Senin, 13 Agustus 2007

Mengapa Tuhan Mengizinkan Semua Ini

Seorang warga AS, bernama Mark Alex Bush mengisahkan pengalamannya :
Tahun 1958, pada hari jumat yang sibuk sebelum Natal. Saya berada di dalam ruang kerja, sedang berpikir menyelesaikan semua pekerjaan dari pelanggan, agar bisa tenang melewati beberapa hari liburan Natal. Mendadak telepon berdering, ada orang melaporkan bahwa anak kami Chris yang berumur 5 tahun ditabrak mobil.

Di sekitar Chris berkerumun sejumlah orang, mereka memberi saya jalan. Anak saya terbaring di tengah jalan, rambutnya yang berwarna keemasan masih terlihat rapi. Dia dilarikan ke rumah sakit dan meninggal dunia pada sore hari itu.

Kecelakaan terjadi di perempatan jalan depan pintu sekolah. Mobil lewat secara mendadak, tidak ada orang yang tahu. Ketika anak saya melangkah di atas zebra cross salah satu temannya sudah berteriak; namun pengemudi mobil tidak mengurangi kecepatannya.

Saya dan istri saya keluar dari rumah sakit, berjalan melewati jalan yang terang benderang dihiasi dengan hiasan Natal menuju jalan pulang ke rumah. Kami tidak bisa memahami apa yang telah terjadi, hingga malam harinya saya datang ke tempat tidur Chris yang kosong, tiba – tiba menyadari kenyataan yang mengerikan itu, berada di depan tempat tidur yang kosong, menghadapi jiwa yang hampa dan tak berguna ini barulah saya mulai menangis.

Kami memiliki 4 anak, Chris adalah salah satu yang paling bisa membantu kami menanggulangi kesulitan hidup. Semasa dia masih bayi sudah bisa tertawa ceria menyambut dunia ini, sering membuat orang kagum dan menghentikan langkah di depan kereta dorongnya. Ketika kami mengunjungi teman, Chris yang masih berumur 3 tahun selalu memuji tuan rumah, dengan keras dia berkata,

“Rumah ini bagus sekali ya!”

Jika diberi hadiah selalu berulang – ulang ia mengucapkan terima kasih, dan segera siap memberikan hadiah itu kepada orang yang telah memuji dia.

“Jika anak yang demikian pun mati.”

Saya membalikkan badan di bawah selimut dan berkata dengan diri sendiri.

”Jika kehidupan ini bisa lenyap dalam sekejap, maka hidup ini sudah tidak ada artinya, percaya kepada Tuhan hanyalah halusinasi belaka.”

Sampai pagi hari perasaan putus asa dan tak berdaya saya ini mendapatkan sasaran proyeksi: membenci dengan membabi buta kepada orang yang telah mendorong kami ke dalam jurang keputus asaan ini! Polisi telah menangkapnya di Tennessee, namanya George Williams, berumur 15 tahun.

Polisi menemukan bahwa dia berasal dari keluarga yang bermasalah: ibunya bekerja di malam hari dan tidur di siang hari. Pada Jum’at itu, anak ini sedang membolos, menggunakan kesempatan saat ibunya sedang tidur, dia mengambil kunci mobil dan mengemudikannya dengan kecepatan tinggi di dalam kota. Sekarang kemurkaan saya terhadap nasib yang kejam ini serasa ditimpakan semuanya kepada George Williams ini. Saya menelepon ke pengacara kami, minta agar anak tersebut mendapatkan hukuman seberat – beratnya,

“Anda harus membuatnya dipandang sebagai orang dewasa, pengadilan anak kurang serius.”

Ini merupakan keadaan jiwa saya setelah mengalami masalah yang merubah total kehidupan saya, sulit untuk dijelaskan, hanya bisa dilukiskan.

Hari Sabtu tengah malam, saya memegang kepala erat – erat berjalan mondar – mandir di depan pintu kamar tidur, mendadak saya merasakan kele-tihan amat sangat, saya berdoa,

“Tuhan, berilah petunjuk agar saya mengerti mengapa semua ini harus terjadi!”

Mendadak jiwa saya menerima perubahan yang menentukan. Di bawah sinar yang sekejap itu, saya benar – benar merasakan bahwa keberadaan kita hanya ada satu tujuan, yakni kasih.

“Oh, Chris…”, saya berteriak,

“Chris kecilku, dalam hidupmu yang sangat pendek, yang hanya 5 tahun ini kamu telah mempelajari banyak hal, kemajuan yang kamu dapat sangat besar dan pesat!”

Saya membuka pintu kamar, melihat istri saya duduk di atas ranjang, tidak membaca buku, tidak melakukan apa pun : sejak kemarin dia duduk termenung.

Saya memegang tangannya, ingin membuat dia mengerti bahwa hal itu adalah takdir bagi kami : dunia ini bukan dikendalikan oleh peristiwa yang membuta, karena kehidupan ini memiliki makna, kesengsaraan di masa ini bukanlah akhir, tetapi adalah alat untuk mencapai kebahagiaan, dimana kebahagiaan ini akan melampaui segala penantian dan harapan.

Saya berkata padanya,

“Malam ini Chris sudah tidak membutuhkan kita lagi, tetapi ada orang lain yaitu George Williams membutuhkan kita. Hari Natal telah tiba, jika kita tidak memperhatikan dia, mungkin di dalam lembaga permasyarakatan remaja, satu hadiah Natal pun tidak akan dia terima.”

Istri saya terdiam mendengarkan perkataan saya, mendadak ia meneteskan air mata dan berkata,

“Ya, seharusnya demikian. Sejak kematian Chris, ini adalah hal pertama yang tepat kita lakukan.”

Kenyataannya juga demikian. Rupanya George adalah seorang anak pandai yang tersesat, dia hanya membutuhkan seorang ayah, seperti halnya saya juga membutuhkan seorang anak. Kami telah menyediakan bingkisan Natal untuknya, Istri saya membuatkan sendiri sekotak kue kering untuk ibunya. Kami berusaha sekuat tenaga agar George William bisa keluar dari penjara. Beberapa hari kemudian dia dibebaskan, sejak saat itu pula rumah kami menjadi rumah kedua bagi George.

Pulang dari sekolah dia ikut saya bekerja di kantor, kami juga makan bersama, dia menjadi kakak yang baik bagi Diana, Mikaina, dan Luscarlo. (Mingxin.net/The Epoch Times/lin)

(Erabaru News Minggu 12 agustus 2007, from: jesse.rotinsulu@bp.pratamagroup.com)

0 KOMENTAR ANDA:

Posting Komentar