http://www.6thcolumnagainstjihad.com/jthomas_p7.htm#twostates
A Tale of Two States: India & Pakistan
Komentar dan kiriman: made pande made_sepultura@yahoo.com:
Disunting ulang oleh: Eka.W
Baru2 ini saya membaca artikel dalam kwtanweer.com dengan judul:
“Al-Hind wa Pakistan … al-‘Ilmaniyya’ Tantaser” (India & Pakistan … Kemenangan-kemenangan Sekularisme. )
Tulisan ini ditulis oleh seorang Muslim Arab intelektual, yang membandingkan sejarah kedua negara sejak merdeka dari Inggris tahun 1947, dan menyimpulkan bahwa India menjadi sebuah success story, sementara keadaan Pakistan amat menyedihkan.
Berikut cuplikan dari artikel tersebut disusul analisa dan komentar saya.
“Saat kami membandingkan negara Hindu sekuler India dengan Negara Islam Pakistan, kami kaget dengan kontras besar diantara keduanya. Presiden India sekarang adalah seorang Muslim (sebelum presiden sekarang yaitu wanita), yang menunjukkan bahwa agamanya bukan penghalang bagi jabatan tinggi di sebuah negara mayoritas Hindu.
Kita harus ingat bahwa sang presiden juga memainkan peran besar dalam pengembangan program nuklir India. Belum lagi kemajuan India dibidang teknologi, ekonomi, agrikultur dan pendidikan. IndIa mencapai tingkat demokrasi yang menakjubkan.
Bandingkan itu dengan keterbelakangan memalukan Negara Islam Pakistan, sistim pendidikannya, sistim ekonominya yang kembang kempis, meningkatnya terorisme dan kekuasaan ulama di negeri itu. Perbandingan antara India & Pakistan membuat seorang pengamat independen pedih melihat pemerintah Pakistan dan rakyat Muslimnya. India, setelah mengadopsi sistim pemerintahan sekuler, berhasil menyelamatkan diri dari berbagai masalah.
Memang India juga tidak bebas dari fanatisme Hindu, sistim kasta, dan ledakan penduduk. Namun dengan sistim pemerintahan sekuler yang demokratis, India memiliki posisi lebih baik untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, dibanding dengan negara-negara seperti Pakistan dan Mesir.
Dengan mengembangkan rejim sekuler, India sukses menciptakan sebuah way of life baru, baik dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat. Warga India, terlepas dari agama atau etnisitasnya, berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan. India bebas dari madrasah-madrasah yang membawa dampak negatif bagi sistim politik Pakistan. Di India, peran ulama Hindu terbatas pada lingkup sosial; mereka tidak diijinkan mencampuri urusan legislatif.
Dan walau India sekuler, politisi-politisnya bebas memeluk agama apapun selama urusan agama berhenti dipintu politik, ekonomi, edukasi & budaya; dalam arti bahwa sebuah keputusan politik tidak tergantung kepada pengaruh agama. ini juga yang menempatkan India pada tempat terhormat di panggung dunia.
Lewat pendidikan, India menciptakan manusia India [baru] yang didasarkan atas pemisahan agama & negara. Identitas agama diganti dengan identitas kewargaan.
Sementara itu, Pakistan, sebagai negara Islam, gagal (note: secara pribadi saya lebih menyukai menggunakan kata: berhasil) mengimplementasi prinsip-prinsip agama Islam, sepertt kesetiaan dan kepercayaan yang memungkinkan kesuksesan pemerintah dan masyarakatnya. Tendensi kesukuan dalam masyarakat Pakistan, dengan membengkokkan (note: saya lebih suka menggunakan kata: menerapkan) nilai2 Islam, menciptakan tempat subur bagi aktivitas teroris dan lain lain problema.
Sambil merenungkan deteriorasi parah dalam kehidupan Pakistan, pertanyaannya adalah: bukankah sekularisme bisa menyelamatkan Pakistan dari krisis-krisisnya yang tidak berkesudahan ?”
ANALISA
Sang penulis menyimpulkan satu hal sederhana: Sekularisme (‘Ilmaniyya') menjadi dasar sukses India, baik secara domestik maupun internasional. Sementara itu, Pakistan yang bertujuan menciptakan sebuah model negara Islam, semakin jeblog dalam 60 tahun belakangan ini, dirasuki oleh problema domestik dan internasional yang semakin berlarut-larut.
KOMENTAR
Pengkajian sejarah India dan Pakistan sejak tahun 1947 menunjukkan bukti-bukti kuat bahwa upaya menciptakan “negara Islam murni” seperti yang dibayangkan Muslim India hanyalah sebuah resep bagi kehancuran politik, sosial dan ekonomi.
Mari kita tinjau sejarah.
Kerajaan Mughal (moghul, 1526-1857) Islam menjajah India selama 300 tahun sebelum dikuasai Inggris. Sebelum Inggris mempersiapkan untuk angkat kaki, Liga Muslim dibawah pimpinan ‘Allama Iqbal, tahun 1909, menuntut bagi terciptanya sebuah negara yang Islam murni, terpisah dari India.
Th 1940, pemimpin Liga Muslim, Muhammad Ali Jinnah, bersikeras bahwa setelah hengkangnya Inggris, negara itu harus dibagi dua. Keduanya terpisah pada tanggal 15 Agustus 1947. Pakistan kemudian terpisah oleh dua bagian: Pakistan Timur dan Pakistan Barat, yang dipisahkan oleh kawasan India sebesar 1.000 mil !
Semua ini untuk apa? Untuk sebuah kotak hitam di Saudi ??
http://www.sacw.%20net/partition/
Hindu yang tinggal di daerah-daerah yang kemudian menjadi milik Pakistan harus lari ke daerah-daerah di India. Sementara Muslim-muslim yang tinggal di daerah Hindu juga menyingkir ke daerah-daerah Muslim. Adegan demi adegan pembunuhan mewarnai kedua daerah perbatasan. Belum lagi masalah Kashmir; penguasanya yang orang India memilih untuk ikut India, walau mayoritasnya adalah Muslim. Pakistan tidak pernah mengakui legalitas keputusan itu bahkan sampai sekarang problema Kashmir terus menghantui keduanya.
Terlepas dari problema di atas, India maju pesat dalam berbagai front dan kini dianggap sebagai demokrasi terbesar di dunia. Kontras dengan Pakistan yang terus terkena kerusuhan politik dan ketidakstabilan sosial. Tahun 1971, Pakistan Timur, yang tidak suka dengan kepemimpinan Pakistan Barat di Punjab, dengan bantuan tentara India memisahkan diri dan menjadi Negara Bangladesh.
Anehnya, sang penulis yang mendukung 'Ilmaniyya’ (sekularisme), juga mengatakan bahwa Pakistan
“gagal mengimplementasi prinsip2 agama Islam, seperti kesetiaan dan kepercayaan yang memungkinkannya mencapai sukses dalam pemerintahan dan masyarakatnya.”
Faktanya adalah: Prinsip-prinsip agama itulah yang bertanggung jawab atas kegagalan mereka. Seperti yang dikatakan V. S. Naipaul, pemenang hadiah Nobel literatur dan pakar masalah-masalah India, dalam bukunya “Beyond Belief: Islamic Excursions Among the Converted Peoples” :
“Kecurigaan Muslim mengakibatkan dibentuknya Pakistan. Ide itu dibarengi dengan gambaran kejayaan di masa lalu, yaitu para penjajah (Penyerangan Turki, Muhammad Kilji tahun 1193, yang diteruskan oleh kerajaan Mughal) menyerbu dari utara, menyapu kuil-kuil Hindustan dan memaksakan kepercayaan mereka kepada sang kafir. Fantasi itu masih hidup; dan bagi Hindu yang menjadi Muslim, itulah awal mula neurosis mereka, karena sang mualaf baru lupa siapa atau apa dia dan ia-pun menjadi seorang pelanggar (kemanusiaan) ". hal. 247
“Wilayah India telah dipisahkan secara berdarah untuk membentuk negara Pakistan. Jutaan orang mati, dicabut dari tanah air mereka. Lebih dari 100 juta Muslim lari dari kawasan India, namun semua Hindu dan Sikh diusir dari Pakistan.” P. 290
Bukannya malah membawa damai dan kesejahteraan bagi Pakistan, Islam menjadi sumber segala kesulitannya. Artikel dalam Tanweer di atas menyimpulkan bahwa ‘Ilmaniyya’ adalah jawabannya, karena terbukti sukses di India. Namun bagimana mungkin Pakistan mengadopsi model sekuler, mengingat bahwa raison d’etre, alasan pembentukannya, MEWAJIBKAN SEBUAH SISTIM ISLAM ????
Saya tutup tulisan ini dengan pepatah Naipaul dari Pendahuluan bukunya: “Islam dalam bentuk aslinya adalah sebuah agama Arab. Siapapun yang bukan Arab dan menjadi Muslim adalah seorang mualaf. Islam bukan hanya masalah kepercayaan pribadi. Islam membuat tuntutan imperial. “
It makes imperial demands.
Pandangan dunia sang mualaf-pun berubah, tempat sucinya kini pindah ke tanah Arab; bahasanya adalah Arab. Pengetahuan sejarahnya juga berubah. Ia menolak sejarah nenek moyangnya; dan ia menjadi -entah suka atau tidak- bagian dari cerita sejarah Arab. Sang mualaf harus meninggalkan apapun yang diwariskan nenek moyangnya. Gangguan yang disebabkan bagi masyarakat sangat besar, bahkan setelah 1000 tahun hal ini terulang terus; orang harus terus menerus meninggalkan, mencampakkan peninggalan nenek moyangnya. Mereka membentuk fantasi-fanasi tentang apa dan siapa mereka; dan dalam Islam milik negara-negara yang ditundukkan, ada sebuah elemen neurosis dan nihilisme. Negara2 macam ini dengan mudah bisa meledak.” P. Xi
------------
Note :
V. S. Naipaul has written two books on contemporary Islam:
Among the Believers: An Islamic Journey (Random House, 430 pp. 1981)
Beyond Belief: Islamic Excursions Among the Converted Peoples (Random House, 408 pp. 1998)
A Tale of Two States: India & Pakistan
Komentar dan kiriman: made pande made_sepultura@yahoo.com:
Disunting ulang oleh: Eka.W
Baru2 ini saya membaca artikel dalam kwtanweer.com dengan judul:
“Al-Hind wa Pakistan … al-‘Ilmaniyya’ Tantaser” (India & Pakistan … Kemenangan-kemenangan Sekularisme. )
Tulisan ini ditulis oleh seorang Muslim Arab intelektual, yang membandingkan sejarah kedua negara sejak merdeka dari Inggris tahun 1947, dan menyimpulkan bahwa India menjadi sebuah success story, sementara keadaan Pakistan amat menyedihkan.
Berikut cuplikan dari artikel tersebut disusul analisa dan komentar saya.
“Saat kami membandingkan negara Hindu sekuler India dengan Negara Islam Pakistan, kami kaget dengan kontras besar diantara keduanya. Presiden India sekarang adalah seorang Muslim (sebelum presiden sekarang yaitu wanita), yang menunjukkan bahwa agamanya bukan penghalang bagi jabatan tinggi di sebuah negara mayoritas Hindu.
Kita harus ingat bahwa sang presiden juga memainkan peran besar dalam pengembangan program nuklir India. Belum lagi kemajuan India dibidang teknologi, ekonomi, agrikultur dan pendidikan. IndIa mencapai tingkat demokrasi yang menakjubkan.
Bandingkan itu dengan keterbelakangan memalukan Negara Islam Pakistan, sistim pendidikannya, sistim ekonominya yang kembang kempis, meningkatnya terorisme dan kekuasaan ulama di negeri itu. Perbandingan antara India & Pakistan membuat seorang pengamat independen pedih melihat pemerintah Pakistan dan rakyat Muslimnya. India, setelah mengadopsi sistim pemerintahan sekuler, berhasil menyelamatkan diri dari berbagai masalah.
Memang India juga tidak bebas dari fanatisme Hindu, sistim kasta, dan ledakan penduduk. Namun dengan sistim pemerintahan sekuler yang demokratis, India memiliki posisi lebih baik untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, dibanding dengan negara-negara seperti Pakistan dan Mesir.
Dengan mengembangkan rejim sekuler, India sukses menciptakan sebuah way of life baru, baik dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat. Warga India, terlepas dari agama atau etnisitasnya, berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan. India bebas dari madrasah-madrasah yang membawa dampak negatif bagi sistim politik Pakistan. Di India, peran ulama Hindu terbatas pada lingkup sosial; mereka tidak diijinkan mencampuri urusan legislatif.
Dan walau India sekuler, politisi-politisnya bebas memeluk agama apapun selama urusan agama berhenti dipintu politik, ekonomi, edukasi & budaya; dalam arti bahwa sebuah keputusan politik tidak tergantung kepada pengaruh agama. ini juga yang menempatkan India pada tempat terhormat di panggung dunia.
Lewat pendidikan, India menciptakan manusia India [baru] yang didasarkan atas pemisahan agama & negara. Identitas agama diganti dengan identitas kewargaan.
Sementara itu, Pakistan, sebagai negara Islam, gagal (note: secara pribadi saya lebih menyukai menggunakan kata: berhasil) mengimplementasi prinsip-prinsip agama Islam, sepertt kesetiaan dan kepercayaan yang memungkinkan kesuksesan pemerintah dan masyarakatnya. Tendensi kesukuan dalam masyarakat Pakistan, dengan membengkokkan (note: saya lebih suka menggunakan kata: menerapkan) nilai2 Islam, menciptakan tempat subur bagi aktivitas teroris dan lain lain problema.
Sambil merenungkan deteriorasi parah dalam kehidupan Pakistan, pertanyaannya adalah: bukankah sekularisme bisa menyelamatkan Pakistan dari krisis-krisisnya yang tidak berkesudahan ?”
ANALISA
Sang penulis menyimpulkan satu hal sederhana: Sekularisme (‘Ilmaniyya') menjadi dasar sukses India, baik secara domestik maupun internasional. Sementara itu, Pakistan yang bertujuan menciptakan sebuah model negara Islam, semakin jeblog dalam 60 tahun belakangan ini, dirasuki oleh problema domestik dan internasional yang semakin berlarut-larut.
KOMENTAR
Pengkajian sejarah India dan Pakistan sejak tahun 1947 menunjukkan bukti-bukti kuat bahwa upaya menciptakan “negara Islam murni” seperti yang dibayangkan Muslim India hanyalah sebuah resep bagi kehancuran politik, sosial dan ekonomi.
Mari kita tinjau sejarah.
Kerajaan Mughal (moghul, 1526-1857) Islam menjajah India selama 300 tahun sebelum dikuasai Inggris. Sebelum Inggris mempersiapkan untuk angkat kaki, Liga Muslim dibawah pimpinan ‘Allama Iqbal, tahun 1909, menuntut bagi terciptanya sebuah negara yang Islam murni, terpisah dari India.
Th 1940, pemimpin Liga Muslim, Muhammad Ali Jinnah, bersikeras bahwa setelah hengkangnya Inggris, negara itu harus dibagi dua. Keduanya terpisah pada tanggal 15 Agustus 1947. Pakistan kemudian terpisah oleh dua bagian: Pakistan Timur dan Pakistan Barat, yang dipisahkan oleh kawasan India sebesar 1.000 mil !
Semua ini untuk apa? Untuk sebuah kotak hitam di Saudi ??
http://www.sacw.%20net/partition/
Hindu yang tinggal di daerah-daerah yang kemudian menjadi milik Pakistan harus lari ke daerah-daerah di India. Sementara Muslim-muslim yang tinggal di daerah Hindu juga menyingkir ke daerah-daerah Muslim. Adegan demi adegan pembunuhan mewarnai kedua daerah perbatasan. Belum lagi masalah Kashmir; penguasanya yang orang India memilih untuk ikut India, walau mayoritasnya adalah Muslim. Pakistan tidak pernah mengakui legalitas keputusan itu bahkan sampai sekarang problema Kashmir terus menghantui keduanya.
Terlepas dari problema di atas, India maju pesat dalam berbagai front dan kini dianggap sebagai demokrasi terbesar di dunia. Kontras dengan Pakistan yang terus terkena kerusuhan politik dan ketidakstabilan sosial. Tahun 1971, Pakistan Timur, yang tidak suka dengan kepemimpinan Pakistan Barat di Punjab, dengan bantuan tentara India memisahkan diri dan menjadi Negara Bangladesh.
Anehnya, sang penulis yang mendukung 'Ilmaniyya’ (sekularisme), juga mengatakan bahwa Pakistan
“gagal mengimplementasi prinsip2 agama Islam, seperti kesetiaan dan kepercayaan yang memungkinkannya mencapai sukses dalam pemerintahan dan masyarakatnya.”
Faktanya adalah: Prinsip-prinsip agama itulah yang bertanggung jawab atas kegagalan mereka. Seperti yang dikatakan V. S. Naipaul, pemenang hadiah Nobel literatur dan pakar masalah-masalah India, dalam bukunya “Beyond Belief: Islamic Excursions Among the Converted Peoples” :
“Kecurigaan Muslim mengakibatkan dibentuknya Pakistan. Ide itu dibarengi dengan gambaran kejayaan di masa lalu, yaitu para penjajah (Penyerangan Turki, Muhammad Kilji tahun 1193, yang diteruskan oleh kerajaan Mughal) menyerbu dari utara, menyapu kuil-kuil Hindustan dan memaksakan kepercayaan mereka kepada sang kafir. Fantasi itu masih hidup; dan bagi Hindu yang menjadi Muslim, itulah awal mula neurosis mereka, karena sang mualaf baru lupa siapa atau apa dia dan ia-pun menjadi seorang pelanggar (kemanusiaan) ". hal. 247
“Wilayah India telah dipisahkan secara berdarah untuk membentuk negara Pakistan. Jutaan orang mati, dicabut dari tanah air mereka. Lebih dari 100 juta Muslim lari dari kawasan India, namun semua Hindu dan Sikh diusir dari Pakistan.” P. 290
Bukannya malah membawa damai dan kesejahteraan bagi Pakistan, Islam menjadi sumber segala kesulitannya. Artikel dalam Tanweer di atas menyimpulkan bahwa ‘Ilmaniyya’ adalah jawabannya, karena terbukti sukses di India. Namun bagimana mungkin Pakistan mengadopsi model sekuler, mengingat bahwa raison d’etre, alasan pembentukannya, MEWAJIBKAN SEBUAH SISTIM ISLAM ????
Saya tutup tulisan ini dengan pepatah Naipaul dari Pendahuluan bukunya: “Islam dalam bentuk aslinya adalah sebuah agama Arab. Siapapun yang bukan Arab dan menjadi Muslim adalah seorang mualaf. Islam bukan hanya masalah kepercayaan pribadi. Islam membuat tuntutan imperial. “
It makes imperial demands.
Pandangan dunia sang mualaf-pun berubah, tempat sucinya kini pindah ke tanah Arab; bahasanya adalah Arab. Pengetahuan sejarahnya juga berubah. Ia menolak sejarah nenek moyangnya; dan ia menjadi -entah suka atau tidak- bagian dari cerita sejarah Arab. Sang mualaf harus meninggalkan apapun yang diwariskan nenek moyangnya. Gangguan yang disebabkan bagi masyarakat sangat besar, bahkan setelah 1000 tahun hal ini terulang terus; orang harus terus menerus meninggalkan, mencampakkan peninggalan nenek moyangnya. Mereka membentuk fantasi-fanasi tentang apa dan siapa mereka; dan dalam Islam milik negara-negara yang ditundukkan, ada sebuah elemen neurosis dan nihilisme. Negara2 macam ini dengan mudah bisa meledak.” P. Xi
------------
Note :
V. S. Naipaul has written two books on contemporary Islam:
Among the Believers: An Islamic Journey (Random House, 430 pp. 1981)
Beyond Belief: Islamic Excursions Among the Converted Peoples (Random House, 408 pp. 1998)
0 KOMENTAR ANDA:
Posting Komentar