Kamis, 16 Agustus 2007

Malaikat

Inilah sajak karya Saeful Badar yang membuat kantor harian Pikiran Rakyat diteror oleh kelompok tertentu. Disinyalir, kelompok ini pula yang mendemo Miss Universe saat bertandang ke Kota Kembang.

Kang Saeful lahir di Tasikmalaya. Menulis puisi dalam bahasa Indonesia dan Sunda. Hingga kini bersetia mengelola Sanggar Sastra Tasik (SST), di samping aktif pula di Komunitas Azan.

Malaikat

Mentang-mentang punya sayap
Malaikat begitu nyinyir dan cerewet
Ia berlagak sebagai makhluk baik
Tapi juga galak dan usil
Ia meniup-niupkan wahyu
Dan maut
Ke saban penjuru

2007


sumber: Pikiran Rakyat - Sabtu, 4 Agustus 2007 halaman 30
from: mediacare
------
kaija sekar :
Sekadar meluruskan, sajak "Malaikat" diprotes PW Muslimat NU Jabar dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jabar, sedangkan kedatangan Miss Universe didemo Bandung Maksiat Watch (BMW).

2 komentar:

  1. Wed Aug 22, 2007 12:17 pm
    http://groups.yahoo.com/group/semedi/message/15074

    Kang Wirajahana dan/atau para sahabat lainnya..

    Menurut kalian, kira-kira apa yang melatar belakangi kang Saeful Badar menuliskan sajak kayak gitu..

    Frustasi menghadapi hidup yang makin susah?
    Atau sekedar iseng agar mendapatkan perhatian publik?

    Saya melihat, tidak ada nilai positif yang disampaikan dalam puisi tersebut
    Atau saya yang buta dan sehingga tidak melihatnya?

    Miturut saya, seandainya kita memiliki sedikit kebijakan, kita akan menimbang perbuatan kita ; bila sebuah perbuatan sekiranya tidak membawa manfaat bagi diri
    sendiri dan orang lain dan menyadari kondisi masyarakat kita ini kayak apa,akankah berbuat sesuatu yang mubazir, atau bahkan menimbulkan rasa tidak simpati
    kepada kita?

    Apakah saat ini justru kang Saeful lagi menikmati semua yang terjadi ini?

    Salam,
    Sunar-i

    BalasHapus
  2. Wed Aug 22, 2007 12:17 pm
    http://groups.yahoo.com/group/semedi/message/15074
    Setahu saya, puisi itu berasal dari akal budi dan cetusan hati..

    setahu saya, akal budi dan cetusan hati berasal dari suasana hati dan keadaannya
    pada saat itu..

    yang saya tidak tahu adalah jumlah pengalaman individu yang menjadi cermin saat
    menciptakan puisi itu..

    yang saya tidak tahu adalah apabila puisi malaikat itu ternyata berakibat sangat
    ramai bagi sebagian orang yang "terkena" sentil

    Sebelumnya saya tidak memiliki rasa yang dalam pada puisi itu..
    setelah membacanya saya merasa setuju dengan cetusan hati itu...sekali lagi yang
    membedakan menilai tentunya karena masing-masing orang mempunyai pengalaman
    hidup yang berbeda yang menjadi cermin dari pilihan perbuatan yang diambil..

    BalasHapus