-ayat Allah yang menjamin kesucian Aisyah [Bukhari no.2467, no.6821. Muslim no.4974]

Terdapat hadis lain yang juga menyampaikan kisah Aisyah kehilangan kalung dalam perjalanan (jika ini bukan kisah yang sama, maka tampaknya Aisyah memang kerap kehilangan kalung dalam perjalanan)
    Dikisah itu, Nabi dan banyak orang membantu mencarinya. Abu Bakar, ayahnya, sampai jengkel hingga menusuk pinggangnya dengan tangannya [bukhari no.6339, sementara Bukhari no.322 + Nasai no.308: menusuk lambungnya. Muslim no.522: memencet pangkal paha dengan tangan]
Ketika peristiwa kehilangan kalung tersebut yang terjadi setelah turunnya ayat hijab atau lebih tepatnya adalah SETELAH usai perang Bani Mustalig (626 M), usia Aisyah disebutkan masih kecil, masih di bawah umur:
    Aisyah berkata; "Tatkala itu, isteri-isteri beliau kurus-kurus dan ringan, karena tidak pernah makan daging. Tetapi, mereka hanya memakan makanan ringan. Sehingga, tidak ada orang yang curiga terhadap beratnya sekedup tersebut, ketika mereka berjalan dan mengangkatnya. TERLEBIH KALA ITU AKU MASIH KECIL. [Bukhari no.4381]

    Aisyah berkata; "Tatkala itu, isteri-isteri beliau kurus-kurus dan ringan,....ketika mereka berjalan dan mengangkatnya. Terlebih, KALA ITU AKU MASIH KECIL.[Muslim 4974, dengan total 30 jalur perawi]
    ....
    Aisyah berkata; "Kemudian Rasulullah SAW memanggil Barirah, beliau bertanya: "Wahai Barirah! Apakah engkau melihat ada sesuatu yang meragukan bagimu dari diri Aisyah?".

    Barirah menjawab; "Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, jika saya melihat pada dirinya suatu hal yang kurang beres, SUNGGUH ITU TAK LEBIH HANYALAH KETIKA IA MASIH KECIL UMURNYA, yang ia ketiduran dari menunggu adonan tepung di keluarganya, lantas ada binatang jinak datang dan menyantapnya." [Bukhari no.4381]

    Barirah berkata: "Kalaupun aku melihat kekurangan pada 'Aisyah, TIDAK LEBIH SEKEDAR KETIKA MASIH SEBAGAI GADIS KECIL DI BAWAH UMUR, ia ketiduran ketika menunggu adonan keluarganya lalu datang hewan kecil kemudian memakannya" [Bukhari no.2443]

    Barirah menjawab; "Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak melihat pada dirinya suatu yang kurang selain tak lebih SAAT IA MASIH KECIL UMURNYA, ia ketiduran dari menunggu adonan tepung di keluarganya lantas ada binatang jinak yang memakan tepung itu." [Muslim no.4974]
    .....
    Aisyah berkata; saya berkata; "Saya adalah SEORANG GADIS YANG MASIH KECIL USIANYA, saya tidak banyak membaca Al Qur'an.[Bukhari no.4381]

    Aisyah berkata; saya berkata; "Saya adalah SEORANG GADIS YANG MASIH KECIL USIANYA, saya tidak banyak membaca Al-Qur'an [Muslim no.4974]
Tentang perkawinan Aisyah,
Hadis-hadis di bawah ini, semuanya menggunakan kata "zawaj", artinya menikah. Kata zawaj bersinonim dengan nikah (artinya bersetubuh), contoh penggunaan di Quran:
    muttaki-iina 'alaa sururin mashfuufatin wazawwajnaahum bihuurin 'iinin
    mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. [AQ 52.20 dan juga AQ 44.54]

    ..falammaaqadaa zaydun minhaa watharan zawwajnaakahaa..
    ..Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap (istri)nya, Kami kawinkan kamu dengannya ..[AQ 33.37]
Hadis-hadis tentang Aisyah menikah umur 6/7 dan tinggal bersama Muhammad di usia 9 Tahun:

Bukhari:
  1. Riwayat Farwah bin Abu Al Maghra - 'Ali bin Mushir - Hisyam bin Urwah - bapaknya - 'Aisyah: Nabi SAW menikahiku [tazawwajani/"تَزَوَّجَنِي"] saat aku berusia 6 tahun..Ibuku menggandeng tanganku lalu membawaku hingga sampai di depan pintu rumah..lalu membasuhkannya ke muka dan kepalaku lalu dia memasukkan aku [dakhalatni/"دْخَلَتْنِي"] ke dalam rumah itu [albayt/"الْبَيْتِ"] yang ternyata didalamnya ada para wanita Anshar..Akhirnya mereka menyerahkan aku kepada beliau dimana saat itu usiaku 9 tahun".[Bukhari 5.58.234/no.3605]
  2. Riwayat 'Ubaid bin Isma'il - Abu Usamah - Hisyam bin Urwah - bapaknya: "Khadijah wafat sebelum hijrah Nabi SAW ke Madinah selang 3 tahun. Lalu beliau tinggal di Madinah 2 tahun atau sekitar masa itu kemudian beliau menikahi 'Aisyah ketika dia berusia 6 tahun. Kemudian tinggal bersamanya [bana biha/"بَنَى بِهَا"] ketika dia berusia 9 tahun". [Bukhari no.3607]
  3. Riwayat Muhammad bin Yusuf - Sufyan - Hisyam bin Urwah - bapaknya - Aisyah: Nabi menikahinya [tazawwajaha/"تَزَوَّجَهَا"] ketika ia berusia 6 tahun dan tinggal bersamanya [wa udkhilat alayh/"وَأُدْخِلَتْ عَلَيْهِ"] ketika dia berusia 9 tahun, dan bersamanya ["وَمَكَثَتْ عِنْدَهُ"/wamakathat indaha] 9 tahun (yaitu sampai kematian nya (Nabi) [Bukkhari 6.62.64/4738]
  4. Riwayat Mu'alla bin Asad - Wuhaib - Hisyam bin Urwah - bapaknya - Aisyah: Nabi menikahinya [tazawajaha/"تَزَوَّجَهَا "] saat ia 6 tahun dan tinggal bersamanya [wabana biha/"وَبَنَى بِهَا"] saat ia 9 tahun. Hisham mengatakan: Saya diberitahu bahwa Aisyah bersamanya 9 tahun' [Bukkhari 6.62.65/4739]
  5. Riwayat Qabishah bin Utbah - Sufyan - Hisyam bin Urwah - Urwah: Nabi menikahi [tazawwaj] Aisyah saat ia 6 tahun dan tinggal bersamanya [wabana biha] saat ia 9 tahun dan bersamanya 9 tahun (hingga nabi wafat) [Bukkhari 6.62.88/4761]
Muslim:
  1. Riwayat (Abu Kuraib Muhammad bin Al 'Ala`- Abu Usamah dan Abu Bakar bin Abi Syaibah - Abu Usamah) - Hisyam - ayahnya - 'Aisyah: Rasullulah menikahiku ketika aku berumur 6 tahun dan ke rumahnya di usia 9....[Muslim 8.3309/2547]
  2. Riwayat (Yahya bin Yahya - Abu Mu'awiyah - Hisyam bin 'Urwah dan Ibnu Numair - 'Abdah (Ibnu Sulaiman) - Hisyam - ayahnya - 'Aisyah): Rasulullah saw menikahi saya (tazawwajani alnnabi SAW) dan saya berusia 6 tahun (wa'ana bint sitt sinin) dan membangun bersama saya (wabanaa bi) dan saya berusia 9 tahun (wa'ana bint tise sinin)’. [Muslim 8.3310/2548]
  3. Riwayat Abd bin Humaid - Abdur Razzaq - Ma'mar - Az Zuhri - 'Urwah - 'Aisyah: Nabi SAW menikahinya, ketika dia berusia 7 tahun, dan dia diantar ke kamar beliau ketika berusia 9 tahun, dan ketika itu dia sedang membawa bonekanya, sedangkan beliau wafat darinya ketika dia berusia 18 tahun.[Muslim 8.3311/2549]
  4. Riwayat [Yahya bin Yahya, Ishaq bin Ibrahim (ke-2nya mengatakan: telah mengabarkan pada kami) dan Abu Bakar bin Abi Syaibah, Abu Kuraib (ke-2nya mengatakan: telah menceritakan pada kami)] - Abu Mu'awiyah - Al A'masy - Ibrahim - Al Aswad - 'Aisyah: Rasul menikahinya pada saat Aisyah berumur 6 tahun dan tinggal bersamanya pada saat Aisyah berumur 9 tahun dan meninggal pada saat Aisyah berumur 18 tahun [Muslim 8.3311/2550, walaupun nomor sama namun ini dari jalur perawi yang berbeda]
Tirmidzi
(Setelah meriwayatkan hadis dari Qutaibah - Abdul Aziz bin Muhammad - Muhammad bin 'Amr - Abu Salamah - Abu Hurairah- Rasulullah SAW) (Tirmidzi:) ... Sedangkan Ahmad dan Ishaq berkata: jika anak yatim telah mencapai umur 9 tahun, lalu dinikahkan dan dia rela maka nikahnya sah dan dia tidak boleh memilih jika memang sudah baligh. Keduanya berdalil dengan hadits 'Aisyah. Dia berkata: "Rasulullah SAW mulai menggaulinya pada umur 9 tahun." Aisyah berkata: "Jika anak perempuan berumur 9 tahun, dia sudah menjadi baligh." [Tirmidzi no.1027]

Abu Dawud:
  1. Riwayat Sulaiman bin Harb, Abu Kamil - Hammad bin Zaid - Hisyam bin 'Urwah - ayahnya - Aisyah: Rasullulah mengawiniku [tazawwajani] saat usiaku 7 tahun” (Periwayat Sulaiman berkata: ‘atau 6 tahun’). dan bersama saya [wadakhal bi/"وَدَخَلَ بِي"] saat aku berusia 9 tahun’[Abu Dawud 11.2116/1811, Disahihkan Albani]
  2. Riwayat (Musa bin Isma'il - Hammad bin Salamah) dan (Bisyr bin Khalid - Abu Usamah) - Hisyam bin Urwah - Bapaknya - 'Aisyah: Rasullullah mengawiniku [tazawwajani] ketika aku 7 atau 6 tahun. Ketika kami tiba di Madinah, maka datanglah beberapa kaum wanita, Bisyr menyebutkan, "lalu Ummu Rumman menghampiriku saat aku ada di ayunan. Mereka kemudian membawaku, lalu merias dan mengurusku. Setelah itu aku dibawa ke hadapan Rasulullah saw, kemudian membangun bersama ku [fabanaa bi] saat aku berumur 9 tahun. Ummu Rumman berdiri bersamaku di depan pintu, hingga aku pun berkata, 'Hah.. hah..'. -Abu Dawud berkata, "Yaitu bernafas'- aku lalu dimasukkan ke dalam rumah, dan ternyata di dalam telah banyak para wanita Anshar. Mereka berkata, "Semoga membawa kebaikan dan keberkahan." (Lafadz) Hadits keduanya: [Musa bin Isma'il dan Bisyr bin Khalid- kadang ada yang sama."] - Ibrahim bin Sa'id - Abu Usamah seperti hadits tersebut. Ia berkata, "Semoga membawa kebaikan." Ummu Rumman kemudian menyerahkan aku kepada wanita-wanita itu, mereka lalu mengkramasi kepalaku dan meriasku. Dan tidak ada yang membuatku kaget kecuali saat Rasulullah SAW datang di waktu dhuha, mereka kemudian menyerahkan aku kepada beliau." [Abu Dawud 42.4915/4285 dan no. 4286. Hadis Abu Dawud 42.4915 dan Abu Dawud 42.4917, Ketiga Hadis disahihkan Albani]
Ibn Majjah:
  1. Riwayat Suwaid bin Sa'id - Ali bin Mushir - Hisyam bin Urwah - Bapaknya - 'Aisyah: Rasulullah SAW menikahiku di saat umurku 6 tahun..Ibuku lantas menyerahkan aku kepada beliau, sementara umurku waktu itu masih 9 tahun." [Ibn Majjah no.1866]
  2. Riwayat Ahmad bin Sinan - Abu Ahmad - Isra`il - Abu Ishaq - Abu 'Ubaidah - Abdullah: Nabi mengawini/tuzawij Aisyah ketika ia berusia 7 tahun dan membangun rumah tangga [wabanaa biha] ketika Ia berusia 9 tahun, dan Nabi wafat ketika Ia berusia 18 tahun [Ibn Majah 9.1877/1867. Ibn Majah ada juga meriwayatkan dari Jalur Hisham dan juga sahih yaitu di 9.1876]
Nasai:
  1. Riwayat Ishaq bin Ibrahim - Abu Mu'awiyah - Hisyam bin 'Urwah - ayahnya - Aisyah: Rasulullah SAW menikahinya [tazawwajaha] sedang ia berumur 6 tahun dan membangun rumah tangga dengannya [banaa biha] sedang ia berumur 9 tahun [Nasai no.3203]
  2. Riwayat Ahmad bin Sa'd bin Al Hakam bin Abu Maryam - pamanku (Sa'id bin Abi Maryam Al Hakam bin Muhammad bin Salim) - Yahya bin Ayyub - 'Ammarah bin Ghaziyyah - Muhammad bin Ibrahim - Abu Salamah bin Abdur Rahman - Aisyah: Rasulullah SAW menikahiku sedang saya adalah anak yang berumur 6 tahun, dan beliau berumahtangga denganku saat umurnya 9 tahun. [Nasai no.5122 atau Nasai no.3326]
  3. Riwayat Qutaibah - A’bthar - Mutarrif - Abu Ishaaq - Abu U’baidah - Aisyah: Rasul menikahiku diumur 9 tahun dan aku tinggal bersamanya selama 9 tahun [Sunan Nasai 4.26.3259/3205, disahihkan oleh Albani]
  4. Riwayat [Muhammad bin Al 'Ala` dan Ahmad bin Harb] - Abu Mu'awiyah - Al A'masy - Ibrahim - Al Aswad - Aisyah: Rasulullah SAW menikahinya saat berumur 9 tahun dan meninggal sedang ia berumur 18 tahun [Nasai no.3206].
Ahmad:
  1. Riwayat Sulaiman bin Daud - 'Abdurrahman - Hisyam bin 'Urwah - ayahnya - Aisyah: "Rasulullah SAW menikahiku (tazawwajani rasul alllah SAW) dan saya berumur 6 tahun di Mekah setelah wafatnya Khadijah (wa'ana abnat sitt sinin bimakka mutawaffa khadijat) wadakhal bi (dan masuk bersamaku) dan saya berumur 9 tahun di Madinah (wa'ana abnat tise sinin bialmadina)." [Ahmad no.23722]
  2. Riwayat Muhammad bin Basyar - Muhammad bin Amru - Abu Salamah dan Yahya: ..Kemudian Abu Bakar berkata kepada Khaulah; 'Panggilkan Rasulullah kepadaku.' Lalu ia memanggilnya dan menikahkan Aisyah dengan beliau. Tatkala itu, Aisyah masih berumur 6 tahun.. Kemudian Khaulah binti Hakim pergi menemui Saudah binti Zam'ah..Dia (Ayah saudah) berkata; 'Panggilkan beliau untukku.' Lalu Rasulullah SAW datang kepadanya dan ia menikahkan Saudah dengannya..Aisyah berkata; "Lalu kami datang ke Madinah..Rasulullah SAW datang dan memasuki rumah kami [fadakhal baytana]..Rasulullah SAW telah duduk di atas ranjang di rumah kami,..Lalu ibuku mendudukkanku di pangkuannya..Lalu para lelaki dan wanita segera beranjak pergi wabunaa bi rasul allah SAW fi baytina (dan membangun bersamaku Rasulullah SAW di rumah kami)...aku ketika itu masih berumur 9 tahun." [Ahmad no.24857]
  3. Riwayat Abu Muawiyah - Al-A'masy - Ibrahim - Al-Aswad - Aisyah: "Rasulullah SAW menikahinya/tazawwajaha ketika dia berumur 9 tahun, dan beliau meninggal ketika ia berumur 18 tahun." [Ahmad no. 23023, juga di no.23023, semuanya bukan dari jalur perawi Hisyam.]
Tabari [vol.7, hal.7-8; vol.39, hal 171-173]:
    Aisyah dinikahi 3 tahun SEBELUM hijrah, setelah wafatnya Khadijjah, diusia 6/7 tahun dan digauli di bulan Syawal, 7 atau 8 bulan SETELAH hijrah ke Medinah, diusia 9 tahun [Tabari vol.7, hal.7; Tabari vol.39, hal.171-172]. Aisyah wafat di bulan Ramadhan Jun-Jul 678 M/58 H, diusia 66 tahun [Tabari vol.39, hal.173].

    Riwayat Abd Al Hamid bin Bayan Al Sukkari - Muhammad bin Yazid - Ismail (Ibn Abi Khalid) - Abd Al rachman bin Abi al Dahhak-Seorang dari Quraish - Abd Al Rachman bin Muhammad - Abd Allah bin Safwan - Aisyah: Rasullullah mengawiniku di usia 7 tahun, Pernikahanku dilaksanakan saat aku berusia 9 tahun
Ibn Kathir ["Al Sirah Al Nabawiyyah", Vol 2 hal 92-97]:
    Al-Bukhari: Dari 'Ubayd b. Isma'il - Abu Usama - Hisham b. 'Urwa - ayahnya: "Khadijah meninggal 3 tahun sebelum Hijrah...dan Ia melakukan kontra pernikahan dengan Aisyah yang saat itu berusia 6 tahun, setelah itu menikah dengannya ketika Ia berusia 9 tahun."

    Ibn Kathir: ... Pernyataannya (Urwah), "..6 tahun, kemudian melakukan pernikahan dengannya ketika dia berusia 9 tahun" TIDAK DITENTANG SIAPAPUN, dan mapan dalam kumpulan hadis sahih dan tempat lainnya. Ia menikah dengannya selama tahun ke-2 setelah Hijrah ke Madinah. Kontrak pernikahan dengannya terjadi sekitar 3 tahun setelah kematian Khadijah,.. ["The Life of the Prophet Muhammad (Al-Sira al-Nabawiyya)", [Ibn Kathir, Vol.2, hal. 93-94]
Hafiz Ibn Hajar Al-Asqalani, Aisyah saat pertempuran Khaibar (6/7 AH) berusia 14 tahun:
    Al-Haafiz melanjutkan dengan mengatakan: [43: Fath al-Bari 10/400, Bab (91), terkait Hadits no.5954, 5955]
    Abu Dawud dan An-Nasai meriwayatkan dengan rantai lain (wajh aakhar) dari Aisyah: "Rasulullah SAW kembali dari pertempuran Tabuk atau Khaibar ... "
    Di sini Ia menyebutkan Hadits..."Kemudian sisi tirai yang menutupi boneka Aisyah. Beliau SAW: Apa ini, Aisyah? Dia berkata: Boneka saya...."
    Al-Khattabi: Dari hadits ini dipahami bahwa bermain dengan boneka (al-banaat) tidak seperti hiburan dari gambar lain (suwar) yang di dalamnya disebutkan ancaman (wa'id) hukuman. Satu-satunya alasan mengapa izin dalam hal ini diberikan kepada Aisyah karena SAAT ITU, DIA BELUM MENCAPAI USIA PUBER.
    [al-Haafiz] Saya berkata: Mengatakan dengan pasti, [bahwa dia belum mencapai usia pubertas] patut dipertanyakan, meski mungkin saja demikian. Ini, karena Aisyah adalah seorang gadis berusia 14 tahun saat Pertempuran Khaibar - tepat berusia 14 tahun, atau baru saja melewati tahun ke-14empat belas [dan memasuki tahun ke-15], atau mendekati itu (tahun ke-14).
    Adapun usianya pada saat Pertempuran Tabuk - dia saat itu telah mencapai usia pubertas...["The Beneficial Response Concerning the Islamic Ruling of Pictures/Images", Shaykh Abdul-Aziz Ibn Abdullah Ibn Baaz, Translasi Inggris oleh Abu Muhammad Abdur-Ra'uf Shakir]
Pengarang Sejarah Kehidupan Muhammad:
    [..]Rasulullah … menikah dengan Aisyah ….. Ketika itu Aisyah berumur enam tahun. Kemudian pada bulan Syawal tahun pertama hijrah, beliau mulai menggaulinya, di Madinah. Ketika itu Aisyah berumur sembilan tahun. [Mubarakfury, halaman 185]
Umur Aisyah waktu itu baru menginjak 7 tahun … tetapi beliau baru serumah dengan Aisyah sebagai suami istri setelah terjadinya hijrah ke Madinah kurang lebih tiga tahun kemudiannya. Bagi Aisyah puteri Abu Bakar yang masih lugu[..] [Abbas Jamal, halaman 21] Nabi pun sempat memuji "legitnya" Aisyah adalah seperti tharid (hidangan roti dan daging) yang tidak ada bandingannya.
    Riwayat Abu Musa:
    Rasullulah berkata: ’Banyak para lelaki mencapai (tingkat) kesempurnaannya namun tidak diantara para wanita mencapai tingkat itu kecuali Asiyah, Istri dari Pharaoh (Firaun) dan Mary anak dari Imran dan tidak diragukan lagi superioritas Aisyah dari wanita-wanita lainnya ia bagaikan keunggulan rasa dari Tharid (sejenis daging dan roti) dibandingkan dengan makanan lainya. [Bukhari 4.55.623]
Aisyah saat itu masih belum puber, masih main ayunan, main boneka:
    Ketika Nabi mengawini Aisyah, ia sangatlah muda dan belum siap untuk melakukannya. [Tabari Vol.9, Hal.128]
    Diriwayatkan Aisyah:
    Aku biasa bermain dengan boneka2 di depan Nabi, dan kawan2 perempuanku juga biasa bermain bersamaku. Kalau Rasul Allah biasanya masuk ke dalam (tempat tinggalku) mereka lalu bersembunyi, tapi sang Nabi lalu memanggil mereka untuk bergabung dan bermain bersamaku. (Bermain dengan boneka2 atau bentuk2 yang serupa itu dilarang, tapi dalam kasus ini diizinkan sebab Aisyah saat itu masih anak kecil, belum mencapai usia puber) [Bukhari 8.73.151, Fateh-al-Bari, Vol. 13, hal.143]

    Diriwayatkan Aisyah, Ummul Mu'minin:
    Rasul Allah menikahiku ketika aku berusia tujuh atau enam tahun. Ketika kami tiba di Medina, beberapa wanita datang, menurut versi Bishr: Umm Ruman datang padaku ketika saya sedang bermain ayunan. Mereka memandangku, mempersiapkanku, dan mendandaniku. Kemudian aku dibawa ke Rasul Allah, dan ia hidup bersamaku sebagai suami istri ketika aku berusia sembilan tahun. Ia (Umm Ruman) menghentikanku di pintu, dan aku meledak tertawa. Ia pun masih suka main boneka ketika Nabi pulang dari perang [Sunan Abu-Dawud 41.4915]

    Diriwayatkan Aisyah, Ummul Mukmin:
    ketika Rasullulah tiba dari ekspedisi ke Tabuk atau Khaibar (periwayat ragu), tirai lemari penyimpanan barang Aisyah terangkat dan terlihat beberapa boneka kepunyaannya Nabi berkata: Apa ini? Ia menjawab: bonekaku, diantaranya ada mainan kuda dengan sayap dari potongan kain, dan nabi berkata: Apa ini? Ia menjawab: kuda. Nabi berkata: apa yang ada padanya? Ia mejawab: dua sayap. Nabi bertanya: Kuda dengan dua sayap? Ia menjawab: Tidak engkau pernah mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda bersayap? Ia berkata: Setelah itu Rasullulah tertawa begitu lebarnya sehingga kudapat melihat hingga gigi gerahamnya [Sunan Abu Dawud 36.4914.]

    Tentang Hadis di atas, dalam bukunya, Ibn Baaz, mengutip pendapat Al Hafiz, Ibn Hajjar dan Al Khattabi, yaitu:

    Al-Khattaabee:
    Dari hadits ini dapat dipahami bahwa bermain dengan boneka (al-Banaat) tidak seperti hiburan dari gambar lain (suwar) tentang ancaman (wa'eed) hukuman disebutkan. Satu-satunya alasan mengapa izin ini diberikan kepada 'Aisyah (ra) adalah karena saat itu, Ia tidak, mencapai usia puber.

    [Al-Hafidz (Ibn Hajjar) berkata:]
    Aku berkata: Untuk mengatakan dengan pasti, [bahwa dia belum di usia puber] dipertanyakan, namun bisa jadi demikian. Hal ini, karena 'A'isyah (ra) adalah gadis berusia 14 tahun saat pertempuran Khaibar (628 M) - atau persis 14 tahun, atau baru saja melewati tahun ke-14, atau mendekati itu.

    [Sumber: "The Beneficial Response Concerning the Islamic Ruling of Pictures/Images", Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah-Ibn Baaz, terjemahan ke Inggris: Abu Muhammad Abdur-Rauf Shakir, 1418H/1997, Ed.6. atau lihat: ini, yang mengutip Fath Al Bari 10/400, bab 91 yang berkaitan dengan hadis 5954, 5955]
Terdapat Fatwa ulama, YAITU ketika Aisyah masih belum menstruasi, cara Muhammad menggauli anak kecil itu dengan meletakkan PENISNYA di antara paha Aisyah, seperti yang disampaian dalam islamic-fatwa.net, (juga ada di buku "The truth about Islam", Ibn el Nile, 2008, hal 104):



Sample arabic lain gambar di atas, Fatwa no.31409:

فتوى رقم [31409] تاريخ 7\5\1421ه
الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده---وبعد:
فقد اطلعت اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والافتاء على ما ورد الى سماحة المفتي العام من المستفتي ابو عبدالله محمد الشمري والمحال الى اللجنة من الامانة العامة لهيئة كبار العلماء برقم 1809 وتاريخ 3\5\1421ه وقد سأل المستفتي سؤالا هذا نصه:
انتشرت في الاونة الاخيرة ,وبشكل كبير وخاصة في الاعراس عادة مفاخذة الاولاد الصغار ,ماحكم ذلك مع العلم ان رسول الله صلى الله عليه وسلم كان قد فاخذ سيدتنا عائشة رضي الله عنها

وبعد دراسة اللجنة للاستفتاء اجابت بمايلي:ليس من هدي المسلمين على مر القرون ان يلجأن الى استعمال هذه الوسائل الغير شرعية والتي وفدت الى بلادنا من الافلام الخلاعية التي يرسلها الكفار واعداء الاسلام ,اما من جهة مفاخذة رسول الله صلى الله عليه وسلم لخطيبته عائشة فقد كانت في سن السادسة من عمرها ولا يستطيع ان يجامعها لصغر سنها لذلك كان صلى الله عليه وسلم يضع اربه بين فخذيها ويدلكه دلكا خفيفا ,كما ان رسول الله يملك اربه على عكس المؤمنين
بناء على ذلك فلا يجوز التعامل بالمفاخذة لا في الاعراس ولا في المنازل ولا في المدارس ,لخطرها الفاحش ولعن الله الكفار ,الذين اتوا بهذه العادات الى بلادنا,

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والافتاء
عضو:بكر بن عبد الله ابو زيد
عضو:صالح بن فوزان الفوزان
الرئيس عبد العزيز بن عبد الله بن محمد آل الشيخ

Terjemahannya kurang lebih sebagai berikut:
Fatwa No.31409 tanggal 7/5/1421 AH (8 Agustus 2000)
Puji syukur pada Allah dan shalawat kepada Nabi terakhir dari semua nabi.

Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Ifta memperhatikan pada apa yang Mufti Besar Abu Abdullah Muhammad Al Shamry kirimkan ke SEKJEND Dewan Ulama Senior Komite no.1809 tanggal 3/5/1421, yang mengajukan pertanyaan sebagai berikut:

Akhir-akhir ini, yang mewabah dalam skala besar, terutama di pernikahan, kebiasaan mufa'khathah anak kecil; apa putusan quran tentang ini, terutama bahwa Rasullullah SAW telah melakukan mufaakhatha pada Aisyah, Panitia setelah mempelajari permintaan ini, memutuskan hal-hal berikut:

Ini bukan petunjuk yang benar untuk Muslim selama berabad-abad dalam melakukan praktek-praktek yang melanggar hukum, yang diimpor ke negara kita melalui video asusila kiriman orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam. Adapun mufa'khata yang dilakukan rasullullah pada tunangannya Aisyah, ia berusia 6 tahun dan tidak dapat melakukan hubungan seksual dengannya karena usia yang masih kecil, Oleh karenanya, yang nabi lakukan adalah menempatkan penisnya di antara kedua pahanya dan mengosok-gosok lembut. Selain itu, Rasullullah memegang kendali penuh atas penisnya tidak seperti orang beriman lainnya. Oleh karena itu, tidak diizinkan untuk melatih mufakhata, baik di pernikahan, atau rumah atau sekolah, karena mengandung bahaya ahli kubur. Dan semoga Allah mengutuk orang-orang kafir yang membawa praktek-praktek ini kenegara kita.

Komite tetap untuk riset sains dan putusan agama adalah:
Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad Al Sheikh
Anggota: Bakr bin Abdullah Abu Zaid
Anggota: Saleh bin Fozan Al Fozan

sample lain dari Fatwa jaringan Islam, no.23672, yang berasal dari islamweb, dengan supervisi Dr Abdullah Al-Faqih, Professor ilmu politik sains universitas Sana'a:



رقم الفتوى 23672 حدود الاستمتاع بالزوجة الصغيرة
تاريخ الفتوى : 06 شعبان 1423
السؤال
أهلي زوجوني من الصغر صغيرة وقد حذروني من الاقتراب منها ماهو حكم الشرع بالنسبة لي مع زوجتي هذه وما هي حدود قضائي للشهوة منها وشكرا لكم؟
الفتوى
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فإذا كانت هذه الفتاة لا تحتمل الوطء لصغرها، فلا يجوز وطؤها لأنه بذلك يضرها، وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم " لا ضرر ولا ضرار " رواه أحمد وصححه الألباني.
وله أن يباشرها، ويضمها ويقبلها، وينزل بين فخذيها، ويجتنب الدبر لأن الوطء فيه حرام، وفاعله ملعون.
ولمزيد الفائدة تراجع الفتوى رقم 13190 والفتوى رقم 3907
والله أعلم.
المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه
فتاوى ذات صلة
يجوز للزوج الاستمتاع بزوجته الحائض إلا الوطء
يجوز للرجل الاستمتاع بزوجته إلا الدبر وأوقات الحيض والنفاس
يحرم على الرجل إتيان زوجته في الدبر أو في حيضها ونفاسها
المزيد

Terjemahannya kurang lebih sebagai berikut:
Fatwa No 23672 tentang batas dalam menikmati istri yang berumur masih kecil
Fatwa Tanggal: 6 Agustus 1423
Pertanyaan: Orang tuaku mengawiniku dengan anak kecil yang belum puber. Bagaimana aku menikmati seksual bersamanya?
Jawab: ..Jangan sakiti dia jika ia belum dapat melakukan hubungan seks, namun engkau dapat memeluknya, menciumnya dan melakukan ejakulasilah diantara dua kakinya..[..]

Adakah rujukan dalam Islam bagi mereka yang gemar mengawini anak-anak di bawah umur?

Ada. Salah satunya adalah hadis ketika Nabi melihat Ummu’l Fadl dan berminat mengawininya
    Riwayat Ya'qub - Bapakku - Ibnu Ishaq - Husain bin Abdullah bin Abbas - Ikrimah bekas budak Ibnu Abbas - Abdullah bin Abbas - Ummu Fadll binti Harits bahwa Rasulullah SAW melihat Ummu Habibah binti Abbas berada dalam sapihan, Ummu Fadl berkata, "Beliau lalu bersabda: "Jika anak perempuan Abbas ini tumbuh dan aku masih hidup maka aku akan menikahinya."[Ahmad no.25636. Pendapat para lama tentang Husain bin Abdulllah: Laisa bi Tsiqah/tidak ada apa-apa dengannya, jujur (Abu Zur'ah, Yahya), Dlaif/lemah (Ibnu Hajar al 'Asqalani + Abu Hatim), Matruk/dituduh berdusta (An Nasa'i), Ditinggalkan hadisnya (Adz Dzahabi), Bukhari mengatakan: Ali meninggalkan hadisnya dan juga meninggalkan Ahmad.]

    Namun demikian,
    A. Guillaume juga mengutip Al Suhayli, komentator abad ke-12, tentang Sirat Nabawiyah Ibn Ishaq, yaitu bagian dalam kurung: Suhayli, ii.79 dalam riwaya Yunus 1.1, tercatat bahwa Rasullullah SAW melihatnya (Ummu'l Fadl) merangkak di depannya dan berkata, "Jika ia besar nanti dan aku masih hidup Aku akan mengawininya" ["The Life of Muhammad" - A Translation of Ibn Ishaq's Sirat Rasul Allah, Alfred Guillaume, Oxford University Press, 2004, hal.311]


    Video di atas ini dari Dr. Ahmad Al-Mub'i (Ulama Saudi yang bertugas menyelenggarakan perkawinan) menyatakan: TIDAK ADA batasan minimum mengawini, bahkan bayi perempuan berusia 1 tahun pun boleh dikawin kontrak (LBC TV (Libanon), 19 Juni 2008, menit: 00:35, di: memritv, youtube1, youtube2] []
Quran:
    Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan mereka (wa-allāī) yang tidak haid (lam yaḥiḍ'na). Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. [AQ 65.4]
Tafsir Quran untuk AQ 65.4 dari Ibn kathir, Jalalyn dan juga Ibn Abbas menyatakan bahkan pada anak kecil yang belum MENSTRUASI, batas waktu tunggu (idah) setelah anak kecil itu diceraikan suami sebelumnya agar dapat digauli secara seksual juga 3 bulan. Ibn Kathir menyandarkan pendapatnya pada hadis nabi yang berasal dari riwayat Ubay bin ka'ab

Al-Baghawi:
وَاللائِي لَمْ يَحِضْنَ يعني : الصغار اللائي لم يحضن ، فعدتهن أيضاً : ثلاثة أشهر .
"para wanita yang belum mengalami haid" maknanya adalah gadis kecil yang belum mengalami haid (belum baligh). Masa iddahnya juga tiga bulan.” (Tafsir al-Baghawi 8.152)

Ibnu Hajar:
والبكر الصغيرة يزوِّجها أبوها اتفاقاً ، إلا من شذ
“Gadis kecil, dinikahkan oleh bapaknya dengan sepakat ulama. Tidak ada yang menyelisihi, kecuali pendapat yang asing.” (Fathul Bari, 9.239)

An-Nawawi:
قال مالك والشافعي وأبو حنيفة : حدُّ ذلك أن تطيق الجماع ، ويختلف ذلك باختلافهن ، ولا يضبط بسنٍّ ، وهذا هو الصحيح ، وليس في حديث عائشة تحديد ، ولا المنع من ذلك فيمن أطاقته قبل تسع ، ولا الإذن فيمن لم تطقه وقد بلغت تسعاً ،
“Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Abu Hanifah berpendapat, batasan bolehnya berhubungan badan dengan istri di bawah umur adalah apabila dia sudah mampu hubungan badan. Dan itu berbeda-beda antara satu wanita dengan yang lainnya. Tidak bisa dibatasi berdasarkan usia. Inilah pendapat yang benar. Sementara dalam hadis aisyah tidaklah menunjukkan batasan usia. Juga tidak dilarang untuk melakukan hubungan, bagi wanita yang sudah mampu sebelum usia 9 tahun. Demikian pula, tidak ada izin untuk melakukan hubungan dengan istri di bawah umur, meskipun dia sudah mencapai 9 tahun.” (Syarhul Muslim, 9.206) [sumber: di sini]

Ibnu Katsir:
yang dimaksud "perempuan-perempuan yang tidak haid" (lam yahidhna), adalah anak-anak perempuan kecil yang belum mencapai usia haid (ash-shighaar al-la`iy lam yablughna sinna al-haidh). Ini sesuai dengan sababun nuzul ayat tersebut, ketika sebagian shahahat bertanya kepada Nabi SAW mengenai masa iddah untuk 3 (tiga) kelompok perempuan, yaitu: perempuan yang sudah menopause (kibaar), perempuan yang masih kecil (shighar), dan perempuan yang hamil (uulatul ahmaal).

Imam Suyuthi dalam kitabnya Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil hal.212 mengutip Ibnul Arabi:
"Diambil pengertian dari ayat itu, bahwa seorang boleh menikahkan anak-anak perempuannya yang masih kecil, sebab iddah adalah cabang daripada nikah."

Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar (9/480): boleh hukumnya seorang ayah menikahkan anak perempuannya yang belum baligh (yajuuzu lil abb an yuzawwija ibnatahu qabla al-buluugh) [sumber: di sini]

Asy-Syaikh As-Sa’di:
“Dan bagi wanita yang belum haid seperti anak kecil dan yang wanita yang sudah tidak haid lagi seperti wanita yang sudah tua (moneupouse) maka iddahnya tiga bulan, berdasarkan firman Allah:
وَاللائِي يَئِسْنَ مِنَ المَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللائِي لَمْ يَحِضْنَ
“dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.” (Ath-Thalaq : 4) (Manhajus Saalikin, hlm 188)[sumber: di sini]

Di samping Sunni,
Syiah juga mengijinkan menggauli bayi/anak kecil yang belum menstruasi dengan cara yang sama:
    "Adalah legal bagi pria dewasa untuk menggauli 'thigh' atau menikmati gadis kecil yang dalam masa menyusui; artinya meletakan penisnya diantara 'thighs' (paha), dan menciumnya" [Ayatollah Al Khomeini, "Tahrir Al wasila," hal. 241, issue no.12]. Juga silakan lihat youtube tentang "thigh"
Apa alasan Muhammad mengawini Aisyah yang masih belum baliq ini?

Alasan Muhammad mengawini Aisyah adalah untuk memperkuat tali persaudaraan dengan "saudara angkatnya" Abu Bakr.
    Muhammad Melamar Aisyah [..]Masa berkabung terhadap Khadijah itu pun sudah pula berlalu. Terpikir olehnya akan beristri, kalau-kalu istrinya itu kelak akan dapat juga menghiburnya, dalam mengobati luka dalam hatinya, seperti dilakukan Khadijah dulu. Tetapi dalam hal ini ia melihat pertaliannya dengan orang-orang Islam yang mula-mula itu harus makin dekat dan perlu dipererat lagi. Itu sebabnya ia segera melamar putri Abu Bakr, Aisyah. Oleh karena waktu itu ia masih gadis kecil yang baru berumur tujuh tahun, maka yang dilangsungkan baru akad nikah, sedang perkawinan berlangsung dua tahun kemudian, ketika usianya mencapai sembilan tahun. [Sejarah Hidup Muhammad, Muhammad Husain Haekal, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah, Cetakan ke-18, Litera AntarNusa, ISBN:979-8100-02-6). Hal.151]

    Perkawinan Nabi dengan Aisyah: ...... Ketika itulah Muhammad menyelesaikan perkawinannya dengan Aisyah bt. Abu Bakr, yang waktu itu baru berusia sepuluh atau sebelas tahun [note: di hal 151, dikatakan berumur 9]. Ia adalah seorang gadis yang lemah-lembut dengan air muka yang manis dan sangat disukai dalam pergaulan. Ketika itu ia sedang menjenjang remaja putri, mempunyai kegemaran bermain-main dan bersukaria. Pertumbuhan badannya baik sekali. Pertama ia pindah ke tempatnya yang sekarang di samping tempat Sauda di sisi mesjid, ia melihat Muhammad adalah seorang ayah yang penuh kasih-sayang, seorang suami yang penuh cinta-kasih. Ia tidak keberatan ikut bermain-main dengan barang-barang mainannya itu.. [Hal. 206]
Alasan itu tidak valid karena Abu Bakar sebelumnya menyatakan keberatannya dengan pernikahan ini karena mereka adalah saudara angkat. Padahal Nabipun pernah menolak tawaran dari Hamza, ‘saudara angkatnya’ juga, untuk menikahi puterinya:
    Diriwayatkan 'Ursa:
    Nabi meminta Abu bakar untuk memperkenankan Ia menikahi Aisyah. Abu bakar berkata ‘Namun Aku kakak mu’ Nabi menjawab.’ Kau kakakku di agama Allah dan di kitabnya, namun dia (Aisyah) diperkenankan bagiku untuk mengawininya’[Bukhari 7.62.18]
Abu Bakr sebenarnya tidak salah karena dalam tradisi bangsa Arab persaudaran walaupun saudara angkat sama artinya dengan saudara kandung. Demikian juga dengan anak angkat. Tabu untuk mengawini anak saudara angkat atau isteri anak angkat menurut moral bangsa2 Arab pada waktu itu. Namun Nabi Muhammad sendiri pun menolak saat di tawari untuk menikah dengan anak Hamza (yang juga adalah saudara angkat seperti halnya Abu Bakr) dengan alasan bahwa anak Hamza adalah keponakan angkatnya (Padahal Aisyah juga adalah keponakannya)
    Diriwayatkan Ibn ‘Abbas:
    Di katakan kepada Nabi, ‘Kenapa tidak mengawini anaknya Hamza?’ Ia berkata, ‘Ia (anak perempuan Hamza) adalah keponakan angkatku.’[Bukhari 7.62.37]
Baik kalangan sunni maupun syi’ah menghalalkan anak kecil di nikahi. Ayatullah Rohullah Khomeini, dari negara iran (yang memberikan Fatwa Mati bagi penulis “ayat-ayat setan”, salman rusdie) membuat peraturan usia minimal pernikahan adalah 9 th.

Ketentuan RUU Perkawinan yang dipandang tidak sesuai dengan ajaran Islam, dengan fikih perkawinan dari IKADABANDUNG:
[..]Ketiga,
batas usia perkawinan. Jumhur ulama berpendapat bahwa perkawinan anak kecil dibolehkan 1).Abu Hanifah, Malik Ibn Anas, al-Syafi`i, dan Ahmad Ibn Hanbal membolehkan perkawinan anak kecil. Alasannya adalah karena Nabi Muahmmad Saw. menikah dengan Aisyah ra. ketika masih berumur 7 tahun dan tinggal bersama Nabi Saw. pada usia 9 tahun2) Oleh karena itu, ulama memandang bahwa penentuan batas usia perkawinan tidak sejalan dengan sunah Nabi Saw.
  1. Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1984), j. VII, h. 179-180; lihat pula Jaih Mubarok, Pemikiran al-Thahthawi tentang Ijtihad dan Perwujudannya dalam Fiqh, (Jakarta: PPs IAIN Syarif Hidayatullah, 1998), disertasi, h. 120, t.d.
  2. Hadits Nabi Saw. dibedakan menjadi tiga: perkataan (qawl), perbuatan (fi`l), dan ketetapan (taqrîr). Nabi Saw. menikah dengan Aisyah pada usia 9 tahun menunjukkan bahwa kawin dengan anak kecil dibolehkan karena Nabi Saw. telah melakukannya sebagai contoh (uswat) bagi umatnya. Riwayat tentang perkawinan Nabi Saw. dengan Aisyah Ra. antara lain dapat dilihat dalam Imam Bukhari, Shahîh Bukhârî, (Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, 1981), j. VI, h. 134’ lihat pula Imam Muslim, Shahîh Muslim, (Bandung: Dahlan, t.th.), j. I, h.595.
PENENTANG Aisyah menikah umur 9 tahun
Kelompok mengatakan bahwa Aisyah sudah haid dan boleh "digauli", secara sepihak menganggap bahwa:
  1. Hisham ibnu `Urwah dikatakan mempunyai ingatan yang buruk dan tidak kredibel,

    Padahal para ulama-ulama berpengetahuan berpendapat sangat positif mengenai Hisham bin Urwah:

    Al-I’jli: "Ia adalah orang yang thiqah (dapat dipercaya)"

    Ibnu Hajar sendiri berpendapat bahwa Hisyam bin Urwah thiqah [At Taqrib 2/267] dan juga menyatakan Urwah bin Zubair seorang yang faqih yang thiqah [At Taqrib 1/671]

    Adz Dzahabi: Ia adalah seorang tokoh

    Muhammad ibn Sa’d: "Ia adalah narrator yang thiqah, yang menceritakan banyak Hadis dan Ia adalah hujjah (makna kata ini lebih kuat dari thiqah. Hujjah dapat diartikan bahwa sifat/karakter seseorang sudah cukup untuk dijadikan bukti)"

    Abu Hatim: "Ia adalah orang yang thiqah dan seorang iman (atau pemimpin) dari Hadis"

    Ya’qub ibn Shaibah: "Ia seorang yang bersungguh-sungguh terhadap apa yang diingatnya dan Ia seorang yang thiqah. Tak seorang pun menolak Hadis yang disampaikannya hingga suatu saat ia pergi ke Irak di mana ia mulai menceritakan Hadis dari ayahnya sementara pada kenyataannya Ia mendengar Hadis tersebut dari orang lain yang mendengarnya dari ayahnya."

    Abdur Rahman ibn Khirasj: "Maalik tidak senang dengan Hisham. Namun, Hisham adalah orang yang jujur dan cerita yang dikisahkannya dianggap sebagai Hadis yang paling otentik dibandingkan Hadis lain. Saya diberitahu bahwa Maalik tidak menyukainya dikarenakan kisah-kisah hadisnya kepada rakyat Irak. Hisham pergi ke Kufa 3 x. Suatu saat ia berkata 'Ayahku berkata kepadaku bahwa dia mendengar Aisyah…' dan di lain waktu Hisham bercerita Hadits yang sama: 'Ayahku berkata kepadaku bahwa Aisyah…' dan yang ke-3x Hisham bercerita: 'Ayahku menceritakan bahwa Aisyah…'"

    Ibn Hibban menyebutkan Hisham dalam bukunya Thiqaat (buku yang berisi narrator-narator yang dapat dipercaya):
    Hisham ibn ‘Urwah ibn Az-Zubair ibn Al-A’wwam Al-Asdi adalah orang yang dikenal juga sebagai Abu Al-Mundhir. Hisham melihat Jabir ibn Abdullah dan Ibn ‘Umar dan menceritakan cerita Hadis tersebut dari Wahab ibn Kisan dan kalangan Tabi’in. Hisham meninggal setelah perang Al-Hazimah pada tahun 145 atau 146 AH dan Ia dilahirkan pada tahun 60 atau 61 AH. Dikatakan, Ia meninggal pada tahun 144 AH. Ia adalah seorang hafidz, luar biasa pengetahuan Hadisnya, saleh dan mulia.(Thiqaat Ibn Hibban tentang Hisham ibn ‘Urwah)

    Para ulama-ulama di atas ini jelas memahami betul tentang Hisham, sehingga tidaklah mengherankan mengapa para pengumpul hadis termasuk Bukhari, Muslim dan lainnya tetap saja menerima hadis dari Hisham ibn U’rwah, bukan?!.

  2. Menuduh bahwa Tabari dan Ibn Hajar tidak akurat mengenai umur Aisyah (Padahal: di samping mereka ini, tidak kurangnya banyak juga para pengumpul hadis dengan berbagai variasi para perawi tetap saja menyatakan umur Aisyah saat itu adalah 6/7 tahun)

  3. Mengkaitkan turunnya surat al Qamar yang di turunkan Mekkah dan mengklaim surat itu turun 9 tahun sebelum hijrah (tanpa sumber) serta mengkaitkan hadis bukhari bahwa Aisyah adalah gadis belia saat itu (jaariyah > 2 tahun. sedangkan Sibyah < 2 tahun)

    Maududi dalam Tahfim Al Quran AQ 54, mengutip para ulama tradisional menyatakan turunnya surat Al qamar di 5 tahun sebelum Hijrah.

    Namun itupun tampaknya tidak benar karena 2 ayat Al Qamar 54.44-45 turun saat perang badar (17 Ramadhan 2H/Maret 624 M) yaitu ketika menjawab pernyataan Abu Jahal di perang Badar, sebagaimana tercantum di AQ 54.44 ("Atau apakah mereka mengatakan: "Kami adalah satu golongan yang bersatu yang pasti menang.") maka turunlah AQ 54.45 (Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang) dan mungkin juga dilanjutkan dengan kalimat AQ 54.46 (Sebenarnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit). [Lihat tafsir: Jalalayn, Tanwîr al-Miqbâs min Tafsîr Ibn ‘Abbâs dan Ibn Kathir]

    Tafsir Ibn Kathir menyatakan: ketika Muhammad mengucapkan kalimat AQ 54.45-46, Ia dalam keadaan mengenakan baju besi dan kemudian pergi keluar.

    Bukhari mengutip ucapan Aisyah menyatakan bagian surat AQ 54.46 diturunkan di Mekkah.

    Riwayat Ibrahim bin Musa - Hisyam bin Yusuf - Ibnu Juraij - Yusuf bin Mahik - Aisyah: (kepada seorang dari Irak) Ayat yang diturunkan pada Rasulullah SAW di Makkah yang pada saat itu aku masih anak-anak (jaariyah), adalah: 'BAL AS SAA'ATU MAU'IDUHUM WAS SAA'ATU ADHAA WA AMARR.(AQ 54.46).'[Bukhari 6.61.515]

    Kapan Hijrah terjadi? Kalangan Islampun beda pendapat:

    1. Muhammad menjadi Nabi di umur 40 tahun, tinggal di Mekkah 10 tahun dan 10 tahunnya lagi di Medina (riwayat dari Rabia bin Abi Abdurrahman, Bukhari 4.56.747) Wafat diusia 60 tahun (riwayat Anas bin Malik: Bukhari 4.56.748, 7.22.787 dan Muslim 30.57.97; Riwayat Yahya - Malik - Rabia ibn Abi Abd arrahman - Anas pada Malik Muwatta 9.49.1.1).
    2. Namun Ibn Abbas menyampaikan yang BERBEDA:
      Muhammad menjadi Nabi umur 40, tinggal di Mekkah 13 tahun, hijrah, tinggal di Medina 10 tahun dan wafat. (Bukhari 5.58.190) wafatnya umur 63 (Bukkhari 5.58.242) namun di kesempatan lain Ibn Abbas menyampaikan bahwa Muhammad di Mekkah selama 15 tahun, mendengar suara Jibril dan 7 tahun melihat gelombang cahaya jibril tapi tidak melihat bentuk, menerima wahyu 10 tahun dan tinggal di Mekkah selama 10 tahun (Muslim 30.5809) juga dari riwayat 'Ammar (mantan budak Bani Hashim), Ia bertanya ke Ibn Abbas, kemudian ibn Abbas bertanya ke banyak orang namun terdapat opini yang berbeda2, kemudian Ia sampaikan ke Ammar bhw Muhammad menjadi Nabi di usia 40, tinggal di Mekkah 15 tahun dan 10 tahun lagi di Medina (Muslim 30.5805).

    Jika kita ambil patokan 10 tahun adalah Hijriah, maka 5 tahun sebelum Hijrah. usia Aisyah > 2 tahun (Ia lahir 8 tahun sebelum Hijrah), ia bukan lagi sibyah namun sudah Jariyah.

    Penetapan tahun ke-5 sebagai tahun turunnya ayat itu adalah cukup tepat, mengingat pernah terjadi 40 pemimpin quraish mengambil satu keputusan bulat untuk memboikot mengucilkan bani Hasyim (dan bani Mutalib) baik mereka itu masih kafir maupun tidak akibat Abu Talib tidak mau ikut menegur dan menghentikan penghinaan muhammad dan pengikutnya yang dilakukan secara terus menerus terhadap sesembahan, adat istiadat suku quraish. Saat itu, Muhammad bahkan tidak di bunuh ataupun dilukai dan yang di hukum adalah pemimpin suku mereka sekaligus sukunya dengan cara di kucilkan agar menyadari tindakan tidak patutnya.

    Kejadian itu terjadi di tahun ke-7 kenabian atau tahun ke-5 kenabian, Sehingga kalimat, "kami adalah satu golongan yang bersatu yang pasti menang" sangat mungkin diucapkan di kejadian tersebut.

    kemudian, jika benar bagian ayat ini turun di Badr, yang tampaknya ini lebih masuk akal sebagai riwayat turunnya surat karena jika turun sebelum Hijrah (bahkan sampai 5 H) TIDAK ADA pernyataan perang apapun dari suku Quraish terhadap Muhammad dan kelompoknya.

    Kejadian di peristiwa badar ini merupakan akumulasi akibat perampokan-perampokan yang dilakukan Muhammad dan gerombolannya, Saat itu, karavan Abu Sufyan mengalami perampokan, namun kali ini sekumpulan kaum Quraish bangkit melakukan perlawanan mempertahankan diri dari para perampok jahanam. Di tahun peristiwa ini, Aisyah adalah jariyah (gadis belia) berusia dikisaran 10-12 tahun.

  4. Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Hanbal kontradiksi satu sama lain (Padahal: riwayat yang menyangkut umur Aisyah menikah, mereka menyatakan di kisaran umur 6/7 tahun). [Note: Padahal seluruh ulama, SEPAKAT Aisyah pada usia 6/7 tahun melakukan kontrak pernikahan yang terjadi SEBELUM hijrah dan hubungan seksualnya terjadi SETELAH hijrah pada usia 9 tahun]

  5. Pembantah menggunakan hadis yang menyatakan orang-orang yang ikut perang harus di atas 15 tahun merujuk pada kejadian Ibn Umar yang tidak diijinkan ikut perang Uhud ketika usianya usia 14 tahun dan saat Perang Khandaq, ia berusia 15 tahun:

    Riwayat 'Ubaidullah bin Sa'id - Abu Usamah -'Ubaidullah - Nafi' - Ibnu'Umar:
    bahwa Ia pernah menawarkan diri pada Rasulullah SAW untuk ikut di perang Uhud (22 Maret 625 M), saat itu umurnya masih 14 tahun namun tidak diijinkan. Kemudian ia menawarkan lagi pada perang Khandaq (31 Maret + 27 hari, 627 M) saat itu usiaku 15 tahun dan Beliau mengijinkanku".

    Nafi' berkata; "Aku menemui 'Umar bin 'Abdul 'aziz saat itu dia adalah khalifah lalu aku menceritakan hadis ini, dia (Umar) berkata: "Ini adalah batas antara anak kecil dan orang dewasa". Maka kemudian Ia (Umar) MENETAPKAN pegawainya untuk MEWAJIBKAN kepada siapa saja yang telah berusia 15 tahun.

    [Bukhari no.2470 . Bukhari no.3788, "Nabi SAW pernah mendapatinya dalam barisan perang Uhud ketika berusia 14 tahun, namun beliau tidak mengizinkannya, dan kemudian beliau kembali menemukannya dalam barisan perang Khandaq, ketika ia berusia 15 tahun, beliau akhirnya mengizinkannya" Abu Dawud no.3827, "Nafi' berkata, "Aku telah menceritakan hadits ini kepada Umar bin Abdul Aziz, lalu ia berkata, "hadits ini adalah batas untuk membedakan anak kecil (ghulam, belum Baliqh) dengan orang dewasa")]

    Hadis-hadis di atas, Bukhari mengelompokkannya dalam bab: Balighnya anak kecil dan nilai persaksiannya sedangkan Abu Dawud mengelompokkannya dalam bab: Umur laki-laki yang diperbolehkan ikut perang. Namun demikian, bila hadis ini kemudian dimaknai sebagai pelarangan anak kecil ikut dalam perang, maka ini TIDAK BENAR. Hadis ini menginformsikan bahwa KHALIFAH UMAR menetapkan batas usia minimum anak agar dapat DIWAJIBKAN ikut dalam perang, yaitu mulai umur 15 tahun.

    Terdapat hadis-hadis yang mencatat keikutsertaaan aktif anak-anak kecil di medan perang, misal:

    Riwayat Ya'qub bin Ibrahim - Ibrahim bin Sa'ad - bapaknya - kakeknya - 'Abdur Rahman bin 'Auf:
    "Aku berada dalam barisan pasukan di perang Badar (17 Ramadhan 624 M) dan ketika aku menoleh ke samping kanan dan kiriku. Aku melihat dua anak lelaki kecil [ghulam, belum baliqh].
    Aku merasa heran dengan keberadaan keduanya ketika salah seorang dari keduanya berkata kepadaku secara pelan agar tidak didengar temannya; "Wahai paman, tunjukkan kepadaku Abu Jahal"
    Aku tanya; "Wahai anak saudaraku, apa yang akan kamu lakukan terhadapnya?"
    Jawabnya; "Aku telah berjanji kepada Allah. Jika aku melihatnya, aku akan membunuhnya". Anak yang satu lagi juga mengatakan hal yang sama kepadaku secara pelan pula.
    'Abdur Rahman bin 'Auf berkata; "Keberadaan keduanya sangat membahagiakan aku, lalu aku menunjukkan Abu Jahal kepada keduanya.
    Kedua anak itu melesat bagaikan dua ekor burung elang kemudian membunuh Abu Jahal. Kedua anak belia tersebut adalah dua putra 'Afra' [Bukhari no.6446].

    ***

    Riwayat Abdullah bin Muhammad - Mu'awiyah bin 'Amru - Abu Ishaq - Humaid - Anas bin Malik:
    "Pada perang Badar (17 Ramadhan 624), Haritsah mendapat luka padahal dia masih kecil (ghulam). Kemudian ibunya datang kepada Nabi SAW dan berkata; "Wahai Rasulullah, anda mengetahui kedudukan Haritsah di sisiku. Seandainya dia berada di surga aku akan sabar dan berharap memperoleh pahala.
    Namun kalau keadaannya lain, anda akan lihat apa yang aku lakukan".
    Maka beliau berkata: "Janganlah begitu. Atau apakah kamu merasa berat ditinggal oleh anakmu atau kamu kira surga itu hanya satu? Sesungguhnya surga itu banyak dan anakmu sekarang berada di dalam surga Firdaus".[Bukhari no.3683. Ahmad no.13287, 13368. Bukhari no.6082: Haritsah mati terluka terkena panah nyasar)]

    ***

    Riwayat Ahmad bin Muhammad - Abdullah - Hisyam bin 'Urwah - bapaknya ('Urwah bin Zubayr):
    bahwa para sahabat Nabi SAW berkata kepada Abdullah Az Zubair (kakaknya Urwah) dalam perang Yarmuk (Agustus 636 M); "Mengapa kamu tidak menerobos barisan musuh agar kami turut mererobos bersamamu?".
    Az Zubair berkata; "Jika aku merobos, kalian tentu akan berbohong". Mereka berkata; "Kami tidak akan melakukannya".
    Lantas Az Zubair menyerang musuh hingga dapat menerobos barisan mereka bahkan sampai mampu melewati mereka sementara tidak ada satu orangpun dari mereka yang mengikutinya untuk menyerang musuh. Kemudian dia kembali menghadap kepada musuh. Maka musuh itu mengambil tali kekang kudanya kemudian memukul Az Zubair dengan dua tusukan pada pundaknya.
    Diantara dua tusukan tersebut, satu tusukan dialaminya pada perang Badar (mungkin maksudnya perang badar ke-2 (626 M), setelah Uhud).'
    Urwah berkata; "Aku pernah memasukkan jariku pada (lubang) bekas tusukan itu untuk mempermainkannya, saat itu aku masih kecil (berusia lebih kecil dari Az Zubair)".
    'Urwah melanjutkan; "Saat itu, Abdullah bin Az Zubair juga bersamanya dan Ia berusia 10 tahun. Az Zubayr membawanya di atas seekor kuda dan dijaga oleh beberapa laki-laki". [Bukhari no. 5.59.313/no.3678]

    Islam memang TIDAK MELARANG dan malah MENGANJURKAN untuk melibatkan anak-anak dalam pertempuran baik aktif bertempur ataupun hanya sebagai pelayan, sebagaimana disarankan Muhammad di Khaibar (7 May 628 M):

    Riwayat Qutaibah -Ya'qub - 'Amru - Anas bin Malik:
    Nabi SAW berkata pada Abu Thalhah: "Carilah seorang ghulam (anak kecil) sebagai pelayan dari ghulam milikmu untuk melayaniku selama keberangkatan ke Khaibar. Maka Abu Thalhah keluar bersamaku dengan memboncengku. Saat itu aku adalah seorang anak kecil yang hampir baligh. Aku melayani Rasulullah SAW saat Beliau singgah.." [Bukhari no.2679, dalam bab: Keutamaan orang yang mengajak anaknya dalam peperangan sebagai pelayan]

    Partisipasi Aisyah di perang Uhud (22 Maret 625 M):
    Di malam hari, menemani Muhammad di tempat tidurnya. Di siang hari, membantu keperluan minum pasukan.

    Riwayat Abu Ma'mar - 'Abdul Warits - 'Abdul 'Aziz - Anas bin Malik:
    Ketika perang Uhud berkecamuk, orang-orang melarikan diri dari Nabi SAW: "Sungguh aku melihat 'Aisyah binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim berjalan dengan cepat hingga terlihat gelang kaki keduanya sambil membawa qirab (tempat ait terbuat dari kulit).

    Dan berkata perawi lain: mengangkut qirab, dengan selendang keduanya lalu menuangkan ke mulut para pasukan. Kemudian keduanya kembali untuk mengisi air kedalam qirab kemudian kembali datang menuangkan air ke mulut pasukan".[Bukhari no.2667/4.52.131. Muslim no.3376 ]

    Berdasarkan hadis-hadis diatas, karena anak-anak kecil juga dianjurkan ikut dalam peperangan sebagai pelayan dan malah banyak yang terlibat aktif dalam peperangan, maka klaim keberadaan Aisyah di perang Uhud dan Badar bahwa saat itu umur Aisyah adalah 15 tahun, sangatlah tidak berdasar.

    Keuntungan melibatkan anak-anak dalam perang utamanya karena pihak kafir tidak akan menyangka dan waspada pada anak-anak kecil itu, terbukti dengan terbunuhnya abu Jahal oleh anak-anak pada perang Badar!

    Itulah juga mengapa, Muhammad membolehkan membunuhi anak kecil dan wanita dalam perang dan/atau jika dikhawatirkan anak kecil tersebut membuat seseorang menjadi kafir/murtad.

    Quran:
    Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".[AQ 18.74] Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mu'min, dan kami KHAWATIR bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.[AQ 18.80]

    Tafsir Ibn kathir:
    Ibn `Abbas meriwayatkan dari Ubayy bin Ka`b bahwa Nabi berkata: (Anak kecil yang Al-Khidr bunuh telah ditakdirkan menjadi kafir pada hari ia diciptakan.) Ini di riwayatkan olehh Ibn Jarir dari Ibn `Abbas. Ia berkata (Orang tuanya adalah mukmin, dan kami KHAWATIR Ia akan mendorong mereka menuju kesesatan dan kekafiran) Cinta mereka padanya mungkin membuat mereka mengikutinya dalam kekafiran. Qatadah berkata, "Orangtuanya bersukacita ketika ia lahir dan berduka ketika Ia terbunuh. Jika ia hidup, akan menjadi penyebab kehancuran mereka..

    Hadis:
    ..Ya'la bin Muslim berkata, Sa'id bin Jubair menyebutkan, "Keduanya bertemu dengan seorang anak kecil yang sedang bermain, dan ia adalah seorang yang kafir, Khidlir pun menangkap dan MENYEMBELIHNYA DENGAN PISAU. Musa berkata: "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar."

    (Bukhari 4357:.. sedang anak kecil yang di bunuh namanya Jaisur..)

    (Muslim 4811: "Rasulullah SAW telah bersabda: 'Sesungguhnya anak laki-laki yang dibunuh oleh Nabi Khidhir itu telah ditakdirkan menjadi orang kafir. Seandainya anak laki-laki tersebut terus hidup, maka ia akan menyesatkan kedua orang tuanya untuk menjadi durhaka dan kafir.")

    (Bukhari 4358: Allah berfirman; “dan kedua orang tuanya adalah mu`min” sedang anaknya kafir, Allah berfirman ”maka kami khawatir dia akan memaksa kedua orang tuanya untuk berbuat kesesatan dan kekafiran.” Kecintaan kepadanya akan mendorong keduanya mengikuti anak tersebut pada agamanya. Allah berfirman: “maka kami ingin Rabb orang tuanya menggantikan anak tersebut dengan yang lebih baik dan lebih suci”..) [Ahmad no. 20199. Bukhari no. 4357, 4358. Muslim no.4811]

    Islam memperkenankan membunuh anak kecil dan wanita dalam perang:

    Riwayat Yahya bin Yahya dan Sa'id bin Manshur dan Amru An Naqid - Ibnu 'Uyainah - Sufyan bin 'Uyainah - Az Zuhri - Ubaidullah - Ibnu Abbas - Ash Sha'b bin Jatsamah:

    "Nabi SAW pernah ditanya mengenai anak-anak dan wanita Musyrikin yang terbunuh ketika terjadi serangan malam." Beliau menjawab: "Mereka termasuk dari golongan musuh"

    [Muslim no.3281. Ahmad no.16075. Di Muslim no.3282, 3283: "Wahai Rasulullah, kami pernah menyerang musuh di malam hari, hingga kami membunuh para anak-anak dan kaum wanita dari orang-orang Musyrik!" Beliau bersabda: "Mereka termasuk dari golongan musuh"]

    ***

    Riwayat 'Ali bin 'Abdullah - Sufyan - Az Zuhriy - 'Ubaidullah - Ibnu 'Abbas - Ash Sha'b bin Jatsamah:

    Nabi SAW berjalan melewatiku di Al Abwa' atau di Waddan, Beliau ditanya tentang kaum musyrikin penduduk suatu negeri yang diserbu lalu para wanita dan anak keturunan mereka terbunuh. Beliau menjawab: "Mereka termasuk dari golongan mereka". Dan aku mendengar Beliau bersabda: "Tidak ada perlindungan kecuali milik Allah dan Rasul-Nya". [Bukhari no.2790]

  6. Menyatakan bahwa menurut Tabari keempat anak Abu Bakar (termasuk Aisyah) dilahirkan oleh istrinya pada zaman Jahiliyah (Tarikh al-umam wa al-mamloo'k, Al-Tabari, Vol. 4, Pg. 50, Arabic, Dar al-fikr, Beirut, 1979)

    Padahal faktanya tidaklah demikian:

    "حدث على بن محمد عمن حدثه ومن ذكرت من شيوخه قال: تزوج أبو بكر في الجاهلية قتيلة - ووافقه على ذلك الواقدي الكلبي - قالوا: وهي قتيلة ابنة عبد العزى بن عبد بن أسعد بن جابر بن مالك بن حسل بن عامر بن لؤي فولدت له عبد الله أسماء. وتزوج أيضًا في الجاهلية أم رومان بنت عامر بن عمير بن ذهل بن دهمان بن الحارث بن غنم بن مالك بن كنانة - وقال بعضهم: هي أم رومان بنت عامر بن عويمر بن عبد شمس بن عتاب بن أذنية بن سبيع بن دهمان بن الحارث بن غنم بن مالك بن كنانة - فولدت له عبد الرحمن وعائشة فكل هؤلاء الأربعة من أولاده ولدوا من زوجتيه اللتين سميناهما في الجاهلية."
    (Ali ibn Muhammad meriwayatkan bahwa SESEORANG mengabarkan padanya sebagai tambahan pada guru-gurunya, bahwa Abu bakar menikah di jaman jahiliyah dengan Qatilah - yang mana Al-Waqidi Al=Kalbi juga menyepakatinya - Mereka berkata: Ia adalah Qatilah binti Abdul Uzza bin Abd Ibn As'ad Ibn Jabir Ibn Malik Ibn Hasal Ibn A'mir Ibn Luai yang melahirkan Abdullah dan Asma. Ia nikahi, dijaman jahiliyah juga, dengan Umm Ruman binti A'mir ibn Umair Ibn Dhal Ibn Dahman Ibn Al-Harith Ibn Ghanam Ibn Malik Ibn Kinanah dan yang lain berkata bahwa Ia adalah Umm Ruman Binti A'mir Ibn Uwaimir Ibn Abdush Sham Ibn Utab Ibn Udhinah Ibn Subai' Ibn Dahman Ibn Al-Harith Ibn Ghanam Ibn Malik Ibn Kinanah yang melahirkan Aisyah dan Abdurrahman. Jadi seluruh 4 anaknya dilahirkan dari mereka dua istri yang kami telah sebutkan yang Ia nikahi di jaman Jahiliyah) [Tarikh At-Tabari, 2/351]"

    Beberapa point yang perlu diperhatikan:

    1. At-Tabari TIDAK PERNAH berkata bahwa 4 anak itu lahir di jaman Jahiliyah sama sekali. Ia berkata bahwa 2 istrinya, yang ia sebutkan namanya, dinikahi Abu bakar saat jaman Jahiliyah
    2. At-Tabari TIDAK PERNAH MENYEBUTKAN tahun kelahiran dari anak-anaknya atau tahun Abu Bakar mengawini 2 Istrinya.
    3. KISAH ini TIDAK MEMILIKI RANTAI NARASI YANG KUMPLIT.

    [Lihat detail lengkap: di sini (Ayman bin Khalid, dalam PDF) atau di sini]

  7. Mengkaitkannya dengan perbedaan Asma VS Aisyah yang dikatakan berselisih 10 tahun dan Asma wafat di usia ke-100 di 73 AH, sehingga umur Aisyah harusnya 18-20 tahun

    (Padahal: Perbedaan umur antara Asma dan Aisyah diriwayatkan hanya dari perkataan Ibn Abi Az-Zinad yang TIDAK HIDUP pada masa Asma dikarenakan ia berasal dari Atba’ at-Tabi'in/Tabi'ut tabi'in (Pengikut Tabi'in/Generasi ketiga: Tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi. Menurut banyak literatur Hadis: Tab'ut Tabi'in adalah muslim dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi'in, sampai wafatnya beragama Islam. Tabi'in terakhir wafat sekitar 110-120 H). Ia dipercaya beberapa orang namun TIDAK dipercaya oleh banyak orang. Kebanyakan ulama yang menarasikan darinya juga tidak pernah melihat Asma. Riwayat tersebut TIDAK DAPAT diterima karena rantainya munqati (terputus)

    Dalam catatan lain, Jika kita hendak menerima narasi yang sangat lemah ini, maka kita juga harus mengetahui pernyataan yang disampaikan setelah kata-kata Ibn Abi Az-Zinad oleh sejarahwan yang menceritakan kisah ini. Imam Adh-Dhaabi:

    "Ibn Abi Az-Zinad berkata: Dia, Asma ibn Abu Bakr lebih tua 10 tahun dari Aisyah”. Aku katakan: Jika ini benar, maka umur Asma ketika wafat seharusnya 91 tahun sementara di lain pihak, Hisham ibn ‘Urwah berkata: Ia hidup 100 tahun tanpa tanggal sebuah gigi. (Tarikh Al-Islam, 5/354).

    Umur Asma hanya diceritakan oleh Hisham Bin ‘Urwah di Irak, padahal sang penulisnya sendiri (yaitu yang menentang Aisyah menikah umur 6/7 tahun) menyatakan menolak riwayat yang berasal dari Hisham. Rantai perawi riwayat yang menyebutkan umur Asma, ada perawi dari Iraq, SANGAT TERLIHAT TUJUAN sang Penulis mau menerima kisah ini HANYA SEMATA untuk kebutuhan ber-argumentasi)

    Di samping itu,
    banyak hadis sahih yang telak menyebutkan bahwa Aisyah berumur 18 tahun ketika Muhammad wafat:

    Riwayat [Yahya bin Yahya, Ishaq bin Ibrahim, Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib] - Abu Mu'awiyah - Al A'masy - Ibrahim - Al Aswad - 'Aisyah: Rasulullah SAW menikahinya ketika dia berusia 6 tahun dan berumah tangga dengannya ketika berusia 9 tahun dan tatkala beliau wafat dia berusia 18 tahun." [Muslim no. 2550. Juga di Ahmad no.23023, Nasai no. 3206]

    Riwayat Ahmad bin Sinan - Abu Ahmad - Isra`il - Abu Ishaq - Abu 'Ubaidah - rawi putus - Abdullah (bin Mas'ud): "Nabi SAW menikahi 'Aisyah ketika ia masih berumur 7 tahun. Nabi SAW tinggal bersamanya ketika usianya 9 tahun, dan beliau meninggal disaat Aisyah berumur 18 tahun" [Ibn Majjah no.1867, dinyatakan sahih oleh Albani]

    Riwayat Abd bin Humaid - Abdur Razzaq - Ma'mar - Az Zuhri - 'Urwah - 'Aisyah; "Bahwa Nabi SAW menikahinya, ketika dia berusia 6 tahun, dan dia diantar ke kamar beliau ketika berusia 9 tahun, dan ketika itu dia sedang membawa bonekanya, sedangkan beliau wafat darinya ketika dia berusia 18 tahun" [Muslim no.2549]

    Riwayat Muhammad bin Yusuf - Sufyan - Hisyam - bapaknya - Aisyah: Nabi SAW menikahinya saat ia berumur 6 tahun, dan ia digauli saat berumur 9 tahun. Dan Aisyah hidup bersama dengan beliau selama 9 tahun (ini artinya sampai usia 18 tahun) [Bukhari no.4738, no. 4739 (Riwayat Mu'alla bin Asad - Wuhaib - Hisyam - bapaknya - Aisyah), no. 4761 (Riwayat Qabishah bin Utbah -Sufyan - Hisyam bin Urwah - Urwah)]

    Tabari [Tarikh Tabari, Vol.39, hal 173-174] mencatat siapa saja yang meriwayatkan Aisyah wafat di tahun 58 H:

      Ibn `Umar [al Waqidi] -`Abd al-Rahman b.`Abd al-`Aziz-`Abdallah b.Abi Bakr b.Muhammad b.`Amr b.Hazm - Abu Huraira: ...di Ramadan 58 H..
      Riwayat Muhammad b. `Umar [al-Waqdi]: ...17 Ramadan 58H...berumur 66 tahun.. (Note: Ibn Kathir menyatakan Aisyah wafat diusia 67 tahun, 58 H, lihat di bawah)
      Riwayat Ibn `Umar [al-Waqidi] - Ibn Jurayj [`Abd al-Malik b.Abd al-`Aziz]- Nafi` [mantan budaknya `Abdallah b.`Umar]: Aku ada ketika Abu Huraira berdoa di wafatnya Aisyah..tahun ketika Abu Huraira diangkat Marwan jadi wakil gubenur.

    Di 58 H disebutkan usia Aisyah adalah 66 tahun, jika Aisyah belum wafat, maka ketika tahun 73 H, Aisyah berusia 81 tahun dan Asma berusia 91 tahun. Karena Aisyah berusia 66 tahun di tahun 58 H, maka saat Hijrah Muhammad ke Medina, (0 H), usia Aisyah adalah 8 tahun.

  8. Mengutip hanya separuh dari riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, yaitu bagian sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (Arab: bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah. Argumentasi sang penulis (sang penentang): bahwa bikr tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah adalah jariyah. Bikr di sisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pengalaman pernikahan atau “virgin/perawan”.

    (Padahal: Di Musnad Ahmad no. 24587: Riwayat Muhammad bin Basyar dia berkata; Riwayat Muhammad bin Amru dia berkata; Riwayat Abu Salamah dan Yahya keduanya berkata; "Tatkala Khadijah wafat, Khaulah binti Hakim isteri Utsman bin Mazh'un datang seraya berkata; 'Wahai Rasulullah! Tidakkah engkau akan menikah lagi? '...

    Kemudian, di Hadis yang panjang itu terdapat pula kalimat "..Lalu ia memanggilnya dan menikahkan Aisyah dengan beliau. Tatkala itu, AISYAH MASIH BERUMUR 6 TAHUN... ".

    Jelas sekali sang Penulis (para penentang) SENGAJA menyembunyikan/tidak menyebutkan bagian itu)

  9. Mengkaitkan masuk Islamnya Abu bakar di hadis Bukhari dengan umur Aisyah dan menambahkan ASUMSI sendiri dengan kalimat: "JIKA saat itu Aisyah berusia 7-8 tahun". Padahal Hadis Bukhari dimaksud tidak pernah menyatakan informasi umur Aisyah:

    Riwayat Yahya bin Bukair - Al Laits - 'Uqail - Ibnu Syihab - 'Urwah bin Az Zubair - 'Aisyah: berkata; "Aku BELUM LAGI baligh ketika bapakku SUDAH memeluk Islam". Dan berkata, Abu Shalih - 'Abdullah - Yunus - Az Zuhriy - 'Urwah bin Az Zubair - 'Aisyah: "Aku BELUM LAGI baligh ketika bapakku SUDAH memeluk Islam.." [Bukhari no.2134 dan no.3616]

    → Tampak jelas Aisyah masih belum balig saat Abu bakar SUDAH Masuk Islam, artinya Abu BAKAR sudah masuk Islam dan Aisyah tetap saja belum baliq, Itu saja tidak berarti apapun lagi. Bahkan musnad Ahmad dari riwayat Abdurrazzaq - Ma'mar - Azzuhri - Urwah bin AzZubair - Aisyah berkata; "SAYA TIDAK MENYADARI bahwa kedua orangtuaku telah memeluk suatu agama.." [Ahmad no.24445]

    → Jelas sekali bahwa belum baliqnya Aisyah saat itu bahkan masih sangat kecil sekali sehingga Ia sampai tidak tau sama sekali kalau ayahnya telah memeluk Islam!
Detil-detail klaim penentang vs bantahan terhadap klaim penentang:
Bagi yang tetap bekeberatan mengenai usia Aisyah saat dinikahi, maka perlu diingat bahwa ‘nabi’ Muhammad dikatakan:
    "Ia mempuyai budi pekerti yang agung (AQ 68:4). Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah (AQ 33:21). Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam(AQ 21:107)
Note:
Situs ini menjelaskan lebih rinci BUKTI-BUKTI pernikahan Aisah dan Muhammad

Aisyah adalah seorang kritikus berat Usman dan bahkan mendukung pembunuhan Usman. Kemudian setelah pembunuhan, Ia memilih untuk melawan Ali. Ia meninggalkan Mekah, memobilisasi oposisi dari Bashra. Kenapa Ia lakukan ini apakah ini karena ia menyukai Usman? TIDAK. Sejarah mencatat bahwa Ia mengatakan spt ini pada Utsman "Bunuh Orang tua bodoh ini (Na'thal), karena ia percaya", [Sejarah Ibn Atsir, vol.3, Hal,206 Lisan al-Arab, Vol.14, Hal.141, al-IQD al-Farid, vol.4, Hal.290 dan Syarah Ibnu Abi al-Hadid, Vol.16, hal.220-223]

Aisyah adalah yang pertama-tama mendukung pembunuhan Usman. Ia menyatakan bahwa Usman telah menjadi orang kafir namun, setelah Usman terbunuh, ia berubah pikiran dan berkendak untuk menghukum orang-orang yang telah membunuh Usman [Tabari vol.17 hal.52-53]

Mu’awiyah menunjuk Muhammad bin Abu Bakar untuk dieksekusi karena pembunuhan Usman, tubuhnya ditaruh diatas keledai yang kemudian dibakar (38 H). Aisyah sangat berduka atas kematian saudaranya itu, Ia memanjatkan doa khusus untuknya. [Tabari vol.17 hal.158]

Aisyah wafat di tahun 58 H, usia 67 tahun pada jaman pemerintahan Mu'awiyah [Sunan Nasa'i, Translasi Inggris dengan teks arab, di kompilasi oleh Imam Abu Abd-ur-Rahman Ahmad Nasa'i, di alih bahasa inggriskan oleh Muhammad Iqbal Siddiqui, Kazi Publication, 121-Zulqarnain Chambers, Gampat Road, Lahore, Pakistan; first edition, 1994, Volume 1, p. 108]. Ia wafat malam itu, setelah dishalatkan kemudian dilanjutkan shalat tahajud dengan Abu Huraira sebagai pemimpin upacara dan di kubur di janat al-baqi' [al-Bidayah wa-al-Nihayah, Ibn Kathir, book 4, ch.7, page 97].

Umumnya Aisyah dinyatakan wafat di rumahnya karena sakit namun sumber di bawah ini menyatakan Aisyah wafat karena DIBUNUH Mu’awiyah.
  1. Tarikh al Islam, Najeeb Abadi, Vol 2. Hal.44
  2. "Bibi Ayesha menjadi korban bagi Marwan dan keluarganya. Ia di undang makan malam dan sebuah lubang di gali yang berisi pedang pisau dan lainnya dan lubang itu ditutupi. Ketika Ia datang, dibuatnya agar duduk disana. Segera setelah ia duduk, lantai menjadi runtuh. Ia yang sudah tua ini tidak selamat.." [Tarikh of Ibne Khaldun, Ch.Khilfate Muwayia wa Marwan, hal.62,77]
  3. Mu'awiya mengundang Aisyah untuk makan malam. Ia memerintahkan sebuah lubang di gali dan di isi dengan tombak-tombak dan pedang-pedang yang mengarah ke atas. Menurut Sejarah dari Allama ibn Khaldun, Mu'awiya menutupi sumur dalam ini dengan papan rapuh dan menutupinya dengan karpet. Ia menempatkan kursi kayu di atas jebakan ini untuk menghormati Aisyah. Segera setelah Aisyah duduk dikursi, Ia terjatuh kedalam sumur dan menderita luka parah dengan banyak patah tulang. Untuk menyembunyikan kejahatan ini, Mu'awiya memerintahkan untuk menutup sumur berikut Aisyah di dalamnya. [Musharaf al Mehboobeen, By Sheikh ul Tareeqat Hazrat Khwaja Mehboob Qasim Chishti Muhsarafee Qadiri, Page 616]
  4. Simon Ockley. "The History of the Saracens", 6th Ed.. London: Henry G. Bohn. 1857, Ch. Dynasty of the Ommiades, hal.375,376
  5. sementara itu beberapa sumber sunni lain, hanya menginformasikan Aisyah wafat dan juga di kubur malam itu juga tanpa menunggu siang.[al-Haakim in al-Mustadrak (4/6-7) and by Ibn Sa’d in al-Tabaqaat (8/76-77), and in Siyar A’laam al-Nubalaa’ (2/192) []

Hafsah (Menikah: Shaban 3 H/625 M sebelum perang Uhud, Umur: 17/18 Tahun)

Dalam Al-Kutub At-Tis’ah terdapat 147 Hadits yang diriwayatkannya, Musnad Ahmad ibn Hanbal (48 hadis), Shahih Al-Bukhari (15 Hadits), Shahih Muslim (14 Hadits), Sunan An-Nasai (40 Hadits), Sunan At-Tirmizi (3 Hadits), Sunan ibn Majah (6 Hadits), Sunan Abî Dawud (6 Hadits), Sunan Ad-Darimiy (4 Hadits) dan Al-Muwatta’ (9 Hadits).
  • Hafsha dulunya isteri Khunais – termasuk orang yang mula-mula dalam Islam - meninggal 7 bulan lebih sebelum perkawinannya dengan Muhammad [Sejarah Hidup Muhammad, oleh Muhammad Husain Haekal, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah, Penerbit PUSTAKA JAYA, Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat, Cetakan Kelima, 1980]
  • Khunais gugur dalam perang Uhud, maka tinggallah Hafsah sebagai janda mujahidin dalam usia 18 tahun ["Latar Belakang Perkawinan Nabi SAW", Yayasan Emiliyyatil Abbasiah, Jakarta, 1999., hal.38]
  • Khunais ikut perang Badar dan Uhud, cedera dan wafat di perang terkahir, Hafsa berusia 18 tahun saat itu [Hafsah Bint 'Umar: the Prophet’s wife in Paradise - I]
  • Nabi menikahi Hafsah pada bulan Shabaan, 30 bulan setelah Hijra dan sebelum Perang Uhud. Hafsa meninggal di usia 60 tahun pada bulan Shabaan, 45 AH, masa pemerintahan Muawiya [Tabari, Vol. 39, hal. 174]. Maka ketika hijrah usia Hafsah 15 tahun, dan menikahi Muhammad saat usianya 17/18 tahun.
  • Umar berkata, “Ketika anak perempuanku Hafsa kehilangan suaminya di perang Badr, Rasul Allah melamarnya dan aku menikahkan dia kepadanya.” [Bukhari 5.59.342, Concise Encyclopedia of Islam, Cyril Glassé]
  • Umar mengatakan Muhammad menceraikan Hafsa lalu membawanya kembali [Abu Dawud vol.2 no.2276 hal.619]
  • Menurut Ibn Ishaq, Muhammad menceraikan Hafsa tapi membawanya kembali.[Tabari vol.9 catatan kaki 884 hal.131]
Terdapat satu insiden antara Muhammad vs (Hafsa dan Aisyah) yang berhubungan dengan Maria Qibtiyyah yang menyebabkan turunnya AQ 66.1-2. Nabi menggauli budaknya [Maria] di saat giliran salah satu istrinya (Hafsa/Aisya), dipergoki Hafsa dan Nabi bersumpah tidak akan lagi menyentuh Maria untuk selamanya serta meminta Hafsa merahasiakan ini. Hafsa kemudian menceritaka rahasia ini ke Aisyah, Allah kemudian membatalkan sumpah Nabi. [Peristiwa ini disinggung sedikit di Bukhari no.3.43.648, (Terjemahan ke-Inggris Dr. Muhammad Muhsin Khan menuliskan nama Maria di dalam kurung: "(for his oath that he would not approach Maria)"). Lihat juga Bukhari no.7.62.119 dan Muslim no.9.3511, dua hadis terakhir tidak menyebutkan nama Maria]

Tabaqat [Ibn Saad], Vol. 8, Hal. 223, Publisher Entesharat-e Farhang va Andisheh Tehran 1382 solar h (2003), Translator: Dr. Mohammad Mahdavi Damghani:
    Waqidi menginformasikan kita bahwa Abu Bakar meriwayatkan abhwa Nabi melakukan hubungan seksual dengan Maria di rumahnya Hafsa..Ia memberitahu Nabi, "O Nabi, Engkau melakukan ini di rumahku dan ketika giliranku?" Nabi berkata, "Kontrol dirimu dan biarkan aku pergi karena aku menjadikan ia haram bagiku". Hafsa berkata, "Saya tidak menerima, kecuali engkau bersumpah padaku" Nabi kemudian berkata, "Demi allah, Aku tidak akan menyentuhnya lagi"
Inilah rahasia yang dimaksud dalam tafsir surat AQ 66:1-5,
    Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? [..]Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu [..] Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi [..]Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu [..]
Situasi insiden maria ini makin memburuk karena mulut Aisyah [Catatan kaki no.884. Tabari, Vol.9, hal 131. Menurut Ibn Ishaq: Muhammad pernah menceraikannya namun kemudian diambilnya kembali [Kitab Al-Mubtada, 240]. Ia wafat di Shaban 45 H [Ibn Sa'd, Tabaqat, vol 8,56-60 Tafsir Quran Ayat AQ 66.1-2:
    Dan dari riwayat Ibnu 'Abbas bahwa Ia berkata tentang tafsir sabda Allah (Hai Nabi):' (Hai Nabi) yaitu Muhammad (saw). (mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu) yaitu menggauli Maria Koptik, Bundanya Ibrahim, yaitu melarang dirinya dari menggaulinya, (kamu menyenangkan hati isteri-isterimu) menyenangkan istri-istrimu Aisyah dan Hafsah dengan melarang dirimu sendiri menggauli Maria Koptik? (Dan Allah Maha Pengampun) Dia mengampuni Anda, (Maha Penyayang) tentang sumpah itu. [Tanwîr al-Miqbâs min Tafsîr Ibn ‘Abbâs AQ 66.1]

    Muhammad ibn Mansur al-Tusi - 'Ali ibn 'Umar ibn Mahdi - al-Husayn ibn Isma'il al-Mahamili - 'Abd Allah ibn Shabib - Ishaq ibn Muhammad - 'Abd Allah ibn 'Umar - Abu'l-Nadr (klien dari 'Umar ibn 'Abd Allah) - 'Ali ibn 'Abbas - Ibn 'Abbas - 'Umar: "Rasullullah SAW, di masuk rumah Hafsa bersama Maria. Ketika Hafsa memergoki dia bersanya maria (dalam keadaan intim), Hafsa berkata: 'Kenapa kamu bawa dia dalam rumahku? Kau lakukan ini padaku, tidak pada seluruh istrimu, hanya karena aku tidak penting bagimu. Nabi berkata pada Hafsa: 'Jangan kasih tahu ini ke Aisyah; Ia terlarang bagiku (Maria) dan jika aku sampai menyentuhnya'. Hafsa berkata: 'Bagaimana mungkin dia terlarang bagimu padahal dia adalah budak perempuanmu?' Nabi bersumpah padanya bahwa ia tidak akan menyentuh Maria dan berkata: 'Jangan ceritakan ini pada siapapun'. Namun Hafsa langsung pergi dan memberitahukan Aisyah. Nabi SAW, memutuskan tidak pergi ke istrinya selama 1 bulan. Ia tinggal jauh dari mereka 29 hari ketika Allah yang maha mulia dan maha besar, menurunkan ayat, "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu?" [Asbab Al-Nuzul by Al-Wahidi AQ 66.1]

    Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu, dalam hal budak perempuanmu, Mariya koptik - ketika Nabi meniduri Maria di rumah Hafsa, yang ketika Hafsa sedang pergi keluar, tapi ketika kembali [dan memergoki] menjadi marah karena ini dilakukan di rumahnya Hafsa dan di tempat tidur Hafsa - dengan mengatakan, "Ia (Maria) haram bagiku! ',berdalih, dengan membuatnya haram [bagimu], untuk menyenangkan hati istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, mengampunimu untuk larangan ini [Tafsir Jalalyn AQ 66.1]

    Berikut ini adalah dari "Tafsir Ath Thabari", Tahqiq/peneliti: Ahmad Abdurraziq Al Bakri dkk, sesuai masnuskrip asli dan revisi serta penyempurna atas naskah, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dan Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Vol. 25, hal. 216-219 untuk AQ 66.1-2:

    Muhammad bin Abdurrahim al Barqi - Ibnu Abi Maryam - Abu Ghassan - Zaid bin Aslam menceritakan padaku bahwa Rasullullah SAW menggauli Ummu Ibrahim (Maria) di rumah salah satu istri beliau sehingga istrinya berkata, "Wahai Rasullullah, Anda melakukan ini di rumah saya dan di ranjang saya!". Akhirnya Rasullullah mengharamkan Maria atas diri beliau. Istrinya tadi justru berkata,"Ya Rasullullah bagaimana mungkin kau mengharamkan sesuatu yang halal atas dirimu?". Rasullullah lalu bersumpah tidak akan menggauli Maria lagi. Lantaran itulah Allah menurunkan ayat "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu menyenangkan hati isteri-isterimu?" Zaid berkata, "kalimat, Kamu haram atas diriku" dianggap laghw (sumpah sia-sia)(Ibn Hajjar dalam Al Fath (9/376)dan Ibn katsir dalam tafsirnya (14/47,48) [Tabari 34511]

    Yunus - Ibn Wahb - Ibn Zaid - Malik - Zaid bin Aslam, (Rasullullah SAW) berkata pada Maria) Kamu haram bagiku, demi Allah aku tidak akan menggaulimu" (Ibn Athiyyah dalam Al Muharrar Al Wafiz (5/329) dan Ibnu Katsir dalam tafsirnya (14/47) [Tabari 34514]

    Bisyr - Yazid - Sa'id - Qatadah tentang firman ""Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu menyenangkan hati isteri-isterimu?"

    Ia berkata, "Asy-Sya'bi berkata "Rasullullah SAW mengharamkan Maria atas diri beliau dan beliau bersumpah untuk tidak mendekatinya lagi, gara-gara pengharamannya itu beliau kemudian di kecam. kemudian diturunkan kaffarah untuk sumpah (Al Mawardi "An Nukat Wa Al 'Uyum (6/39)) [Tabari 34515]

    Ia berkata, "Rasullullah mengaramkan gadis muda (budak atau jariyah) miliknya yang berasal dari qibthi (mesir) itu, sekaligus ibu dari putra beliau, ibrahim, namanya Mariah, pada giliran Hafsah. Beliau meminta Hafsa merahasiakan hal itu kepada siapapun, tetapi dia justru menceritakannya kepada Aisyah. Keduanya adalah istri Nabi SAW yang paling dominan. Allah lalu menghalalkannya kembali apa yang sebelumnya diharamkan Nabi SAW untuk dirinya, dan meminta beliau menebus sumpahnya serta mengecam tindakan itu. Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." Qatadah - Al Hasan: Beliau mengharamkannya atas diri beliau sendiri, lalu Allah mengharuskannya membayar Kaffarah sumpah (Al Mawardi "An Nukat Wa Al 'Uyum (6/39)) [Tabari 34524]

    Yunus - Ibnu Wahb - Ibnu Zaid berkata tentang "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu", Ia berkata, Ayahku berkata, "Salah seorang istri Nabi SAW memergoki Rasullullah SAW bersama budak wanitanya dirumah sang istri tersebut, Maka dia berkata, "Wahai Rasulluah bagaimana ini bisa terjadi, padahal aku wanita paling lemah diantara istrimu? Rasullullah SAW lalu berkata padanya. 'Ssst, diamlah, Jangan beritahukan ini kepada siapapun. Dia haram bagiku bila aku mendekatinya lagi setelah ini untuk selamanya'. Istri beliau ini lalu berkata, "Wahai Rasullullah bagaimana bisa engkau haramkan sesuatu yang Allah halalkan untukmu dengan perkataan,"Dia haram bagiku untuk selamanya?". Rasullullah lalu berkata, "Demi Allah, Aku tidak akan menyentuhnya untuk selamanya" Allah kemudian berfirman, "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu" Allah berfirman, "Aku (Allah) telah mengampuni dosamu dalam hal ini. Sedangkan perkataanmu yang ada kalimat sumpah "demi Allah" maka "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Ad-Daraquhtni dalam sunannya (4/41 no.112) dan Al qurthuby "Akham Al Quran (18/179)) [Tabari 34517]

    Hussain - Abu Mu'adz - Ubaid - Adh Dhahhak berkata tentang firman Allah "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu", Ia berkata: Rasullullah SAW mempunyai seorang budak wanita dan beiiau menggaulinya. Lalu hal itu dilihat oleh Hafsah padahal hari itu giliran Aisyah. Kebetulan mereka berdua (Hafsa dan Aisya) bisa saling berterus terang. Rasullullah SAW lalu berkata pada Hafsa, "Sembunyikan hal ini jangan ceritakan pada Aisyah" tapi Hafsa mendesak Rasullullah sampai beliau bersumpah untuk tidak mendekati budak wanita itu lagi untuk selamanya. Akhirnya Allah menurunkan ayat tersebut dan memerintahkan Nabi SAW untuk membayat Kaffarah sumpahnya, serta kembali menggauli budak wanita tersebut (Ibn Zaid dalam takhjrij-nya, Ibnu Al Jauzi dalam Zad Al Masir (8/303)) [Tabari 34518]

    Ibnu Hummaid - Jarir - [Atha] - Amir tentang firman Allah, "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu" Ini berkenaan dengan budak wanita Nabi SAW yang sedang beliau gauli lalu dipergoki Hafsa, sehingga Nabi SAW berkata, "Dia (budak itu) haram untukku, maka rahasiakanlah hal ini dan jangan ceritakan pada siapapun (Al Mawardi "An Nukat Wa Al 'Uyum (6/39) dan Ibnu Al Jauzi dalam Zad Al Masir (8/303)) [Tabari 34519]

    Muhammad bin Sa'd - Ayahnya dan pamannya - Kakeknya - Ibn Abbas tentang firman allah, "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu" sampai dengan "Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" Dia berkata, "Hafsa dan Aisyah" saling menyayangi dan beliau berdua Istri Nabi SAW. Hafsa pergi ke rumah Ayahnya dan berbincang-bincang disisi ayahya ini (bermalam di sana). Rasullullah SAW lalu meminta budak wanitanya untuk datang ke rumah Hafsa. Kebetulan pada malam itu giliran Aisyah. Hafsa lalu kembali ke rumahnya dan mendapati budah wanita itu ada di sana. Dia lalu menunggu mereka berdua keluar, dalam keadaan cemburu berat. Nabi kemudian menyuruh budak wanita ini keluar, kemudian masuklah Hafsa sambil berkata pada nabi, 'aku telah melihat perbuatan kalian, Demi Allah, kamu telah berbuat buruk padaku' Nabi kemudian berkata padanya, 'Baiklah aku akan membuat ridha kembali, aku akan mengucapkan satu rahasia dan peganglah rahasia ini' Hafsa lalu bertanya, 'Apa itu?' Beliau berkata, 'Sesungguhnya budakku itu haram bagiku demi memperoleh keridhaan-mu'. Hafsa dan Aisyah biasanya saling menceritakan rahasia yang terjadi diantara istri-istri Nabi. Hafsa kemudian pergi menemui Aisya dan menceritakan rahasia Nabi tersebut kepadanya, sambil berharap Aisyah menjaga rahasia ini, 'bergembiralah, karena nabi telah mengharamkan budak wanita itu atas dirinya' Ketika Ia membeberkan rahasia nabi ini, Allah membeberkan kepada Nabi dan menurunkan ayat. "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu menyenangkan hati isteri-isterimu?" sampai ayat "Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (Al Baihaqi dalam Al Sunan Al Kubra (7/352) [Tabari 34521]

    Ibnu Abdil - Al Mu'tamir - Ayahnya - Abu Usman memberitakan bahwa Nabi masuk ke rumah Hafsa, ternyata dia tidak ada di sana, sehingga datanglah jariyah beliau (maria). Rasullullah lalu membentangkan tirai dan datanglah Hafsa. Dia hanya duduk di depan pintu sampai Rasullah SAW selesai menjalankan hajatnya (kepada jariyah ini). Hafsa berkata, "demi Allah, kau telah berbuat buruk padaku, Kau menyetubuhinya di rumahku" Atau dengan kalimat yang dia katakan, Dia (perawi) berkata: Nabi SAW lalu mengharamkan Jariyah ini untuk diri beliau. Atau dengan redaksi sebagaimana dia katakan (Al Mawardi "An Nukat Wa Al 'Uyum (6/39) dan Ibn Katsir dalam tafsirnya (13/48) [Tabari 34523]

    Sa'id bin Yahya - Ayahnya - Muhammad bin Ishaq - Az-Zuhri - Ubaidullah bin Abdullah - Ibn Abbas: Aku berkata pada Umar bin Khathab, "Siapa dua wanita yang dimaksud itu?" Dia menjawab, "Aisyah dan Hafsa. Awal ceritanya adalah tentang ummu ibrahim (Maria) wanita qibthi (mesir). Nabi SAW menggaulinya di rumah Hafsa, pada hari yang menjadi giliran Hafsa, Hafsa memergoki hal itu, maka ia berkata, "Wahai Nabi Allah, Engkau telah melakukan padaku, apa yang belum pernah engkau lakukan pada Istri-istrimu yang lain pada hari giliranku, di rumahku, dan di ranjangku". Nabi SAW lalu berkata, "Apakah kamu ridha kalau aku mengharamkannya untukku?" Dia menjawab, "Ya, tentu". Nabi SAW lalu mengharamkan (Maria) untuk dirinya. Beliau lalu berkata, "Tapi jangan kau ceritakan pada siapapun". Ternyata Hafsa menceritakannya kepada Aisyah dan Allah memberitahukan itu kepada beliau. Allah lalu menurunkan ayat, "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu menyenangkan hati isteri-isterimu?.." Telah sampai informasi kepada kami bahwa Nabi SAW sudah menebus sumpahnya dan kembali menggauli jariyahnya (Ibn Katsir dalam tafsirnya (14/48) [Tabari 34526]
Banyak juga hadis yg menyebutkan tentang "madu" yang dikaitkan dengan AQ 66 ini adalah makna kiasan yang berarti telah menyetubuhinya, untuk jelasnya, simak hadis abu dawud berikut ini tentang maksud madu:
    Riwayat Musaddad - Abu Mu'awiyah - Al A'masy - Ibrahim - Al Aswad - Aisyah - Rasulullah SAW ditanya mengenai seorang laki-laki yang mencerai isterinya 3x, kemudian wanita tersebut menikah dengan laki-laki yang lain dan bertemu muka dengannya kemudian ia mencerainya sebelum mencampuri, maka apakah ia halal bagi suaminya yang pertama? Aisyah berkata; tidak. Nabi SAW berkata: "Ia tidak halal bagi suaminya yang pertama hingga ia merasakan MADU/manisnya suaminya yang lain, dan ia juga merasakan MADU/manisnya." [Abu Dawud no.1965/12.2302] []

Zaenab binti Khuzaimah (Menikah: 625/626 M, Umur 29/30 tahun)
  • Pergaulan rumah tangga Rasulullah dengan Zaenab tidaklah berlangsung lama. Setengah riwayat mengatakan hanya selama 8 bulan, ada pula yang menyampaikan sekitar 4 bulan saja [..] Para sejarawan mengatakan bahwa Zaenab meninggal dalam usia 30 tahun pada tahun ke 4H [Abbas Jamal, hal. 43]
  • Aku bertanya, “Berapa umurnya ketika Ia wafat?” Ia menjawab, “30 Tahun atau sekitar itu” [Tabari Vol. 39, hal. 164]
  • Muhammad menikahinya di bulan ramadhan di awal 31 bulan setelah Hijrah. Ia tetap bersamanya selama 8 bulan dan wafat di akhir Rabi al-Akhir pada permulaan bulan ke-39 setelah Hijrah [Ibn Sa'd/Aisha Bewley vol.8. Hal. 82]
  • Zaenab yang ini berasal dari suku Bani Hilal. Ia cerai dengan seorang Muslim bernama Tufayl, kemudian menikah dengan ‘Ubaydah, yang meninggal di perang Badar. Kemudian Nabi menikahinya. Ia lahir di 595 A.D. dan meninggal 626 A.D [Tabari vol.7 hal.150 footnotes 215,216 dan Tabari vol.39 hal.163-164] []

Hindun binti Abu Umayyah / Ummu Salamah (Menikah 626 M, Umur: 29 Tahun)

Dalam Al-Kutub At-Tis’ah, Hadits Nabi yang riwayatnya disandarkan kepada Hindun sebanyak 622 Hadits, Ahmad ibn Hanbal (274 Hadits), Bukhari (49 Hadits), Muslim (42 Hadits), Sunan An-Nasai (68 Hadits), Sunan At-Tirmizi (44 Hadits), Sunan ibn Majah (52 Hadits), Sunan Abu Dawud (53 Hadits), Sunan Ad-Darimiy (19 Hadits), dan Al-Muwatta’ (15 Hadits).

Ummu salamah/Hind Binti Abi Umayya, Suami pertamanya Abdullab Bin Abdul Asad. Punya 4 anak dari pernikahan pertamanya (Salama, Umar, Zaenab, Darra). Abu Salamah wafat di Uhud pada 4 H. Sejak, itu Ummu salamah disebut Ayyin al-Arab - Mata arabiya
    Umi Salama sedang hamil ketika Muhammad menikahinya dan anak perempuannya itu diberi nama Zaenab binti Abu Salama [Sahih Muslim vol.2 catatan kaki 1218 hal.435]. Ini adalah gadis yang sama sebagai Zaenab binti Umi Salama [Sahih Muslim vol.2 no. 3539-3544 hal.776-777]. Umi Salama tidak dikatakan menjadi seorang istri [Sahih Muslim vol.2 no.2992 hal.656; vol.2 no.3445 hal.746 ]. Namun ada riwayat mengatakannya sebagai istri [Bukhari vol.4 buku 53 bag.4 no.333 hal.216; Bukhari vol.7 buku 62 bag.34 no.56 hal.40, Ibn-i-Majah vol.2 no.1634 p.473; Abu Dawud vol.1 no.383 p.99]
Pernikahan dengan muhammad dilaksanakan tahun 4 H bulan Syawal, Hindun meninggal di Dhu’l-Qada 59 AH [Ibn Sa'd/Aisha Bewley Vol.8 Hal.61] dalam usia 84 tahun [Ibn Sa'd/Aisha Bewley Vol.8 Hal.67], merupakan istri nabi yang paling terakhir wafatnya [Tabari, Vol.39 hal.177] Ia berumur lebih panjang dari semua istri muhammad. Umur Ummu Salamah ketika menikah dengan Muhammad adalah 84-55 = 29 tahun. [Buku Abbas Jamal hal 47, mengatakan usianya sekitar 30 tahun] []


Rahaina (Hasil perolehan dari penyerangan bani Qurayzah, 627 M, umur: tidak diketahui)

Kejadian ini menyangkut peristiwa 3 kaum Yahudi (Bani Qaynuqa, Nadir dan Qurayzah), kisahnya dari: "Sirat Nabawiyah", Ibn Ishaq/Hisyam; "Life of Mohamet", 1861, William Muir; "The Sealed Nectar", 1996, Mubarakpuri; "Tafsir Quran", Maududi dan "Sejarah hidup Nabi Muhammad", Mohammad Husain Haekal dan hadis-hadis.

Kaum Arab di Medina (atau Ansar) berasal dari 2 suku Arab, yaitu suku Aws dan suku Khazraj yang masing-masing beraliansi dengan suku Yahudi berbeda: Bani Qaynuqa (Pengerajin Emas, Beraliansi dengan suku Arab Khazraj), Bani Nadir (Pemilik kebun Kurma, dengan suku Aws), dan Bani Qurayzah (dengan suku Aws) [Sirat Nabawiyah, Ibn Ishaq/Ibn Hisham, Jilid 1, Bab.101, hal.497]. Peperangan di antara suku Arab tersebut juga menyeret serta aliansi mereka akibatnya walau terjadi perdamaian tapi tetap tidaklah menghapus dendam atas kematian keluarga mereka dan saat ada kesempatan, terjadi pembalasan, misalnya: Di perang Hatshib, Suwaid bin Shamit/suku Aws dibunuh Al-Mujadzdzir/suku Khazraj, kelak, walaupun anak-anak Suwaid (Julas dan Al harits) dan Al-Mujadzdzir semuanya telah masuk Islam dan ikut Muhammad saat perang Uhud, Namun kemudian, Al Harits juga membunuh Al-Mujadzdzir [Ibid, Bab.53, hal.240], Muhammad lantas meminta Usman bin Affan (sahabat dari bin Tsabit, suku Khazraj) untuk membunuh Harist bin Suwaid/Suku Aws [Ibid, Jilid 2, Bab.140, hal.54]

Bagi Muhammad, suku Khazraj, lebih dekat secara kekerabatan, karena Ibunda Abdul Muthalib/Syaibah bin Hisyam (kakek Muhammad), berasal dari suku tersebut [Ibid, Jilid 1, Bab 15, hal.84] dan secara agama, karena sebelum Hijrah, 6 orang dari suku tersebut adalah kaum Anshar, Medina pertama yang masuk Islam [Ibid, Bab. 82, hal.390] malah ditahun berikutnya, 5 dari mereka membawa 7 orang (2 dari suku Aws) dan ke-12 orang ini (10 suku Khazraj) melakukan Baiat Aqaba ke-1 [Ibid, Bab.83, hal.391-92]. Tahun berikutnya, 73 orang (62 dari suku Khazraj) melakukan Baiat Aqaba ke-2 dan dari 12 pemimpinnya, 9 berasal dari suku Khazraj [Ibid, bab.85, hal.398-401]. Juga, ketika berlangsungnya perampokan di Badar terhadap karavan Quraish (Muir, Ch.12 dan Mubarakpuri, hal 251-278, menyatakan kejadian ini tanggal 17 Ramadhan 624 M), jumlah suku Khazraj paling mendominasi, yaitu 170 orang, sementara dari suku Aws 61 orang ["A Biography of the Prophet of Islam..", Mahdi Rizqullah Ahmad, Vol.1, hal.390].

Di Badar ini, tampak jelas motif Nabi dalam memilih korban, beliau, secara khusus meminta pada kaum Anshar yaitu jika berhadapan keluarga Hasyim, misalnya, paman-Nya (Al-Abbas bin Abdul Muththalib) atau seorang yang tidak menyakiti perasaan beliau ketika di Mekkah (Abu Al-Bakhtari/Al-Ash bin Hisyam) agar TIDAK membunuhnya, sample:
    Abu Hudzaifah (salah seorang Muhajirin yang hijrah ke Medina) berkata, "Kita bunuh ayah-ayah kita, anak-anak kita, saudara-saudara kita, dan keluarga kita, kemudian kita biarkan Al-Abbas begitu saja? Demi Allah, jika aku bertemu dengannya, aku pasti membunuhnya." Hal ini didengar Rasulullah SAW, kemudian ia bersabda kepada Umar bin Khaththab, "Hai Abu Hafsah!" Umar bin Khaththab berkata, "Demi Allah, saat itulah untuk pertama kalinya Rasulullah SAW memanggilku dengan nama Abu Hafsah." Sabda Rasulullah SAW lebih lanjut, "Bolehkah paman Rasulullah SAW dipukul dengan pedang?" Umar bin Khaththab menjawab, "Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal lehernya (Abu Hudzaifah)! Demi Allah, dia telah munafik." Abu Hudzaifah berkata, "Sejak saat itu, aku tidak merasa aman dengan ucapanku tersebut. Aku selalu dihantui ketakutan karenanya..[Op.cit, Jilid 2, Bab.117, hal.605]
Ibn Ishaq menyampaikan bahwa suku Aws dan suku Khazraj, saling bersaing untuk menyenangkan Muhammad [Ibid, Bab.160, hal.236], mengikuti teladan Muhammad, mereka tidak segan melakukan pembunuhan kepada yang tidak pro pada Nabi, apalagi jika bukan kerabat dan hanya kaum Yahudi yang menjadi aliansi mereka, oleh karenanya, di 5 hari sebelum berakhirnya Ramadhan, seorang wanita Yahudi, Asma binti Marwan (aliansi suku Aws), saat sedang tidur menyusui bayinya, dibunuh MANTAN suaminya, hanya karena Asma menyindir bangsanya sendiri yang mau saja menerima dan mempercayai Muhammad yang telah membantai para pemimpin sukunya sendiri (suku Quraish pada peristiwa perampokan di Badar), juga, di bulan Syawal, pembunuhan terhadap pria tua Yahudi, Abu Afak (aliansi suku Aws) oleh Salim bin Umair Al-Amr (dari suku Aws) karena menyampaikan ketidaksukaan pada agama baru dan para Muslim [Haekal di hal.261, Muir, Ch.13 dan Mahdi Rizqullah Ahmad, hal.431-433, menempatkan pembunuhan ini sebelum Bani Qaynuqa, sementara Ibn Ishaq, menempatkannya di setelah Uhud, yaitu karena protes pembunuhan Harist bin Suwaid/suku Aws: Jilid 1, bab.80, hal 386 dan Jilid 2, Bab.140, hal.54).

3 suku Yahudi yang menjadi aliansi mereka tidak ada yang ikut dalam perjanjian PIAGAM MEDINA, karena saat itu, perjanjian Medina belumlah ada, alasannya adalah di butir perjanjiannya, ada kalimat pembagian tebusan tawanan, sementara kejadian adanya tawanan, baru terjadi karena perampokan di Badar tanggal 17 Ramadhan dan pada saat itu tidak ada kaum Yahudi yang diikutsertakan, juga, penyerangan pada kaum Yahudi bani Qaynuqa baru akan terjadi 1 bulanan ke depan di bulan Syawal dan penyerangan pada kaum Yahudi lainnya (bani Nadir dan Quraza) baru akan terjadi 1 tahun ke depan, yang alasannya justru untuk memaksa mereka agar mau mengikat perjanjian:
    Rasullulah menyerbu Banu al Nadir dan berkata: “Aku tidak akan menjamin keselamatanmu kecuali jika kau membuat perjanjian dengan ku dan berjanji mematuhinya” Mereka menolak membuat sebuah perjanjian dengannya, Kemudian Rasullulah memimpin para muslim memerangi mereka seharian.

    Hari berikutnya ia tinggalkan Banu al Nadir dan menuju ke Banu Qurayzah dengan pasukan berkuda. Ia undang Banu Qurayzah untuk membuat perjanjian bersamanya; Mereka kemudian melakukan dan Ia tinggalkan mereka.

    Hari berikutnya Ia kembali ke Banu al Nadir dengan pasukannya, dan memerangi mereka hingga mereka bersedia menerima pengusiran, dengan kondisi yaitu apapun yang mereka bisa angkut dengan onta, kecuali persenjataan.

    Banu al Nadir membawa milik mereka sebanyak yang mereka bisa bawa dengan onta, termasuk pintu-pintu rumah mereka; mereka hancurkan rumah-rumah mereka sendiri dan ambil darinya kayu-kayu terbaik.[Abd al Razzaq. al Musannaf, 5/358-361; Abu Dawud, al Sunan, 3/404-7; al Bayhaqi, Dalail al Nubuwwah, 3/446-8; juga lihat Ibn Hajar, Fath al Bari, 7/331]
Hadis di atas membantah tuduhan Ashim bin Umar bin Qatadah bahwa Bani Qainuqa' adalah pemukim Yahudi pertama yang membatalkan perjanjiannya dengan Rasulullah SAW [Ibn Ishaq/Hisyam, jilid 2, Bab 133, Hal.6], malah, jika benar, ke-3 suku Yahudi telah terikat perjanjian (seperti klaim Ashim), maka Mahdi Rizqullah Ahmad, menyampaikan bahwa dokumen Madina memberikan hak pada kaum Yahudi untuk menjalankan agama mereka ["A Biography of the Prophet of Islam: In the Light of the Original..", vol.1, hal.436], sehingga justru Muhammad-lah yang melanggar perjanjian, karena di setelah peristiwa di Badar, Muhammad datang di Pasar suku Qaynuqa memaksa dengan ancaman, agar mereka masuk Islam, jika tidak mau mengalami seperti suku Quraish:
    "Ibnu Ishaq berkata, "Sesungguhnya Allah menimpakan hukuman kepada orang-orang Quraisy di Perang Badar, Rasulullah SAW mengumpulkan orang-orang Yahudi di Pasar Bani Qainuqa' setibanya beliau di Medinah. Beliau berkata kepada mereka, 'Hai orang-orang Yahudi, masuk Islamlah kalian sebelum Allah menimpakan hukuman seperti yang telah Dia timpakan kepada orang-orang Quraisy.' [Ibn Ishaq/Hisyam, jilid ke-1, Bab 102, Hal 514 dan Abu Dawud no.2607 (Riwayat Musharrif bin 'Amr Al Ayami - Yunus bin Bukair - Muhammad bin Ishaq - Muhammad bin Abu Muhammad (mantan budak Zaid bin Tsabit) - Sa'id bin Jubair - Ikrimah 0 Ibnu Abbas)]
Dengan contoh seperti ini, maka wajar saja, jika kemudian, suku Khazraj, mengorbankan aliansi mereka, yaitu Bani Qaynuqa, agar dapat unggul telak dari suku Aws, dalam perlombaan berbakti pada Muhammad SAW.
    Ubadah bin Ash-Shamit menghadap Rasulullah SAW..kemudian berkata, 'Wahai Rasulullah, aku berpihak kepada Allah, Rasul-Nya, kaum Mukminin, berlepas diri dari persekutuan mereka, dan tidak loyal kepada mereka.' [Ibid, jilid 2, Bab 133, Hal.9. Ubadah bin Ash-Shamit adalah warga Bani Auf, tokoh Suku Khazraj, yang hadir di Baiat Aqabah ke-1 dan ke-2 dan mempunyai persekutuan dengan orang-orang Yahudi Bani Qainuqa]
Kehancuran suku Yahudi Qaynuqa-pun, tinggal hitungan waktu dalam kepastian. []

Bani Qaynuqa
    Ibnu Hisyam - Abdullah bin Ja'far bin Al-Miswar bin Makhramah - Abu Aun: "..seorang wanita Arab datang berjualan di Pasar Bani Qainuqa' duduk bersebelahan dengan tukang emas dan perak. Orang-orang Yahudi memintanya membuka wajahnya, tapi ditolaknya. Tukang emas dan perak mendekat ke ujung pakaian wanita Arab tersebut dan mengikatkannya ke punggung wanita Arab tersebut. Ketika Ia berdiri, terbukalah auratnya dan orang-orang Yahudi pun tertawa terpingkal-pingkal karenanya. wanita Arab tersebut berteriak keras, kemudian salah seorang dari kaum Muslim meloncat ke tukang emas dan perak yang Yahudi itu dan membunuhnya. Orang-orang Yahudi lainnya tidak tinggal diam dan membunuh orang muslim tersebut. keluarga orang Muslim yang terbunuh berteriak memanggil kaum Muslimin sembari menyebutkan ulah orang-orang Yahudi. kemudian terjadilah perang antara mereka melawan orang-orang Yahudi. [Sirat Nabawiyah, Ibn Ishaq/Hisham, jilid 2, Bab 133, hal.7]
Jika ini perempuan Muslim, maka kewajiban HIJAB, belum ada, baru muncul 4 tahun kemudian, pada peristiwa perkawinan Zaenab, Wanita Arab itu, bisa jadi bukan kelompok suku Arab aliansi mereka sehingga berani mereka goda dan jika benar kaum Qaynuqa ikut perjanjian, maka ada pasal tentang DIYAT dan juga perlindungan tidak diberikan kepada perempuan (dalam hal perkawinan) kecuali seijin sukunya.

Atas peristiwa itu, di hari Sabtu, 15 Shawwal, 2 H. (624 M) Nabi bersama pasukannya mengepung benteng kaum Yahudi Qaynuqa selama 15 hari, membiarkannya tanpa air ["Muslim Pertama: Melihat Muhammad Lebih Dekat", Lesley Hazleton", hal.251. juga, Muir, Ch.13] yang membuat mereka menyerah dengan tangan terikat:
    Maududi: "..Pengepungan berlangsung kurang dari dua minggu waktu orang2 Yahudi akhirnya menyerah dan semua pria yang bertempur diikat dan dijadikan tahanan..Bani Qaynuqa harus mengasingkan diri dari Madinah dan meninggalkan semua harta benda, peralatan perang, dan perlengkapan berdagang. (Ibn Sa'd, Ibn Hisham, Tarikh Tabari)

    Ibn Ishaq: Abdullah bin Ubai bin Salul menghadap Rasulullah SAW: 'Hai Muhammad, berbuat baiklah kepada para pengikutku --mereka adalah sekutu Al-Khazraj--. 'Rasulullah SAW diam tidak memberi jawaban, Ia berkata ke-2xnya, Rasulullah SAW memalingkan muka darinya, kemudian Abdullah bin Ubai bin Salul memasukkan tangannya ke saku baju besi Rasulullah SAW." [Tidak jelas apa ini artinya, "sogokan" atau bukan]..Rasulullah SAW marah hingga wajah beliau menghitam karena ucapan dan perbuatan Abdullah bin Ubai bin Salul. Rasulullah SAW: 'Celakalah engkau, kirim mereka kepadaku! Abdullah bin Ubai bin Salul: 'Tidak, demi Allah, aku tidak akan mengirimkan mereka kepadamu hingga engkau berbuat baik kepada para pengikutku, yaitu 400 tentara tanpa baju besi dan 300 tentara berbaju besi yang telah melindungiku dari orang-orang berkulit merah dan orang-orang negro, namun engkau bunuh mereka di satu pagi. Demi Allah, sungguh aku orang yang paling takut malapetaka.' Rasulullah SAW: 'Mereka menjadi milikmu'. [Ibid, jilid 2, Bab 133, Hal 8]

    Mubarakpuri: "Bani Qaynuqa menyerahkan segala barang, kekayaan dan peralatan perang pada Nabi, yang lalu mengambil 1/5 bagian dan membagi sisanya untuk orang-orangnya. Setelah itu Bani Qaynuqa diusir dari Arabia dan menuju Syria." (juga Muir, Ch 13)
Tidak seorang pun bertanya, mengapa QIYAS dan DIYAT (kebiasaan ganti rugi yang telah berjalan lama) tidak diberlakukan pada oknumnya dan menjadikan kejadian ini sebagai tanggungjawab kolektif suku, melakukan pengusiran pada mereka SETELAH merampas harta mereka? []

Bani Nadir

Tetua Bani Nadir, Ka`b Ibn Ashraf, tahu apa yang melanda Suku Arab Quraish di Badar dan suku Yahudi Qaynuqa, karena ke-2nya terjadi dalam 1 bulan (17 Ramadhan dan Syawal). Ia menjadi berkhawatir pada nasib sukunya karena tahu bahwa Muhammad tidak akan berhenti sampai di situ dan akan berlanjut pada suku Yahudi lainnya.

Ketika Ia pergi ke Mekkah (Ada pasal di perjanjian Medina bahwa Para Yahudi tidak diperkenankan keluar dari Yatrib tanpa ijin dari Muhammad SAW), Ia singgah di rumah Al-Muththalib bin Abu Wada'ah Dhubairah As-Sahmi yang ayahnya menjadi tawanan Badar dan harus ditebus seharga 4000 Dirham [Ibid, Jilid 1, bab 119, hal.624-625]. Ini mengindikasikan kepergiannya terkait urusan penebusan tawanan yang memerlukan keterlibatan pihak ke-3, karena, jika kaum Arab muhajirin dan Medina sendiri yang datang, malah akan berbalik menjadi tertawan atau dibunuh, sehingga, bukan saja tidak mendapat uang, malah akan terjadi pertukaran tawanan atau mayat. Karena kejadian di Badar adalah peristiwa yang mendukakan dan sensitif, maka ketika di Mekkah, wajar saja Ka'b menyampaikan pujian pada kaum Quraish dan simpati atas para mayat pemimpin Quraish yang ada di sumur Badar, juga wajar para Quraish yang tengah berduka besar ini marah dan bercuriga pada kedatangan orang Medina, sebagai orangnya Muhammad, sehingga Ka'b sempat ditawan dan hampir dibunuh karenanya [Ibid, jilid 3, bab 135, hal 13-14] namun Ia selamat dan dapat pulang ke Medina.

Para penulis Islam, tentu saja punya versi tersendiri, dikatakan bahwa Ka'b di sana sibuk memprofokasi kaum Quraish, sample:
    Maududi: "..Ka`b bin Ashraf, ketua Bani an-Nadeer kemudian pergi ke Mekkah membujuk orang-orang untuk melakukan balas dendam dengan cara menulis dan membacakan syair sedih profokatif atas para pemimpin Quraish yang dibunuh di Badr..."

    Ibn Ishaq: Ka’ab bin Al-Asyraf memprovokasi orang-orang Quraisy untuk memerangi Rasulullah SAW, melantunkan syair-syair, dan menangisi penghuni Sumur Badar.. [Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, Jilid 2, bab 135, hal.13-16]
Jika Provokasi sebagai alasan, maka para penulis muslim lupa satu fakta sederhana, bahwa terdapat 70 kerabat dekat suku Quraish Mekkah yang TERBUNUH dan 65 kerabat yang TERTAWAN ("Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad", K.H, Moenawar Chalil, Jilid 3, hal. 38-43) yang membuat kota Mekkah, saat itu berubah menjadi kota yang diliputi KESEDIHAN dan KEMARAHAN MASSAL, sehingga tanpa ada Ka'b-pun, pembalasan pasti terjadi.

Para Penulis juga berkata bahwa
    Maududi: "..Lalu dia kembali ke Madinah dan menyusun ayat2 syair yang menghina keadaan para perempuan Muslim, Ini membuat Nabi Marah dan mengirim Muhammad bin Maslamah Ansari di bulan Rabi al-Awwal, A. H. 3, dan membunuh Ka` b. (Ibn Sad, Ibn Hisham, Tabari)..."

    Ibn Ishaq:..Setelah itu, Ka’ab bin Al-Asyraf pulang ke Madinah dan memuji-muji istri-istri kaum Muslimin hingga mereka terganggu karenanya. Rasulullah SAW:..‘Siapa yang siap bertindak terhadap Ka’ab bin Al-Asyraf mewakiliku?’ .. [Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, Jilid 2, bab 135, hal.13-16]
Apakah puisi Ka'ab adalah pujian atau hinaan atau sindiran, ini tergantung penulis, sample tulisan Ka'b diantaranya seperti ini:

"Tahanlah orang tidak waras dari kalian, agar kalian selamat dari perkataannya yang tidak baik, Apakah engkau mencelaku jika aku menangisi dengan air mata bercucuran, Terhadap kaum yang mencintaiku dengan hati yang tulus?, Aku pasti akan menangis selagi aku masih hidup, Dan selagi aku ingat amal mulia suatu kaum yang mulia di Al-Jabajib [Ibid hal.15]

atau jika merujuk pada Tabari vol.7, hal.94-95 (dan Muir, Ch.13, cat kaki no.26, hal 144-145), terdapat sebuah puisi cinta Ka'b untuk Umm Fadl binti Harith (yang kelak menjadi Istri Ibn Abbas), saudara Maimunah binti Harith dan Zaenab binti Khuzaimah (keduanya kelak menjadi Istri Muhammad). Puisi itu pujian kecantikannya dan beberapa puisi cinta untuk beberapa perempuan muslim lainnya yang kemudian ini dianggap mengganggu (entah oleh kaum perempuannya atau oleh kaum Prianya)

Kemudian, vonis mati Ka'b diberikan Rasulullah SAW: "Siapakah yang mau membunuh Ka`b bin al-Ashraf yang telah menyakiti Allah dan RasulNya?" maka Maslama mengajukan diri dan setelah mendapat ijin rasul untuk berkata sesuatu yang dapat menipu Ka'ab, Ia bersama kawannya membunuh Ka'b [Bukhari no.3731 dan Muslim no.3359, juga Bukhari no.2237, 2806-07. Abu Dawud no.2387].

Sehari setelah Ka'b tewas, terjadi pembunuhan terhadap seorang pedagang Yahudi hanya karena Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang bisa mengalahkan Yahudi, bunuh dia!", maka Muhaishah/Muhaiyyishah dari suku Al-Aws menangkap Ibnu Sunainah/Ibnu Subainah kemudian membunuhnya.[Ibn Ishaq/Hisyam, jilid 2. Bab.135, hal.19-20. Juga di Abud Dawud no. 2608]

(Setelah pembunuhan Ka'b dan Ibnu Sunainah), kaum Yahudi hidup dalam ketakutan. Tak ada yang berani berkeliaran di luaran. Setiap keluarga hidup dalam ketakutan mengalami serangan malam, setiap orang takut mengalami nasib seperti Kab dan Ibnu Sanina. Seorang pria perwakilan mereka, datang kepada Muhammad mempertanyakan tentang dibunuhnya Ka'b di bunuh tanpa kesalahan dan sebab yang jelas, Muhammad jawab, "itu karena kelakuan Ka'b sendiri, Ia melakukan seperti kamu, Ia tidak akan digorok, tapi Ia melecehkanku dengan hasutan dan puisi jahatnya dan jika satu di antara kalian berbuat sama, pedang yang sama akan lagi terhunus". Pada saat yang bersamaan, Nabi minta mereka membuat perjanjian dan mereka menyetujuinya. Namun demikian, tambah Wackidi, sejak itu kaum Yahudi hidup depresi dalam ketakutan [Wackidi; 191; K. Wackidi 94 ½] [Muir, Ch.13, hal. 150]
Kemudian terjadilah pembalasan suku Quraish kepada kaum Arab Medina (Lokasi: Uhud):
    Maududi: "Beberapa saat setelah hukuman ini, orang-orang Yahudi dicekam rasa takut yang hebat sehingga mereka tidak berani macam-macam lagi. Tapi kemudian di bulan Syahwal, 3 H, orang2 Quraish yang membalas dendam atas kekalahan mereka di Badr, menuju Madinah dengan persiapan besar. Orang-orang Yahudi melihat jumlah prajurit Nabi hanyalah sekitar 1000 orang melawan 3000 Quraish. 300 prajurit munafik meninggalkan pasukan Nabi balik ke Madinah. Para Yahudi duluan melanggar perjanjian dengan menolak bergabung dengan Nabi untuk mempertahankan Madinah meski mereka terikat perjanjian itu." [Perang Uhud, 625 M]
300 prajurit munafik yang balik itu, JUSTRU BERASAL DARI KAUM ARAB SUKU KHAZRAJ, pimpinan Abdullah bin Ubai bin Salul [Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, Jilid 2, Bab 136, hal.26-27] dan Muhammad sendiri telah menyatakan TIDAK BUTUH BANTUAN YAHUDI
    Ibnu Hisyam berkata, selain Ziyad berkata dari Muhammad bin Ishaq dari Az-Zuhri bahwa orang-orang Anshar berkata kepada Rasulullah SAW MENJELANG PERANG UHUD, "Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak meminta bantuan sekutu-sekutu kita dari orang-orang Yahudi?" Rasulullah SAW bersabda, "KITA TIDAK BUTUH MEREKA." [Ibid, hal.27]
Kekalahan Nabi di Uhud yang membuatnya sampai tunggang langgang ke atas gunung, BUKANLAH SALAH KAUM YAHUDI. Tapi masalahnya perang dan keseharian membutuhkan modal, maka itu akan didapat dari kaum YAHUDI, seperti misalnya emas dan harta setelah pengusiran kaum Qaynuqa, Muhammad tahu, bani Nadir adalah kaya, kebun kurma paling terurus yang ada di Yathrib adalah milik mereka [misal Bukhari no.2918, 2896] demikian juga Bani Qurayza, akibatnya mereka semua diincar untuk juga dusir
    Riwayat Qutaibah bin Sa'id - Laits - Sa'id bin Abu Sa'id - ayahnya - Abu Hurairah - Rasulullah SAW: "Mari kita pergi ke pemukiman orang-orang Yahudi." Lalu kami pergi bersama beliau, setelah kami sampai di pemukiman mereka, Rasulullah SAW di hadapan mereka berseru: "Wahai kaum Yahudi, masuk Islamlah kalian niscaya kalian akan selamat." Mereka lalu menjawab, "Wahai Abu Qasim, kamu telah sampaikan itu."..Beliau mengulang seruan tersebut sampai 3x kali. Sesudah itu, beliau bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya bumi ini kepunyaan Allah dan Rasul-Nya, oleh karena itu AKU MENGUSIR KALIAN DARI NEGERI INI, barangsiapa YANG MASIH MEMILIKI HARTA, hendaknya dijual, jika tidak maka ketahuilah, bahwa bumi ini adalah milik Allah dan Rasul-Nya." [Muslim no.3311, Bukhari no.2931, 6431, 6802]
Hadis ini juga membuktikan bahwa PERJANJIAN dengan 3 SUKU YAHUDI (Qaynuqa, Nadir dan Qurayza) TIDAK PERNAH ADA, karena JIKA ADA, maka TINDAKAN MUHAMMAD ini menjadi pihak pertama yang melanggar perjanjian, juga, tidakpeduli apapun caranya, yang penting dapat menguasai harta dan mengusir kaum Yahudi, misalnya:
    ..setelah kecelakaan Bi'r Maunah (Safar, 4H) Amr bin Umayyah Damri SALAH MEMBUNUH 2 PRIA BANI AMIR dalam usaha balas dendam. Dua orang dari Bani Amir ini adalah SEKUTU ORANG MUSLIM, tapi Amr mengira mereka itu musuh. Karena kesalahan ini, KAUM MUSLIM WAJIB MENGGANTI RUGI 2 ORANG ITU dengan sejumlah uang. Karena Bani an-Nadir merupakan sekutu Bani Amir, NABI DAN PASUKANNYA menemui mereka (Bani an-Nadir) UNTUK MINTA TOLONG MEMBAYARKAN UANG DARAH TERSEBUT. [Maududi, Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, jilid 1, Bab 103, hal.530]
Tentu saja para Yahudi ini tahu bahwa mereka TIDAK BERKEWAJIBAN BANTU BAYAR, namun penolakan berarti bencana seketika, karena, jika urusan hanya sekedar itu saja, maka Muhammad cukup mengirim utusan, tapi beliau datang BERSAMA PASUKAN, ini jelas bukan sekedar urusan "permohonan bantuan uang diyat"
    Kelihatannya mereka setuju untuk menyumbang, seperti yang diharapkan Nabi [Maududi, Al Mubarakpuir, hal.302], meminta Muhammad dan kawannya Abu Bakr, ‘Umar, `Ali dan lainnya untuk duduk di bawah tembok rumah mereka dan menunggu [Mubarakpuri, hal.302]. Ketika orang-orang Yahudi duduk sesama mereka, sebagian dari mereka berkata, 'Kalian tidak melihat Muhammad lebih dekat dengan kalian kecuali sekarang. Maka siapa yang mau naik ke atas rumah, kemudian menjatuhkan batu kepadanya lalu kita tidak terganggu olehnya?' Amr bin Jihasy bin Ka'ab berkata, 'Saya siap melakukannya!' [Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, jilid 1, Bab 103, hal.530, Maududi, Mubarakpuri, Muir, Ch.15, cat kaki.29 :Tradisi ini fiksi] Seorang dari mereka, Salam bin Mashkam, memperingatkan untuk tidak melakukannya, karena mengira Allah akan memberitahu Nabi tentang rencana mereka [Mubarakpuri, hal.302] Ketika Rasulullah SAW mengetahui rencana mereka, beliau segera pergi dari mereka. [Ibn Ishaq, hal.530, namun Mubarakpuri, hal 302: Jibril turun memberitahu Nabi tentang rencana mereka, Maududi: Allah memberitahunya tepat waktu. Muir, Ch.15. hal 209-210, catatan kaki no.29: tradisi ini adalah fiksi]
Klaim rencana pembunuhan di atas menimbulkan beberapa pertanyaan:
  • Di luar atau dalam rumahkah Muhammad duduk sehingga tidak terdengar atau terlihat sekumpulan atau orang yang memanjat sambil membawa batu? Jika memang datang segelintir, maka, menangkap Muhammad dan rekannya jauh lebih mudah apalagi telah ada di tempat mereka, bukan?
  • Akan lebih mudah bagi Jibril dan Allah, membuat celaka Amr bin Jash ketika memanjat, atau bahkan membuat bumi terbelah agar menelan mereka (bilangan 16.30), daripada hanya sekedar memberitahukan rencana mereka, bukan?
Kemudian Muhammad melakukan penyerangan pada kaum Yahudi:
    Maududi: "Sekarang tidak ada alasan lagi untuk memberikan kelonggaran. Nabi dengan seketika mengirim ancaman bahwa rencana pembunuhan yang mereka buat baginya sudah ketahuan; karena itu, mereka harus pergi dari Madinah dalam waktu 10 hari; jika masih ada yang tinggal setelah 10 hari, dia akan dibunuh dengan pedang.

    Nabipun membakar pohon kurma Bani Nadir:
    Riwayat Adam - Al Laits - An Nafi' - Ibnu Umar: "Rasulullah SAW pernah membakar kebun kurma Bani Nadlir dan memotongnya, yaitu yang ada di Buwairah. Kemudian turunlah ayat: '(Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma atau yang kamu biarkan berdiri di atas pokoknya. Maka adalah dengan izin Allah) ' (Qs. Al Hasyr: 5) [Bukhari no.3727-28, 4505 Muslim no.3284-86]

    Maududi: Abdullah bin Ubayy mengirim pesan pada mereka bahwa dia akan membantu mereka dengan 2000 orang dan bahwa Bani Quraizah dan Bani Ghatafan akan juga membantu; karena itu, mereka harus tetap berdiam diri dan jangan pergi. Karena janji ini, Bani Nadir menjawab sang Nabi bahwa mereka tidak akan meninggalkan Medina dan terserah dia mau apa. Di bulan Rabi' al-Awwal, 4 H, Nabi menyerang mereka, dan setelah dikepung beberapa hari (ada yang berkata 6 hari, yang lain berkata 15 hari), Bani Nadir setuju meninggalkan Madinah dengan sejumlah harta yang dapat diangkut oleh onta mereka, kecuali persenjataan"

    Mubarakpuri: "Rasulullah merampas persenjataan, tanah, rumah-rumah dan kekayaan. Di antara barang-barang rampasan yang berhasil diambilnya terdapat 50 baju baja, 50 pelindung kepala, dan 340 pedang. Semua ini milik Nabi karena tidak terjadi pertempuran saat penangkapan terjadi. Dia membagi barang rampasannya... Sisa seluruh jarahan diberikan kepada prajurit Muslim dengan persenjataan bagi peperangan mendatang dalam nama Allah."
Namun hadis justru mengungkapkan alasan penyerangan ini, yaitu UNTUK MEMAKSA MEREKA MEMBUAT PERJANJIAN:
    Rasullulah menyerbu Banu al Nadir dan berkata: “Aku tidak akan menjamin keselamatanmu kecuali jika kau membuat perjanjian dengan ku dan berjanji mematuhinya” Mereka menolak membuat sebuah perjanjian dengannya, Kemudian Rasullulah memimpin para muslim memerangi mereka seharian.

    Hari berikutnya ia tinggalkan Banu al Nadir dan menuju ke Banu Qurayzah dengan pasukan berkuda. Ia undang Banu Qurayzah untuk membuat perjanjian bersamanya; Mereka kemudian melakukan dan Ia tinggalkan mereka.

    Hari berikutnya Ia kembali ke Banu al Nadir dengan pasukannya, dan memerangi mereka hingga mereka bersedia menerima pengusiran, dengan kondisi yaitu apapun yang mereka bisa angkut dengan onta, kecuali persenjataan.

    Banu al Nadir membawa milik mereka sebanyak yang mereka bisa bawa dengan onta, termasuk pintu-pintu rumah mereka; mereka hancurkan rumah-rumah mereka sendiri dan ambil darinya kayu-kayu terbaik.[Abd al Razzaq. al Musannaf, 5/358-361; Abu Dawud, al Sunan, 3/404-7; al Bayhaqi, Dalail al Nubuwwah, 3/446-8; juga lihat Ibn Hajar, Fath al Bari, 7/331]
Jika waktu itu, mereka melawan, pembantaian pasti terjadi, karena Allah menyatakan di quran 59.3-4, yaitu "jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah MENGAZAB MEREKA DI DUNIA. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, SESUNGGUHNYA ALLAH SANGAT KERAS HUKUMAN-NYA"

Surat Al-Hashr (Bab 59 – Pertemuan) berisi kepastian bahwa Yahudi harus diusir, prilaku para munafik, membenarkan perampasan harta kafir dan pembagiannya, boleh memotong dan membakar lahan/pohon-pohon musuh, yang tindakan ini, BUKAN membuat kerusakan di muka bumi juga BUKAN tindakan munafik di AQ 2.205 (..berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak..), demikianlah Allah yang maha memutarbalikan apapun yang Ia mau. []

Bani Quraiza (Nabi mendapatkan Raihana sebagai budak)
Setelah sukses dengan suku Nadir, maka giliran suku Quraizah:
    "Pada kenyataannya, kaum Yahudi layak dapat hukuman berat ini karena memendam pengkhianatan yang buruk mereka terhadap Islam, mereka telah mengumpulkan gudang senjata yang besar yang terdiri dari 1500 pedang, 2000 tombak, 300 pakaian perang dan 500 tameng, dan semua ini jatuh ke tangan para Muslim" [Mubarakpuri, hal. 323]
Tuduhan bahwa kaum Yahudi Qurayza "berkhianat" atau "menyebabkan perpecahan" atau “melawan Islam” adalah TIDAK TEPAT, karena:
  1. Di dekat pengusiran Bani Nadir, Allah telah menyampaikan bahwa "Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama...maka Allah mendatangkan kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin.." [AQ 59.2], juga untuk mendapatkan harta, sebagaimana amanat AQ 59.6-10

  2. Muhammad TELAH MENETAPKAN pada kaum Yahudi, yaitu: masuk islam atau terusir dari negeri ini [Muslim no.3311, Bukhari no.2931, 6431, 6802]

  3. Sebelumnya, yaitu ketika Muhammad dan pasukannya menyerang Bani Nadir (4 Rabiul Awal 4 H), disaat yang bersamaan, juga menyerang Bani Qurayza untuk memaksa mereka MEMBUAT PERJANJIAN dengan kaum Muslim [Abd al Razzaq. al Musannaf, 5/358-361; Abu Dawud, al Sunan, 3/404-7; al Bayhaqi, Dalail al Nubuwwah, 3/446-8; juga lihat Ibn Hajar, Fath al Bari, 7/331] dan mereka mau

  4. Perintah malaikat Jibril dan Pasukan Malaikat Jibril:
    Ibnu Ishaq: "..pulang dari khandaq dengan tujuan Madinah dan meletakkan senjata (istirahat). Pada waktu dhuhur, Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah SAW seperti dikatakan kepadaku oleh Az-Zuhri: Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah SAW: ‘Apakah engkau telah meletakkan senjata, wahai Rasulullah?’ Rasulullah SAW: ‘Ya’. Malaikat Jibri: ‘Para malaikat belum pernah meletakkan senjata. Mereka sekarang sedang mengejar kaum tersebut. Hai Muhammad, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menyuruhmu berangkat ke Bani Qurayza [juga di Muslim no. 3315. Bukhari no. 3813, no.2602, no.3808. Musnad Ahmad no.23160]. Aku (Jibri) juga akan pergi untuk mengguncang mereka.’..dan memasukkan ketakutan ke hati mereka." [Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, jilid 2, bab 158, hal.200-201 dan Mubarakpuri hal. 321]

    Tidak jelas mengapa Jibril perlu pertolongan Muslim untuk menghabisi kaum Yahudi padahal Ia sendiri punya “pasukan malaikat”

  5. Pihak-pihak yang bersekutu dengan kaum Quraish adalah bani: Ghatafan, Fazarah (cabang suku Ghatafan) [Mubarakpuri, p.363], Murrah dan Masud, Rukhaylah dari suku Ashja [Haykal, pada bab antara Badr and Uhud]. Tidak satu penulis BIOGRAPHY-pun yang menyatakan bahwa kaum Qurayza bergabung dengan kaum Quraish Mekkah melawan kaum Muslimin Medina

  6. Ketika Muhammad dan pasukannya membuat parit barikade untuk MEMBENDUNG serangan gabungan kaum Quraish [Bukkhari no. 2873]. Muhammad menyewa peralatan gali lubang dari kaum Yahudi Bani Qurayza. [Hamidullah, p71] → Ini menunjukan kaum Qurayza tidak melawan atau memusuhi Muhammad.

    Parit digali di seluruh Yatrib KECUALI area suku Yahudi QURAYZA karena suku itu TIDAK MENGIJINKAN PIHAK Quraish lewat dan juga karena benteng Qurayza SULIT DITEMBUS pihak Quraish

  7. Jika kaum Yahudi Qurayza mau membantu kaum Quraish Mekkah, maka pihak Muhammad akan mengalami serangan 2 arah, yaitu arah: depan (Quraish) dan belakang, itulah sebabnya, kubu Muhammad maupun kubu Quraish berusaha membujuk bani Qurayza.

    Dari kubu Muhammad:
    melalui Nu'aim bin Masud (sudah masuk Islam namun Quraish dan kaum Yahudi belum tahu) datang ke Bani Qurayza mengingatkan bahwa jika Quraish dan kelompoknya kalah akan pulang ke daerahnya meninggalkan mereka yang akan menjadi makanan empuk Muhammad, untuk itu JANGAN MEMERANGI SEBELUM mendapatkan sandera dari Quraish sebagai jaminan (SARAN INI JUSTRU DITURUTI Kaum Yahudi Qurayzah). Kemudian, Nu'aim ke kubu Quraish Mekkah, kepada Abu Sufyan, membohonginya bahwa bani Qurayza telah membelot ke Muhammad dan akan berpura-pura meminta sandera seolah-olah sebagai jaminan kerjasama..untuk itu JANGAN MEMBERIKAN sandera. Nu'aim mengulangi pesan yang sama kepada suku lain dari pihak Gabungan Quraish [Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, Jilid 2, bab 157, hal.195-197]

    Dari kubu Quraish Mekkah:
    melalui Huyayy b. Akhtab, ketua dari kaum Yahudi B. Nadir. Namun, kaum Qurayza TETAP TIDAK MAU MENGIRIMKAN PASUKAN bagi pihak Quraish Mekkah, kecuali hanya satu janji bahwa akan menerima Huayy bin Akhtab di bentengnya ketika kaum Quraish dan gabungannya kalah melawan Muhammad. [Ibid, hal.188-189, 198] ATAU Abu Sufyan mengirim Ikrimah b. Abi Jahl mendatangi B. Qurayzah MEMINTA KAUM YAHUDI BERPERANG bersama mereka besok. KAUM YAHUDI MENOLAK dengan alasan Kaum Yahudi TIDAK BERPERANG dan TIDAK BEKERJA di hari Sabat. Malah tidak juga akan berperang bersama Qurasih jika Sabat telah lewat KECUALI Quraish memberikan sandera sebagai jaminan agar Quraish tidak meninggalkan mereka ketika sedang berperang menghadapi Muhammad. Malah bani Qurayza takut jika Quraish kalah dan pulang ke Mekkah, meninggalkan mereka sendirian berhadapan dengan Muhammad, dan mereka tidak dapat mengatasinya..Ikrimah pulang dan menyampaikan pada Abu Sufyan bahwa berita dari Nu'aim adalah benar. ["The Life of Muhammad: Al-Waqidi's Kitab Al-Maghazi", hal.237]
Sehingga TIDAKLAH BENAR jika kaum Qurayza berkhianat, malah, Abu Sufyan, yang juga tahu posisi Bani Qurayza, telah membuat seruan yang mencelakakan kaum Yahudi Qurayza:
    Riwayat Ya'qub - Muhammad bin Ishaq - Yazid bin Ziyad - Muhammad bin Ka'ab Al Qurazhi - Hudzaifah bin Al Yaman: Hai keponakanku, demi Allah kami dulu bersama Rasulullah SAW di parit (Perang Khandaq)...Abu Sufyan berkata; Hai sekalian kaum Quraisy! Demi Allah kalian kini tidak ada lagi tempat bertahan bagi kalian, kawasan sudah hancur, Bani Quraizhah telah meninggalkan kami, dengan sesuatu yang tidak kami suka dari mereka, kita menghadapi angin ini seperti yang kalian lihat, demi Allah tidak ada satu tungku pun yang berdiri tegak, tidak ada satu perapian pun yang bertahan dan tidak ada satu bangunan pun yang bisa kita jadikan pegangan, karena itu hendaklah kalian pergi karena aku akan pergi. Lalu ia pergi menghampiri untanya yang terikat lalu ia duduk diatasnya, ia memukul untanya lalu meloncati tiga orang, ia tidak melepaskan ikatannya kecuali saat ia berdiri..Bani Ghatafan mendengar apa yang dilakukan kaum Quraisy, akhirnya mereka pulang ke kampung halaman mereka.[Musnad Ahmad no.22244]
Kemudian, Muhammad bersama 3000 orang dan 30 pasukan berkuda menuju benteng Bani Quraiza [Mubarakpuri, hal 321] mengepung mereka selama 25 hari [Ibid, hal.324]:
    Haykal: Mereka menyampaikan usulan untuk pergi ke adhirat namun ini ditolak muhammad yang tetep bersikeras hendak menghakimi mereka. Mereka kemudian minta pada bani Aws menolong mereka karena hubugan aliansi masa lalu ketika melawan bani Khazraj. Bani Aws kemudian menyampaikan pesan ini pada muhammad dan muhammad menyampaikan akan meminta 1 orang dari bani Aws yang mengambil keputusan. ini diterima mereka. [Sejarah Hidup Muhammad, hal 337]

    Ibnu Ishaq: “..Orang-orang Al-Aws berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah..mereka adalah keluarga kami dan belum lama ini engkau bertindak terhadap sekutu saudara-saudara Al-Khazraj seperti yang telah engkau ketahui.’..Sesudah orang-orang Al-Aws berkata seperti itu, beliau bersabda, ‘Hai semua orang-orang Al-Aws, tidakkah kalian senang kalau urusan kalian diputuskan salah seorang dari kalangan kalian sendiri?’ Orang-orang Al-Aws menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Sa’ad bin Muadz (dari suku Aws) adalah orangnya [Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, Jilid 2, Bab 158, hal.205. Mubarakpuri, hal.322. Muir. Ch.17, hal 273. Juga di Mohammed Abu-Nimer (2000-2001). "A Framework for Nonviolence and Peacebuilding in Islam". Journal of Law and Religion 15 (1-2): 247., Hashmi, Sohail H.; Buchanan, Allen E; Moore, Margaret (2003). States, Nations, and Borders: The Ethics of Making Boundaries. Cambridge University Press., Khadduri, Majid (1955). War And Peace in the Law of Islam. Baltimore: Johns Hopkins Press]
Apa alasan Muhammad menunjuk Sa'ad bin Muadz?

Dalam pertempuran sebelumnya (Pertempuran Sekutu/Perang Parit), Sa'd b Muadh MENDERITA LUKA parah di tangannya (atau bahunya menurut Muir) terkena panah. Ia SALAH SANGKA menganggap pelakunya adalah orang Yahudi B. QURAYZA sehingga bersumpah akan membalas pada mereka, padahal, pelakuknya salah seorang dari Suku ARAB Quraish Mekkah, yaitu:
  • Riwayat Ibnu Ishaq..dari Abdullah bin Ka’ab bin Malik: "..adalah Abu Usamah Al-Jusyami sekutu Bani Makhsum.." [Ibn Ishaq, Jilid 2, Bab 157, hal.193-194] ATAU

  • Riwayat Ibnu Ishaq: riwayat Abu Laila Abdullah bin Sahl - Aisyah - Ashim bin Umar bin Qatadah: "..oleh Hibban bin Qais bin Al-Ariqah salah seorang dari Bani Amir bin Luai.." [Ibn Ishaq, Jilid 2, Bab 157, hal.193-194. Juga Bukhari no.3813, 2816. Muslim no.3314. Musnad Ahmad no.23945]
Siapapun yang memutuskan, apakah Muhammad ataupun Sa'ad yang memutuskan, hasilnya akan sama: "Bani Qurayza akan disembelih".
    Ibnu Hisyam - Abu Ubaidah - Abu Amr Al-Madani: "Ketika Rasulullah SAW berhasil mengalahkan Bani Qurayzah, beliau menangkap sekitar 400 orang-orang Yahudi sekutu orang Al-Aws. RASULLULLAH SAW MEMERINTAHKAN KAUM AL-KHAZRAJ MEMENGGAL KE-400 KAUM YAHUDI TERSEBUT..RASULULLAH MELIHAT WAJAH KAUM AL-KHAZRAJ BERBINAR-BINAR BAHAGIA, SEMENTARA WAJAH KAUM AL-AWS TAMPAK KUSUT .. Sisa dari ke-400 adalah 18 orang, 12 ORANG DISERAHKANNYA PADA 2 ORANG AL-AWS. Rasulullah SAW: 'HENDAKLAH MUHIYYISHAH MEMUKUL KA'AB BIN YAHUDZA TIDAK SAMPAI MATI DAN HENDAKLAH ABU BURDAH MEMBUNUHNYA!' Huwaiyyishah yang ketika itu masih kafir berkata kepada saudaranya, Muhaiyyishah, '..Demi Allah, barangkali engkau membunuhnya karena lemak yang tumbuh di perutmu berasal dari hartanya? Engkau tercela, hai Muhaiyyishah.' Muhaiyyishah berkata, 'Aku diperintah membunuhnya oleh orang yang jika menyuruhku membunuhmu, aku pasti membunuhmu.' Huwaiyyishah menjadi kagum kepadanya. Para ulama menyebutkan bahwa pada malam harinya, Huwaiyyishah terbangun dari tidurnya karena kagum pada ucapan Muhaiyyishah. Esok paginya, Huwaiyyishah berkata, 'Demi Allah, inilah agama yang benar.' Setelah itu, ia menemui Rasulullah SAW, masuk Islam.." [Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, Jilid 2, Bab 135, hal 20-21]

    Ibnu Ishaq: “..Rasulullah SAW..memerintahkan orang-orang Yahudi Bani Qurayzah dibawa ke parit dan memenggal kepala mereka..termasuk musuh Allah Huyai bin Akhtab, Ka’ab bin Asad bersama 600 atau 700 orang..Ada yang mengatakan bahwa jumlah mereka adalah 800 atau bahkan 900 orang [Ibid, bab 159, 207]. Di parit yang digali, sekitar 600 sampai 700 orang dipenggal kepalanya, Rasullullah mendapat bagian 1/5 dari harta yang didapat dan juga Raihana binti 'amr bin Qanaqah [Mubarapuri, hal.323]

    Diriwayatkan Atiyyah al-Qurazi: Aku adalah seorang dari Bani Quraisah yang tertangkap. Mereka (prajurit Muslim) memeriksa kami, dan siapa yang sudah mulai punya bulu kemaluan dibunuh, dan siapa yang belum tidak dibunuh. Aku adalah salah satu dari mereka yang belum punya bulu kemaluan..[Abu-Dawud 38.4390]

    Ibnu Ishaq: "Rasulullah SAW memilih salah seorang wanita Bani Quraidhah yang bernama Raihanah binti Amr bin Junafah untuk diri beliau sendiri [Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, Jilid 2, Bab 135, hal. 210-211].

    Allah menghadiahkan Raihana yang berasal dari suku Yahudi Quraiza kepada Nabinya bagian dari harta Rampasan [Tabari Tabari Vo.9. Hal.137]
Ada beberapa versi berkenaan dengan Raihana:
  • Versi dari Ibn Ishaq: Ia tetap dalam kepemilikan beliau ketika beliau wafat. Rasulullah SAW pernah menyatakan diri untuk menikahinya dan memasang hijab padanya, namun ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, biarkan aku dalam kepemilikanmu, karena itu lebih baik bagiku dan bagimu.’ Rasulullah SAW membiarkan status budaknya. Pada saat Rasulullah SAW menawan Raihanah binti Amr, ia tidak mau masuk Islam dan tetap memilih menjadi orang Yahudi. Karena itu, beliau melepaskannya dan sedih karenanya.[Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, Jilid 2, Bab 135, hal. 210-211] → Ini adalah versi terawal.
  • Versi dari Ibn Sa’d, di kutip Waqidi: Rahaina berkata bahwa ia dibebaskan dan menikah dengan Muhammad [Ibn Sa'd. Tabaqat, vol VIII, pg. 92–3]
  • Versi dari Al-Halabi: Muhammad mengawini dia dan memberikan mahar untuknya, namun ia menolak memakai Hijab, terdapat keributan namun kedua pasangan nantinya rujuk, kemudian Raihana meninggal ketika Muhammad melakukan Haji [al-Halabi, Nur al-Din. Sirat-i-Halbiyyah. Uttar Pradesh: Idarah Qasmiyyah Deoband, vol 2, part 12, pg. 90. Translated by Muhammad Aslam Qasmi]
  • Versi dari Hafiz Ibn Minda menulis bahwa Muhammad membebaskan Rayhana dan Ia kemudian kembali kepada sukunya. Versi terakhir ini di ‘sukai’ oleh para alim ulama modern ‘shibli nomani [Nomani, Shibli (1979). The Life of the Prophet. Vol. II, pg. 125–6]
Tidak dinyatakan beberapa umur Raihana saat itu, namun karena Ia merupakan pilihan muhammad, maka umurnya tidak akan jauh dari usia Safiyah, Juwayriyah dan Aisyah. []

Juwayriyah binti Harits (Menikah:628 M, Umur: 17 tahun atau 20 tahun)

Dalam Al-Kutub At-Tis’ah jumlahnya ada 17 buah. Ahmad ibn Hanbal (10 Hadits), Shahih Muslim (2 Hadits), dan masing-masing 1 Hadits dalam kitab Shahih Al-Bukhari, Sunan Al-Tirmizi, Sunan An-Nasaiy, Sunan Abî Dawud, dan Sunan Ibn Majah.

Pada 5/6 AH (628 Masehi), Pasukan Muslim menyerbu suku Arab Mustaliq pimpinan Harits yang merupakan bagian bani Khuza'a, turunan Azdi Qahtani. Anak perempua Al-Harits, Juwayriyah menjadi tawanan Thabit Ibn Qais.
    Riwayat Ibnu Aun:
    Aku menulis surat kepada Nafi menanyakan kepadanya apakah perlu memberikan (kepada kaum kafir) undangan untuk menerima (Islam) sebelum memeranginya."Lalu Nafi' membalas suratku bahwa itu perlu pada masa awal Islam. Rasulullah SAW menyerbu Banu Mustaliq ketika mereka tidak tahu dan ternak mereka sedang minum di air. Dia membunuh orang-orang yang berperang dan memenjarakan orang lain. Pada hari itu juga, dia menangkap Juwairiya binti al-Harith. Nafi 'mengatakan bahwa hadis ini disampaikan kepadaku oleh Abdullah bin Umar, saat itu dia termasuk orang yang ikut menyerbu [Muslim no.3260. Kitab: Jihad dan ekspedisi Bab: Bolehnya menyerbu musuh yang sudah mendapatkan dakwah]

    2220. Menurut Imam Nawawi, hadits ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir yang telah menerima dakwah dapat diserang mendadak jika ada kebutuhan mendesak. Pandangan yang benar adalah mereka yang belum menerima dakwah Islam, penting untuk menyampaikannya pada mereka sebelum memberi ultimatum perang, tetapi bagi mereka yang telah menerima dakwah, boleh menginginkan memberi tahu mereka sebelum memerangi. Namun, pengecualian yang dapat dibuat dalam kasus ini, ketika ada kebutuhan mendesak (Vol. II, hal. 81). (Sahih Muslim by Imam Muslim, Rendered into English by Abdul Hamid Siddiqi [Kitab Bhavan, New Delhi, India, 11th reprinted 1995], Volume III & IV, Kitab Al-Jihad Wa’l-Siyar (The Book of Jihad and Expedition), Chapter DCCIV: Regarding Permission To Make A Raid, Without An Ultimatum, Upon The Disbelievers Who Have Already Been Invited Accept Islam, p. 942, fn. 2220)

    Riwayat Abdullah bin Umar:
    Dari Nafik, ia berkata: Rasulullah saw. pernah menyerbu Bani Mushthaliq di saat mereka dalam keadaan terlena serta hewan-hewan ternak mereka sedang diminumkan dari sumber mata air. Lalu beliau membunuh pasukan perang mereka, menangkap tawanan mereka dan pada hari itulah Rasulullah mendapatkan Juwairiah binti Harits. Selanjutnya Nafik mengatakan: Abdullah bin Umar menceritakan hadis ini kepadaku karena termasuk anggota pasukan Islam pada saat itu [Hadis Sahih Muslim No. 3260]

    Juwayriya ditangkap dalam penyerangan terhadap bangsa Banu Mustaliq. Sebelumnya ia telah menikah dengan Musafi bin Safwan, yang terbunuh di perang tersebut. [Sahih Muslim vol.3 no.4292 hal.942, Abu Dawud vol.2 no.227 hal.728]. Disebut sebagai wanita manis dan setia orang yang baru melihatnya menjadi terpesona [Tabari vol.39 hal.182-183]. Juwayriyyah dipilih Muhammad untuk dirinya sendiri di hari ketika Musthaliq di bantai untuk mendapatkan tawanan. Muhammad mengawini Umm, yang ketika itu masih Nasrani [Tabari Vol.9. Hal.133]

    Aisyah yang membukakan pintu bagi Juwariya, yang setelah itu menuturkan, "Juwariyah wanita yang sangat cantik. Siapapun lelaki yang melihatnya, pasti terpikat olehnya. Dan ketika aku melihatnya dipintu kamarku, aku diliputi perasaan was-was karena aku tahu, nabi akan melihat wanita ini seperti yang kulihat." Kekuatiran Aisyah terwujud karena nabi Muhammad memang menawarkan untuk menikahinya, dikatakan oleh nabi Muhammad: "Aku akan menebus pembebasanmu dan menikahimu." Juwariyah menerima pernikahan ini dengan senang hati. [Muhammad - Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, oleh Martin Lings, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2002., hal. 386 – 387]

    Menurut Ibn Saad: namanya adalah Barrah [Tabari, Vol 9, hal.133, catatan kaki no.891]. Riwayat [Ibn `Umar al-Wagidi] - `Abdallah b.`Abd al-Rahman - Zayd b.Abi `Attab-Muhammad b.`Amr -`Ata' - Zaenab bt. Abi Salamah - Juwayriyyah bt. al-IHarith: Nama aslinya adalah Barrah [Tabari, Vol.39 hal 184]. Istri Muhammad dengan nama kecil Barrah adalah Juwairiyah [Abu Dawud vol.1 no.1498 p.392] Zaenab juga bernama Barrah [Sahih Bukhari vol.8 book 72 ch.107 no.212 p.137; Abu Dawud vol.3 no.4935 p.1377-1378]

    Riwayat [Ibn `Umar al-Wagidl] - `Abdallah b.AbI al-Abyad - ayahnya: Juwayriyyah wafat di 56 H. Menurut budaknya: Juwayriyah wafat tahun 50 H di usia 65 tahun [Tabari Vol.39, hal 184]

    Riwayat [Ibn `Umar al-Wagidl] - Muhammad b.Yazid - Neneknya (budak dari Juwariyah) - Juwariyah: menikah Muhammad saat usianya 20 tahun [Tabari, Vol.39, hal 184]
Juwariyah wafat pada:
  • Rabiul Awal 56 AH, 70 tahun [Abbas Jamal, hal.65], atau
  • 50 AH, 65 Tahun [Ibn Sa'd/Aisha Bewley vol.8. hal.85 dan Tabari Vol 39 hal 184]
Saat menikah dengan Muhammad: 70 – (56 AH – 6 AH) = 20 tahun atau 65 - (50 AH – 6 AH) = 21 tahun []

Safiyah (Menikah:628 M, Umur: 17 Tahun, wafat:50H/672 atau 52/672)

Dalam Al-Kutub At-Tis’ah, jumlah Hadits yang disandarkan kepadanya berjumlah 25 Hadits. Shahih Al-Bukhari (7 Hadits), Shahih Muslim (1 Hadits), Sunan At-Tirmizi (3 Hadits), Sunan Abî Dawud (3 Hadits), Sunan ibn Majah (2 Hadits), Musnad Ahmad (7 Hadits), dan Sunan Al-Darimiy (2 Hadits).

Para suku Nadir yang terusir dan hijrah ke Khaybar, di antaranya ada Sallam, Kinana [Ibn Kathir, tafsir surat AQ 33.9]. Sallam ibn Mishkam bin Al-Hakam ibn Haritha bin Al-Khazraj ibn Kaab ibn Khazraj bersepupu dengan bendahara suku Nadir, Kinana bin al-Rabi' Abu'l-Huqayq dan juga bersepupu jauh dengan kepala suku Nadir, Huyayy ibn Akhtab (ayah Safiya). Rumah Sallam berbatasan dengan suku Qurayza. [Sirat Rasulullah Ibn Ishaq, Guillaume, hal. 361]. Sallam pernah menikah dengan Safiyah binti Huyayy dan kemudian bercerai. [Tabari Vol.9, hal.134-135]. Ketika suku Nadir mengungsi ke Khaybar, Safiyah menikah dengan Kinana, sementara Sallam menikah dengan Zaenab binti al-Harith [Sirat Rasulullah Ibn Ishaq, Guillaume, hal.516]

Di sekitar tahun perjanjian Hudabiyyah, tejadi kemarau besar di Medinah, beberapa orang bani Aslam yang baru memeluk Islam minta bantuan Muhammad, namun beliau tidak dapat membantu tapi tahu bahwa suku khaibar kaya dengan tanah pertanian yang subur: “O Allah, Kau tahu keadaan mereka – bahwa mereka tidak punya kekuatan dan aku tak punya apapun bagi mereka. Bukalah bagi mereka (kesempatan menyerang) bagian terbesar perbentengan Khaybar, yang paling kaya akan makanan dan daging berlemak.” [Tabari, vol.8, Hal.117]. Sungguh sebuah solusi yang mencelakakan orang lain, bukan?

Perjanjian Hudabiyya telah membuat para muslim KECEWA dan MENGGERUTU, maka untuk menyenangkan dan menegakan kembali moral mereka, TURUNLAH AYAT (AQ 48.18-21), maka Khaibar pun celaka karenanya.

Muhammad dan pasukannya menyerbu Khaibar, disaat kaum Yahudi tidak bersiap. Suami Zaenab (Sallam) yang saat itu sedang sakit bergegas sebisanya mengatur pertahanan dan berseru untuk melawan dengan gagah berani daripada meratap dalam kehinaan saat tertawan ["Life of the Prophet", Numani, vol.2, 1995, hal.16; "The Life of Muhammad", Al-Faruqi, I. R. Translasi buku Haykal, Vol.2, hal.369]. Suami Safiyah (kinana) yang menjadi bendahara kaum Nadir disiksa agar memberitahu di mana disimpan harta bani Nadir kemudian setelahnya dipancung, harta kaum Khaibar menjadi rampasan, para pria dan keturunannya dibantai dan para wanitanya ditawan. Ketika Muhammad melihat Safiyah, beliau memilihnya, menggaulinya malam itu juga tanpa menunggu lagi penerapan aturan masa iddha yang lamanya 4 bulan itu.
    Dikisahkan oleh 'Abdul 'Aziz:
    Anas berkata, 'Ketika Rasul Allah menyerang Khaibar, kami melakukan sembahyang subuh ketika hari masih gelap. Sang Nabi berjalan menunggang kuda dan Abu Talha berjalan menunggang kuda pula dan aku menunggang kuda di belakang Abu Talha.

    Sang Nabi melewati jalan ke Khaibar dengan cepat dan lututku menyentuh paha sang Nabi. Dia lalu menyingkapkan pahanya dan kulihat warna putih di pahanya. Ketika dia memasuki kota, dia berkata, ‘Allahu Akbar! Khaibar telah hancur. Ketika kita mendekati suatu negara maka kemalangan menjadi pagi hari bagi mereka yang telah diperingatkan.’ Dia mengulangi kalimat ini tiga kali.

    Orang2 ke luar untuk bekerja dan beberapa berkata, ‘Muhammad (telah datang)’ (Beberapa kawan kami berkata, “Dengan tentaranya.”) Kami menaklukkan Khaibar, menangkap para tawanan, dan hartabenda rampasan dikumpulkan. Dihya datang dan berkata, ‘O Nabi Allah! Berikan aku seorang budak wanita dari para tawanan.’

    Sang Nabi berkata, ‘Pergilah dan ambil budak mana saja.’ Dia mengambil Safiyah binti Huyai. Seorang datang pada sang Nabi dan berkata, ‘O Rasul Allah! Kauberikan Safiyah binti Huyai pada Dihya dan dia adalah yang tercantik dari suku2 Quraiza dan An-Nadir dan dia layak bagimu seorang.’

    Maka sang Nabi berkata,’Bawa dia (Dihya) beserta Safiya.’ Lalu Dihya datang bersama Safiyah dan ketika sang Nabi melihatnya (Safiya), dia berkata pada Dihya,’Ambil budak wanita mana saja lainnya dari para tawanan.’ Anas menambahkan: sang Nabi lalu membebaskannya dan mengawininya.” [Bukhari 7.71.58]

    Dinarasikan oleh 'Abdul 'Aziz:
    "Kata Anas, ketika nabi menyerbu Khaibar orang2 di kota berseru “Muhammad dan pasukannya datang”. Kami mengalahkan mereka semua, menjadikan mereka tawanan dan harta rampokan dikumpulkan. Nabi membunuh para pria yang melawan, membantai anak-anak keturunan mereka dan mengumpulkan para wanita menjadi tawanan [Bukhari 5.59.512]

    Kinana b. Al-Rabi b. al Huqyaq yang tahu di mana harta Bani Nadir berada, dibawa menghadap Nabi dan ditanya. Huqyaq menolak memberitahukan. Nabi menanyai Yahudi lainnya dan salah satu mengatakan, ‘Aku melihat Kinana berjalan mengitari reruntuhan setiap pagi’ Muhammad memerintahkan Kinana untuk dihadapkan padanya dan kemudian berkata,’ Kamu tahu kalau kami menemukannya, Aku akan membunuhmu’. ‘Ya,’ Kinana menjawab. Nabi memerintahkan untuk menggali reruntuhan itu. Beberapa harta terangkat dan menanyakan Kinana mengenai sisanya namun Ia tetap menolak bicara.

    Kemudian Nabi memerintahkan Zubayr b. al-Awwam, ‘SIKSA dia sampai kau memeras segala apa yg diketahuinya. Jadi Zubayr menempelkan besi panas pada dada Kinanah, (menekan besi itu) sambil memutar2nya sampai Kinanah hampir mati. Setelahnya Rasul memberikannya ke Maslamah, yang kemudian MEMENGGALnya sebagai balas kematian saudara lelakinya, Mahmud b. Maslamah. [Tabari Vol.8, Hal.122-123]

    “...malam harinya, dia (Muhammad) memasuki tenda dan dia (Safiyah) masuk bersamanya. Abu Ayyub datang ke sana dan berdiri di luar tenda dengan pedang dan kepalanya dekat pada tenda. Di pagi harinya, Rasul Allah melihat gerakan suatu tubuh dan berkata, “Siapa itu?” Dia menjawab,”Aku adalah Abu Ayub.” Dia (Muhammad) bertanya, “Mengapa kamu ada di sini?” Dia menjawab, “O Rasul Allah! Gadis ini baru saja dikawinkan (denganmu) dan kau telah lakukan apa yang kau telah lakukan pada suaminya yang terdahulu. Aku khawatir akan keselamatanmu, jadi aku ingin dekat berjaga bagimu.” Akan hal ini Rasul Allah berkata dua kali, “O Abu Ayub! Semoga Allah menunjukkanmu pengampunan.” [Ibn Sa'ad vol.II hal.145]

    "Ketika kami mencapai khaibar, Muhammad mengatakan bahwa Allah memberkatinya untuk menaklukan mereka. Itu adalah ketika kecantikan Safiyah disampaikan kepadanya. Suaminya telah di bunuh, kemudian Nabi memilihnya sebagai bagian untuknya. Nabi membawa Safiyah bersamanya hingga ketika kita mencapai satu tempat bernama Sad dimana Ia menstruasinya selesai dan Nabi menjadikannya sebagai Istrinya, menyetubuhinya dan memaksanya untuk memakai Kerudung” [Bukhari 4.52.143, 5.59.523]

    Dihya meminta Safiyah pada Nabi ketika Nabi memilihnya sebagai jatahnya. Muhammad memberikan Dihyah dua sepupu Safiyah sebagai gantinya [Tabari Vol 8. Hal.117]

    ‘ketika Ia protes dan tetap menginginkan Safiyah untuk dirinya, Nabi membarterkan untuk Safiyah dengan memberikan Dihya dua sepupu safiya. Para wanita dari khaibar di bagi-bagikan diantara muslim [Ishaq:511]

    Safiyah dibeli Nabi dengan menukarkan 7 Budak bagiannya [Abu Dawud vol.2, no. 2991 riwayat dari Anas, Ibn-i-Majah vol.3 no.2272]

    Para Muslim berkata diantara mereka,’ akankan Safiyah menjadi satu dari Istri-istri Nabi atau sekedar perempuan rampasan dari satu koleksinya’[Bukhari 5.59.524]

    Ketika Abu Sufyan mendengar Nabi telah mengambil dia (Safiya), dia berkata, “Hidung kuda jantan itu tidak bisa dikontrol.”[Tabari Vol.8, Hal.110]

    Thabit bertanya pada Anas,”O Abu Hamza! Apa yang dibayar sang Nabi sebagai maharnya?” Dia menjawab, “Dirinya sendiri adalah maharnya karena dia telah membebaskannya (dari status budak) dan lalu mengawininya.” Anas menambahkan, “Di perjalanan, Um Sulaim mendandaninya untuk (upacara) pernikahan dan malam ini Um Sulaim mengantar Safiyah sebagai pengantin sang Nabi..[Buhari 1.8.367]

    Aku bahkan belum berusia 17 tahun, atau baru saja 17 tahun, malam ketika digauli Nabi [Tabari vol.39 hal.185]. Tabari menyatakan Ia wafat di 52 H [Ibid]

    Bukan wanita itu saja yang kehilangan ayah dan suaminya ditangan kaum muslim. Diantara para tawanan yang ditahan karena Kinanah menyembunyikan hartana itu ada seorang janda, Safiah putrid Huyay…. Janda itu berusia tujuh belas tahun dan baru menikah dengan Kinana satu dua bulan sebelum Nabi berangkat dari Madinah. ……
    Pusat keprihatinan istri-istri nabi adalah hadirnya sosok yang tidak diduga dirumah tangga mereka, Safiah yang belia dan cantik…….. Aisyah menanyakan kepada Ummu Salamah tentang teman baru mereka itu, "Ia memang benar-benar cantik", kata Ummu Salamah, "dan Rasulullah sangat mencintainya" [Lings, hal. 427, 429]

    Dihyah bin Khalifah al Kalabi muncul dan berkata, "Wahai nabi Allah, berikanlah kepadaku satu tawanan wanita." Beliau berkata,"Pergilah dan ambil satu tawanan wanita." Dihyah kemudian mengambil Safiyah binti Huyay. Setelah itu datang seseorang kepada Nabi dan berkata, "Wahai Nabi Allah, apakah anda memberikan Safiyah putri pemimpin bani Quraizah dan bani Nadhir kepada Dihyay? Safiyah hanya pantas milik anda." "Panggil dia bersama Safiyah!" kata beliau. Dihyah datang bersama Safiyah. Setelah memandangi Safiyah, nabi berkata pada Dihyah, "Ambillah tawanan wanita selainnya!" [Mubarakfury, hal.561 – 562]
Perbuatan kaum muslim kepada suku Khaibar dibalas Zaenab binti harith dengan menghidangkan daging kambing beracun kepada Muhammad dan kawanannya. Racun inilah yang kelak mewafatkan Muhammad 3 tahun kemudian:
    Ketika Khaibar telah ditaklukan dan masyarakat sudah tenang, Zaenab binti al-Harith, Istri dari Salam Ibn Mishkam, bertanya pada beberapa orang mengenai bagian mana dari domba yang paling disukai nabi. Mereka memberitahukannya, ‘kaki depan, dan paha atas adalah bagian terbaiknya’. Ia kemudian menyembelih seekor domba dan memotong-motongnya. Kemudian Ia ambil racun mematikan yang dapat membunuh dengan seketika, membubuhkannya pada daging domba, dan membubuhkan lebih banyak lagi pada bagian kaki dan paha.

    Ketika Matahari terbenam, Muhammad memimpin Sholat. Setelah selesai sholat dan hendak pergi, Zaenab berkata pada nabi, ‘ Oh Abu al-Qasim, aku punya hadiah untuk mu’. Nabi kemudian meminta beberapa sahabat mengambil persembahan itu dan diletakan dihadapan Muhammad dan para sahabat, diantaranya terdapat Bishr Ibn al-Bara' Ibn Ma'rur. Muhammad berkata pada mereka, ‘Ayo kemari dan duduklah’. Muhammad mengambil bagian kaki dan memakanya. Ketika Muhammad telah menelannya, Bishr juga telah menelannya dan para sahabat yang lain juga memakannya. Muhammad berkata, ‘Angkat tanganmu; Daging kaki dan paha ini berkata bahwa mereka telah dibubuhi racun. Bishr berkata, ‘Demi Allah yang menyayangimu, Aku pun merasakan yang sama. Tapi ngga ku muntahkan karena dapat mengacaukan selera makan anda

    Ketika engkau makanan itu ada di mulutmu, Aku juga tidak berharap engkau menelannya”. [Satu pendapat mengatakan] Bishr wafat kemudian di sana. Sisa daging itu dilemparkan kepada anjing, kemudian anjing itu mati. Pendapat lainnya mengatakan bahwa (bishr) warnanya berubah hitam setelah mengalami kesakitan selama dua tahun, ketika ia meninggal. Juga dikatakan bahwa Muhammad menggigit daging domba itu, mengunyahnya dan memuntahkannya kemudian sementara Bishr memakan bagiannya. Kemudian Muhammad mengirimkan yahudi2 dan bertanya pada Zaenab, ‘Apa benar kau meracuni domba ini?’

    Ia berkata, ‘Engkau punya suatu kegemaran ketika engkau menghakimi mereka yang tidak setia padamu. Engkau bunuh Ayahku, pamanku dan saudaraku..jadi aku berkata, ‘Jika Ia adalah raja, maka aku akan membebaskan kami dari mu, dan jika Dia adalah Nabi, Ia tentu akan merasakannya’ Ada yang mengatakan bahwa Nabi memaafkannya sementara yang lainnya mengatakan bahwa Ia memerintahkan agar Zaenab di hokum mati dan disalib. Ketika Muhammad sakit dimenjelang wafatnya, Ia berkata pada Aisyah, ‘Aisyah, Aku masih merasakan effect makan beracun yang aku makan. Sekarang saat kematianku akibat racun itu’ ketika kakak Bishr hadir menjenguknya, Nabi mengatakan padanya, Ini adalah saat kematianku karena makanan yang aku makan bersama kakakmu di Khaybar’ [Abdallha Abd Al-Fadi, Is The Koran Infallible, Pg. 378-381, mengutip Al-Baidawi. Juga di "ISLAM MUHAMMAD AND THE Quran", Dr. Labib Mikhail, Bab.VI, juga Dictionary: Muhammad]

    Umm Bishr, datang kepada Nabi sewaktu Nabi sedang menderita sakit dan berkata, ‘O Rasulullah! Aku tidak pernah melihat demam seperti ini.’ Nabi berkata padanya, Jika cobaan kita dua kali lipat beratnya, maka anugrah kita di surga pun jadi dua kali lipat pula. Apa yang orang2 katakan tentang penyakitku? Dia (Umm Bishr) berkata, ’Mereka bilang itu pleurisy.’ Karena itu Rasulullah berkata, ‘Allah tidak akan membuat RasulNya menderita seperti itu (pleurisy) karena itu tanda kemasukan Setan, tapi (rasa sakitku adalah akibat) daging yang kumakan bersama-sama dengan anak lakimu. Racun itu telah memotong urat merihku.’ [Kitab Al-tabaqat Al-Kabir, Muḥammad Ibn Saʻd, ‎Syed Moinul Haq, Vol.2, hal.294. Juga di: "The Life of Muhammad: al-Maghazi, Al-Waqidi, hal.679]

    Rasulullah berkata selama sakitnya yang mengakitkan kematiannya – ibu Bishr datang menjenguknya – "Umm Bishr, pada saat ini aku merasa aorta (urat nadi) ku dirobek akibat makanan yang kumakan bersama putramu di Kaibar. [Tabari, Vol.8, hal. 124]

    Ibn Sa'd, Vol. 2, hal 251, 252:
    Ketika Rasulullah mengalahkan Khaibar dan dia merasa lapar, Zaenab binti al-Harith (Binti al-Harith adalah saudara laki Marhab), yang merupakan istri dari Sallam Ibn Mishkam bertanya, ‘Bagian kambing manakah yang disukai Muhammad?’ Mereka berkata, ’Kaki depan.’ Maka dia pun memotong satu dari kambing2nya dan memasak (dagingnya). Lalu dia membubuhi racun yang sangat kuat. Rasulullah mengambil kaki depan kambing, dia memasukkan sepotong daging ke dalam mulutnya. Bishr mengambil sepotong tulang dan memasukannya ke dalam mulutnya. Ketika Rasulullah memakan sepotong daging, Bishr memakan daging kambingnya dan orang-orang lain pun makan daging kambing itu. Lalu Rasulullah berkata, ‘Tahan tangan2 kalian! Karena kaki depan kambing ini memberitahuku bahwa ia diracuni. Mendengar itu Bishr berkata, Demi Dia yang membuatmu besar! Aku ketahui akan hal itu dari daging yang kumakan. Tiada yang mencegahku untuk memuntahkannya, karena aku tidak mau membuat makananmu tampak tidak enak. Ketika kau memakan daging yang tadi ada di mulutmu, aku tidak mau hidup jika kau tidak selamat, dan kukira kau tidak akan memakannya jika memang ada sesuatu yang salah.

    Bishr tidak beranjak dari tempat duduknya tapi warna kulitnya berubah jadi ‘taylsan’ (warna kain hijau). Sakit dideritanya selama 1 tahun membuatnya tidak dapat menggerakan badan mengubah posisi kecuali dibantu orang lain dan Ia kemudian wafat. Menurut versi lainnya, ia wafat tidak beranjak dari kursinya. Ia (Ibn Sa'ad) berkata: Sebelumnya sepotong (daging) jatuh, seekor anjing memakannya dan kemudian mati tidak dapat menggerakan kaki depan.

    Rasulullah menyuruh memanggil Zaenab binti Al Harith dan berkata padanya, ‘Apa yang membuatmu melakukan apa yang telah kau lakukan?’ Dia menjawab, ‘Kau telah lakukan pada masyarakatku apa yang telah kau lakukan. Kau telah membunuh ayahku, pamanku, suamiku, aku berkata pada diriku sendiri, ‘Jika kau adalah seorang nabi, kaki depan itu akan memberitahumu, dan yang telah berkata, ‘Jika kau seorang raja, kami akan mengenyahkanmu.’ Perempuan Yahudi itu dikembalikan ketempatnya. Ia (Ibn Sa'd) berkata: Rasullullah SAW, menyerahkannya pada keturunan Bishr Ibn Al-Bara yang kemudian membunuhnya. [Kisah yang mirip dengan yang disampaikan Ibn Sa'd, juga ada di "The Life of Muhammad: al-Maghazi, Al-Waqidi, hal.677-679:..Bishr tidak beranjak dari tempat duduknya tapi warna kulitnya berubah jadi ‘taylsan’ (warna kain hijau). Rasa sakit yang dideritanya tidak berakhir setahun..kemudian wafat..Ia tidak keluar rumah hingga wafat. Rasullulah hidup hingga 3 tahun lagi. Rasullulah memanggil Zaenab..Ada perbedaan pendapat mengenai perempuan ini..Muhammad memerintahkan membunuhnya, dan disalibkan. Pendapat lainnya menyatakan ia di ampuni..] []

Mulaykah Binti Dawud Al-Laythiyyah (Menikah: 627-628 M, Cerai)
  • Muhammad Mulaykah binti Dawud al-Laythiyyah,[al-Tabari vol.8 hal.187] atau Mulaykah binti Ka’b yang terkenal akan kecantikannya [Tabari vol.39 hal.165, Ibn Saad/Aisha Bewley Vol.8. Hal.106, 154]
  • "Nabi [62 tahun] mengawini Mulaykah. Ia adalah seorang Muda dan cantik. Satu dari istri-istri nabi datang padanya (Aisyah) dan mengatakan,’apakah kamu tidak malu untuk nikah dengan lelaki yang membunuh Ayahmu saat penaklukan Mekkah?” Mulaykah kemudian memohon perlindungan Allah dari Nabi, mendengar ini kemudian Nabi menceraikannya. [Tabari vol 8. hal.187; Vol.39. hal.165]
  • Sukunya Mulaykah mendatangi Nabi dan berkata, “Ia kecil dan tidak memahami dirinya sendiri; Ia dibohongi” [Tabari, Vol. 39, Hal.165]
  • Muhammad menikahinya di 8 AH...Muhammad membunuh ayahnya dihari penaklukan Mekkah (14 January 630) [Tabari, Vol. 8, Hal. 187.]
Kecil dan tidak paham dirinya mengindikasikan Mulaykah berusia 12-13 tahun []

Al-Shanba’ Binti ‘Amr (Menikah: 627-628 M, Cerai)

Nabi menikahi Al-Shanba’ binti Amr al-Ghifariyyah; Sukunya beraliansi dengan suku Bani Qurayza.

Ketika Ibrahim meninggal (anak dari Maria Qitibiya), Ia mengatakan bahwa Jika Ia (Muhammad) benar Nabi maka anaknya tidak akan meninggal. Muhammad menceraikannya sebelum menyetubuhinya [al-Tabari vol.9 p.136]

Kemungkinan ia Menikah setelah Nabi menggauli Raihana [pemusnahan suku Qurayza] dan diceraikan setelah menikahi Maria Qitibiyyah yaitu setelah meninggalnya Ibrahim. []

Sana Binti Asma’ / al-Nashat (menikah (?): 627-628 M, mati)

Muhammad menikahi al-Nashat binti Rifa’ah dari suku/Bani Kilab bin Rabi’ah yang bersekutu dengan Qurayzah. Beberapa memanggilnya sebagai Sana binti Asma’ bin al-Salt al-Sulamiyyah; sementara lainnya memanggilnya Sana binti Asma’ bin al-Salt of the Banu Harm.

Ia meninggal sebelum Nabi sempat menuntaskan pernikahannya. Ia juga disebut Sana.[Tabari vol.9 p.135-136. al-Tabari vol.39 p.166] []

Zaenab Binti Jash (Menikah: 627/628 M, Umur: 34/35 tahun)

Dalam Al-Kutub At-Tis’ah hanya terdapat 27 buah Hadits yang disandarkan kepadanya. Shahih Al-Bukhari (6 Hadits), Shahih Muslim (4 Hadits), Sunan At-Tirmizi (2 Hadits), Sunan An-Nasaiy (2 Hadits), Sunan Abî Dawud (2 Hadits), Sunan ibn Majah (2 Hadits), Musnad Ahmad (8 Hadits) dan Al-Muwattha (1 Hadits).

Nama aslinya adalah Barra. Dikatakan sebagai wanita yang cantik [Tabari, Vol.39 hal. 180]. Sebelumnya dia menikah dengan Zaid (Anak angkat Muhammad) dan Muhammad sendiri yang mengatur pernikahan mereka. Dia adalah sepupu Muhammad. Ibu Zaenab, Umayma adalah anak dari Abdul Muttalib, kakek Muhammad.

Riwayat latar belakang perceraian Zaid bin Muhammad dengan Zaenab binti Jash: ketika Nabi mencari Zaid hingga sampailah ia kerumahnya, Saat itu angin berhembus dan menyingkap cover pemisah ruangan dimana ainab berada.
    Tabari:
    Nabi melihat Zaenab dalam keadaan tidak berbusana dan terucap pujian atas kecantikan Zaenab. Zaenab melihat dan menyadari kekaguman yang terpancar dimuka Muhammad tersebut dan memberitahukan hal itu kepada suaminya, maka Zaid bergegas menuju rumah Muhammad dan menawarkan istrinya kepada mertuanya. Muhammad semula menolaknya karena mengkhawatirkan mengenai kemungkinan omongan buruk diluaran. Zaid, seorang anak angkat yg berbakti kemudian menceraikan Zaenab utk melapangkan jalan bagi sang nabi untuk menikahinya. [The History of al-Tabari, Vol. 8, p. 4, diriwayatkan Yunis dan Ibn Wahab, Ibn Zaid, dalam tafsir Tabari AQ 33.37 dan Vol.39 hal 180-181]

    Qurtuby:
    Muqatil meriwayatkan..Kemudian suatu hari, NABI datang mencari zaid namun ia melihat Zaenab berdiri; Zaenab BERKULIT PUTIH DENGAN BENTUK MENAWAN dan 1 diantara WANITA PALING SEMPURNA di KAUM QURAISH. Jadi Ia MENGINGINKANNYA dan BERKATA, "Ajabibnya Allah yang mengubah hati". Ketika Zaenab mendengar nabi MEMUJINYA, ia sampaikan ini pada Zayd yang kemudian MENGERTI (apa yg harus dilakukan). Zaid katakan pada nabi, "Rasullullah ijinkan aku untuk menceraikannya, karena ia menjadi arogan; melihat dirinya lebih daripada ku dan menghinaku dengan lidahnya"

    Nabi menjawab, "Tetaplah dengan istri dan takutlah pada allah"

    Dikatakan bahwa Allah mengirimkan ANGIN yang MENGANGKAT KORDEN yang memperlihatkan Zaenab di kamarnya. Ketika Nabi melihatnya dan itu menyenangkan Zaenab bahwa Ia diinginkan oleh nabi. Ketika Zaid pulang kerumah, Zaenab menyampaikan apa yang terjadi dan Zaid memutuskan untuk menceraikannya (Tafsir Qurtuby, AQ 33.37)

    Jalalyn:
    Kemudian dalam satu kejadian Ia (Nabi) memandangnya dan JATUH CINTA padanya, kemudian (setelah ia menyadari ini) Zayd hilang gairah padanya dan ia berkata pada Nabi,"Aku ingin berpisah dengannya" (Tafsir Jalalyn AQ 33.36)

    Tanwir Ibn abbas:
    (sedang kamu menyembunyikan di dalam hatim) cintanyanya dan KEINGINAN untuk MENGAWININYA...(apa yang Allah akan menyatakannya) di quran, (dan kamu takut kepada manusia) dan kamu merasa malu pada masyarakat akan hal ini (sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti) seharusnya kamu lebih malu pada allah. (Tafsir Ibn Abbas AQ.33.37)

    Martin Lings:
    Suatu hari, nabi pergi kerumah Zaid …. Ketika beliau datang Zaid sedang tidak ada di rumah. Zaenab, karena tidak menyangka akan ada tamu diwaktu-waktu tersebut, sedang berpakaian seadanya [..] Zaenab lari kepintu tanpa mengenakan alas kaki untuk mempersilahkan nabi masuk dan menunggu hingga suaminya kembali. "Dia sedang tidak ada hai Rasulullah" katanya, tetapi demi bapak dan ibuku, silahkan masuk". Saat Zaenab berdiri dipintu, ia tampak berseri-seri dan riang gembira, dan nabi kagum oleh kecantikannya'. [Lings, hal. 341 – 342]

    Abbas Jamal:
    Tapi apa lacur, sedang baginda nabi mengucapkan asalamu'alaikum sebagaimana lazimnya berliau bertamu, maka yang menjawab adalah Zaenab istri Zaid yang dalam keadaan sedang terburu-buru membetulkan pakaiannya yang belum sempurna terpakai. Tentu saja hal ini berakibat tampaknya sebagian aurat Zaenab oleh Rasulullah… Setengah riwayat menyatakan bahwa Zaenab dalam keadaan berpakaian tipis [..] [Abbas Jamal, hal.55]

    Tabari:
    Riwayat `Umar b.`Uthman b.`Abdallah al-Jahshi - Ayahnya: Zaenab menikah di bulan Dul qaidah hari ke-1, 5 AH. Hijrah ke Medinah diusia 30 tahunan, wafat di tahun 20 AH [Tabari, vol.39, hal.182] Menikah di usia 35 tahun [Ibn Sa'd/Aisha Bewley Vol.8. Hal.81]. Riwayat Umar b.'Uthman - Ayahnya: Zaenab wafat diusia 53 tahun [Tabari, Vol.39, hal.182]
Tampaknya ucapan Nabi di bawah ini, juga tidak berlaku Muhammad:
Riwayat Mahmud bin Ghailan - Abdurrazaq - Ma'mar dari Ibnu Thawus - ayahnya - Ibnu 'Abbas - Abu Hurairah - Nabi SAW: "..zina mata adalah memandang, zina lisan adalah bicara, jiwa mengkhayal dan kemaluan yang akan membenarkan itu atau mendustakannya". Riwayat Syababah - Warqa' - Ibnu Thawus -ayahnya - Abu Hurairah - Nabi SAW (Bukhari 8.77.609)

Para pengikut dan musuh nabi mempertanyakan mengapa Nabi mengharamkan menantu, sedangkan dia sendiri berbuat begitu?

Dan disampaikan bahwa sesungguhnya Nabi tidak mempunyai anak (laki-laki) siapapun dan adalah nabi terakhir. Artinya Zaid mulai saat itu tidak diakui sebagai anak angkat nabi atau istrinya bukan lagi menantu Nabi.

Bahkan ada wahyu Allah khusus yg diturunkan utk membenarkan hal ini [33:37,53], ayat itu menjelaskan bahwa muslim diijinkan utk menikahi istri dari anak angkatnya, setelah sebelumnya dalam wahyu lain menghapuskan adopsi, dan berdosa jika mengangkat anak dan menganggapnya anak sendiri serta memanggilnya tidak dengan nama ayah kandungnya [33:4,5] (yang mengherankan adalah mengapa perlu waktu yang begitu lama sekali bagi seorang rasul menyadari hal ini adalah dosa dan yang lebih menakjubkan lagi adalah ayat ini turun justru ketika Nabi bergairah melihat istri anak angkatnya sendiri).

Nabi mengatakan bahwa Allah sendiri yang memerintahkannya untuk mengawini Zaenab. Wahyu agar Nabi mengambil Zaenab sebagai istrinya [QS Al Ahzab 33:37, Bukhari 6.310, cerita pesta perkawinannya dalam bukhari 6.314-317, 7:84,95-100, 7:275, 8:256 dll].

Di hadis juga diceritakan bahwa siapa yang berani mengeritik Allah dan utusannya akan dikutuk, disalib, dihukum mati dan mendapat siksa neraka jahanam.

Nabi boleh mengawini saudara sepupu (keponakan dari ayah dan ibu), berhak atas para istri dan budak [Al Ahzab 33:50. juga di An-Nur 24:33].

Muhammad mengambil Zaenab [menantunya] dan Allah tidak menemukan dosa apapun (inses) berhubungan dengannya dan memerintahkannya untuk mengawininya. [Tabari Vol.9. Hal.134]

Zaenab pun resmi diambil jadi istri. Riwayat menuturkan bahwa Zaenab begitu membanggakan kejadian pernikahannya di hadapan istri-istri nabi yang lain bahwa itu adalah perintah yang datang langsung dari Allah, Aisyah dan Zaenab ini dua istri saling bersaing satu sama lain [Bukhari 3:829, 5:462].

Kecemburuan tersebut berlanjut seperti diriwayatkan bahwa Hafsah dan Aisyah berkomplot menipu Nabi agar Nabi tidak minum madu lagi di tempatnya Zaenab [Bukhari 6.434, 7.192, 8.682, dll, Di hadis lainnya disebutkan bukan menipu Nabi untuk tidak minum Madu akan tetapi Nabi bersumpah atas nama Allah dihadapan Hafsa untuk tidak menyentuh Maria (budaknya Hafsa) dan ini yang dibocorkan kepada Aisyah].
    Definisi MADU/mencicipi MADU:
    Secara linguistik, "Nikah" berarti berangkulan atau penetrasi. Jika dilafalkan "Nokh" ini berarti vagina wanita. Hal ini terutama digunakan dalam konteks "melakukan hubungan seksual." ...Al Fassi berkata, "Jika seseorang mengatakan seorang lelaki tertentu (N) seorang wanita tertentu, itu berarti dia mengawininya, dan jika ia mengatakan seorang pria (N) istrinya, itu berarti dia telah berhubungan seksual dengannya."...Ketika itu digunakan dalam konteks perkawinan itu karena hubungan seksual adalah tujuan pernikahan. Hal ini diperlukan dalam pernikahan untuk "MENCICIPI MADU" (ekspresi Islam berarti hubungan literal)...Mazhab yurisprudensi Shafia dan Hanafi menegaskan bahwa kata Nikah digunakan sebagai fakta menyampaikan bahwa hubungan seksual telah terjadi. Dan bila digunakan pembicaraan itu menandakan perkawinan. Alasan variasi ini karena kasar menyebutkan kata "hubungan seksual," jadi kata kiasan digunakan untuk menggantikannya. [Kitab Al Nikah. Komentar Imam Ahmad Bin Ali Bin Hajjar Al Asqalani, Beirut, Dar Al Balaghah, 1986]

    Riwayat Musaddad - Abu Mu'awiyah - Al A'masy - Ibrahim - Al Aswad - Aisyah - Rasulullah SAW ditanya mengenai seorang laki-laki yang mencerai isterinya 3x, kemudian wanita tersebut menikah dengan laki-laki yang lain dan bertemu muka dengannya kemudian ia mencerainya sebelum mencampuri, maka apakah ia halal bagi suaminya yang pertama? Aisyah berkata; tidak. Nabi SAW berkata: "Ia tidak halal bagi suaminya yang pertama hingga ia merasakan MADU/manisnya suaminya yang lain, dan ia juga merasakan MADU/manisnya." [Abu Dawud no.1965/12.2302]
Dalam pesta kawin itu, surah Al-Hijab (jilbab) [33:53-56] diturunkan setelah protes Umar pada nabi di suatu malam yang risih melihat istri nabi buang Hajat.
    Diriwayatkan Aisyah:
    'Umar bin Al-Khattab berkata pada Rasul Allah, "Suruh istri2mu berkerudung. " Tapi sang Nabi tidak melakukan hal itu. Istri2 sang Nabi terbiasa buang hajat di malam hari di satu tempat yang bernama Al-Manasi'. Suatu saat, Saudah, anak perempuan Sam'a, istri nabi yang kedua, pergi buang hajat. Dia adalah wanita yang tinggi besar. `Umar bin Al-Khattab melihatnya saat Saodah buang hajat dan berkata, "Aku tahu itu engkau, wahai Saudah!" [Sahih Bukhari 8.74.257] (Lihat Hadis vol.1 no.148)

    Dikisahkan oleh 'Umar (bin Al-Khattab): Allah setuju denganku akan tiga hal dan Dia mewahyukan ayat2 tentang hal itu, satu diantaranya adalah ayat kerudung bagi wanita [Q 33:59] [Sahih Bukhari 1.8.395]
Sejak menjadi Nabi di tahun 610 M hingga 18 tahun kemudian, Muhammad tidak pernah menyatakan wahyu memakai Hijab (jilbab), Namun setelah perintah Umar pada Nabi, maka sejak saat itulah titik tonggak resminya hijab menjadi busana muslim. []

Mariyah Qibtiyah (Diambil: 629 M, Umur: ±20 tahun)

Tidak ada rujukan dengan sumber utama yang menyinggung berapa usia Maria ketika digauli Muhammad. Di buktu ini, dikatakan Maria saat itu berusia 20 tahun ["The Wives of the Prophet"]. Mariyah melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Ibrahim dan wafat saat masih bayi berumur 18 bulan (ada yg bilang 10 bulan). Maria 3 tahun bersama Muhammad. dan wafat 5 tahun setelah kematian Muhammad. Status Maria adalah budak seksual dan bukan Istri
  • Nabi mengirim Hatib ke Muqawqis, penguasa Alexandria. Hatib mengirimkan surat Nabi, dan Muqawqis memberikan Rasullulah 4 budak wanita. [Tabari Vol.8. Hal.100]
  • Mariyah, seorang budak koptik, dihadiahkan pada Nabi. Ia diberikan padanya oleh Muqawqis, penguasa Alexandria [Tabari Vol.9, Hal.137]
  • Seorang Kasim bernama Mubur dihadiahkan pada Nabi bersamaan dengan dua budak wanita lainnya. Satunya dijadikan gundik (oleh Nabi), lainya diberikan pada Hasan [Tabari Vol.9, Hal.147]
  • Hatib B. Balta’ah, seorang utusan/duta Muslim, kembali dari Al-Muqawqis (Mesir) dengan Maria, adiknya Sirin, bagal betina, garment dan seorang kasim. Hatib mengajak mereka masuk Islam dan dua perempuan itu lakukan. Maria itu cantik, dan Muhammad mengirim sirin pada Hasan B Thabit. Sirin dan Hassan adalah orang tua dari ‘Abd al-Rachman b. Hassan.[Tabari Vol.8 Hal.66,131]
  • "Nabi dihadiahi Penguasa Alexandria: Mariyah dan saudara wanitanya Sirin, Keledai dan Bagal ...Nabi menyukai Mariyah karena Putih mulus kulitnya, rambut kritingnya dan Cantik....Ia kemudian menyetubuhi maria sebagai budak pembantu dan mengirimnya properti yang ia dapat dari Banu al-Nadir." ["Kitab al-Tabaqat al-Kabir", Hal.151]. Note: Budak jika memiliki anak dinamakan "umm walad (ibu dari si anak)"
  • "Ia (Muhammad) biasa mengunjungi nya (Mariyam) di sana dan memerintahkannya untuk berkerudung, [tapi] Ia (Muhammad) bersetubuh dengannya karena ia budaknya". Note (845) pada hal ini dikatakan, "Bahwa Mariyah diperintahkan berkerudung seperti para Istri nabi, namun Nabi tidak mengawininya" [Tabari Vol.39 Hal.194]
  • Malik kepada ku dari Nafi dari Abdullah ibn Umar bahwa Umar ibn al-Khattab berkata, "Jika budak wanita melahirkan anak dari tuannya. Ia seharusnya tidak dijual, diberikan atau diwariskan. Ia dapat menikmati kesenangan bersamanya dan ketika tuannya wafat ia dapat dibebaskan" (Malik’s Muwatta, buku 38 no:38.5.6)
  • Mariah sebagai budak wanita. Dalam kasusnya tidak ada bukti bahwa Nabi membebaskannya dan mengawininya [Maududi, The Meaning of the Qur’an, English rendered by the Late Ch. Muhammad Akbar, edited by A.A. Kamal, M.A. [Islamic Publications (Pvt.) Ltd., Lahore Pakistan, 4th edition, August 2003], Vol.IV, fn. 88, p. 124]
  • Surat nabi kepada Muqawqis yang mengajaknya agar memeluk Islam ditolak, tetapi pemerintah Mesir membalas dengan mengirimkan hadiah yang banyak: seribu keeping emas, dua puluh jubha terbuat dari bahan yang bagus, seekor bagal, seekor keledai betina, dan hadiah persembahan dua budak Kristen Koptik Mesir yang dikawal oleh seorang pertapa tua.

    Kedua gadis itu bersaudara, Maria dan Sirin, dan keduanya sama-sama cantik, tapi Maria lebih cantik lagi dan nabi sangat mengaguminya. Sirin dinikahkan dengan Hassan ibn Tsabit dan Maria dinikahi nabi sendiri. Ia ditempatkan dirumah yang dahulu dihuni Safiah … Disanalah nabi mengunjunginya siang dan malam.

    Namun istri-istrinya menjadi cemburu secara terang-terangan hingga Maria menjadi tidak nyaman. Akhirnya ia ditempatkan di Madinah atas. Pada mulanya Aisyah dan istri lainnya merasa lega, tapi mereka segera merasa sia-sia, karena nabi tetap saja berkunjung kepada Maria, dan bertambah jarak justru memperlama ketidakhadiran nabi dari sebelumnya [Lings, Hal. 439 – 440]
  • Tinggallah Maria hidup sendirian. Kehidupannya banyak menutup diri dari pergaulan. Hanya saja banyak berziarah ke makam suami dan anaknya, kadangkala berkunjung ke kediaman kakaknya Sirin. Lima tahun sesudah wafatnya Rasulullah disusul lagi dengan wafatnya Maria Kibtiah, tepatnya tahun ke 16 H. [Abbas Jamal, Hal.82]
Kisah dari sumber lainnya:
    Istri nabi yang kesekian, bernama Hafsah. Hafsah mempunyai seorang budak bernama Maria Qibtiyah. Suatu kali, ketika pulang, Hafsah menjumpai nabi sedang bergumul dengan budaknya itu di ranjang Hafsah. Saking jengkelnya Hafsah, ia mengadu pada Aisyah, istri Nabi yang lain dan yang juga mengakibatkan Nabi marah besar.

    Istri-istri nabi-pun tidak berkenan untuk di gauli Nabi selama sebulan. Permasalahan ini akhirnya didengar oleh Umar ibn Khattab, salah seorang sahabat dari Nabi yang mempunyai karakter sangat tegas, para istri nabi dinasehati dan diberikan ultimatum hingga akhirnya menurut. Nabi menyatakan bahwa bahwa Allah telah mengeluarkan wahyu kepada beliau, yang menyatakan bahwa budak itu sah bagi majikan seperti yang diriwayatkan Sahih Bukhari 3.648.

    QS At Tahriim 66: 3-5, mencatat bahwa Hafsah dan Aisyah ribut dan nabi yakin kalau mereka minta cerai, Allah akan menggantikan dengan istri2 yang muslimat, yang mukminat, yang taat, yang bertaubat, dan janda dan yang perawan. At Tahriim ayat satu menyatakan sudah dihalalkan Allah, bukan mengikuti kemauan para istri-istri.

    “Hai Nabi, mengapa engkau haramkan apa yang telah Allah menghalalkan bagimu (budak) karena engkau mencari kesenangan istri-isterimu?”

    QS 66.1
    Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu (Budak wanita Maria); kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu (Hafsa dan Aisyah)?

    QS 66.2
    Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu (meniduri budak Hafsa)

    Mungkin inilah sebab mengapa Nabi itu tidak menyukai Hafsah (Muslim 2.3507) dan mungkin apabila Hafsah bukan anak Umar pasti sudah diceraikannya secara permanen.
Terdapat informasi menarik yaitu dugaan dan tuduhan yang beredar saat itu bahwa Ibrahim bukanlah anak Muhammad:
    Bihar Al-Anwar:
    العلامة المجلسي – بحار الأنوار – الجزء : ( 76 ) – رقم الصفحة : ( 103 )- حدثنا : محمد بن جعفر ، قال : ، حدثنا : محمد بن عيسى ، عن ، الحسن بن علي بن فضال قال : ، حدثني عبد الله بن بكير ، عن زرارة قال : سمعت أبا جعفر (ع) يقول : لما هلك إبراهيم بن رسول الله (ص) حزن عليه رسول الله (ص) حزناً شديداً ، فقالت عائشة : ما الذى يحزنك عليه ؟ فما هو إلاّ إبن جريج ، فبعث رسول الله (ص) علياًً (ع) وأمره بقتله ، فذهب علي (ع) إليه ومعه السيف وكان جريج القبطى في حائط فضرب علي (ع) باب البستان فأقبل إليه جريج ليفتح له الباب ، فلما رأى علياًً عرف في وجهه الشر فأدبر راجعاً ولم يفتح الباب ، فوثب علي (ع) على الحائط ونزل إلى البستان وأتبعه وولى جريح مدبراً ، فلما خشى أن يرهقه صعد في نخلة وصعد علي (ع) في إثره ، فلما دنا منه رمى جريج بنفسه من فوق النخلة فبدت عورته ، فإذا ليس له : ما للرجال ولا له : ما للنساء ، فإنصرف علي (ع) إلى النبي (ص) ، فقال : يا رسول الله إذا بعثتني في الأمر أكون فيه كالمسمار المحمى أم إثبت ؟ ، قال : لا بل إثبت ، قال : والذى بعثك بالحق ماله : ما للرجال وماله : ما للنساء ، فقال : الحمد لله الذى صرف عنا السوء أهل البيت.

    Dari otoritas: Majlisi di “Bihar Al-Anwar”, vol. 76, hal 103 – Muhammad Ibn Jaafar - Muhammad Ibn Isaa – Al-Hassan Ibn Ali Ibn Fadhl – Abdullah Ibn Bakeer – Zurarah [ زرارة شر من اليهود والنصارى ومن قال ان الله ثالث ثلاثة - كذب علي والله، لعن الله زرارة]: Aku mendengar Aba Ja’far (Al-Baqir) (ع) berkata: “Ketika Ibrahim Anak Rasullullah SAW (ص) wafat, Rasullah sangat bersedih dan Aisyah berkata: Apa yang membuat mu bersedih tentangnya? IA HANYALAH ANAK DARI JURAYH.

    Kemudian Rasullullah (ص) mengirim Ali (ع) untuk membunuhnya [Jurayh], Kemudian Ali (ع) memegang pedang pergi menujunya dan Jurayh dari Qibti (mesir) sedang di tamannya dan Ali mengedor pintu taman. Kemudian Jurayh hendak membukakan pintu membiarkannya masuk dan memeluknya.

    Ketika Jurayh melihat muka Ali yang buruk (marah) jadi dia berbalik dan tidak membukakan pintu, Kemudian Ali melompat melewati dinding dan memasuki kebun dan mengejarnya sementara Jurayh berlari dan ketakutan pada Ali yang membuatnya kecapaian dan ia putuskan memanjat pohon palem dan Ali mengikutinya ke atas. ketika Ali hendak menangkapnya, Jurayh meloncat dari pohon dan akibatnya Auratnya terlihat. [Ali melihat] bahwa dia [Jurayh] tidak mempunyai apa yg lelaki dan perempuan punyai [Mukhannath/hermaphrodite].

    Jadi Ali kembali pada Nabi dan bertanya padanya: “Wahai Rasullullah, jika engkau mengirimku sehubungan dengan satu persoalan, Aku harus menyelesaikannya tanpa keraguan atau aku harus terlebih dahulu memastikannya? Beliau berkata: "Tidak, Pastikan dulu". Jadi Ia berkata: "Oleh Ia yang mengirimmu dengan kebenaran, ia tidak mempunyai apa yang laki ataupun perempuan punyai" Beliau (Nabi) Berkata: "Segala puji untuk Allah, Yang menjaga Iblis menjauh dari kami Ahl Al-Bayt“

    Tafsir Al-Qummi:
    تفسير القمي – (ج 2 / ص 97) واما قوله : ( ان الذين جاؤا بالافك عصبة منكم لا تحسبوه شرا لكم بل هو خير لكم ) فان العامة رووا انها نزلت في عائشة وما رميت به في غزوة بني المصطلق من خزاعة واما الخاصة فانهم رووا انها نزلت في مارية القبطية وما رمتها به عائشة والمنافقات .

    حدثنا محمد بن جعفر قال: حدثنا محمد بن عيسى عن الحسن بن علي بن فضال قال: حدثنا عبد الله بن بكير عن زرارة، قال: سمعت أبا جعفر عليهما السلام يقول: لما مات إبراهيم ابن رسول الله صلى الله عليه وآله حزن عليه حزنا شديدا، فقالت عائشة: ما الذي يحزنك عليه؟ فما هو إلا ابن جُرَيْج. فبعث رسول الله صلى الله عليه وآله عليًّا وأمره بقتله، فذهب علي عليه السلام إليه ومعه السيف. وكان جريج القبطي في حائط، وضرب عليّ عليه السلام باب البستان، فأقبل إليه جريج ليفتح له الباب. فلما رأى عليا عليه السلام عرف في وجهه الغضب فأدبر راجعا ولم يفتح الباب. فوثب علي عليه السلام على الحائط ونزل إلى البستان واتبعه وولى جريج مدبرا.

    Tafsir Al-Qummi (vol. 2): “Allah bersabda: (Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu), Kemudian kaum ‘Aammah (‘awam’ misal: kaum Sunni) meriwayatkan tentang ayat ini berkenaan dengan Aisyah, ketika Ia di tuduh (zina) di peperangan bani Mustalaq dari Khazaa'ah. Kemudian Kaum Khaassah (‘Pilihan', Shia), mereka meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Maria orang mesir, ketika ia dituduh (zina) oleh Aisyah dan para munafik. [Rantai perawi sampai ke Zurarah] Zurarah [ زرارة شر من اليهود والنصارى ومن قال ان الله ثالث ثلاثة - كذب علي والله، لعن الله زرارة]: Aku dengar Abu Ja’far (Al-Baqir) (ع) berkata:..sama seperti hadis di atas...“.

    Sumber: Al-Qummi Tafsir Al-Qummi, vol. 2, Hal. 99 (untuk tafsir AQ 24:11), Hadis ini Muwaththaq (hasan) []

Ramlah binti Abu Sufyan / Ummu Habibah (Menikah: 629 M, Umur 29/30 Tahun)

Dalam Al-Kutub At-Tis’ah terdapat 144 Hadits yang disandarkan periwayatannya kepadanya. Ahmad ibn Hanbal (50 Hadis). Shahih Al-Bukhari (13 Hadits), Shahih Muslim (12 Hadits), Sunan An-Nasai (36 Hadits), Sunan At-Tirmizi (6 Hadits), Sunan ibn Majah (10 Hadits), Sunan Abu Dawud (8 Hadits), Sunan Ad-Darimiy (5 Hadits) dan Al-Muwatta’ (1 Hadits).
    Tabari: Ramlah adalah anak Abu Sufyan, menikah dengan Abdullah bin Jahasy (saudara dari Zaenab Binti Jahsh) dan ikut hijrah yang ke-2 ke Habasyah (Ethiopia). Ia punya anak perempuan bernama Habibah lahir, sehingga Ia disebut Ummu Habibah. Di Habasyah suaminya pindah menjadi Nasrani dan wafat. Raja Ethiopia, Negas menawarkannya pada Muhammad sebagai istri. Pernikahan dengan Muhamamad SAW terjadi di tahun 7 H.[Tabari, Vol 9, hal.133-134. Vol 39, hal.177-180]

    [Perawi 1:] Riwayat Muhammad Ibn `Umar Ibn Waqid al-Aslami - Sayf Ibn Sulaymàn - Abu Nujayh; [Perawi 2:] Ibn Sa'd - `Utbah Ibn Jabirah al-Ashhali - Ya`qub Ibn `Umar Ibn Qatadah - Seorang tua dari Banu Makhzum - Ummu Salamah;[Perawi ke-3:] Ibn Said - `Abd Allah Ibn Muhammad al-Jumahi - ayahnya - `Abd al-Rahman Ibn Sabit; Mereka semua berkata: Di 7 H Nabi bersurat kepada Negus..Negus berkata tulis surat padanya untuk menikah dengan Ummu Habibah Binti Abu Sufyan Ibn Harb [Ibn Saad, Tabaqat Al Kabir, Vol 1, 1.52.1]

    Riwayat Ibn `Umar [al-Waqidi] - Muhammad b.Salih - `Asim b. `Umar b.Qatadah, dan juga [Ibn `Umar al-Wagidi] -`Abd al-Rahman b. `Abd al-`Aziz-`Abdallah b.Abi Bakr b.Hazm: Perkawinan Ramlah di tahun 7 AH, Ia berusia sekitar 30 tahun (thirty odd years) ketika dibawa ke Medina untuk dinikahi Muhammad atas perintah Negus kepada Khalid b. Said b. al-`As [Tabari, Vol. 39, hal. 180]

    Tabari: Ummu Habibah wafat di 44 H [Tabari, Vol. 39, hal. 180]
Ibnu Abbas meriwayatkan firman Allah, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. …“ (AQ 60.7). Ayat ini turun ketika Nabi SAW menikahi Ummu Habibah binti Abi Sufyan. []

Hend/Hind (Janda Abu Sofyan)

Hend/Hind, adalah janda dari Abu Sufyan, disebutkan sebagai orang yang sangat pelit. [Sahih Muslim vol.3 no.4251-4254 hal.928-929] []

Maimunah binti Al-Harith (Menikah: 629 M, Umur: 27 tahun)

Dalam Al-Kutub At-Tis’ah sebanyak 172 buah Hadits yang diriwayatkannya. Ahmad ibn Hanbal (60 Hadits). Shahih Al-Bukhari (22 Hadits), Shahih Muslim (20 Hadits), Sunan An-Nasai (27 Hadits), Sunan At-Tirmizi (6 Hadits), Sunan ibn Majah (11 Hadits), Sunan Abu Dawud (13 Hadits), Sunan Ad-Darimiy (12 Hadits) dan Al-Muwatta’ (1 Hadits).

Maimunah dikatakan sebagai istri terakhir, berasal dari keluarga bangsawan Quraish, janda dari Abû Rahm ibn ‘Abd. Al-‘Uzza. Saat Muhammad SAW melakukan ibadah haji pengganti (Umrat Al Qada] di tahun 7 H (629 M), Abbas bin Abdul Muthalib usul agar Muhammad (60 tahun) menikahi Maimunah yang akan menguatkan ikatan persaudaraan. Muhammad SAW setuju dan pernikahan dilakukan di Saraf sektiar 10 km dari Mekah. Usia Maimunah saat itu sekitar 30 tahun [Abbas Jamal, Halaman 84 - 86. Usia itu juga disebutkan di Sunan Nasa’i vol.1 #43 p.120] namun ada sumber lain yang menyatakan usia Maimunah adalah 26 tahun ["The Wives of the Messenger of Allah (P.B. U.H.), Translated by AH Carreraga, PUBLISHED BY DAR AL-GHADD AL-CADEED, hal.166] Tabari: menikah di 7 H [Vol.39, hal 186]

Ibn Hisham: Ia menyerahkan dirinya kepada Nabi, menerima lamaran Muhammad ketika sedang di atas unta. Maimunah berkata, "Unta dan apa yang ada di atasnya adalah kepunyaan Nabi" Kemudian turun ayat, "dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya" [AQ 33.50]
    hal di atas ini dari Catatan kaki no.900, Tabari, vol.9, hal.135. Dalam catatan kaki yang sama dikatakan wanita yang menyerahkan dirinya kepada nabi adalah Zaenab binti Jahsh atau Umm Sharik Ghaziyyah binti Jabir. Beberapa lagi mengatakan perempuan dari Bani Samah bin Lu'ayy namun Nabi menunda hal ini

    Riwayat Ibn 'Umar [al-Waqidi] — Musa b. Muhammad b. 'Abd al-Rahman — Ayahnya: 'Amrah [bt. 'Abd al-Rahman] dan menurut riwayat Ibn 'Umar [al-Waqidi] — ['Abd al-Malik b. 'Abd al-'Aziz] Ibn Jurayj — Abu al-Zubayr — 'Ikrimah: Maimunah bt. al-Harith memberikan dirinya kepada Nabi [Tabari vol.39, hal.186]
Jabir bin Zaid (Abu Sya'tsa', w.93 H) berkata bahwa para ulama berselisih pendapat mengenai pernikahan Nabi SAW dengan Maimunah karena beliau menikahinya di jalan kota Makkah. Sebagian berpendapat; 'Nabi menikahinya dalam keadaan sudah halal, namun kelihatannya beliau menikah dalam keadaan sedang ihram. [Tirmidhi no.773]. Terdapat sekurang 30an hadis dari berbagai pengumpul hadis yang mewartakan mengenai hal ini saja.
  1. Yang meriwayatkan dari Ibn Abbas (w.68 H), ponakan dari Maimunah adalah 6 orang, yaitu: Atha bin Abu rabah (w.114 H), Ikrimah (104 H, Maula Ibn Abbas), Jabir bin Zaid (w.93 H), Thawus bin Kaisan (w.106 H), Mujahid bin Jabar (w.102 H) dan Sa'id bin Jubair bin Hisyam (94 H)
  2. Yang meriwayatkan dari Yazid bin Aslam (juga ponakan dari Maimunah) namun mengaku meriwayatkan dari Maimunah TERNYATA HANYA berdasarkan kabar dari 1 orang saja yaitu Abu Fazarah (Rashid bin Kaysan). Sementara itu Abu Fazarah saja pernah menyampaikan hadis dari Abu Zaid maula 'Amru bin Huraits yang dikatakan Majhul oleh Ahmad Hanbal, Bukhari, Zuhrah.
  3. Yang meriwayatkan dari Abu Rafi juga TERNYATA HANYA berasal dari 1 orang saja yang sanadnya disambungkan oleh Mathar bin Thaman yang menurut ulama As Saji, Mathar shaduuq tapi punya keragu-raguan.
  4. Muslim no. 2527 meriwayatkan dari Sufyan Ibn Uyainah yang mengklaim bertanya pada Az Zuhri, Ulama Abu Hatim Ar-razi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani menyatakan bahwa Sufyan terkenal taldis hadis jika meriwayatkan dari Az zuhri
  5. Abu dawud meriwayatkan dari Musaddad bahwa Nabi SAW menikahi dalam keadaan Ihram, dan menyampaikan hadis dari riwayat Ibnu Basysyar - Abdurrahman bin Mahdi - Sufyan - Ismail bin Umayyah - seorang laki-laki - Sa'id bin Al Musayyab: Ibnu Abbas telah salah mengenai pernikahan Maimunah dan beliau dalam keadaan berihram. [Abu Dawud no.1571]. Seseorang yang tidak dikenal sebagai perawi jelas bukan bantahan bagus
  6. Tirmidhi no.770 s.d no.774, memberikan analisa tentang haram vs halalnya Muhammad menikah dengan maimunah saat itu, yaitu:

    Banyak yang mengklaim mewartakan dari Yazid bahwa muhammad mengawini Maimunah secara halal, ternyata periwayatannya GHARIB dan MURSAL (terputus sanadnya) [Tirmidhi no.774]
    Yang mengklaim mewartakannya dari Abu Rafi bahwa Muhammad mengawini Maimunah, periwayatannya tunggal saja, TIDAK DIKETAHUI LAIN ORANG YANG menyambungkan sanadnya KECUALI menurut versi Hammad bin Zaid - Mathar Al Warraq. Hadis dari Malik dan Sulaiman bin Bilal dari Rabiah periwayatanya Mursal [Tirmidhi no.770]. Ulama As Saji katakan Mathar adalah shaduuq tapi punya keragu-raguan.
    Yang mengklaim bahwa Muhammad mengawini Maimunah saat sedang Ihram (haram) ternyata berasal dari 2 sumber: yaitu dari AISYAH dan dari IBN ABBAS dan diamalkan oleh sebagian ulama dan merupakan pendapat Sufyan Ats Tsauri dan penduduk Kufah." [Tirmidhi no.771]
Walaupun saat kejadian, Ibn Abbas tidak di Mekkah, namun yang mengawinkan Muhammad pada Maimunah adalah BAPAKNYA IBN ABBAS, sebagaimana disampaikan Ibn Humayd – Salamah – Muhammad b. Ishaq – Aban b.Salih dan ‘Abdallah b. Abi Najih – ‘Ata’ b. Abi Rabah dan Mujahid – Ibn ‘Abbas: NABI SAW mengawini Maimunah binti al Harith pada perjalanan ini ketika ia sedang Ihram. AL ABBAS BIN ABDUL MUTTALIB yang MENGAWININYA kepada NABI. [Tabari]

IBN ISHAQ menyampaikan bahwa MUHAMMAD di MEKKAH saat UMROH ternyata juga hendak merayakan perkawinannya:
    "Nabi SAW tinggal di mekkah 3 malam. di hari ke-3...mereka bertanya padanya, "Waktu perjanjian telah habis, pergi dari kami!" Nabi saw berkata pada mereka, "bagaimana ini akan menyakiti kalian jika kalian membiarkan aku dan AKU MERAYAKAN PERAYAAN PERKAWINAN DIANTARA KALIAN? KAMI SEDANG MEMPERSIAPKAN MAKANAN UNTUK KALIAN DAN MENGHARAPKAN KEHADIRAN KALIAN" Mereka berkata, Kami tidak butuh makananmu, pergi dari kami!" Nabi SAW pergi meninggalkan ABU RAFI untuk bertanggung jawab terhadap MAIMUNAH [Tabari vol.8 hal.136.137]
Berita Muhammad menikah dalam keadaan Ihram mempunyai PENDUKUNG LEBIH BANYAK, dari BANYAK JALUR (dari sumber riwayat) hingga ke bawah. [Sumber: Bukhari no.1706, 3926, 3148, 4722. Muslim no.2527, 2528, 2529. Tirmidhi no.770-774, Juga dari Nasai, Abu Dawud, dan 15an hadis dari Imam Ahmad]

Menurut Ibn Umar [Al-Waqidi]: Maimunah wafat di 61 AH, jaman khalifah Yazid ibn Muawiya (23 AH - 61 AH) diusia 80/81 tahun sebagai janda nabi terakhir yang wafat [Tabari, Vol. 39, hal. 186, juga di catatan kaki no.901 Tabari, Vol.9, hal.135: dikatakan Ia adalah janda nabi terakhir yang wafat]

Maimunah setelah muhammad wafat hidup terus selama 40 tahun, wafat di usia 80 tahun di tahun 51 H (Ibn Kathir, “Maymunah” in The Wives of the Prophet). Jika mempercayai catatan Ibn kathir ini maka problemnya adalah: Saudah, Aisyah, Safiyah dan Ummu Salamah masih hidup

Ibnu Hajar mengutip tradisi menyiratkan bahwa Maimunah meninggal lebih dahulu daripada Aisyah. "Kami berdiri di dinding Madinah, melihat keluar ... [Aisyah berkata]: 'Demi Allah Maimunah sudah pergi, dan kau dibiarkan bebas untuk melakukan apapun yang Kau suka Dia adalah yang paling saleh kita semua!!" [Al-Hakim al-Nishaburi, Mustadrak, vol.4, hal. 32 dan Ibn Hajar, Al-Isaba, vol.8, hal.192].

Jika kutipan Ibn Hajar di atas benar, maka sekurangnya tiga wanita harusnya wafat di tahun yang sama yaitu: Maimunah, Aisyah dan Ummu Salamah, yaitu di kisaran tahun 58 H s.d 61 H Umur ketika Maimunah dinikahi adalah 81 - 61 AH (Tabari) + 7 AH = 27 Tahun.

Maimunah Binti Al-Harith adalah saudara tiri Zaenab Binti Khuzaima. []

Maimunah (kedua) [menyerahkan diri pada Nabi, tapi ditolak Nabi]

Maimunah yang ini dikatakan sebagai seorang wanita yang menawarkan dirinya kepada Muhammad [Sahih Muslim vol.2 catatan kaki 1919]. Orang ini bisa jadi Maimunah yang sama dengan Maimunah binti Harith yang menikah pada tanggal 7 H namun, lebih besar kemungkinannya bahwa ini adalah orang yang sama sekali berbeda.

Seorang wanita yang tak dikenal mengatakan bahwa ia menyerahkan dirinya pada Muhamamd sebagai seorang istri. Muhammad tidak mau menerimanya dan kemudian memberikannya lagi pada orang Islam yang miskin. Orang miskin itu memberikan benda kenangan (mahar) sebuah Surat Qur’an. [Muwatta’ Malik 28.3.8] []

Sharaf binti Khalifah

Muhammad menikahi Sharaf binti Khalifah, adik Dihya bin Khlifah al –Kalbi, namun ia meninggal ketika Muhammad masih hidup [Tabari vol.9 p.138]

Nabi meninggal 632 M, Apabila Dihya ini adalah orang yang sama dikisah Safiyah setelah perang Khaibar (628 M) maka kemungkinan perkawinan adalah setelah tahun 629M – 631M []

Al Kilabbiyah, Klan Kilabi

Tentang Al Kilabiyah, Tabari berkata: Beberapa ulama mengatakan Ia adalah Fatimah bt.al-Dahhak b.Sufyan al-Kilabi. Lainnya mengatakan Ia adalah `Aliyah bt.Zabyan b.`Amr b.`Awf b. Ka'b b.`Abd b.Abi Bakr b.Kilab, dan lainnya lagi mengatakan Ia adalah Sana bt.Sufyan b.`Awf b.Ka'b b.`Abd b.Abi Bakr b.Kilab. [lebih lanjut], beberapa berpendapat hanya satu perempuan dari klan Kilabi yang menikah dengan Muhammad, namun namanya saja yang berbeda, sementara lainnya percaya bahwa SEMUA NAMA INI adalah ISTRI-ISTRI Muhammad dan masing-masing mempunyai kisah sendiri [al-Tabari vol.39 hal.186]

Riwayat Ibn `Umar [al-Wagidi]-Muhammad b.`Abdallah - [Ibn Shihab] al-Zuhri - `Urwah [b.al-Zubayr] - `A'ishah: Nabi menikahi wanita dari suku Kilabi dan ketika Ia masuk ruangan Nabi dan Nabi mendekatinya, ia berkata, "Aku memohon perlindungan Tuhan terhadap kamu", Nabi berkata, "kamu telah meminta pertolongan yang Kuasa, pulang kamu ke keluargamu". Al-Zuhrl: Ia adalah Fatimah bt. al-Dahlhak b.Sufyan dan nabi menceraikannya. Tabari: Nabi mengawininya di Dhu al-Qa`dah 8 AH, Ia wafat di tahun 60 AH. Riwayat `Abdallah b.ja`far-Musa b.Said dan Ibn Abi`Awn: Nabi menceraikan karena ia mengidap sakit Lepra [Vol.39. hal 186-187]. Nabi telah menggaulinya dan memberikannya opsi untuk meninggalkannya [Ibid], namun riwayat lain menyatakan Ia diceraikan karena sering mengintip orang di Mesjid [Ibid]

Riwayat Hisham b. Muhammad [al-Kalbi] - al-`Arzami - Nafi` [budak dari `Abdallah b.`Umar] - [`Abdallah] Ibn `Umar: salah satu istri nabi adalah Sana bt.Sufyan b.`Awf b.Ka'b b.Abi Bakr b.Kilab []

Alliyah dari Bakr (Menikahi dan menceraikannya)
    "Nabi mengawini Alliyah, seorang wanita dari Bakr. Nabi memberinya hadiah-hadiah untuk bercerai dan meninggalkannya. [Tabari Vol. 9, Hal.138] []

Qutaylah (Menikah, namun meninggal berhubungan intim)
    Muhammad menikahi Qutaylah binti Qays namun wanita ini meninggal sebelum mereka berhubungan intim. Dikatakan juga bahwa Qutaylah dan saudara kandungnya murtad dari Islam. [Tabari vol.9 Hal.138-139]
    Apabila Ia Murtad, tentunya terjadi saat setelah menikah dan sebelum berhubungan intim. Tidak tertulis bahwa Nabi menceraikannya []


Duba Binti Amir [tidak jadi menikahinya karena tua]
Dia salah satu wanita Arab yg paling cantik. Rambutnya sangat panjang, menutupi seluruh tubuhnya [Ibn Saad, al-Tabawat hal.153].

Muhammad tertarik padanya dan minta ijin anaknya utk menikahinya. Tapi kemudian Nabi menarik kembali tawaran nikahnya ketika mendengar bahwa Duba ternyata sudah tua.

Jika benar bahwa Allah-lah yang memerintahkan semua pernikahan Nabi, maka baru tahu belakangan bahwa Duba sudah tua adalah sungguh mengherankan! []

Layla [Menawarkan dirinya pada Nabi, nabi menerima, Tidak dinikahi]
    Layla mendekati nabi sementara punggungnya menghadap matahari dan ia menepuk nabi di bahunya.

    Nabi menanyakan siapa dirinya dan Ia menjawab. ‘Aku adalah Anak dari seorang yang “berlawanan dengan arah angin’. Aku Layla. Aku datang untuk menawarkan diriku padamu.

    Nabi kemudian menjawab, ‘Aku terima’ [Layla kemudian menceritakan itu pada orang tuannya] Mereka berkata, ‘Sungguh buruk yang engkau telah lakukan.! Engkau adalah seorang gadis yang mempunyai reputasi, namun Nabi adalah seorang ‘mata keranjang/buaya’ [Tabari Vol. 9, Hal.139] []

Khawla Binti Al-Hudayl

Nabi menikahi Khawlah binti al-Hudayl. [Tabari Vol.9 hal.139; Vol.39 hal.166]

Nama perempuan yaitu Asma (dari Saba), Zaenab (ketiga) dan Habla ada di dalam daftar Ali Dashti []

Asma binti Nu’man [membatalkan perkawinan, karena kusta]
  • Asma binti Noman atau binti al-Nu’man bin Abi Al-Jawn, bangsa Kindah, menikah dengan Muhammad, namun pernikahan tidak pernah dilangsungkan [al-Tabari vol.10 hal.185 dan catatan kaki 1131 hal.185]
  • Anak perempuan dari Al-Jaun/Al Jahal ini dinikahi oleh Muhammad hanya dalam waktu yang sangat singkat [Bukhari vol.7 buku 63 no.181 hal.131,132] Dikatakan bahwa Al-Nu’man al-Jahal menawarkan anak perempuannya pada Muhammad, tetapi Muhammad membatalkannya. [Tabari vol.10 hal.190]. Ada pendapat mengatakan bahwa kata ‘Membatalkan’ adalah menceraikan sebelum ditiduri.
  • Nabi menikahi Asma Binti Numan bin Al-Aswad bin Sharahill, namun belakangan diketahui bahwa Asma mengidap Lepra, jadi Muhammad memberikan uang dan menceraikannya. [Tabari vol.9 hal.137].Mengenai penyakit Lepra, ada nama lain yang tercantum [Tabari vol.39 P.188-189] [lihat di Amra binti Yazeed]
  • Asma binti al-Nu’man adalah janda yang cantik, ketika Muhammad menikahnya, baik Hafsa maupun Aisyah mengakali Asma bahwa Muhammad sangat senang jika wanita mengatakan padanya agar minta perlindungan Allah terhadap Muhammad, akibatnya, Asma diceraikan. [Tabari Vol. 39. Hal. 188-190], namun riwayat lainnya menyatakan Ia diceraikan karena ketika didatangi (saat hendak berhubungan seksual) Asma menolak perintah Muhammad agar mendekatkan tubuh padanya [Ibid]
Jika benar bahwa Allah-lah yang memerintahkan semua perkawinan Muhammad, maka baru tahu belakangan bahwa ia mengidap sakit lepra adalah sungguh mengherankan. []

Omm Sharik [Diceraikan karena Tua]

Umi Sharik adalah orang yang sama dengan Ghaziyyah binti Jabir. Ia disebut "Umi Sharik" karena merupakan ibu dari seorang anak laki-laki yang bernama Sharik yang didapat Ghaziyyah dari pernikahan sebelumnya. "Ketika Nabi bertemu dengannya, Nabi melihat bahwa Umi sarik sudah tua, maka ia pun menceraikannya". [al-Tabari vol.9 hal.139].

Catatan kaki 922 mengatakan Ibn Sa’d dalam Tabaqat, 8 hal.110-112 bahwa Umi Sharik termasuk yang diinginkan Nabi namun tidak dinikahinya. Ia juga dikatakan menyerahkan dirinya pada Nabi (AQ 33:50)

Jika benar bahwa Allah-lah yang memerintahkan semua perkawinan Nabi, maka baru tahu setelah bertemu bahwa ia sudah tua dan juga berani menceraikannya adalah sungguh mengherankan, bukan? []

Amrah Binti Yazeed [Tidak Dinikahi/diceraikan karena kusta, Nabi tersinggung]

Dia menjadi muslim hanya sebentar saja sebelum pernikahannya dg nabi. Ketika datang ke Medina dan melihat sang nabi, dia memohon Allah agar menyelamatkannya, karena ketakutan melihat sang Nabi. Sang Nabi tersinggung, tidak jadi menikahinya dan mengirimnya kembali kebangsanya setelah menikmatinya.

Muhammad menikahi ‘Amrah binti Yazid (tak disebutkan tentang perceraian) [al-Tabari vol.9 hal.139]

Muhammad bercerai dengan ‘Amra. [Ibn-i-Majah vol.3 no.2054 hal.233 vol.3 no.2030 hal.226 (daif [lemah], bukan Sahih)]

Muhammad menceraikan seorang wanita karena wanita itu menderita kusta. [al-Tabari vol.39 hal.187,188] [lihat di Asma binti Numan]

Muhammad tidak jadi menikahi seorang wanita bernama Alliyah dari Banu Ghifar tidak jadi dinikahi karena pinggulnya belang putih [dan atau kusta]:
    Dari Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam Oleh Ibnu Hajar Al ‘Ashqalani, hadis ke-49:

    Zaid Ibnu Ka’ab dari Ujrah, dari ayahnya berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam kawin dengan Aliyah dari Banu Ghifar. Setelah ia masuk ke dalam kamar beliau dan menanggalkan pakaiannya, beliau melihat belang putih di pinggulnya. Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: "Pakailah pakaianmu dan pulanglah ke keluargamu."

    Beliau memerintahkan agar ia diberi maskawin.

    Riwayat Hakim dan dalam sanadnya ada seorang perawi yang tidak dikenal, yaitu Jamil Ibnu Zaid. Hadits ini masih sangat dipertentangkan.

    Dari Said Ibnu al-Musayyab bahwa Umar Ibnu al-Khaththab Radliyallaahu ‘anhu berkata: Laki-laki manapun yang menikah dengan perempuan dan setelah menggaulinya ia mendapatkan perempuan itu berkudis, gila, atau berpenyakit kusta, maka ia harus membayar maskawin karena telah menyentuhnya dan ia berhak mendapat gantinya dari orang yang menipunya. Riwayat Said Ibnu Manshur, Malik, dan Ibnu Abu Syaibah dengan perawi yang dapat dipercaya.

    Said juga meriwayatkan hadits serupa dari Ali dengan tambahan: Dan kemaluannya bertanduk, maka suaminya boleh menentukan pilihan, jika ia telah menyentuhnya maka ia wajib membayar maskawin kepadanya untuk menghalalkan kehormatannya.

    Dari jalan Said Ibnu al-Musayyab juga, ia berkata: Umar Radliyallaahu ‘anhu menetapkan bahwa orang yang mati kemaluannya (impoten) hendaknya ditunda (tidak dicerai) hingga setahun. Perawi-perawinya dapat dipercaya.
Jika benar bahwa Allah-lah yang memerintahkan semua perkawinan Nabi, maka baru tahu belakangan bahwa ia lepra/kusta adalah sungguh mengherankan! []

Menceraikan seorang Wanita yang tidak dikenal

Muhammad diriwayatkan menceraikan seorang wanita yang namanya tidak dikenal, Hal ini dikarena wanita ini mengintip/melihat sejenak mereka yang meninggalkan mesjid [Tabari vol.39 p.187] []

Beberapa wanita dilamar namun berakhir tidak dinikahi:

Tabari vol.9 p.140-141:
  1. Umm Hani’ bin Abi Talib [Hind] atau Fathiha merupakan sepupu Muhammad. Sebelum berangkat Isra Miraj, Muhammad berada di rumah Umm Hani hingga jauh malam.

    ..(Rantai perawi ke-4) Muhammad Ibn `Umar - Ishag Ibn Hazim - Wahb Ibn Kaysan - Abu Murrah wali dari `Aqil - Umm Hani anak perempuan Abu Talib..Umm Hani berkata: Ia dibawa dalam perjalanannya dari rumah kami. Ia tidur bersama kami malam itu;..[Tabaqat Al Kabir, Ibn Sa'd, Vol.1, Parts 1.56.1]

    Beberapa hadis menyatakan bahwa muhammad sempat shalat subuh di sebelum Isra Mira'j. Riwayat yang menyatakan bahwa shalat subuh dan Ashar telah dilakukan sebelum peristiwa Isra Mi'raj adalah berasal dari riwayat Qatadah (murid dari Anas bin Malik):

    كان بدءُ الصيام أمِروا بثلاثة أيام من كل شهر ، وركعتين غدوة ، وركعتين عشية
    Puasa pertama kali yang diperintahkan adalah puasa 3 hari setiap bulan, dan shalat 2 rakaat di waktu subuh dan 2 rakaat di waktu ashar. (Tafsir At-Thabari, 3/501)

    Berikut ringkasan kehidupuan percintaan antara Umm Hani dengan Muhammad yang dihimpun dari Tabaqat, 8:151-153; Usd al-ghaba, 5:624[1]; Tabari, Musnad Ahmad, Hadis Muslim dan lainnya:

    Umm Hani 'Binti Abi Thalib: Ibnu Abbas meriwayatkan: "Nabi MEMOHON pada Abu Thalib untuk dapat mengawini putrinya, Umm Hani', DI JAMAN JAHILIYYA Tapi Hubaira melamar dan menikah dengannya. Nabi berkata," Pamanku, Engkau menikahkan Hubaira dan megabai kan ku! "Ia menjawab, 'Ponakanmu, kita telah menjadi kerabat karena perkawinan, dan orang terhormat mendapatkan [di hadiahi] orang terhormat.' [Tabari, vol. 39, Hal 196]

    Jaman Jahiliyah artinya Jaman belum muncul Islam dan Muhammad belum menjadi Nabi. Kemungkinan ini terjadi SEBELUM menikahi KHADIJAH. Berikut petikan "The Prophet Muhammad: A Biography", Barnaby Rogerson, Bab 4 "Muhammad: Man Husband Father Seeker", Hal. 71:

    "Di tahun-tahun ini, Muhammad di usia 20-an..Muhammad jatuh cinta. Ia telah lama mengaggumi Fakhita..sepupunya..anak perempuan Abu Talib..hubungan ini tidak berlanjut..Ia memberanikan diri melamar, namun Fakhita telah dilamar oleh Hubayra dari bani Makzum"

    Saat dilamar Muhammad dan Hubaira, tidak diketahui statusnya Umm Hani apakah janda atau tidak.

    Akhirnya, [Hamdun Gagher: "Ia Masuk Islam dan Islam memisahkannya dari Hubaira". Tabari: "Ia masuk islam, sebuah fakta yang memisahkannya dari Hubaira"]. Kemudian Rasulullah melamarnya. Ia berkata, 'Demi Allah! Jika aku mencintaimu di jaman Jahiliyah, maka lebih banyak lagi sejak Islam!' [Hamdun: "Tapi aku seorang wanita dengan anak-anak". Tabari: "Tapi anak-anakku masih kecil"] dan aku tidak suka mereka akan [Hamdun: "menyakitimu". Tabari: "Mengganggumu"]. Rasulullah berkata, "Wanita-wanita terbaik yang menunggangi kuda adalah wanita kaum Quraisy, mereka lembut pada ANAK-ANAK KECIL mereka dan merawat harta suami mereka."

    Tidak terdapat keterangan KAPAN lamaran di atas terjadi lagi, apakah SESUDAH/SEBELUM HIJRAH namun hadis berikut ini memberikan kejadian di setelah Hijrah dan merupakan asbabunuzul AQ 33.50

    Abu Kurayb [Muhammad b. Al-Ala] - Ubaydallah - Isra'il -Al Suddi [Ismail b. ABD. Al-Rachman] - Abu Salih [Badham] - Umm Hani: Nabi memintaku mengawininya, namun aku punya alasan menolaknya, Nabi menerima alasanku. Allah kemudian menurunkan: "Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan..yang turut hijrah bersama kamu"[AQ 33.50]. Jadi aku menjadi tidak halal karena aku tidak Hijrah bersamanya. Aku adalah satu dari mereka yang menjadi muslim bukan karena kehendak sendiri [Tulaqa merujuk pada mereka yang menjadi muslim SETELAH penaklukan kota Mekkah[2] (Catatan kaki Tabari no.857, hal 197)] [Tabari Vol.39.Hal 197]

    Riwayat Abu Hurairah: Bahwa Nabi SAW melamar Umma Hani binti Abi Thalib, Ummu Hani pun menjawab: "Wahai Rasulullah, AKU SUDAH TUA, selain itu aku mempunyai anak", Nabi SAW bersabda: "Sabaik-baik wanita yang menaiki unta adalah wanita Quraisy, yang paling sayang kepada anak pada masa kecilnya, dan yang paling memelihara hak-hak suaminya". (Musnad Imam Ahmad bin Hambal: 2/269)

    Dari Harmalah bin Yahya - Ibnu Wahb - Yunus - Ibnu Syihab - Sa'id bin Al Musayyab - Abu Hurairah berkata; 'Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Para wanita Quraisyy adalah sebaik-baik wanita dalam mengendarai unta, yang paling sayang kepada anak, dan paling setia kepada suaminya. Setelah itu Abu Hurairah berkata; "Maryam binti Imran tidak pernah mengendarai unta sama sekali." Driwayatkan Muhammad bin Rafi' dan Abad bin Humaid - Abad berkata; Diriwayatkan pada kami. Ibnu Rafi berkata Diriwayatkan pada kami dari Abdur razak - Ma'mar dari Az Zuhri - Ibnu Al Musayyab - Abu Hurairah bahwa Nabi SAW meminang Ummu Hani binti Abu Thalib. Lalu dia berkata; 'Ya Rasulullah, Sesungguhnya AKU SUDAH TUA dan aku sudah mempunyai beberapa anak.' Rasulullah SAW kemudian bersabda: Sebaik-baik wanita adalah yang mengendarai……-Lalu perawi menyebutkan Hadits yang serupa dengan Hadits Yunus.- Namun dia berkata; 'Yang paling sayang pada ANAKNYA KETIKA MASIH KECIL.' [Muslim no. 4590]

    Di dua Riwayat ini tidak dikatakan apakah HUBAIRA masih hidup atau telah wafat. Namun dari asbabumuzul versi lain AQ 33.50 berikut ini menunjukan alur PERIODE PANJANG kisah tersebut dan menegaskan bahwa UMM HANI memang PERNAH MENJANDA di TINGGAL MATI SUAMI:

    (Sura al-Ahzab 33:50. Kaum Ulama berbeda pendapat mengenai ayat ini mengenai kisah Umm Shuraik di bawah[1])

    Abu Shalih, WALI DARI (guardian of) Umm Hani' meriwayatkan: "Rasulullah MELAMAR Umm Hani', Putri Abu Thalib, mengatakan, 'Oh Rasulullah, SAYA ADALAH IBU DARI PARA ANAK YATIM [orphans] dan ANAK-ANAK SAYA MASIH MUDA/KECIL (young)' (Note:
    Kata "WALI DARI" Umm Hani mengindikasikan ayahnya yaitu ABU TALIB, sudah tidak ada. Saat itu anak-anak Umm Hani masih kecil dan YATIM.)

    Kemudian, KETIKA ANAK-ANAKNYA MENCAPAI MASA PUBER, IA TAWARKAN DIRINYA pada Nabi, namun Nabi berkata, "JANGAN, JANGAN SEKARANG" karena Allah telah menurunkan, "Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu.."[AQ 33.50]

    Karena TABARI dalam catatan kaki menyatakan HUBAYRA masih hidup di penaklukan kota mekkah, pergi ke NAJRAN dan meninggal di sana sebagai KAFIR (Tabari Vol 39, Catatan kaki no.852, hal 196) serta ada JEDA WAKTU MENJANDA cukup panjang, yaitu usia anak belum puber (suami wafat) hingga puber (masih janda, yaitu saat Ia menawarkan diri dan surat AQ 33.50 telah turun), maka jika tradisi ini benar semua, alurnya ceritanya adalah Umm Hani, setelah menikah dengan Hubayra (suaminya di waktu muda), Ia menjanda, kemudian menikah lagi dengan seseorang namun suami barunya wafat, ia menjanda karena ditinggal mati.

    Alur di atas juga sekaligus menjadi penjelasan mengapa 3 referensi dibawah ini saling berlainan menyatakan berapa jumlah anak Hubayra:

    Dua anak [A Treasury of Virtues: Sayings, Sermons and Teachings of ʻAlī Al-Qāḍī Al-Quḍāʾi, Jahiz, Glossary Names and Term]
    Tiga anak [Abu ‘Ubayda menyatakan: “Umm Hani’, anak Abi Talib, melahirkan Hubayra TIGA anak lelaki yaitu Ju‘da, Hani’ dan Yousuf. ("THE LIFE OF IMAMAL-HASAN AL-MUJTABA, Chapter 12, Hal 378, catatan kaki no.1)]
    Empat anak [Yang lain berkata, 'Ia melahirkan untuk Hubaira Ibn Abi Wahb: Ja`da, `Umar, Yusuf, dan Hani´' (Tabaqat, 8:153ff)]

    Rujukan pertama tidak menyebutkan nama 2 anak lainnya. Rujukan ke-2 tidak menyebutkan UMAR (amr) sebagai anak Hubayra. Sehingga jika ia kemudian di akui juga sebagai anak dari Hubayra adalah merujuk pada peristiwa Kakek muhammad (Mutallib) dan anaknya (abdullah bin mutalib) MENIKAH pada WAKTU YANG SAMA dengan kakak+adik (Hala dan Amina), Hala melahirkan Hamza, sedangkan Amina melahirkan Muhammad. Hamza lebih tua dari Muhammad dan perbedaan umur mereka adalah 4 tahun padahal Ayahanda MUHAMMAD, wafat, HANYA BEBERAPA BULAN SETELAH MENIKAH atau dengan kata lain: SIAPA AYAHNYA MUHAMMAD sehingga ia lahir 4 tahun SETELAH Abdullah meninggal?" [Detailnya kontroversi ini, lihat: di sini].

    Ini dapat terjadi karena di jaman jahiliyah (atau mungkin saja masih terjadi juga di jaman Islam baru muncul) tidak dipermasalahkan, para wanitanya, melakukan hubungan seksual dengan lebih dari 1 orang. Misalnya: "Al-Sirah Al-Halabiyah" menceritakan bahwa Amr Ibn al-As di Mekkah tidak tahu siapa ayahnya, karena empat pria memiliki hubungan seksual dengan ibunya. Ketika ia bertanya kepada ibunya siapa ayahnya, ia memilih al-As dan Amr Ibn al-As menganggapnya sebagai ayahnya.

    Merujuk pada hal ini maka bisa di maklumi jika ke-4 anaknya, menggunakan nasab Hubayra yang sama.
    ------
    referensi:
    1. Position of women in Islam, Hamdun dagher
    2. Women in Islam and Muslim Society, Dr. Hassan Abdalla Al Turabi atau Umm Hani, Untuk sample reference lain bahwa Umm hanni masuk islam setelah Penaklukan kota mekkah []

  2. Duba’ah binti Amir, dinyatakan terlalu tua
  3. Dilaporkan bahwa Saffiyah binti Bashshamah, seorang tawanan. Wanita ini diperbolehkan memilih antara Muhammad dan Suaminya. Ia memilih suaminya.
  4. Umm Habib binti Al- ‘Abbas, namun karena Al-Abbas adalah kakak angkatnya [Lihat kembali kasus Hamza yang juga ditolak Nabi karena anak dari sahabatnya namun pada kasus Aisyah (Abu Bakar) Nabi tidak menolaknya]
  5. Jamrah binti Al-Harith. Ayahnya salahnya menyatakan bahwa ia menderita sesuatu (lepra/kusta). Sehingga ada empat wanita berbeda dengan satu alasan yang sama yaitu kusta/lepra:

    1. Asma binti Numan,
    2. Jamrah
    3. Aliyah dari Banu Ghifar dan
    4. Amra binti Yazid []

KESIMPULAN

Dari 35 wanita lebih, maka SELAIN Khadijah, TIDAK ADA yang berumur 40 tahun. Sejak Nabi SAW berusia 47 tahun (saat menikahi Saudah/16/30 tahun dan Aisyah/6/9 tahun, maka seluruhnya Istri berikutnya JAUH LEBIH MUDA belasan tahun hingga 20-an tahun lebih dari usia beliau. Usia Istri termuda yang dinikahinya adalah Aisyah (6/9 tahun) dan Ummu' Fadl (masih belum 2 tahun)

Bahwa Nabi SAW dituduh hanya mengawini para janda berusia tua adalah TIDAK BENAR karena disamping data usia para wanita pasca wafatnya Khadijah yang dinikahi beliau lebih muda jauh dari Nabi dan Khadijah, juga TERBUKTI Nabi menolak mengawini karena alasan sudah TUA pada kasus Omm Sharik, Duba’ah. TIDAK ADA bukti bahwa Nabi mengawini perempuan buruk rupa, karena HADIS TELAH MENYEBUTKAN bahwa alasan mengawini salah satunya adalah KECANTIKAN.

Bahwa Nabi alasan mengawini karena Ukhuwah/politis persaudaraan, JUGA TIDaK BENAR karena beliau menolak mengawini Anak Hamzah dan Anak Abbas dengan alasan karena mereka keponakan angkatnya, padahal beliau juga mengawini ponakan angkat lainnya yaitu anak Abu Bakar (Aisyah) dan anak Umar (Hafsa)

Bahwa Nabi mengawini BUKAN karena syahwat TIDAK BENAR dari kasus Maria, Ummul Fadl, Aisyah, Safiyah, Raihana dan menyetubuhi para tawanan wanita.

Rekor umur istri Nabi yang tertua dinikahi, TETAP DIPEGANG Khadijah. []

Sumber lain:
  • Biografi Rasullulah, Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad, Penerbit Qisthi press, Januari 2006, hal 870-887)
  • Buku Pintar Agama Islam, oleh Syamsul Rijal Hamid, Penebar Salam, Bogor, 2002,
  • Muhammad - Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, oleh Martin Lings, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2002.

    Pada Konferensi Sirah Nasional di Islamabad tahun 1983, buku ini mendapat penghargaan dari pemerintah Pakistan dan juga terpilih sebagai biografi Nabi Muhammad yang terbaik dalam bahasa Inggris, pengarangnya memperoleh bintang kehormatan dari Presiden Hosni Mubarak - Mesir

  • "Sejarah Hidup Muhammad", Saifur-Rahman Al-Mubarakpuri, Robbani Press, Jakarta, 2002

    Pada sayembara penulisan Sirah Nabawiyah yang diselenggarakan oleh Rabithah Alam Islami yang berkedudukan di Mekah, buku ini menjadi pemenang pertama.

  • Latar Belakang Perkawinan Nabi SAW, oleh Abbas Jamal, Yayasan Emiliyyatil Abbasiah, Jakarta, 1999
  • Dr. H. Agung Danarta, M.Ag (Perempuan Perawi Hadis)
  • Ayatollah Montazeri Vs Sina, Maududi
  • Wikipedia, Eramuslim, dan beberapa link lainya []

Abu bakar

Setelah wafatnya Muhammad, menjadi kalifah pertama (632-634), Ia mencetuskan perang Al-Riddah, yang ditujukan kepada meeka yang: melakukan shalat tapi tidak mau bayar Zakat atau murtad dan/atau berpaling ke nabi lain [Al-Hikmah Fid Dakwah Ilallah, h.220]. Tabari: Riwayat Abu Zayd-`Ali b.Muhammad: Abu Bakr wafat di usia 63 tahun setelah 1 tahun sebelumnya makan makanan beracun dari kaum Yahudi yang diletakan di nasi atau buburnya (jadhidhah), Ia menderita 15 hari sebelum wafat. `Attib b.Asid makan makanan yang sama dan wafat di Mekah di hari Abu Bakar wafat. [Tabari, Vol.11, hal.129-130]. Ia memiliki empat istri:
  1. Qatilah Binti Abdul Aziz Dia ibu dari dua anaknya; Abdullah dan Asma (perempuan)
  2. Ummi Ruman Melahirkan dua anak; Ayesha (perempuan) dan Abdul Rahman. Muhammad menikahi Ayesha ketika ia berumur 6 th dan menggaulinya diumur 9 th. Muhammad ketika itu berumur 52 th
  3. Asma Abu Bakar punya satu anak darinya, Muhammad (dia terlibat dalam pembunuhan Usman Kalifah keempat Islam)
  4. Habiba, Ia punya Satu anak (perempuan): Dia adalah ibu dari ummi Kulthum (perempuan). Ummi Kulthum lahir setelah kematian Abu Bakar, dikabarkan bahwa Ummi menikah dg Umar, Kalifah kedua Islam ketika berumur 4 tahun [Lihat: Kontroversi Umm Khutum] []

Umar

Menjadi kalifah kedua (634-644). Tabari: Abu Lu'lu'ah, seorang budak nasrani milik al-Mughirah b.Shu'bah, menyelinap di antara orang yang hendak shalat lalu menusuk Umar 6x dan salah-satunya di bawah pusar, ini yang membunuhnya, Ia wafat di usia 53-63 tahun [Tabari, vol.14 hal 89-99]. Di jaman Umar Kawin Mut’ah dinyatakan dilarang.
  1. Zaenab
    Saudari dari Usman Bin Mazun
  2. Kareeba
    Anak dari Ibn Umaitul Makhzami dan saudari Ummi Salma, istri Muhammad. Dia tidak memeluk islam
  3. Maleka (juga dikenal sebagai Ummi Kulthum)
    Dia anak dari Jarul Khuzai. Dia tidak memeluk islam.
  4. Jameela
    Nama aslinya adalah Asiah binti Sabat Ansari. Dia seorang Ansa. Setelah menikah dg Umar mengganti nama menjadi Jameela
  5. Sabiha Binti Al-Haris
    Dia wanita muslim pertama yg kabur dari Quraish dan mencari perlindungan pada muslim setelah perjanjiah Hudaybiah. Nabi membuatnya menikah dg Umar
  6. Ateka Binti Zaid
    Dia sepupu dari Umar. Sebelumnya menikah dg Abdullan, anak Abu Bakar. Setelah abu Bakar mati, Umar menikahinya
  7. Umm Hakim
    Dia sebelumnya telah menikah 2 kali. Suami2 sebelumnya adalah Ikramah bin Abu Jaki dan Khalid bin Said. Ketika keduanya meninggal dalam peperangn, Umar menikahinya
  8. Fakiah Yamania, ia merupakan budak atau gundiknya Umar, melahirkan anak perempuan Zaenab
  9. Laiyah, Ia merupakan budak atau gundiknya dari Umar, melahirkan anak
  10. Ummu Kulthum
    Dibawah ini terdapat beberapa pandangan mengenai umur Umm Kulthum saat dikawini Umar (4/5 tahun atau 11 tahun) dan anak dari siapa (Abu bakar atau Ali)

    Umar punya 4 (empat ) istri yang bernama Ummu Kalthum):

    Kalangan Syi’ah:
    Umar bin Adhina bertanya pada Imam Ja’far Sadiq ‘Orang-orang menyatakan bahwa Ali mengawini anaknya pada ‘orang itu’. Sang Imam, yang saat itu sedang duduk langsung berdiri dan dengan marah berkata, ‘Siapapun yang berpandangan itu adalah salah.’ Subhanallah! Imam Ali ngga bisa menyelamatkan anak perempuannya dari cengkraman mereka? Ia justru berdiri diantara mereka dan melindungi anak perempuannya, Mereka sudah melakukan dusta’ [Nasehkul Tawareekh Volume 3 page 408]

    Umm Kulthum binte Abu Bakr, lahir 13 A.H dan menikah 17 A.H (4 Tahun).
    Aisa adalah kakak tertua dari Umm Kulthum binti Abu Bakr, karena alasan ini maka Umar meminang Umm Kulthum kepada Aisyah, dan Aisyah menerimanya [Tareekhe Khamees Volume 2 page 267 - Tareekhe Kamil Volume 3 page 21 - Al Istiab by Ibn Abdul Barr Volume 2 page 795]

    ‘Orang-orang lebih berasumsi bahwa Umar mengawini Umm Kulthum binti Fatima daripada kawin dengan Umm Khultum binti Jarweela Khuzima’ [Tareekh al Qum Shaykh Saduq, by Muhammad Nishapur page 193, published in Tehran]

    Kalangan Sunni:
    Umm Kulthum, adalah anak kedua (ada yang mengatakan anak ke 4) dari Ali and Fatimah, yang merupakan anak terkecil mereka. Ia dilahirkan disekitar 6 H (628 M). Ia dinikahi khilafah of Umar ibn al-Khattab [Ibn Sa‘d, ‘At-Tabaqat al-Kubra’ (vol. 8 p. 338, ed. Muhammad 'Ab al-Qadir ‘Ata, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut 1990]

    Umar menikahi Umm Kulthum sekitar th 623 M [Al Farooq vol. II by Shibli Numani p 539. History of Abul Fida, vol. I p 171].

    [note: dua Sumber Sunni tidak klop tahun lahir dan menikahnya]

    Umar lahir di tahun 583 M [13 tahun setelah Muhammad lahir, 570 M)]. Catatan lain menunjukkan bahwa Umar lahir sekitar th 580), sehingga saat Umm Khutum lahir, umar berusia 51 th (634 – 538).

    Ketika Menikahi Umum Khutum Umar paling sedikit berumur 56 tahun (639 – 583)

    Perbedaan antara Umm Khultum yang berusia 5 tahun, Umm Khultum yang dikawini Umar dan Umm Khultum binti Ali:

    Umm khultum yang dikawini Umar:

    1. pada 17 H, lahir 12 H (5 tahun), lebih tepatnya belum akil balig, menggunakan kata Sagheera/Sabeeya= di bawah umur, masih menyusui [Al Istiab Volume 2 page 772, Zakhair al Akba page 117, Seerath Umar, page 205 Ibn Jauzi , Asmaath Shameen page 257, Tabaqat Ibn Sa'd Volume 8 page 463, Nasab Quraysh Zubayri page 349, Al Ulum al Nisa Volume 4 page 256, Tareekh Ibn Asakir Volume 7 page 25, Al Isaba Volume 2 page 469, Al Mudhahib muwassal page 142, Tadhkira al Khawaas page 331, Al Hidayaath al Saud page 259, Sawaiqh al Muhriqa page 55]
    2. Meninggal bersama anak di medina pada jaman Mu'awiya [Hasan Qasim, Sayyida Zeyneb, hal 23]
    3. Amr bin Aas dan Mugheera bin Shuhba adalah yang mendampingi Nikahnya (Tabari)
    4. Punya anak [sumber: al Maarif]; Umar ngasih mahar sejumlah 40,000 dirhams
    5. Meninggal sekurangnya 7 tahun sebelum Kerbala
    6. Menikah berkali-kali

    Umm Khultum binti Ali:

    1. Ibunya bernama Fatima, Lahir 6 H sehingga pada 17 H berusia 11 tahun, lihat sumber di atas, [Tt-Tabaqat al-Kubra, Ibn Sa‘d, Vol. 8 p. 338, ed. Muhammad 'Ab al-Qadir ‘Ata, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut 1990]
    2. Ada di saat peristiwa Kerbala, meninggal 62 Hijri, Dikubur di Baab Sagheer, Damaskus, Syria [Hasan Qasim, Sayyida Zeyneb, hal 64]
    3. Imam 'Ali mengatur perkawinannya dengan [sumber: Aqd Al Fareed] Aun bin Ja'far
    4. 450 Dirhams diberikan sebagai mahar (sama denganyan diberikan ke Sayyida Fatima) [al Aqd al Mundhum]
    5. Tidak punya anak [Al Aqd al Mundhum]
    6. Saat di kerbala menjadi tawaan Ibn Ziyad,
    7. Hanya menikah dengan Aun, tidak pernah menikah dengan Umar bin Khatab

    Setelah kematian umar, Umm Khutum, Istri kesayangan Umar, menikah lagi sebanyak 3 kali dengan anak-anak pamannya (Ibn jafar) sehingga mereka masih sepupunya yaitu Awn Ibn Jafar, Muhammad ibn Jaffar dan Abdullah Ibn Jafar) Ia meninggal dan dikubur bersamaan setelah melahirkan anaknya Zaid [Ibn al-Jarud, al-Muntaqa [an entirely sahih book] (p. 142); al-Zubayr ibn Bakkar, al-Muntakhab min Azwaj al-Nabi SallAllahu `alayhi wa-Sallam (p. 30-31); al-Dulabi, al-Dhurriyat al-Tahira (p. 62); Ibn Sa`d, Tabaqat (8:337-340=8:463-464); al-Siyar wal-Maghazi (p. 248); Tarikh al-Ya`qubi (2:260); Ibn Shabba's Tarikh al-Madina (2:654); Nasab Quraysh (p. 352); `Abd al-Razzaq, Musannaf (3:465); al-Nasa'i, Sunan (4:71) and Sunan Kubra (1:641); al-Bukhari, Tarikh al-Saghir (1:102); dll] [↑ ke sebelumnya] []

Usman

Menjadi Khalifah ketiga (644 – 656). Usman terbuhuh dirumahnya, para pemberontak dari Mesir memanjat dinding belakang dan merayap masuk, tanpa diketahui penjaga gerbang kemudian Para pemberontak memasuki kamarnya dan memukul kepalanya [Tabari, Vol 15, hal 181-250]. Istri-istrinya adalah:
  1. Rukaia
    Dia anak kedua dari nabi Muhammad. Asalnya rukaia menikah pada Utbah bin Abu Lahab. Utbah menceraikannya segera setelah menikahinya. Nabi kemudian menikahkannya pada Usman. Mereka pindah ke Abyssinia pada gelombang pertama kepindahan Muslim ke Abyssinia. Mereka punya anak bernama Abdullah yg lahir di Abyssinia dan mati diumur 6 th.
  2. Ummu Kultum
    Anak ketiga dari Muhammad. Dia asalnya juga menikah pada Utaibah b Abu Lahab yg juga menceraikannya secepat mungkin. Kemudian nabi menikahkannya pada Usman. Mereka punya dua anak, keduanya meninggal waktu bayi. Jadi Usman menikahi dua anak perempuan Muhammad (Rukaia dan setelah kematian Rukaia menikahi Umme Kultum)
  3. Fakhta
  4. Fatima
  5. Ummul Banin
  6. Ramla
  7. Naela []

Ali

Menjadi khalifah keempat (656-661). Ali saat shalat di Masjid Agung Kufa, diserang seorang Khariji, Abd-al-Rahman ibn Muljam dengan pedang yang dilapisi racun, Ali wafat 2 hari kemudian. Istri-Istri Ali adalah:
  1. Fatimah binti Muhammad
    Putri bungsu Muhammad. Ali adalah anak dari Abdul Mutalib, paman sang nabi. Jadi, Ali adalah sepupu pertama sang nabi. Ia menikahi Fatima ketika berumur 21 dan Fatimah berumur 15 th. wafat 6 bulan setelah nabi wafat, karena kekerasan yang dilakukan oleh sahabat nabi sendiri, salah satu terduduh adalah Umar. Fatiwa wafat dalam keadaan patah tulang rusuk, keguguran, pendarahan dan akhirnya meninggal (Oktober 632). Terdapat dua pandangan tentang kematian Fatima diantara kaum Shia - Sunni. Shia bertahan, menggunakan sumber kalangan Sunni bahwa Fatima wafat setelah Umar memimpin serombongan orang bersenjata menuju rumah Ali di Medina, memanggil Ali dan pengikutnya untuk keluar dan berbaiat pada Abu Bakar, yang telah mereka putuskan mengambil alih kekuasaan pada rapat di Saqifah. Umar dan Khalid bin Walid mengancam hendak membakar rumah jika mereka tidak tunduk. Mereka menerobos masuk, mengakibatkan tulang rusuk Fatimah patah akibat terhimpit pintu yang rubuh dan dinding dan mengalami keguguran kehamilan calon bayi yang akan dinamainya Muhsin. Menurut beberapa sumber, Umar memerintahkan memukuli Fatima, beberapa mengatakan Umar pribadi yang menendang Fatimah di perutnya yang menyebabkan keguguran. [Disarikan dari: Sunni dan Syiah, The Conference of Baghdad's Ulema, Translator: Taher Al-Shemaly (TJ), Kuwait, February, 2007 hal.45, Kitab Sulaym Ibn Qays al-Hilali, Hadith 4, p48-67 (Eng. Translation), Wikipedia: Umar at Fatimah's house dan Fatima].
  2. Umm ul-Banin
  3. Umamah binti Zainab, (Anak Zainab binti Muhammad (Putri sulung nabi), jadi dia adalah cucu nabi)
  4. Khawlah binti Ja'far al-Hanafiah
  5. Laila binti Mas'ud
  6. Asma binti Umais
  7. Al-Sahba' binti Rabi'ah []

Imam Hasan

Imam Hassan (putra tertua dari Ali dan kakak dari Imam husain) punya banyak sekali istri. Sekitar 70 hingga 300 istri dan selir. Ia terbunuh oleh racun dari salah satu istrinya. Dalam buku berjudul `'Quwwat al-Qulub [vol.2, p.246] karya Abu Talib Makki (meninggal th 380 A.H.) ditulis, "Hasan sering menikahi 4 istri sekaligus dan sambil menceraikan 4 istri lain dalam saat yg sama". Tidak ada catatan yg benar mengenai istri permanennya. Tapi Imam Hasan paling sedikit punya tiga istri di Kufa, mereka adalah :
  1. Khawal Fazariya
    Pernikahan ini terjadi di Medina. Dia ibu dari Hasan Muthana
  2. Umm Ishaq Binti Talha
    Pernikahan juga terjadi di Medina. Dia ibu dari Husain Athram, talha dan Fatima. Setelah kematian Imam Hasan, dia menikahi Imam Husain (Adik dari Imam Hasan).
  3. Ju'da Binti Ash-ath
    Imam Hasan menikahi wanita ini di Kufa. Dia meracuni Imam Hasan atas dorongan Mu'awiyah.
Bagaimana caranya mendapat 300 istri dalam satu kehidupan? Lakukanlah dengan Mut’ah dan/atau Misyar []

Imam Husain Imam Husain menikah lima kali, istri2nya adalah
  1. Janabe Shahr Banu
    Anak dari Yazd Gurd, kaisar terakhir Iran. Dia melahirkan Imam Zaynul Abidin (imam keempat). Meninggal 10 hari setelah melahirkan.
  2. Janabe Rabab anak dari Imran Al Qays
    Dia melahirkan Sakinah dan Abdullah (Ali Asghar). Meninggal 1 tahun setelah tragedi Karbala
  3. Janabe Laila anak dari Abu Murra.
    Ibunya adalah Maimunah anak dari Abu Sufyan. Dg begitu dia adalah sepupu dari Yazid. Dia melahirkan Ali Akbar. Meninggal ketika terjadi tragedi Karbala.
  4. Janabe Qud'iyah
    Melahirkan anak lelaki Jaffor yg meninggal waktu bayi
  5. Janabe Umm Ishaq bin Talhah
    Melahirkan Fatema Kubra. Umm Ishaq Binti talha adalah janda dari kakaknya Imam Hasan []