Mari kita simak cuplikan beberapa kutipan di bawah ini:
"Dengan dalih menjaga keamanan, TNI mendata dan menekan warga Ahmadiyah untuk beribadah di luar masjid mereka. Sementara Panglima Kodam III Siliwangi Moeldoko mengajak umat non Ahmadiyah untuk meduduki tempat ibadah milik Jemaat Ahmadiyah" [Sumber]
"Di Sadarsari, Majalengka, & Sukabumi, koramil meminta data keluarga & memaksa utk menghadiri penyuluhan & ikrar pertobatan..Tim menemukan sekitar 56 kasus intimidasi TNI thd anggota Ahmadiyah di Jabar & Lampung...Choirul Anam: TNI bersama kepolisian & aparatur negara jg memaksa utk menguasai masjid dgn menjadi imam salat Jumat..Tim menilai tindakan TNI melanggar UU No 34/2004 tentang TNI" [Sumber]
"di Jawa Barat ada SK Pembubaran Ahmadiyah. Kemudian di situ dikerahkan prajurit untuk mendatangi ke kampung mendata orang-orang Ahmadiyah dan itu menimbulkan ketakutan. Mereka lalu masuk menguasai masjid, lalu mengumpulkan orang-orang Ahmadiyah dan diperintahkan pertobatan..Operasi terencana yang diperintahkan langsung oleh Pangdam berdasarkan SK itu karena itu SK Gubernur dan perintah panglima..Hasanuddin juga membenarkan bahwa di daerahnya, Majalengka, hal itu benar-benar terjadi. Para prajurit berseragam mendatangi kampung-kampung dan menimbulkan keresahan dengan mengumpulkan jemaah Ahmadiyah dan memerintahkan mereka untuk bertobat dan mengganti iman mereka" [Sumber]
"Kita merindukan hubungan dan kerja sama yang lebih baik antara ulama dengan TNI, khususnya TNI AD. Apalagi, dalam kepengurusan MUI Pusat dan MUI Sumut pernah masuk di dalamnya anggota TNI" [Sumber]
Empat berita di atas menimbulkan pertanyaan bagi saya:
Kenapa TNI ikutan? Apakah ini berhubungan dengan pembentukan MUI di jaman Soeharto dulu dimana TNI juga dilibatkan dalam MUI? Masihkah ada anggota TNI di kepengurusan MUI?
Pengurus MUI saat ini lihat di sini, 1 orang penasehat berpangkat terakhir LETJEN [Purn]..sayang saya ngga tau yang lainnya.
Sejarah MUI emang menunjukan pembentukan MUI pesertanya juga termasuk dari perwakilan ABRI:
Saat pembentukan MUI pertama kalinya di tahun 1970, Hamka tidak setuju pelibatan sarjana sekuler dalam ijtihad kolektif! namun malah mengusulkan pada Presiden Soehario agar memilih seorang Mufti yang dapat memberikan nasihat kepada pemerintah dan umat Islam di Indonesia
...namun tidak jadi terwujud
Pada tanggal 24 Mei 1974, lagi-lagi Soeharto menegaskan pentingnya sebuah majelis setelah menerima kunjungan dari Utusan Dewan Masjid Indonesia, tak lama berselang Menteri Dalam Negeri Letnan Jendral Amir Machmud menginstruksikan agar semua gubernur mulai mendirikan Majelis ulama di daerahnya masing-masing.
Maka digelarlah sebuah konferensi Ulama nasional pada tanggal 21 s/d 27 Juli 1975. Pesertanya terdiri dari wakil majelis ulama daerah yang baru berdiri, pengurus pusat organisasi Islam, sejumlah ulama Independen dan serta wakil dari angkatan bersenjata Republik Indonesia (ABRI kini TNI), Dari pertemuan itu lahirlah sebuah deklarasi, limapuluh tiga orang peserta menandatanganinya, walhasil konferensi tersebut diakhiri dengan pengumuman berdirinya perkumpulan para ulama dengan sebutan MUI.
Sayangnya tidak semua segmen masyarakat muslim setuju dengan perkumpulan ini, pada saat inagurasi MUI, ada protes dari sejumlah tokoh. Mereka yang tidak setuju umumnya khawatir akan terjadinya politisasi dalam tubuh MUI. MUI hanya menguntungkan salah satu kelompok dan merugikan kelompok lain, kata sebagian dari mereka. Sebagian yang lain bahkan lebih jauh menyebut MUI hanya menjadi alat negara.
Jelas sekali bahkan MUI saja BUKAN merupakan pengejawantahan dari UIL AMRI yang dimasud di AQ 4:59 "ulil amri di antara kamu"!..
karena TERBUKTI ada PROTES yang merasa tidak terwakilkan bahkan di awal PENDIRIANNYA!
Terakhir, Saya kutipkan bagaimana MENSIKAPI tentang FATWA yang PENDAPAT ini JUSTRU BERASAL dari orang MUI kalangan AWAL sendiri:
KH.Totoh Abdul Fatah (Ketua MUI Jawa Barat tahun 1998) mengatakan bahwa Fatwa MUI wajib diikuti. Ulama-ulama MUI adalah ulama senior yang memiliki Otoritas keagamaan, menurutnya semua umat Islam Indonesia harus mengikuti fatwa MUI.
Berbeda dengan KH.Totoh Abdul Fatah, Ibrahim Hosen (yang saat ini menjabat ketua komisi Fatwa), meyakini bahwa tidak ada kewajiban untuk mengikuti mazhab hukum Islam atau Fatwa tertentu baik dari seorang Ulama maupun kelompok, masyarakat Islam bebas untuk mengambil Fatwa yang sesuai dengan mereka. Berdasarkan prinsip Al Maslahah al'Ammaah, Ibraim Hosen berpendirian bahwa setiap muslim memiliki hak untuk memilih dan menentukan fatwa mana yang terbaik. Sebab dengan begitu akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat muslim.
Oleh sebab itu masalahnya bukanlah pada senioritas dalam otoritas agama melainkan hak individu dan kemanfaatan bagi masyarakat. Kini Masyarakat Muslim sudah dihadapkan pada pasar bebas hukum Islam (Free Market of Islamic Jurisprudence), Tak dapat dipungkiri dan dinafikan Seratus Persen Hak untuk memilih dan menentukan ada pada Mereka.
Juga simak kisah tentang Yayasan amal bakti pancasila dalam petikan buku Lengser Keprabon, di mana sangat erat terlihat hubungan ABRI dan MUI.
Beberapa note PENTING:
Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna, hlm. 47; bnd. Alwi Shihab, Membendung Arus, hlm. 181-2 dan hlm. 264, yang al mencatat pernyataan Hasan Basri, Ketua Umum MUI sekitar tahun 1990:
"MUI (juga) berfungsi sebagai penjaga gawang untuk menjamin agar tidak ada undang-undang di negara ini yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam"
Tentang TNI berikut saya sampaikan:
Petikan sapta marga:
Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela Ideologi Negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah. Kami Kesatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Petikan jati diri TNI:
Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama; dan
Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Petikan sumpah prajurit:
Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tulisan ini adalah finalisasi dari keprihatinan pada penyelesaian dengan kekerasan dan fitnah yang melanda Ahmadiyah [lihat di sini]
Kenapa saya juga merasa BERHAK menulis tentang AHMADIYAH walaupun bukan seorang MUSLIM?
Karena saya juga MEMBAYAR PAJAK!
Sebagai non muslim saya jelas terganggu karena TOH uang pajak yang saya bayarkan dimakan oleh mereka yang pemerintahan dan di kementrian agama, diberbagai instansi termasuk digunakan untuk membangun MESJID, MUSHALA dilingkungan mereka dan juga menjadi fasilitas umum [listrik, air, jalan, dll] yang dipakai oleh mereka yang bersimaharajalela dan para korban.
Jadi, jelas saya sama berhaknya menuntut ketenangan dan kedamaian yang sama, bukan?!
Untuk itu, berikut dibawah ini merupakan catatan akhir saya tentang aliran Islam Ahmadiyah, dimulai dengan ulasan ada/tidak NABI PENUTUP atau cuma nabi TANPA SYARIAH dan di akhiri dengan kompatibilitasnya terhadap rukun iman di Islam.
Paham ada/tidak nabi terakhir ya tergantung MAU MEGANG tafsir apa dari "Khatam al nabiyin" surah AQ 33:40 yang turun sehubungan gonjang gajing pernikahan Nabi dengan zainab [ex istri anak angkat Nabi, Zaid]
Argument hadis bagi mereka yang sepakat dengan arti KHATAM = PENUTUP, salah satunya dapat lihat di sini dan bagi mereka yang TIDAK SEPAKAT, saya mencoba menuliskannya dari yang saya mengerti:
Kurang lebih SETAHUN SETELAH turunnya AQ 33:40, Nabi menggauli Maria Qibtiyah [seorang budak yang diberikan sebagai hadiah oleh penguasa Mesir, sepulangnya Hatib Abi Balta’ah dari al-Muqawqis, lihat di Sahih Bukhari 3.43.648; Muslim 2.3507; Tabari(VIII:100; IX:137, IX:147; Vol.8 p.66,131; Vol.39, p.194), Kitab al-Tabaqat al-Kabir", Hal 151; Martin Lings, Hal.439 – 440]. Dari Budak ini lahirlah seorang anak bernama Ibrahim. Ibrahim ternyata tidak berumur panjang dan wafat 18 BULAN KEMUDIAN [riwayat aisha, hadis muslim 20.3181]
Jadi selisih waktu antara turunya AQ 33:40 dan Wafatnya IBRAHIM adalah 3.5 tahunan.
Berkenaan dengan wafatnya Ibrahim terekam ucapan sebagai berikut:
Narrated Isma'il: I asked Abi Aufa, "Did you see Ibrahim, the son of the Prophet ?" He said, "Yes, but he died in his early childhood. Had there been a Prophet after Muhammad then his son would have lived, but there is no Prophet after him." [Hadis Bukhari 8.73.214]
Juga dari riwayat Ibnu Abbas: "Ketika Ibrahim ibnu Rasulullah s.a.w. wafat, beliau menyembahyangkan jenazahnya dan berkata, "Sesungguhnya di sorga ada yang menyusukannya, dan kalau usianya panjang, ia akan menjadi nabi yang benar." [Sunan Ibnu Majah, Abu Abdillah Alqazwaini, Darul Fikr, jld. II, hlm. 484, Hadits no. 1511].
Pertanyaannya: Kenapa 3.5 tahunan setelah kejadian turunnya AQ 33.40, Isma'il dan Abi Aufa, SEBAGAI ORANG ARAB TOTOK, tidak tau bahwa kata "khatam" HARUS hanya berarti PENUTUP? dan malah masih menganggap akan ada nabi berikutnya [dalam konteks ini adalah ibrahmim]?
Imam mazhab Hanafi, yaitu Mulla Ali al-Qari menjelaskan:
"Jika Ibrahim hidup dan menjadi Nabi, demikian pula Umar menjadi Nabi, maka mereka merupakan pengikut atau ummati Rasulullah s.a.w.. Seperti halnya Isa, Khidir, dan Ilyas 'alaihimus salaam. Hal itu tidak bertentangan dengan ayat Khaataman-Nabiyyiin. Sebab, ayat itu hanya berarti bahwa sekarang, sesudah Rasulullah s.a.w. tidak dapat lagi datang Nabi lain yang membatalkan Syari'at beliau s.a.w. dan bukan ummati beliau s.a.w." (Maudhu'aat Kabiir, hlm. 69).
Kemudian pada penggunaan kata "servant of Allah":
When Ali said to Anas: "Why don't you stand up and testify what you heard from the Messenger of Allah on the day of Ghadir?" He answered, "O Amir al-Mumineen! I have grown old and do not remember." Thereupon Ali said: "May Allah mark you with a white spot (of leprosy; Alphosis) unconcealable with your turban, if you are intentionally withholding the truth." And before Anas got up from his place he bore a large white spot on his face, Thereafter Anas used to say, "I am under the curse of the righteous servant of Allah."
al-Ma'arif, by Ibn Qutaybah, p14, in the account of Anas among disabled persons.
Musnad Ahmad Ibn Hanbal, v1, p199, where he testifies to the above anecdote, as he says : "All stood up except three persons who came under the curse of Ali."
Hilyatul Awliya', by Abu Nu'aym, v5, p27
Yang menarik dari peristiwa itu adalah...Hadis Muslim hanya mengambil riwayat dari Sa'd b. Abi Waqqas, yang hanya merupakan 1 (satu) diantara ratusan ribu orang yang menyaksikan peristiwa di Ghadir [ada yang menyatakan jumlah yang hadir saat itu adalah 120000], yang mengaku mengutip ucapan nabi spt ini,
"You are in the same position with relation to me as Aaron- (Harun) was in relation to Moses but with (this explicit difference) that there is no prophet after me."
Ya, hanya sa'd dari 120000 orang yang di record muslim!.....dan 3 reference di atas mengungkapkan kesaktian ucapan dari "SERVANT of ALLAH!"
Kemudian, Anda bisa lihat bagaimana AISAH sendiri BERKEBERATAN bila MUHAMMAD dinyatakan sebagai NABI PENUTUP:
Aisyah mengatakan, "Katakanlah bahwa beliau (Rasulullah s.a.w.) adalah Khataman Nabiyyin, tetapi janganlah mengatakan tidak akan ada nabi lagi sesudah beliau" (Durr Mantsur oleh Hafizh Jalal-ud-Din ‘Abdur Rahman Sayuth dan situs ini).
"Katakanlah, sesungguhnya ia [Muhammad] adalah khaatamul-anbiya', tetapi jangan sekali-kali kamu mengatakan laa nabiyya ba'dahu (tidak ada Nabi sesudahnya)" (Durrun Mantsur, jld. V, hlm. 204; Takmilah Majmaul Bihar, hlm. 5)
Kemudian, berikut di bawah ini anda akan temukan 40 sample lebih kata "khatam" yang TIDAK BERARTI PENUTUP:
Return-Path: Date: Mon, 12 Feb 2001 14:15:16 +0100 From: "Ch. Muzafar Ah. Shiraz" X-Accept-Language: de,en Subject: KHatam, SEAL OR LAST?
KHATAM-USH-SHU' ARAA (seal of poets) was used for the poet Abu Tamam. (Wafiyatul A'yan, vol. 1, p. 123, Cairo)
KHATAM-USH-SHU' ARAA again, used for Abul Tayyeb. (Muqaddama Deewanul Mutanabbi, Egyptian p. 4)
KHATAM-USH-SHU' ARAA again, used for Abul 'Ala Alme'ry. (ibid, p.4, footnote)
KHATAM-USH-SHU' ARAA used for Shaikh Ali Huzain in India. (Hayati Sa'di, p. 117)
KHATAM-USH-SHU' ARAA used for Habeeb Shairaazi in Iran. (Hayati Sa'di, p. 87) Note here that all five people have been given the above title. How could it be interpreted as "last". They did not come and go at the exact same time.
KHATAM-AL-AULIYAA (seal of saints) for Hazrat Ali (May God be pleased with him). (Tafsir Safi, Chapter AlAhzab) Can no other person now attain wilaayat, if "seal" meant last?
KHATAM-AL-AULIYAA used for Imam Shaf'ee. (Al Tuhfatus Sunniyya, p. 45)
KHATAM-AL-AULIYAA used for Shaikh Ibnul 'Arabee. (Fatoohati Makkiyyah, on title page)
KHATAM-AL-KARAAM (seal of remedies) used for camphor. (Sharah Deewanul Mutanabbee, p. 304) Has no medicine been found or used after camphor, if "seal" means "last"?
KHATAM-AL-A' IMMAH (seal of religious leaders) used for Imam Muhammad 'Abdah of Egypt. (Tafseer Alfatehah, p. 148) Don't we have leaders today?
KHATAM-ATUL- MUJAHIDEEN (seal of crusaders) for AlSayyad Ahmad Sanosi. (Akhbar AlJami'atul Islamiyyah, Palestine, 27 Muharram, 1352 A.H.)
KHATAM-ATUL- ULAMAA-ALMUHAQQI QEEN (seal of research scholars) used for Ahmad Bin Idrees. (Al'Aqadun Nafees)
KHATAM-ATUL- MUHAQQIQEEN (seal of researchers) for Abul Fazl Aloosi. (on the title page of the Commentary Roohul Ma'aanee)
KHATAM-AL-MUHAQQIQE EN used for Shaikh AlAzhar Saleem Al Bashree. (Al Haraab, p. 372)
KHATAM-ATUL- MUHAQQIQEEN used for Imam Siyotee. (Title page of Tafseerul Taqaan)
KHATAM-AL-MUHADDITH EEN (seal of narrators) for Hazrat Shah Waliyyullah of Delhi. ('Ijaalah Naafi'ah, vol. 1)
KHATAMAT-AL- HUFFAAZ (seal of custodians) for AlShaikh Shamsuddin. (AlTajreedul Sareeh Muqaddimah, p. 4) A "hafiz" is one who has memorised the full arabic text of the Holy Quran. Two of my cousins happen to belong to this category and more people will memorize it.
KHATAM-AL-AULIA (seal of saints) used for the greatest saint. (Tazkiratul Auliyaa', p. 422)
KHATAM-AL-AULIA used for a saint who completes stages of progress. (Fatoohul Ghaib, p. 43)
KHATAM-ATUL- FUQAHAA (seal of jurists) used for Al Shaikh Najeet. (Akhbaar Siraatal Mustaqeem Yaafaa, 27 Rajab, 1354 A.H.)
KHATAM-AL-MUFASSIRE EN (seal of commentators or exegetes) for Shaikh Rasheed Raza. (Al Jaami'atul Islamia, 9 Jamadiy thaani, 1354 A.H.)
KHATAM-ATUL- FUQAHAA used for Shaikh Abdul Haque. (Tafseerul Akleel, title page)
KHATAM-ATUL- MUHAQQIQEEN (seal of researchers) for Al Shaikh Muhammad Najeet. (Al Islam Asr Shi'baan, 1354 A.H.)
KHATAM-AL-WALAAYAT (seal of sainthood) for best saint. (Muqaddimah Ibne Khuldoon, p. 271)
KHATAM-AL-MUHADDITH EEN WAL MUFASSIREEN (seal of narrators and commentators) used for Shah 'Abdul 'Azeez. (Hadiyyatul Shi'ah, p. 4)
KHATAM-AL-MAKHLOOQA AT AL-JISMAANIYYAH (seal of bodily creatures) used for the human being. (Tafseer Kabeer, vol. 2, p. 22, published in Egypt)
KHATAM-ATUL- HUFFAAZ used for Shaikh Muhammad Abdullah. (Al Rasaail Naadirah, p. 30)
KHATAM-ATUL- MUHAQQIQEEN used for Allaama Sa'duddeen Taftaazaani. (Shara' Hadeethul Arba'een, p. 1)
KHATAM-ATUL- HUFFAAZ used for Ibn Hajrul 'Asqalaani. (Tabqaatul Madlaseen, title page)
KHATAM-AL-MUFASSIRE EN (seal of commentators) used for Maulvi Muhammad Qaasim. (Israare Quraani, title page)
KHATAM-AL-MUHADDITH EEN (seal of narrators) used for Imam Siyotee. (Hadiyyatul Shee'ah, p. 210)
KHATAM-AL-HUKKAAM (seal of rulers) used for kings. (Hujjatul Islam, p. 35)
KHATAM-AL-KAAMILEEN (seal of the perfect) used for the Holy Prophet (pbuh). (Hujjatul Islam, p. 35)
KHATAM-AL-MARAATAB (seal of statuses) for status of humanity. ('Ilmul Kitaab, p. 140) We have the "highest, not "last" status.
KHATAM-AL-KAMAALAAT (seal of miracles) for the Holy Prophet (pbuh). (ibid, p. 140)
KHATAM-AL-ASFIYAA AL A'IMMAH (seal of mystics of the nation) for Jesus (peace be on him). (Baqiyyatul Mutaqaddimeen, p. 184)
KHATAM-AL-AUSIYAA (seal of advisers) for Hazrat Ali (R.A.A.). (Minar Al Hudaa, p. 106)
KHATAM-AL-MU' ALLIMEEN (seal of teachers/scholars) used for the Holy Prophet(pbuh) . (Alsiraatul Sawee by Allama Muhammad Sabtain Now, I am a teacher myself, and you know that I still exist, AFTER the Holy Prophet (pbuh), but I am nowhere close to being able to teach as PERFECTLY as he could or did. How then could he be "last" of teacher Seal means "best" here and not "last".
KHATAM-AL-MUHADDITH EEN (seal of narrators) for Al Shaikhul Sadooq. (Kitaab Man Laa Yahdarahul Faqeeh)
KHATAM-AL-MUHADDITH EEN used for Maulvi Anwar Shah of Kashmir. (Kitaab Raeesul Ahrar, p. 99)
Tentunya akan ada yang bertanya, "Koq ngga ada satupun contoh dari si GHULAM AHMAD yang juga menyatakan Khatam itu BUKAN berarti Penutup?"
Ya tentu saja tidak ada..karena ini adalah contoh-contoh kata "KHATAM" yang TIDAK MENDUKUNG bahwa KHATAM harus berarti PENUTUP!..artinya adalah Arti Khatam bukan cuma 1 (satu) saja, Bukan?!
Trus bagaimana PENDAPAT GHULAM AHMAD, apakah Muhammad itu Nabi penutup/tidak?
Salah satu pandangan bahwa MGA mengaku nabi, saya ambil dari tulisan Qosim Nursheha Dzulhadi ketika menanggapi Saiful Munjani di 12 hari kemudian, dengan tulisan seperti di bawah ini:
Mereka (Ahmadiyah) mengaku-ngaku sebagai “Muslim”, tapi keyakinannya menyimpang jauh dari ajaran Islam, khususnya dalam masalah “kenabian” (al-nubuwwah). Di mana pada tahun 1902, Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) mengklaim dirinya sebagai nabi, dalam satu tulisannya, Tuhafat al-Nadwah, yang ditujukan kepada anggota komunitas Ulama di Lucknow, India.
Selain dalam Tuhfat al-Nadwah, Mirza Ghulam Ahmad juga mengklaim dirinya disebut sebagai seorang “nabi” oleh Allah. Dia menyatakan, “Allah menyebutku sebagai seorang ‘nabi’ di bawah sinaran kenabian Muhammad (fayadh al-nubuwwah al-Muhammadiyyah). Dan Allah memberikan wahyu kepadaku. Maka, kenabianku adalah kenabiannya.” (Lihat, Mirza Ghulam Ahmad, al-Istitfta’ (Rabwah-Pakistan: Mathba’ah al-Nashrat, 1378 H), hlm. 16-17).
SEMENTARA ITU, Ada record bahwa MGA tidak mengaku sebagai nabi, setidaknya 1 tahun sebelum wafatnya beliau di tahun 1907:
"Suatu kebodohan yang lainnya adalah bahwa, untuk menghasut orang-orang yang bodoh mereka menyatakan bahwa saya mendakwakan diri sebagai Nabi. Ini adalah rekayasa yang sempurna dari pihak mereka." (Haqiqatul-Wahy,1907,halaman390).
Dengan menyatakan 'Tidak ada nabi sesudahku ', Nabi Suci menutup pintu secara mutlak kepada sebarang nabi baru atau datang kembalinya sebarang nabi lama. (Ayyam as-Sulh, hal. 152, Ruhani Khaza'in, jilid 14, bal. 400).
"Salah satu keberatan dari mereka yang mengatakan saya kafir adalah mereka berkata: Orang ini menyatakan diri kepada kenabian dan berkata saya adalah salah satu dari nabi-nabi.”
“Jawabannya adalah bahwa kalian harus tahu, wahai, saudara, bahwa saya tidak mendakwakan diri kepada kenabian, ataupun saya telah berkata kepada mereka bahwa saya adalah seorang nabi. Tetapi mereka gegabah (terburu-buru) dan membuat suatu kesalahan dalam memahami kata-kata saya. … Itu tidak pantas bagi saya bahwa saya akan menyatakan diri kepada kenabian dan meninggalkan Islam dan menjadi seorang yang tak beriman… Bagaimana saya dapat menyatakan diri kepada kenabian sedangkan saya seorang Muslim?" (Hamamat al-Bushra, hal. 79, Ruhani Khaza'in, jilid 7, hal. 296-297).
"Biarlah menjadi Jelas bagi mereka bahwa saya mengutuk orang yang mendakwakan diri kepada kenabian. Saya pegang bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya, dan saya percaya pada selesainya (berakhirnya) kenabian pada Nabi Suci. Jadi, karena tidak ada pendakwaan kenabian dari pihak saya, hanya pada wali dan mujaddid..." (Majmu'a Ishtiharat, edisi lama, Jilid iii, hal. 224. edisi 1986, jilid 2, hal. 297-298).
"Kujelaskan kepadanya [seorang penentang Maulvi] bahwa aku juga mengutuk orang yang mengaku sebagai nabi... yang diterima oleh para wali di bawah bayangan kenabian Nabi Suci Muhammad, karena ketaatan mereka yang sempurna kepadanya adalah wahy wilayat, bukan wahy nubuwwat. Terhadap inilah kami percaya.... Jadi, aku tidaklah mengaku sebagai nabi. Pengakuanku hanyalah atas wilayat [kewalian] dan kemujaddidiyya [sebagai seorang Mujaddid]." (Majmu'a Ishtiharat, vol. ii, hal. 297-298, Januari 1897).
[Untuk lebih lanjutnya silakan baca di sini dan di sini]
Tentang apakah MUBHALA pernah dilakukan/tidak dengan TSANAULAH?
Silakan baca catatan saya di sini dan anda akan temukan jawabannya bahwa ternyata mubahala tersebut TIDAK PERNAH dilakukan dan bahkan di tulisan itu anda juga akan temukan bukti telak bahwa bahkan para ULAMA yang menuduh Ghulam Ahmad Kafirpun selama 12 tahun lebih hingga wafatnya Ghulam Ahmad, TIDAK PERNAH BERNYALI untuk mempertanggungjawabkan TUDUHAN KAFIR itu dihadapan ALLAH mereka sendiri dengan BERMUBAHALA
Tentang Klaim bahwa Tsanaullah yang bahkan hidup lama
Lha emang dia sendiri mengatakan PENDUSTA akan hidup lama ketika ia bersikeras menolak untuk melakukan MUHABALLA. Tsanaullah mengambil contoh MUSAILLAMAH vs MUHAMMAD. Di link catatan saya di atas, terdapat recordnya yaitu pada tanggal 26 April 1907, Ahli Hadis hal.5-6, TSANAULLAH menulis:
“Tuan tidak minta izin terlebih dahulu kepada saya untuk menuliskan doa itu. Oleh sebab itu saya tidak mau menerima doa itu. Saya melawan tuan. Tetapi kalau saya mati apa faedahnya untuk orang lain? Rasul yang datang dari Allah senantiasa mau supaya orang lain jangan binasa. Apa sebab tuan mendoa untuk membinasakan saya? Allah SWT akan memberi umur panjang kepada orang dusta. Orang yang mufsid dan orang penipu dan orang yang melawan hukum Allah, supaya ia leluasa untuk berbuat jahat. Oleh sebab itu saya tidak mau menerima tulisan tuan itu, dan tidak bisa diterima oleh seorang yang berakal”
Tentang Tazkirah benarkah ini merupakan KITAB SUCI para AHMADIYA?
Di zaman Ghulam Ahmad masih hidup, beliau menulis catatan-catatan tentang kasyaf, ilham, wahyu dan mimpi-mimpi yang beliau akui berasal dari Allah Ta’ala dan di catat dibanyak buku, selebaran atau majalah-majalah.
27 tahun setelah wafatnya Ghulam Ahmad (jadi Ghulam Ahmad sendiri tidak mengetahui hal ini), yaitu di tahun 1935, catatan-catatan itu dikumpulkan, dihimpun, dan diberi nama ‘Tadzkirah’. Sebelum tahun 1935, Saat Ahmadiyah telah berdiri di dunia selama 46 tahun, kumpulan catatan itu belumlah mempunyai nama. Baru sejak di cetak untuk pertama kalinya di tahun 1953, nama Tadzkirah ada.
Karena itu, mengatakan bahwa Tadzkirah adalah kitab sucinya Ahmadiyah adalah perkataan yang sangat janggal dan hujatan palsu yang sangat keji [selanjutnya lihat di sini]
Tentang Syahadat, Shalat dan Adzan dari kaum Ahmadiyah, apakah berbeda?
Karena Ahmadiyah adalah Islam, maka kalimah Syahadat yang dikumandangkan setiap hari dari mesjid-mesjid Ahmadiyah di 189 negara ketika adzan untuk shalat lima waktu, adalah:
“Asyhadu allailaaha illallahu Wa asyahadu anna muhamadarrasulullah”.
Demikian juga ketika seseorang baiat ke dalam ahmadiyah,maka ia wajib membaca dua kalimah syahadat tersebut. Dan kalimah syahadat itu adalah harga mati untuk seorang ahmadi muslim yang sejati. Berkenaan dengan Kalimah Syahadat ini, Pendiri Ahmadiyah HMGA a.s. menulis :
“Inti dari kepercayaan kami adalah: Laa Ilaaha Illallahu, Muhammadur-Rasulullahu (Tak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah). Kepercayaan kami inilah yang menjadi pergantungan dalam hidup ini, dan yang padanya dengan rahmat dan karunia Allah, kami berpegang teguh sampai akhir hayat kami. (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Izalah Auham, 1891: 137)
Bagaimana para Ahmadiyah melakukan Shalat 5 (lima) waktunya? Silakan lihat di sini dan di sini.
Bagaimana bunyi Adzan dan waktu mereka shalat> Silakan lihat di sini
Jadi, dilihat dari cara ber-SYAHADAT, SHALAT dan AZAN..ternyata SAMA AJA TUH!
Menurut RUKUN IMAN, Maka kalangan ahmadiyah ternyata kompatible dengan aliran islam manapun :
Beriman kepada ALLAH SWT
Beriman kepada Malaikat-malaikat
Beriman kepada Kitab-kitab [Al Quran]
Beriman kepada Rasul-rasul [Isa, Muhammad SAW sebagai nabi terakhir yang membawa syariah]
Beriman kepada Hari Kiamat
Beriman kepada Qada dan Qadar
Allah mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan, dengan murujuk kalimat ALLAH:
"Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya".(At-Takwir : 81:29)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat S.81:28, Abu Jahal berkata: "Kalau demikian, kitalah yang menentukan apakah mau lurus atau tidak." Maka Allah menurunkan ayat berikutnya (S.81:29) membantah anggapan itu, dan menegaskan bahwa Allah yang menentukannya. [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sulaiman bin Musa. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Baqiyah bin 'Amr bin Muhammad dari Zaid bin Aslam yang bersumber dari Abi Hurairah. Diriwayatkan pula oleh Ibnul Mundzir dari Sulaiman bin al-Qasim bin Mukhaimarah.]
KESIMPULANNYA Kompatibiltas Ahmadiyah dari sisi TUHAN, NABI, KITAB, SHALAT, SYAHADAT, AZAN adalah KONGRUEN 100%
...kaum AHMADIYAH tidak bisa dinyatakan BUKAN ISLAM
Dengan kondisi ini siapapun yang benar2 MENCARI KEBENARAN, tidak pernah boleh MENGKAFIRKAN sekelompok orang yang memenuhi rukun iman tsb.
PENUTUP Sudah saatnya Penyelesaian persoalan Ahmadiyah dilakukan dengan MUBAHALA NASIONAL:
ULAMA Pelarang AHMADIYAH (+FPI, Ormas Islam lainnya) VS ULAMA AHMADIYA
Sehingga biarkan saja para PENTOLAN itu yang saling BERSUMPAH untuk di azab bagi yang dinyatakan keliru oleh Allah mereka sendiri..Sehingga azab dahsyat Allah tersebut dapat turun TEPAT SASARAN tanpa nyasar kemana-mana terutama pada yang tidak bersalah.
Definisi Mubahala: Mubahalah adalah do’a dengan laknat atas yang berdusta di antara dua pihak (Fatwa: Asy-Syabakah Al-Islamiyah juz 8 halaman 85) atau
Repulika: perang tanding melalui doa dengan membawa anak dan keluarga masing2 dengan tujuan memohon pertolongan Allah SWT agar orang yang berdusta dikutuk Tuhan dalam kehidupannya termasuk keluarganya di dunia dan akhirat.
Terdapat banyak sekali hal-hal yang tidak benar yang selalu di sirkulasikan secara berulang sebagai bahan cuci otak untuk para bloon hingga mereka siap bersimaharajalela dimanapun yang diperintahkan untuk melakukan pengerusakan harta benda, penganiayaan bahkan pembunuhan biadab seperti yang dilakukan di Cikeusik baru lalu ini.
[Peringatan:
Video peristiwa CIKEUSIK di bawah ini, BENAR-BENAR sangat mengerikan, jika anda TIDAK berusia 18 tahun + dan tidak menyukai ketegangan, disarankan UNTUK TIDAK MEMUTARNYA]
Untuk alasan itulah maka catatan ini ada.
Orang-orang yang memerintahkan ini memang mengakui secara terbuka untuk melakukan kekerasan dan bahkan membunuh sekalipun terhadap warga ahmadiyaa. Mereka yang melakukan semua kekerasan ini beragama Islam dan meneriakan "AllahuAkbar! AllahuAkbar! Allahuakbar!" dalam melakukan aksinya.
Video kotbah di bawah ini merupakan sample kotbah yang inspiratif yang benar-benar dapat membakar semangat mereka yang percaya
[Peringatan:
Video kotbah di bawah ini, BENAR-BENAR sangat mengerikan, jika anda TIDAK berusia 18 tahun + dan tidak menyukai ketegangan, disarankan UNTUK TIDAK MEMUTARNYA]
Walaupun keBIADABan itu telah terekam dengan baik di video di atas, namun tetap akan banyak yang melakukan pengingkaran. Alasan paling favorit yang digunakan diantaranya bahwa ini dalah oknum dan/atau BUKAN Muslim/islam dan juga karena Ahmadiya adalah aliran sesat ISLAM dan/atau BUKAN Islam
Benarkah mereka bukan ISLAM dan SESAT? Untuk tahu benar/tidaknya, lihat di sini.
...dan Mereka yang seharusnya membela dan/atau melindungi yang lemah teraniayapun, turut berpaling muka...dan ini baru satu dari sekian kejadian, masih akan terjadi lagi, lagi dan lagi...tidak akan pernah berakhir...
Para pengelola Pemerintahan negeri ini juga telah menikmati uang yang dibayarkan oleh para wajib pajak warga Ahmadiya. Uangnya mereka nikmati namun kewajiban untuk melindungi dan menegakan konstitusi negara mereka lalaikan sehingga makin memperpanjang daftar penganiayaan yang terjadi pada warga Ahmadiya.
Negara Republik Indonesia, hampir dipastikan segera akan menjuarainya.
Kemudian,
yang juga paling membuat saya muak adalah sirkulasi fitnah keji terhadap Mirza Ghulam Ahmad bahwa akibat peristiwa Mubahala, maka Ia wafat dalam keadaan dilumuri kotoran, seperti kutipan di bawah ini:
HM Ghulam Ahmad akhirnya mengeluarkan pernyataan pada tanggal 15 April 1907 yang ditujukan kepada Asy-Syaikh Tsana’ullah. Di antara bunyinya:
“…Engkau selalu menyebutku di majalahmu (‘Ahlu Hadits’) ini sebagai orang terlaknat, pendusta, pembohong, perusak… Maka aku banyak tersakiti olehmu… Maka aku berdoa, jika aku memang pendusta dan pembohong sebagaimana engkau sebutkan tentang aku di majalahmu, maka aku akan binasa di masa hidupmu. Karena aku tahu bahwa umur pendusta dan perusak itu tidak akan panjang… Tapi bila aku bukan pendusta dan pembohong bahkan aku mendapat kemuliaan dalam bentuk bercakap dengan Allah, serta aku adalah Al-Masih yang dijanjikan maka aku berdoa agar kamu tidak selamat dari akibat orang-orang pendusta sesuai dengan sunnatullah.
Aku umumkan bahwa jika engkau tidak mati semasa aku hidup dengan hukuman Allah yang tidak terjadi kecuali benar-benar dari Allah seperti mati dengan sakit tha’un, atau kolera berarti AKU BUKAN RASUL DARI ALLAH…
Aku berdoa kepada Allah, wahai penolongku Yang Maha Melihat, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berilmu, Yang mengetahui rahasia qalbu, bila aku ini adalah pendusta dan perusak dalam pandangan-Mu dan aku berdusta atas diri-Mu malam dan siang hari, ya Allah, maka matikan aku di masa hidup Ustadz Tsana`ullah. Bahagiakan jamaahnya dengan kematianku –Amin–.
Wahai Allah, jika aku benar dan Tsana`ullah di atas kesalahan serta berdusta dalam tuduhannya terhadapku, maka matikan dia di masa hidupku dengan penyakit-penyakit yang membinasakan seperti tha’un dan kolera atau penyakit-penyakit selainnya….
Akhirnya, aku berharap dari Ustadz Tsana`ullah untuk menyebarkan pernyataan ini di majalahnya. Kemudian berilah catatan kaki sekehendaknya. Keputusannya sekarang di tangan Allah.
Penulis, hamba Allah Ash-Shamad, Ghulam Ahmad, Al-Masih Al-Mau’ud. Semoga Allah memberinya afiat dan bantuan. (Tabligh Risalat juz 10 hal. 120)
Kemudian pada akhir artikel ditambah dengan bumbu, "Begitulah bunyi doa Mirza Ghulam Ahmad. Sebuah doa mubahalah. Dan benarlah, doa yang ia tulis dalam suratnya tersebut dikabulkan oleh Allah SWT, tepatnya, 13 bulan 10 hari sejak doanya itu, yaitu pada tanggal 26 bulan Mei 1908M. Mirza Ghulam Ahmad ini dibinasakan oleh Allah SWT dengan penyakit kolera yang dia harapkan menimpa Syekh Tsanaullah" [hal. 42]
[Isi Keseluruhan kutipan artikel di atas silakan lihat di sini atau di "Matinya Mirza Ghulam Ahmad" dalam rubrik Cakrawala Majalah Keluarga Islam NIKAH Vol. 7 No. 3 Juni-Juli 2008]
Benarkah demikian yang terjadi?
Mubahalah adalah do’a dengan laknat atas yang berdusta di antara dua pihak (Fatwa: Asy-Syabakah Al-Islamiyah juz 8 halaman 85) atau Repulika: perang tanding melalui doa dengan membawa anak dan keluarga masing-masing dengan tujuan memohon pertolongan Allah SWT agar orang yang berdusta dikutuk Tuhan dalam kehidupannya termasuk keluarganya di dunia dan akhirat.
Berkenaan peristiwa Mubahalah tersebut, saya sampaikan dua kisah tentang ini sebagai pembanding:
Mubahalah HM Ghulam Ahmad vs Syekh Maulwi Tsanaullah dan
Mubahalah Muhammad SAW vs Pendeta Kristen dari Najran
MUBAHALAH MIRZA VS TSANA'ULLAH
Proses Mubahalah antara HM Ghulam Ahmad dengan Syekh Maulwi Tsanaullah tidaklah dimulai pada tahun 1907, berikut di bawah ini adalah kronologisnya:
Pada tahun 1890, ketika HM Ghulam Ahmad [56 tahun] mendakwakan diri sebagai "Masih Yang Dijanjikan", para ulama membuat fatwa bahwa Ia kafir. Beberapa lawannya bahkan menantang untuk mengadakan Mubahalah (Izaala Auhaam, hal. 637-638)
Pada tahun 1893, HM Gulam Ahmad [59 tahun] kepada lawan-lawannya meminta dengan sangat (mendesak) agar berhenti menyatakan Ia kafir dan bila Mubahalah memang merupakan cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalah, maka Ia siap
Pada tahun l896, HM Gulam Ahmad [62 tahun] menginventarisir sejumlah ulama penentang kerasnya di bukunya (Anjaami Atham) dan Syekh Maulwi Tsanaullah [29 tahun, kelahiran Amritsar, Punjab, India] berada pada urutan ke-11.
Pada tahun 1897, Syekh Maulwi Sanaaullah menjauhkan diri [Anjaami Atham, hal. 65-66]. Mereka yang ditantang bermubahalah malah diam tak menjawab, tetapi beberapa tahun kemudian karena desakan kawan-kawannya, Syekh Maulwi Tsanaullah berani menyambut tantangan mubahalah itu
Pada tahun 1902, di Ijaazi Ahmadi, hal. 12 & 15, HM Ghulam memberikan format Mubahalah dan Syekh Maulwi Tsanaullah tetap diam
Pada tanggal 17 Maret 1907, HM Ghulam Ahmad sekali lagi mengingatkannya dalam surat kabar Al-Hakm tentang Mubahalah tersebut
Pada tanggal 29 Maret 1907, Syekh Maulwi Tsanaullah, menjawab di surat kabar Ahli Hadis:
“Datanglah di tempat mana yang kamu inginkan dan bersumpah dengan kami” “Mirzaais! Bila kamu benar, maka datanglah dan bawa serta kelompokmu bersama denganmu” “Dengan dasar yang sama di Amritsar (tempat tinggal Maulwi Sanaaullah), telah siap Sufi Abdul Ghaznawi untuk Mubahalah sekalian” “Bawa serta mereka ke kami, yang dalam Anjaami Atham telah engkau undang pula untuk Mubahalah”
Pada tanggal 4 April 1907, HM Ghulam Ahmad menjawabnya di surat kabar Badr:
“Tantangan Maulwi untuk melakukan Mubahalah telah diterima”
Pada tanggal 12 April 1907, di surat kabar Ahli Hadis, Syekh Maulwi Tsanaullah malah menjawab sebagai berikut:
“Saya akan datang untuk bersumpah, tapi kamu menyebutnya sebagai Mubahalah, meskipun Mubahalah adalah jika dua kelompok bersumpah satu terhadap yang lain” “Saya berkata saya akan bersumpah, saya tidak pernah berkata Mubahalah. Bersumpah adalah satu hal, Mubahalah adalah hal lain”
[Catatan: Pernyataan tanggal 12 April 1907 ini, Syekh Maulwi Tsanaullah hanya mengakui untuk bersumpah, berbeda dengan pernyataannya tanggal 29 Maret 1907].
Konon, HM Ghulam Ahmad setelah membaca surat kabar tanggal 13 April tersebut, pada waktu malam harinya memohon petunjuk Allah SWT. Pada tanggal 14 April beliau menerima jawaban (dari Allah SWT): "Saya akan menjawab panggilan dari seorang pemohon" yang mengindikasikan Allah telah memberi ijin untuk meneruskan Mubahalah.
Pada tanggal 15 April 1907, sebagai upaya terakhir untuk meyakinkan Syekh Maulwi Tsanaullah tentang pendakwaannya, HM Ghulam Ahmad melakukan do'a/salat dari pihak sendiri, sambil mengundang pihak Syekh Maulwi Tsanaullah untuk melakukan do'a/salat di pihaknya dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
[Sejak tahun 1902, dalam Ijaazi Ahmadi, HM Ghulam Ahmad menulis sebagai berikut, “Marilah kita berdua berdo’a/salat/ memohon bahwa pembohong akan mati dalam waktu selagi yang benar masih hidup” dan di hal. 37, Ia secara jelas menyatakan, “Bila dia menerima tantangan ini yaitu bahwa pembohong akan mati di hadapan yang benar, maka pastilah dia akan mati lebih dulu”]
Dengan situasi ini, Syekh Maulwi Tsanaullah lalu mengundurkan diri.
Pada tanggal 19 April 1907, Di Ahli Hadits hal. 4, Syekh Maulwi Tsanaullah menulis:
"Saya tidak pernah mengajak tuan untuk mubahalah. Saya cuma mengatakan mau bersumpah, tetapi tuan anggap perkataan saya itu sebagai ajakan untuk mubahalah. Padahal dalam mubahalah mesti bersumpah kedua belah pihaknya. Saya mau bersumpah, bukan mubahalah; sumpah lain dengan mubahalah”
Pada tanggal 24 April 1907, di Ahli Hadis, Syekh Maulwi Tsanaullah menyatakan:
Pertama: "Saya tidak pernah setuju berdo’a/salat yang seperti itu dan tanpa persetujuan (ijin, sepengetahuan) saya mengenai berdoa/salat ini, diterbitkan".
Kedua: "Hal ini tidak diterbitkan dengan cara ilham, tapi lebih baik dikatakan bahwa ini bukanlah suatu ramalan dan ilham, tapi itu hanyalah suatu do’a/salat"
Ketiga: "Keluhanku pada anda (HM Ghulam Ahmad) bila saya mati, bukti (atau fakta) apa yang dapat diambil bagi orang-orang lain?"
Keempat: "Anda sangat cerdik, (untuk berdo’a agar mati karena wabah pes) setelah melihat bahwa sekarang ini wabah sedang menghebat di Punjab. Dan di Punjab, terutama di ibu kota Lahore yang sangat dekat dengan Amritsar (dimana Syekh Maulwi Tsanaullah tinggal)".
Kelima: "Permohonan anda samasekali tidak menyelesaikan masalah, karena seorang muslim mati karena wabah, menurut hadis, dianggap sebagai mati syahid. Jadi, bagaimana permohonan dapat menunjukkan seseorang yang mati karena wabah pes sebagai pembohong?"
Keenam: "Anda juga cerdik, pada permulaan anda mohon kematian karena wabah pes atau kholera; tapi kemudian anda juga mengatakan malapetaka yang lain yang menyebabkan kematian".
Syekh Maulwi Tsanaullah menyimpulkan:
"Ringkasnya menurut permintaan anda, saya siap sedia mengambil sumpah bila anda mau memperlihatkan kepadaku hasil dari sumpah ini. dan tulisan ini (yaitu soal permohonan/do’a/salat) dari anda, SAYA MAUPUN SEBARANG ORANG LAIN YANG BIJAKSANA (BERAKAL) TIDAK AKAN MAU MENERIMANYA"
Jawaban Syekh Maulwi Tsanaullah pada tanggal 24 April 1907 jelas menunjukan bahwa Ia sendiri MENOLAK atau MENGINGKARI kesediaannya untuk melakukan Mubahalah dengan HM Ghulam Ahmad atau SANGAT TERLIHAT JELAS bahwa Syekh Maulwi Sanaaullah yang tadinya mau melakukan Mubahalah tapi akhirnya mundur, tidak mau berMubahalah.
Pada tanggal 25 April 1907, dalam konteks ini, HM Ghulam Ahmad mengumumkan bahwa "Permohonanku telah diterima". Syekh Maulwi Sanaaullah telah terbukti sebagai pembohong. Karena:
Pada tanggal 29 maret 1907, sebagaimana dirujuk sebelumnya, Syekh Maulwi Sanaaullah menulis:
“bersumpah dengan kami” “bawa serta kelompokmu bersama denganmu” “Bawa mereka kepada kami (nama-nama) mereka yang diundang di Anjaami Atham untuk Mubahalah”.
Pada tanggal 12 April 1907, Syekh Maulwi Sanaaullah berkata:
“Saya tidak pernah mengatakan Mubahalah” “Mubahalah adalah bila dua kelompok bersumpah satu terhadap yang lain”.
Jelas sekali Terlihat bahwa Syekh Maulwi Sanaaullah memaksudkan Mubahalah ketika dia menulis “bawa serta kelompokmu bersama denganmu” juga “Bawa mereka kepada kami (nama-nama) mereka yang diundang di Anjaami Atham untuk melakukan Mubahalah”
Pada tanggal 26 April 1907, Syekh Maulwi Sanaaullah,di Ahli Hadis hal.5-6, menyatakan:
“Tuan tidak minta izin terlebih dahulu kepada saya untuk menuliskan doa itu. Oleh sebab itu saya tidak mau menerima doa itu. Saya melawan tuan. Tetapi kalau saya mati apa faedahnya untuk orang lain? Rasul yang datang dari Allah senantiasa mau supaya orang lain jangan binasa. Apa sebab tuan mendoa untuk membinasakan saya? Allah SWT akan memberi umur panjang kepada orang dusta. Orang yang mufsid dan orang penipu dan orang yang melawan hukum Allah, supaya ia leluasa untuk berbuat jahat. Oleh sebab itu saya tidak mau menerima tulisan tuan itu, dan tidak bisa diterima oleh seorang yang berakal”
Pada tanggal 25 May 1908, Di usia ke-73, HM Ghulam Ahmad, yaitu masih dalam keadaan memegang bolpoinnya, ketika baru saja menyelesaikan baris-baris terakhir pesannya yang kemudian dikenal dengan "Message of Peace", yaitu garis besar dasar perdamaian abadi antara Hindu dan Muslims, tiba-tiba pada jam 10 malam, Ia terserang diarrhoea dan ke esokan harinya pada jam 10 pagi, tanggal 26 May 1908 Ia Wafat. Berdasarkan sertifikat kematian dari Civil Surgeon of Lahore, HM Ghulam Ahmad, dinyatakan wafat BUKAN karena wabah penyakit menular sehingga Jenazahnya diizinkan dibawa dengan kereta api menuju Qadian untuk di makamkan pada tanggal 27 May 1908
Dalam perkembangan selanjutnya, mereka yang anti Ahmadiyah lalu tidak memunculkan lagi [baca: menghapus] semua jawaban Syekh Maulwi Sanaaullah tanggal 19, 24 dan 26 April 1907 [Terutama tanggal 24 April], sehingga seolah-olah Mubahalah tetap terlaksana, padahal tidak ada Mubahalah samasekali, lalu secara semena-mena mengatakan:
"Setelah melakukan Mubahalah, setahun kemudian (pada tahun 1908) HM Ghulam Ahmad meninggal"
Sungguh suatu rekayasa pembohongan yang hebat dari pihak yang anti Ahmadiyah.
Ahmadiyah dapat mengerti bila ada orang-orang yang membaca riwayat masalah Mubahalah tersebut tanpa tulisan-tulisan yang dicetak huruf tebal (karena sudah dihapus), sehingga lalu memandang HM Ghulam Ahmad sebagai pembohong. Tetapi Ahmadiyah tidak dapat mengerti orang yang menghapus tulisan yang dicetak dengan huruf tebal tersebut untuk menipu para pembacanya.
Jelas orang itu orang yang suka memfitnah, bukan orang yang jujur.
Note:
Dibeberapa puluh tahun kemudian, Mubahala juga ditantangkan oleh Khalifah Ahmadiya ke-4, Tahir Ahmad kepada presiden Zia Ul Haq [Pakistan]. Ini juga merupakan bukti bahwa wafatnya Ghulam Ahmad tidak ada hubungannya dengan Mubahala, untuk jelasnya peristiwa tantangan Mubahala dari Tahir Ahmad kepada Zia Ul Haq, silakan baca di "A Man Of God", bab 21, diterjemahkan oleh Abdul Qayum Khalid dan juga "Al Ahmadiyyah, Aqa'id wa Ahdats", karangan Hasan Bin Mahmud Audah, seorang yang murtad dari Ahmadiyah, pernah ditugaskan sebagai staff dep. Arabic Desk urusan Palestina [orang tua dan kakeknya warga Ahmadiyah yang berasal dari Palestina dan kemudian tinggal di Swedia] di buku inipun, ia tidak menyebutkan Ghulam Ahmad wafat akibat Mubahala dan juga tidak menyebutkan beliau menderita sakit berminggu2 karena diarrhoea sebelum wafatnya [berdasarkan klaim sepihak dari Hartono Ahmad Jaiz, ustad yang kerap mengkafirkan banyak orang diantaranya Gusdur, Caknun bahwa Hasan bin Mahmud Audah menyatakan demikian]
"He always had complaints of diarrhea. This disease worsened on his arrival in Lahore, and since there were hordes of people who were ever present to meet with him, he did not have a chance to rest and recuperate. He was in this state when he received this revelation "Arabic: arraheelo summa arraheelo" that is 'the time for departure has arrived, again the time for departure has arrived'. This revelation worried many who were present there, but right then they received news from Qadian of the demise of an affectionate friend, and people thought that this revelation was with regards to this person and thus felt relieved, but when he (The Promised Messiah a.s) was asked, he said that this revelation concerned someone very important to the community, and was not regarding the person who had died.
The revelation caused anxiety to mother, who one day suggested that we go back to Qadian, but he replied 'going back to Qadian is not within our means anymore. Only if God takes us could we go.' But despite this revelation and his ailment, he continued to work, and even in this state of bad health he proposed to deliver a lecture to promote peace and harmony between the Hindus and the Muslims, and had even started writing the lecture, and gave it the name "Paigham e Sulah" (The Message of Peace). This worsened his condition and made him weaker and his diarrhea became even worse. One the night preceding the day this lecture was completed he received another revelation
that is, 'do not trust the mortal age'. He told everyone in the house about this revelation right then and said that it was regarding his own self. The lecture finished that day and it was handed out to be printed. At night he passed loose excrements and was gripped with extreme weakness. Mother was woken up. By the time she got up, his condition was extremely weak. Mother worrisomely asked what had happened to him? He replied "same thing that I used to tell you" (that is the ailment of death).
He passed another loose excrements and the weakness worsened. He asked for Maulvi Nooruddin sahib (Maulvi Nooruddin, as has been said above, was a reputable physician). Then he asked for Mahmood (the writer of these lines) and Mir sahib (his father in law) to be woken up. My bed was only a little distance from his, and when I woke up I saw him to be in a state of immense ailment. The doctors came and started medication but that didn't improve his state. At last some medication was given via injection after which he went into sleep.
When it was morning, he woke up to say his prayers. His throat was so weak that when he tried to speak no words came out. At this he asked for pen but couldn't write either and the pen fell from his hand. After this he lied down and in a little while he was overcome by unconsciousness and around 10:30 in the morning his soul appeared before that True Emperor for the sake of serving Whose religion he had spent his entire life. Innalillah e wa inna ilayhe rajioon (indeed we are from Allah and to Him is our return). All through his ailment, there was one word constantly on his lips, and that word was "Allah".
The news of his demise spread throughout Lahore at lightening speed. Members of the community living at different places were telegraphed with this news, and on the same evening or the next morning the newspaper delivered the news of the death of this great person all over India. Whereas the grace with which he had dealt with his adversaries will always be remembered, that happiness cannot be forgotten which was celebrated by his opponents at his death. A mob of Lahorites gathered within half an hour around the house in which his blessed body was present, and showed its narrow-mindedness by singing songs of jubilation. Some had donned weird costumes to show off their wickedness."
Mubahallah Muhammad SAW VS Pendeta Nasrani dari Najran
Beberapa ayat di Al Imran turun sehubungan dengan peristiwa MUBAHALA antara Muhammad VS Delegasi Kristen dari Najran (Utara Yaman, Selatan Mekkah), yang terjadi di 24 Dhul hijja 9H/3 April 631M.
Sekelompok Nasrani Arab dari Najran [Utara Yaman, Saudi Arabia] bertemu dengan Nabi Muhammad dan mendebatkan mana diantara dua pihak yang keliru mengenai doktrin Yesus, ketuhanan dan lainnya. Dalam Mubahala ini, Muhammad membawa: Fatima (Anak perempuannya), Menantunya (Ali bin Abi Talib) dan cucunya (Hasan dan Hussein), yang ia katakan, "keluargaku" (Ahl al-Bayt) sambil menutupi mereka dengan Jubah
Terdapat 2 versi SIAPA yang menantang/ditantang untuk bermubahala dan berapa JUMLAH penantang:
2 Orang datang untuk melaknat Muhammad: "Riwayat Abbas bin Husain - Yahya bin Adam - Israil - Abu Ishaq - Shilah bin Zufar - Hudzaifah: Seorang baginda dan budak dari Najran mendatangi Nabi SAW untuk melaknat beliau, Hudzaifah berkata; salah satu dari mereka berkata kepada temannya; 'Jangan kamu lakukan, Demi Allah, Seandainya dia benar seorang nabi maka dia yang akan melaknat kita, hingga kita tidak akan pernah beruntung dan tidak punya keturunan lagi setelah kita. Kemudian keduanya berkata: wahai Rasulullah! Kami akan memberikan apa yang engkau minta kepada kami. Oleh karena itu utuslah orang kepercayaan engkau kepada kami. Dan jangan sekali-kali engkau mengutusnya kecuali memang orang itu sangat terpercaya...Maka nabi SAW bersabda: "Aku akan mengutus orang kepercayaan yang sebenar-benarnya..Berdirilah wahai Abu Ubaidah bin Jarrah!..Dialah orang kepercayaan umat ini. [Bukhari no.4029, 4030, 6713. Muslim no.4444. Ahmad no.3735, 22288, 22307. Ibn Majjah no.132]
Muhammad menantang bermubahala pada Delegasi kristen Najran (ibn Ishaq: 60 orang lebih yang datang).
Untuk yang 60 orang, terdapat 2 versi mengenai jadi/tidaknya bermubahala:
Versi 1: Tidak ada mubahala, terjadi perjanjian dan membayar jiyza. (Tafsir Ibn Kathir AQ 3:59-63), jika ini benar, maka mengapa Muhammad tetap mengirim Khalid bin Walid ke Najran untuk memberikan ultimatum bahwa dalam 3 hari mereka harus memutuskan: Masuk Islam atau bayar Jizya? Konteks lebih cocok pada peristiwa 2 orang saja.
Versi 2: JADI BERMUBAHALA. Imam Fakhruddin Razi dalam Tafsir-e-Kabir, Qur'an 3.60(61). vol.2, hal.73: "Ketika ayat ini diturunkan kepada Nabi suci, orang-orang Kristen Najran MENERIMA tantangan 'Mubahala' dan Nabi mengambil bersamanya Imam Husain, Imam Hasan, Janab-e-Fatima dan Hazrat Ali ke lapangan Mubahalah." [Ali The Magnificent, Yousuf N. Lalljee, Ch 7: Mubahala. Atau di sini dan di sini). Statement ini sesuai dengan kepergian Khalid bin Walid ke Najran untuk memberikan Ultimatum.
Pada 3 atau 4 bulan setelah peristiwa Mubahala, Muhammad mengirimkan Khalid bin Walid ke Najran [Versi Kaitib Wakidi, Mu'ir: Rabiul Awal 10H/Jun 631M. versi Ibn Ishaq: Rabiul Akhir/Jumadil Awal 10H/Agustus 631M] dan di 1 tahun 3 bulan setelah peristiwa Muhabala, Muhammad wafat (Senin, 13 Rabiul Awal 11 H/8 Jun 632).
"Konversi paksa pada kaum Najran di Utara Yaman oleh Khalid b. Walid"
Serangan ini berlangsung di hari-hari akhir Muhammad, ketika keadaan "kedamaian Islam" berjalan di Medina. Muhammad mengirim Khalid ke Najran, di Utara Yaman untuk menghadapai B. al-Harith b. Ka'b mengajak kaum Najran (Nasrani, pagan dan mereka yang tidak punya ikatan perjanjian dengan Muhammad) untuk masuk Islam atau jika tidak diperangi para Muslim. Najran terkenal dengan komunitas kristen yang makmur. Di sana terdapat pula sejumlah kaum pagan yang hidup damai bersama saudara kristen mereka. Seluruh penduduk Najran berasal dari suku B. al-Harith. Ketik sampai di Najran, Khalid memberikan ultimatum, 3 hari pemberitahuan untuk masuk islam atau menghadapi kematian. Ia menyampaikan, "Hai Masyarakat, masuk islam dan engkau akan selamat" [Tabari, vol.ix, hal.82]
Masyarakan Najran kini dipaksa untuk menerima Islam. Khalid tinggal bersama mereka mengajarkan mereka Alquran dan Sunnah dari Muhammad. Lalu Khalid menulis surat kepada Muhammad mengabarkan penerimaan Islam oleh B. al-Harith di bawah teror
Muhammad menyukai kaum B. al-Harith menerima Islam dengan tekanan dan tanpa pertempuran. Ia menulis surat pada Khalid agar kembali ke Madinah dan membawa delegasi B. al-Harith. Ketika Khalid tiba bersama delegasi, Muhammad bertanya pada Khalid mengenai siapa orang-orang ini karena mereka mirip orang India. Ketika Khalid mengatakan pada Muhammad bahwa mereka adalah orang Arab Yaman, Muhammad mengingatkan mereka berulang-kali karena mengambil jalam perang pada kesempatan sebelumnya. Ia berkata, "Jika Khalid b. Al - Walid tidak menuliskan pada saya bahwa kalian telah menyerah tanpa melawan, akan saya gelindingkan kepala kalian di kaki kalian" [Tabari, vol.ix, p.84]
kaum B. al-Harith merupakan keturunan para para budak dan tidak pernah berlaku tidak adil atau melawan secara curang. Namun Muhammad bersikeras bahwa mereka pernah melawan balik di jaman Jahiliyah. Akan hal ini mereka jawab, "Ya Rasulullah, kami lawan mereka yang menyerang kami karena kami merupakan keturunan para budak dan kami bersatu bukan terpecah-belah, dan tidak pernah melakukan ketidakadilan pada siapa pun. " Muhammad menerima pada apa yang mereka sampaikan dan menunjuk Qays b. al-Husein sebagai pemimpin mereka
Muhammad menunjuk Amr b. Hazm al-Ansari untuk memberikan arahan pada B. al-Harith tentang Islam dan mengumpulkan Zakat dari mereka. Ia tuliskan beberapa Instruksi pada Amr sebelum Ia menuju Najran: Untuk memenuhi perjanjian (5:1), takut akan Alah (16:128), Tidak menyentuh quran kecuali disucikan (56:79), tegas yang berbuat zalim dan memberikan kabar gembira mengenai surga (11:18) dan mengingatkan mereka akan siksa api neraka, melarang mereka shalat dengan satu kain kecuali kain dilapisi sampai bahu, tidak membungkus diri dalam satu pakaian, tidak condong pada suku dan keluarga ketika terjadi pertengkaran namun condong hanya pada Allah, Mereka yang condong pada suku dan kerabat akan dipacung pedang, berwudhus secara keseluruhan dengna banyak air, melakukan shalat pada waktu yang telah ditetapkan, melakukan mandi wajib saat shalat berjamaah, pemungut pajak mendapat 1/5 hasil rampasan dan zakat. 1/10 dari tanah property yang disirami air sungai dan hujan, 1/20 dari tanah yang di sirami kantong air; 2 domba setiap 10 unta, 1 sapi setiap 40 sapi and 1 kerbau atau anak sapi setiap 30 sapi; 1 domba setiap 40 domba yang subur.
Versi lain dari penyerangan ini menyampaikan bahwa al-Harith adalah pendeta yang menolak masuk Islam. Jadi satu delegasi mereka datang ke Medina berdiskusi tentang teologi..dan dikatakan para muslim terkejut dan terpesona pada kemewahan pendeta B. al-Harith ketika mengunjungi Medina. Allah menurunkan ayat 3:61 menegur mereka yang melawan Rasulnya [Rodwell, p.438, note 19] Pada akhirnya, al-Harith dan kaumnya memutuskan untuk membayar Jizya untuk lolos dari invansi muslim ke daerah mereka. Muhammad menerima keputusan mereka dan para delegasi kristen kembali ke Najran.[Mubarakpuri, p.527]
Pajak Jizya di tetapkan 1 dinar (atau ganti pakaian) untuk setiap orang dewasa, laki atau perempuan, bebas maupun budak. Jika para yahudi dan nasrani menolak membaya Jizya maka mereka akan menjadi musuh Allah (Jadi, diwajibkan dibunuh).
[Sumber: The Muslim Empire and the Land of Gold, by Rodney J. Phillips. Hal 379-380 dan A Critical Analysis of "Real Islam". Its People, Culture, Philosophy, and Practices Yesterday and Today, Appendix B ~ Diary of Muhammad, 4c]
Muhammad SAW dan keluarga:
Ibrahim bin Muhammad, anak laki-laki Muhammad, wafat hanya di beberapa bulan saja setelah peristiwa Mubahala!
Ibrahim bin Muhammad (Ibunya adalah budak seks Muhammad, Maria Qibitiyya) lahir: Bulan Dhul Hijja 8H (April 630 M) [Tabari Vol 9. Hal.39, "Life of Mahomet", Muir, Vol.4, Ch.26, Hal.158 dan "Al-Tabaqat Al-Kabir", Ibn Sa'd, Vol.1. Bagian 1.37.3, Riwayat Ibn Sa`d - Muhammad Ibn `Umar - Ibn Abi Sabrah - Ishaq Ibn 'Abd Allah - Abu Ja'far:..Muhammad Ibn `Umar: Ia melahirkannya (Ibrahim) di Dhu al-Hijjah 8H]
Wafat: 10/12 Rabiul Awal 10H Minggu/Selasa, 16/18 Juni 631 [Riwayat Ibn Sa`d - Muhammad Ibn 'Umar -Usàmah Ibn Zayd al-Laythi - al-Mundhir Ibn `Ubayd - `Abd al-Rahman Ibn Hassan Ibn Thabit - Ibunya (Sirin):..(Ibrahim) wafat pada hari Selasa, 10 Rabiul Awal 10H (Selasa jatuh pada 18 Juni 631; Namun penanggalan Qamariah menurut Mahler adalah 12 Rabiul Awal. Biasanya Gerhana matahari terjadi di bulan baru. Bukhari, Muslim dan para muhaddithin utama tidak menyebutkan tanggal wafatnya Ibrahim. Namun mereka secara bulat menyatakan terjadi gerhana matahari di hari itu), "Al-Tabaqat Al-Kabir" Ibn Sa'd, Vol.1. Bagian 1.37.44].
Ibn Kathir juga menyatakan tanggal ini sebagai tanggal wafatnya Ibhraim di "al-Bidayah wa al-Nihayah", juz.3, Beirut, 2001, Dar al-Ma‘rifah, hal. 324.
Tanggal wafat di atas, menunjukan usia wafat Ibrahim hanya 15an bulan.
Muir menyatakan bahwa wafatnya Ibrahim di Rabiul Awal atau Rabiul Akhir 10 H dan dalam catatan kaki di hal.164-165, Ia tuliskan sebagai berikut: dua tradisi yang disampaikan oleh Katib wakidi, menyatakan Ibrahim wafat di bulan ke-16. Penetapan tanggal 10 Rabiul Awal, membuatnya hanya berumur 15 bulan. Jalur tradisi ke-4 menyatakan Ia berusia 18 bulan. (K. Wackidi, 26, 27). Ibn Kutaiba menyatakan umurnya saat wafat adalah 20 bulan dan 8 hari.
Beberapa pendapat di bawah berasal dari "Jurnal Fiqh, No. 7 (2010) 185-200: PENENTUAN TARIKH KEMATIAN IBRAHIM": Ibn Hajjar mengatakan Ibrahim wafat di bulan Ramadhan (21 bulan) atau Dhul Hijjah (24 bulan) di hari ke-4 atau hari ke-14 bulang tersebut [Fath al-Bari, juz. 2, Riyadh, 2000, Dar al-Salam, hal. 682]. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa wafatnya ibrahim 1 tahun sebelum wafatnya Muhammad. [Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, juz.3, tahun 1994, hal.468].
Penulis jurnal mempunyai analisa penetapan tanggal sendiri dengan merujuk pada pendekatan perhitungan gerhana matahari yang terjadi di area madina pada kehidupan Muhammad, sehingga perlu baginya menyampaikan rangkaian variasi tanggal agar dapat mementahkan tradisi tanggal yang telah ada dan mengukuhkan pendapatnya sendiri.
Cuplikan beberapa hadis yang meriwayatkan Ibrahim wafat di usia:
16 bulan Ahmad no.17816, 17881, 17956 dan no.17766. Juga di Ibn Sa'd di "Al Tabaqat Al Kabir", Bag.1:
1.37.27 (Ibn Sa`d -`Ubayd Allah Ibn Musà al`Absi - Isrà'il Ibn Yunus - Jabir - 'Amir - Al Bará)
1.37.34 (Ib Sa'd - Yahyá Ibn Hammád - Abu 'Awánah - Sulayman (al-A'mash) - Muslim - al Bari)
atau
18 bulan [Ahmad no. 25101, Abu Dawud 20.3181/no.2772 (Muhammad bin Yahya bin Faris - Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd - ayahku - (Ibrahim bin Sa'd) Ibnu Ishaq - Abdullah bin Abu Bakr - 'Amrah binti Abdurrahman - Aisyah: Ibrahim anak Nabi SAW telah meninggal pada saat berumur 18 bulan dan Rasulullah SAW tidak menshalatinya).
Dalam banyak riwayat dikatakan, saat Ibrahim wafat terjadi gerhana matahari dan kemudian beredar isu bahwa gerhana matahari terjadi karena wafatnya Ibrahim. Kemudian Muhammad menyampaikan bahwa gerhana bukanlah tanda dari kelahiran dan kematian seseorang. [Ahmad no.17472, 17508, 13897. Bukhari no.985, 1000, 1002. Muslim no.1522, 1517, 1508 dan lainnya] namun sebagai tanda dari kiamat. [Bukhari no.999. Muslim no.1518. Ahmad no.6195, 6472. Salah satu tanda kiamat adalah tiga gerhana (timur, barat, jazirah arab): Tirmidhi no.2109, Ibn Majjah no.4045]
Dalam banyak riwayat disampaikan aktivitas yang tengah Muhammad lakukan ketika terjadi gerhana dan sekurangnya terdapat 2 (dua) aktivitas berbeda yang dilakukannya, misal:
Muhammad tengah pergi menunggangi kendaraan di pagi hari (Bukhari no. 991, 996) atau di siang hari (Muslim no.1506) kemudian terjadi gerhana, segera kembali, yaitu di waktu dluha (Bukhari 991, 996. Muslim 1506, Malik no.400) atau saat matahari setinggi 2 atau 3 tombak menurut pandangan mata [Ahmad no.19318. Abu dawud no.1000. Nasai no.1467] atau di saat terik matahari begitu sangat menyengat [Muslim no.1507], Beliau lewat di antara kamar-kamar istrinya menuju tempat shalat dan shalat berjamaah
Nabi tengah duduk-duduk bersama beberapa orang lalu terjadi gerhana matahari (Bukhari no.982), beliau terkejut dan bergegas berdiri dengan rasa takut/khawatir (kalau-kalau) akan terjadi kiamat [Bukhari no.999, Muslim no.1518, Nasai no.1486, 1468, 1469. Ahmad no.6195, 6472] maka beliau pun segera mengambil baju besi hingga memakaikannya dengan bajunya. [Muslim no.1510, 1511], keluar menuju masjid [Muslim no. 1500.] tergesa-gesa [Nasai no.1473] sambil menarik bajunya [Bukhari no. 1002, 5339. Ibn Majjah no.1252] dan Shalat berjamaah.
Shalat gerhana di catatan dilakukan 6 rakaat 4x sujud (Musim no.1508 dan Ahmad no.1387) atau4 rakaat dan setiap rakaat 4x sujud (Muslim no.1501, Ahmad no.23432) atau di hadis lainnya dilakukan 2 rakaat dan 4x sujud
Wafatnya Ibrahim tampaknya terjadi pada SIANG HARI, yaitu ketika Abu Saif tengah melakukan pekerjaannya menempa besi:
Riwayat Haddab bin Khalid dan Syaiban bin Farrukh - Sulaiman bin Al Mughirah - Tsabit Al Bunani - Anas bin Malik: Rasulullah SAW pernah bersabda: "Pada suatu malam anakku lahir, seorang bayi laki-laki, kuberi nama dengan nama bapakku, Ibrahim. Kemudian anak itu beliau berikan kepada Ummu Saif, isteri seorang pandai besi, yang bernama Abu Saif. Rasulullah SAW mendatanginya dan aku ikut menyertai beliau. Ketika kami sampai di rumah Abu Saif, aku dapatkan dia sedang meniup Kirnya (alat pemadam besi) sehingga rumah itu penuh dengan asap. Maka aku segera berjalan di depan Rasulullah SAW, lalu kuberi tahu Abu Saif; "Hai, Abu Saif! Berhentilah! Rasulullah SAW!" Maka dia pun berhenti. Kemudian Nabi SAW menanyakan bayinya, lalu diserahkan ke pangkuan beliau. Nabi SAW mengucapkan kata-kata sayang apa saja yang Allah kehendaki. Kata Anas; "Kulihat bayi itu begitu tenang di pangkuan beliau saat ajal datang kepadanya. Maka Rasulullah SAW menangis mengucurkan air mata.." [Muslim no.4279, 4280. Bukhari no.1220. Abu Dawud no. 2719. Ibn Majjah no.4279]
Riwayat Bahza bin Asad, 'Affan bin Muslim, Hasyim bin Al Qasim bin Muslim - Sulaiman bin Al mughirah - Tsabit - Anas: Rasulullah SAW bersabda: "Tadi malam aku kelahiran bayi, dan kuberi nama dengan nama ayahku 'Ibrahim'". (Anas bin Malik) berkata, kemudian Beliau SAW menyerahkannya kepada Ummu Saif, istri Qain (Abu Saif) di Madinah. (Anas bin Malik) berkata, lalu Rasulullah SAW pergi menemui anaknya dan saya ikut berangkat bersamanya. Ketika saya sampai di tempat Abi Saif, dia sedang meniup pemanggang besi di rumahnya sehingga rumahnya penuh asap. (Anas bin Malik) berkata, maka dengan bergegas aku menemui Rasulullah SAW. (Anas bin Malik) berkata, lalu saya berteriak teriak, wahai Abu Saif! Rasulullah SAW datang!. akhirnya Abi Saif menghentikan tiupan pemanggang besinya. Lalu Rasulullah SAW masuk, memanggil anaknya lalu mendekapnya. Anas berkata, sungguh saya melihat anak itu kemudian meninggal persis di kedua tangan Rasulullah SAW. maka Rasulullah SAW meneteskan air mata.." [Ahmad no.12544]
Kalimat "pada suatu malam anakku lahir..kuberi nama dengan nama bapakku" dan "tadi malam aku kelahiran bayi, dan kuberi nama dengan nama ayahku", pada 2 hadis di atas, dapat mempunyai 2 (dua) arti, yaitu: sedang membicarakan Ibrahim anak muhammad SAW atau sedang membicarakan Ibrahim anak seorang lainnya yang baru saja lahir.
Ibn Sa'd menyampaikan riwayat bahwa "tadi malam" yang dimaksudkan adalah ada seorang anak lain lahir malamnya dan Muhammad menamainya dengan nama Ibrahim juga.
Ibn Sa`d - Abu Mu`awiyah Muhammad Ibn Khazim al-Darir - Isma'il Ibn Muslim - Yunus Ibn `Ubayd - Anas bin Malik: Rasullullah datang di pagi hari dan berkata: seorang anak laki-laki telah lahir malam ini dan aku berikan nama dengan nama leluhurku, Ibrahmim [Al Tabaqat Al Kabir, Vol.1 Bagian 1.37.5]
Ibn Sà`d - Shabbabah Ibn Sawwàr - Al-Mubarak Ibn Fudálah - al Hasan: Rasullullah SAW berkata: tadi mala seorang anak lelaki terlahir dan aku namakan ia dengan nama leluhurku Ibrahim [Al Tabaqat Al Kabir, Vol 1, bagian 1.37.6]
Kumpulan hadis di bawah ini menyampaikan bahwa seorang anak dari Abu Musa lahir dan Muhammad menamainya Ibrahim:
Riwayat Ishaq bin Nashr - Abu Usamah - Buraid - Abu Burdah - Abu Musa: "Anak laki-lakiku lahir, kemudian aku membawanya kepada Nabi SAW. Beliau lalu memberinya nama Ibrahim, beliau menyuapinya dengan kunyahan kurma dan mendoakannya dengan keberkahan, setelah itu menyerahkannya kepadaku." Ibrahim adalah anak tertua Abu Musa. [bukhari 6.66.376/no.5045, 5730. Ahmad no.18749. Muslim no. 3997]
Terdapat 2 (gerhana) yang terjadi di tahun 10 H, yaitu:
28 Rabiul Akhir 10 H / 03 Agustus 631. Gerhana ini terjadi di sore hari, yaitu setelah Ashar dan sebelum magrib, TIDAK terlihat di Medina dan hanya terlihat secara parsial di sebagian kecil wilayah Habasyah (ethiophia)
Saat gerhana ini terjadi, usia Ibrahim bin Muhammad ADALAH BENAR 16 bulan dan malam sebelumnya telah lahir Ibrahim bin Abu Musa, maka wajar saja kelak terjadi isue bahwa gerhana pertanda kelahiran dan kematian seseorang. Kemudian, di suatu kesempatan gerhana berikutnya, Muhammad memperbaiki pandangan keliru ini yaitu gerhana tidak berhubungan dengan kelahiran maupun kematian seseorang namun merupakan sebuah TANDA akan terjadi KIAMAT.
28 Syawal 10H / 27 Jan 632. Gerhana ini melanda pula area Medina (24° 28′ 0″ N, 39° 36′ 0″ E) yang BUKAN gerhana total dan juga BUKAN gerhana annular NAMUNgerhana parsial, terjadi mulai: ± 07.15 (pagi), puncaknya: ± 08:29 dan berakhir: ± 09:54 waktu setempat (Medina).
Jika 27 January 632 ini dianggap sebagai tanggal wafatnya Ibrahim, maka usia Ibrahim saat itu adalah 22 bulan, ini jauh sekali dengan catatan kumpulan hadis yang menyatakan umur Ibrahim saat wafat adalah 16 bulan atau 18 bulan.
Dengan 2 gerhana ini, maka catatan hadis yang menunjukan adanya 2 aktivitas berbeda yang dilakukan Muhammad, wafatnya ibrahim bin Muhammad TERJADI di usia 16 bulan dan malam sebelumnya terlahir Ibrahim bin Abu Musa serta ketakutan yang melanda Muhammad bahwa itu adalah pertanda kiamat telah berkesesuaian dengan kumpulan informasi hadis.
Muhammad wafat 8 Jun 632, akibat di racun perempuan Yahudi.
Riwayat Abdurrahman - Sufyan - Al A'masy - Abdullah bin Murrah - Abu Al Ahwash dari Abdullah bin Mas'ud: Sungguh aku bersumpah 9x bahwa Rasulullah SAW terbunuh, lebih aku sukai dari pada aku bersumpah 1x bahwa beliau tidak akan terbunuh. Hal itu karena Allah mengambilnya sebagai Nabi dan menjadikanya sebagai saksi. Lalu aku berkata; Lalu aku menyebutkan hal itu kepada Ibrahim, ia pun berkata; Mereka melihat dan mengatakan bahwa orang yahudi pernah meracuni beliau beserta Abu Bakar [Ahmad no.3925, 3679, 3435]
Kisahnya sebagai berikut: Ketika kaybar telah ditaklukan dan masyarakat sudah tenang, Zainab Bint al-Harith, Istri dari Salam Ibn Mishkam, bertanya pada beberapa orang mengenai bagian mana dari domba yang paling disukai nabi. Mereka memberitahukannya, ‘kaki depan, dan paha atas adalah bagian terbaiknya’. Ia kemudian menyembelih seekor domba dan memotong-motongnya. Kemudian Ia ambil racun mematikan yang dapat membunuh dengan seketika, membubuhkannya pada daging domba, dan membubuhkan lebih banyak lagi pada bagian kaki dan paha.
Ketika Matahari terbenam, Nabi Muhammad memimpin Sholat. Setelah selesai sholat dan hendak pergi, Zainab berkata pada nabi, ‘ Oh Abu al-Qasim, aku punya hadiah untuk mu’. Nabi kemudian meminta beberapa sahabat mengambil persembahan itu dan diletakan dihadapan Nabi Muhammad dan para sahabat, diantaranya terdapat Bishr Ibn al-Bara' Ibn Ma'rur. Nabi Muhammad berkata pada mereka, ‘Ayo kemari dan duduklah’. Nabi Muhammad mengambil bagian kaki dan memakanya. Ketika Nabi Muhammad telah menelannya, Bishr juga telah menelannya dan para sahabat yang lain juga memakannya. Nabi Muhammad berkata, ‘Angkat tanganmu; Daging kaki dan paha ini berkata bahwa mereka telah dibubuhi racun. Bishr berkata, ‘Demi Allah yang menyayangimu, Aku pun merasakan yang sama. Tapi ngga ku muntahkan karena dapat mengacaukan selera makan anda
Ketika engkau makanan itu ada di mulutmu, Aku juga tidak berharap engkau menelannya”. [Satu pendapat mengatakan] Bishr wafat kemudian di sana. Sisa daging itu di lemparkan kepada anjing, kemudian anjing itu mati. Pendapat lainnya mengatakan bahwa (bishr) warnanya berubah hitam setelah mengalami kesakitan selama dua tahun, ketika ia meninggal. Juga dikatakan bahwa Nabi Muhammad menggigit daging domba itu, mengunyahnya dan memuntahkannya kemudian sementara Bishr memakan bagiannya. Kemudian Nabi Muhammad mengirimkan yahudi2 dan bertanya pada Zainab, ‘Apa benar kau meracuni domba ini?’
Ia berkata, ‘Engkau punya suatu kegemaran ketika engkau menghakimi mereka yang tidak setia padamu. Engkau bunuh Ayahku, pamanku dan saudaraku..jadi aku berkata, ‘Jika Ia adalah raja, maka aku akan membebaskan kami dari mu, dan jika Dia adalah Nabi, Ia tentu akan merasakannya’ Ada yang mengatakan bahwa Nabi memaafkannya sementara yang lainnya mengatakan bahwa Ia memerintahkan agar Zainab di hokum mati dan disalib. Ketika Nabi Muhammad sakit di menjelang wafatnya, Ia berkata pada Aisha, ‘Aisha, Aku masih merasakan effect makan beracun yang aku makan. Sekarang saat kematianku akibat racun itu’ ketika kakak Bishr hadir menjenguknya, Nabi mengatakan padanya, Ini adalah saat kematianku karena makanan yang aku makan bersama kakakmu di Khaybar’ [Abdallha Abd Al-Fadi, Is The Koran Infallible, Pg. 378-381, mengutip Al-Baidawi]
Riwayat Qutaibah - Al Laits - Sa'id bin Abu Sa'id - Abu Hurairah: ketika Khaibar ditaklukkan, Rasulullah SAW diberi hadiah seekor kambing beracun. Rasulullah SAW bersabda: 'Tolong kumpulkanlah orang-orang Yahudi yang ada di sini.' Maka mereka dikumpulkanlah di hadapan beliau. Lalu Rasulullah SAW bersabda: 'Saya akan bertanya kepada kalian tentang sesuatu, apakah kalian akan menjawab dengan jujur? ', mereka menjawab; 'Ya,..Rasulullah SAW: 'Siapakah penghuni neraka? ' Mereka menjawab; 'Kami berada di dalamnya sebentar dan kemudian baginda menggantikan kami di dalamnya.' Maka Rasulullah SAW berkata kepada mereka: Terhinalah kalian di dalamnya, demi Allah kami tidak akan menggantikan kalian di dalamnya selamanya."..Lalu Rasulullah SAW: "Apakah kalian membubuhi racun pada (daging) kambing tersebut?" Mereka menjawab; "Ya, " beliau bertanya: "Apa yang menyebabkan kalian berbuat demikian?" Mereka menjawab; "Kami ingin terbebas jika tuan seorang pembohong dan jika baginda benar seorang Nabi maka (racun itu) tidak bakalan mencelakai tuan" [Bukhari no.5332, 2933, 3918 atau Bukhari 4.53.394, 5.59.551, 7.71.669. Abu dawud no.3910]
Riwayat 'Abdullah bin 'Abdul Wahhab - Khalid bin Al Harits - Su'bah - Hisyam bin Zaid - Anas bin Malik: bahwa, ada seorang wanita Yahudi yang datang menemui Nabi SAW dengan membawa seekor kambing yang telah diracun lalu Beliau memakannya. Kemudian wanita itu diringkus dengan bukti daging tersebut dan dikatakan; "Tidak sebaiknyakah kita bunuh saja?" Beliau menjawab: "Jangan". Sejak itu aku senantiasa aku melihat bekas racun tersebut pada anak lidah Rasulullah SAW. [Bukhari no.2424]
"Diriwayatkan 'Aisha:
Nabi SAW ketika sakit yang menyababkan kematiannya, kerap berkata, "O Aisha! Aku masih merasakan sakit akibat makanan yang aku makan di Khaibar, dan sekarang ini Aku rasakan nadiku di iris racun itu" (وَقَالَ يُونُسُ عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ عُرْوَةُ قَالَتْ عَائِشَةُ ـ رضى الله عنها ـ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ " يَا عَائِشَةُ مَا أَزَالُ أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِي أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ، فَهَذَا أَوَانُ وَجَدْتُ انْقِطَاعَ أَبْهَرِي مِنْ ذَلِكَ السَّمِّ) [Bukhari 5.59.713]
Riwayat Yahya bin Habib Al Haritsi - Khalid bin Al Harits - Syu'bah - Hisyam bin Zaid - Anas bin malik: bahwa seorang perempuan Yahudi mengantarkan daging yang telah dibubuhi racun kepada Nabi SAW, lalu beliau makan sebagian. Kemudian perempuan itu dipanggil ke hadapan Rasulullah SAW, lalu beliau menanya kepadanya tentang racun itu. Jawabnya; 'Aku sengaja hendak membunuh Anda.' Sabda Nabi SAW: 'Tidak mungkin Allah akan memberi wewenang kepadamu untuk berbuat demikian.'..Kata Anas selanjutnya; 'Kami melihat jelas bekas racun itu kelihatan di leher Rasulullah SAW' [Muslim no.4060. Juga di Abu Dawud no.3090]
Riwayat Muhammad bin Basysyar - Abu Daud - Zuhair - Abu Ishaq - Sa'd bin 'Iyadl - Abdullah bin Mas'ud: "Nabi SAW menyukai paha kambing." Ia berkata, "Pernah paha kambing diberi racun, dan beliau melihat bahwa yang orang-orang Yahudi yang telah meracuninya." [Abu Dawud no.3287. Ahmad no.3545, 3546, 3589]
Wahb bin Baqiyyah - Khalid - Muhammad bin Amru - Abu Salamah bahwa Rasulullah SAW pernah diberi hadiah kambing panggang oleh seorang wanita Yahudi Khaibar yang ditaburi racun pada daging kambing panggang. Kemudian ia menghadiahkan daging itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW lantas mengambil lengan kambing tersebut dan memakannya bersama para sahabatnya. Ia (perawi) berkata, "Bisyr bin Al Bara bin Ma'rur Al Anshari meninggal dunia (karena makan daging kambing), maka Rasulullah mengutus seseorang untuk menjemput wanita Yahudi tersebut. Beliau bersabda: "Apa yang mendorongmu untuk melakukan itu?"..wanita Yahudi itu menjawab, "Dalam hati aku berkata, 'Jika dia memang seorang Nabi maka dia tidak akan mendapatkan bahaya, tetapi jika bukan seorang Nabi maka kami dapat beristirahat darinya'..Rasulullah SAW kemudian memerintahkan supaya wanita itu dihukum, maka wanita itu pun dibunuh. Namun ia tidak menyebutkan tentang cerita bekam." [Abu Dawud no.3911, 3912 (di bagian akhir ada tambahan kalimat: Kemudian Nabi SAW berkata pada saat sakit yang membawanya kepada kematian: "Aku masih merasakan apa yang pernah aku makan di Khaibar, dan sekarang adalah waktu terputusnya punggungku/nadiku")]
Riwayat Makhlad bin Khalid - Abdurrazaq - Ma'mar - Az Zuhri - Ibnu Ka'b bin Malik - Bapaknya: "Ummu Mubasysyir berkata kepada Nabi SAW pada saat sakit yang menghantarkan beliau kepada kematian, "Apa yang engkau keluhkan ya Rasulullah? Aku tidak mengeluhkan apapun atas anakku kecuali daging kambing beracun yang ia makan bersamamu waktu di Khaibar." Nabi SAW menjawab: "Aku juga tidak mengeluhkan apapun selain daging kambing beracun itu, dan sekarang adalah waktu terputusnya nadiku" Abu Dawud: "Barangkali Abdurrazaq menceritakan hadits ini secara mursal dari Ma'mar - Az Zuhri - Nabi SAW. Dan barangkali ia juga menceritakan hadits dari Az Zuhri - 'Abdurrahman bin Ka'b bin Malik." Abdurrazaq menyebutkan bahwa Ma'mar menceritakan hadits ini kepada mereka sekali waktu secara mursal. Namun, sekali waktu mereka yang menulisnya sedangkan dia menceritakannya kepada mereka. Dan semua itu menurut kami shahih" Abdurrazaq berkata: "Ketika Ibnul Mubarak datang kepada Ma'mar, maka Ma'mar menyandarkan kepada Ibnu Mubarak beberapa hadits yang ia mauqufkan." Riwayat Ahmad bin Hanbal - Ibrahim bin Khalid - Rabah - Ma'mar - Az Zuhri - 'Abdurrahman bin Abdullah bin ka'b bin malik - ibunya Ummu Mubasysyir. Abu Sa'id Ibnul A'rabi berkata; demikian ia berkata dari ibunya. Namun yang benar adalah; dari bapaknya, dari Ummu Mubasysyir, ia berkata, "Aku masuk menemui Nabi SAW... lalu ia menyebutkan sesuai makna hadits Makhlad bin Khalid, seperti hadits Jabir. Ia (perawi) berkata, "Bisyr Ibnul Bara bin Ma'rur meninggal, maka beliau mengutus seseorang kepada wanita Yahudi tersebut. Beliau bertanya: "Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?" -lalu ia menyebutkan seperti hadits Jabir - Rasulullah SAW lalu memerintahkan untuk menghukum wanita tersebut, maka wanita itu pun dibunuh." [Abu Dawud no. 3913]
Rasullullahberkata selama sakitnya yang mengakitkan kematiannya – ibu Bishr datang menjenguknya – "Umm Bishr, pada saat ini aku merasa aorta (urat nadi) ku dirobek akibat makanan yang kumakan bersama putramu di Kaibar. [Tabari, Vol.8, hal. 124]
Riwayat Suraij -'Abbad - Hilal - Ikrimah - Ibnu Abbas: bahwa seorang wanita dari kaum Yahudi memberi hadiah kepada Rasulullah SAW berupa (daging) kambing yang telah diracun. Lalu beliau mengirim utusan kepadanya, untuk menanyakan kepadanya; "Apa yang mendorongmu untuk melakukan apa yang telah engkau perbuat ini?" ia menjawab; "Aku mau." Atau ia berkata; "Aku ingin, bila engkau seorang nabi, maka Allah akan memberitahumu tentang itu, namun bila engkau bukan nabi, aku akan menentramkan manusia darimu." [Ahmad no.2648, 2649]
Fatimah wafat 6 bulan setelah nabi wafat, karena kekerasan yang dilakukan oleh sahabat nabi sendiri, salah satu terduduh adalah Umar. Fatiwa wafat dalam keadaan patah tulang rusuk, keguguran, pendarahan dan akhirnya meninggal (Oktober 632)
Terdapat dua pandangan tentang kematian Fatima diantara kaum Shia - Sunni. Shia bertahan, menggunakan sumber kalangan Sunni bahwa Fatima wafat setelah Umar memimpin serombongan orang bersenjata menuju rumah Ali di Medina, memanggil Ali dan pengikutnya untuk keluar dan berbaiat pada Abu Bakar, yang telah mereka putuskan mengambil alih kekuasaan pada rapat di Saqifah. Umar dan Khalid bin Walid mengancam hendak membakar rumah jika mereka tidak tunduk. Mereka menerobos masuk, mengakibatkan tulang rusuk Fatimah patah akibat terhimpit pintu yang rubuh dan dinding dan mengalami keguguran kehamilan calon bayi yang akan dinamainya Muhsin. Menurut beberapa sumber, Umar memerintahkan memukuli Fatima, beberapa mengatakan Umar pribadi yang menendang Fatimah di perutnya yang menyebabkan keguguran
Ali, wafat akibat luka tebasan pedang yang di olesi racun.
Pada hari ke-19 Ramadhan, ketika Ali sedang shalat di Mesjid Kufa, Kaum Kharijite Abdulrahman Ibn Muljam membunuhnya dengan tebasan pedang yang diolesi racun. Ali terluka pedang beracun, hidup selama 2 hadi dan wafat di Kufa pada hari ke-21 Ramadhan 661 M
Ali memerintahkan anak-anaknya untuk TIDAK menyerang kaum Kharijite, karena pembunuhan dilakukan seorang anggota kelompok. Mereka harus membalas dendam hanya terhadap Ibn Muljam. Kemudian, Hasan melakukan Qisas dan membunuh Ibn Muljam.
Hassan, wafat karena di racun oleh istri sendiri, sample:
Hasan bin ‘Alî diracun istrinya (Ja’dah binti Asy’ats bin Qai) dengan bayaran 100 ribu dinar, atas suruhan Mu’âwiyah. Mu’âwiyah memerintahkan Marwân bin Hakam (gubernur Madînah) untuk mengamati Hasan. Ketika datang kabar bahwa Hasan telah meninggal, seluruh penduduk Syam bertakbir. Seorang wanita, Fakhîtah binti Quraidhah, bertanya kepada Mu’âwiyah: ‘Kamu bertakbir bagi matinya putra Fathimah?' Mu'awiyah berkata: 'Ya, aku bertakbir karena aku gembira'. Ia begitu bergembiranya hingga bersujud dan semua yang hadirpun ikut bersujud [Ibnu Qutaibah, "Al-Imâmah wa’s-Siyâsah", jilid 1, hal.144; Ibnu ‘Abdu Rabbih, "Al-’Iqd al-Farîd", jilid 2, hal. 298, dll]
Ibnu al-Jauzî: "‘Abdul Barr: Al Hasan diracuni istrinya, Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî; As-Sûdî: Yang memerintahkan adalah Yazîd bin Mu’âwiyah dan berjanji akan mengawininya. Ketika Hasan meninggal, Ja’dah bersurat kepada Yazîd menagih janjinya. Yazîd berkata: ‘Hasan saja kau bunuh, bagaimana aku..’; Asy-Sya’bî: Mu’âwiyah berkata kepada istri Hasan agar meracuni Hassan dgn janji akan dinikahkan kepada Yazîd dan diberi uang 100.000 dirham. Ketika Hasan meninggal Ja’dah menuntut janjinya. Mu’âwiyah memberinya uang namun tidak mengawinnya dengan Yazid dengan alasan takut Ja'dah membunuh Yazid pula..[Ibnu al-Jauzî, ‘al-Tadzkirah Khawâshsh’l-Ummah’, hlm. 121]
Abul Hasan al-Madâ’inî: ‘Hasan wafat tahun 49 H/669 M, umur 47 tahun. karena diracuni Mu’âwiyah melalui tangan Ja’dah binti Asy’ats, istri Hasan dengan janji akan mendapat 100.000 dinar dan akan dikawinkan dengan Yazîd. Ketika Hasan meninggal, Mu'awiyah memberikan uang namun tidak mengawininya dengan Yazîd karena takut anaknya diracuni juga seperti Hassan [Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hal. 4,7]
Hussain tertipu, terbunuh dan termutilasi, sample:
Suyuti: Yazid bersurat kepada Ubaidullah bin Ziyad, agar memeranginya (Husein) [Suyuti, "Tarikh Al-Khulafa", hal. 207]. Ibn Sa’ad: Yazid khawatir Nu’man bin Basyir (Gubenur Kuffah sebelumnya) tidak berani menghadapi Husein sehingga ia bersurat kepada Ubaidullah bin Ziyad agar menjadi gubernur di Kufah, menggantikan Nu’man dan memerintahkannya untuk menghadapi Husein [Ibn Sa'ad, "Thabaqat", "Maqtal al-Husein"].
Al-Qasim bin Abdurahman (budak Yazid bin Mu’awiyah): “Tatkala kepala-kepala diletakkan dihadapan Yazid bin Mu’awiyah, yaitu kepala Husein, keluarga dan para sahabatnya. Yazid berkata: “kami telah membelah kepala para lelaki yang angkuh terhadap kami, orang-orang yang paling durhaka dan paling lalim [Tabari, “Tarikh Al-Umam wa al-Mulk”, jilid 6, hal.391]. Al-Qasim bin Bukhait: Yazid mengizinkan orang-orang masuk, sementara kepala (Husein) berada dihadapannya. Ia memukul-mukul mulut kepala itu dengan tongkat sambil bersyair. [Tabari, hal.396-397].
Setelah diarak keliling kota, Ibn Ziyad (gubernur Kufah) mengirim kepala al-Husein kepada Yazid bin Mu’awiyah di Syam (Damaskus). Yazid sedang bersama Abu Barzah al-Aslami. Yazid meletakkan kepala tersebut di hadapannya dan memukul-mukul mulut dari kepala itu dengan tongkat seraya bersyair [Ibn Katsir, “Al-Bidayah wa al-Nihayah”, jilid 7, hal.190]
Benar/tidaknya mereka wafat berhubungan dengan Mubahalah, tidak dapat saya pastikan, namun yang pasti, semua keluarga yang diajak Nabi bermubahalah disisinya melawan para Pendeta kristen wafat dalam keadaan tidak wajar.
Kalau melihat jarak kematian maka:
Nabi Muhammad dan Fatima meninggal 2 tahunan setelah Peristiwa Mubahala
Mirza Ghulam Ahmad wafat 12 tahun kemudian, yaitu sejak menantang berMubahala pada para ulama, yang telah bertindak laksana Allah, yang tidak berhenti menyatakan dirinya kafir hingga wafatnya kemudian dan tetap tidak ada 1 (satu)pun dari para ulama tersebut yang berani menerima tantangannya serta mempertanggungjawabkannya langsung dihadapan Allah mereka sendiri.
Kesimpulannya jadi bagaimana? Catatan:
Tulisan ini adalah penyempurnaan dan koreksi seperlunya atas tulisan yg pernah saya tuliskan di tahun 2008 di milis zamanku
Tanggal 13 November 2009, sekitar jam 22.00-23.00...ada kawan gw dateng dan nginep di SANUR BEACH HOTEL..Gw dateng ke hotel pake MOTOR..sampe di gardu SATPAM, di tanya ada keperluan apa..KTP diminta, ditahan dan dapat diambil lagi setelah selesai urusan..
Hah!!!...
Dulu2 waktu kesana pake MOBIL...NGGA PERNAH tuh disuruh ninggalin KTP..sekarang MENTANG-MENTANG pake motor...KTP suruh di tinggal!
Gw katakan pada mereka bahwa gw penasaran ingin melihat bukti, benarkah perlakuan ini sama dengan yang MEMAKAI MOBIL?..
Setelah mengetahui niat tambahan gw ini, Gw ngga di ijinkan berada di area GARDU dan hotel. Ya udah, gw tunggu di jalan, +/- 8 meteran dari gardu. Tak lama kemudian, KEPALA SATPAM menghampiri Gw untuk balikin KTP karena dianggap tidak jadi masuk.
Setelah lumayan lama, ada beberapa mobil masuk ke area hotel, yang masuk saat itu: 1 mobil box, yg mereka kenal dengan 2 penumpang disamping supir dan 1 mobil pribadi dengan bule yang jadi supirnya serta 2 orang bule turun di gardu menuju ke cafe sebelah.
Gw-pun mendekat. Di antara tanya jawab itu, TIDAK ADA diantara mereka yang DIMINTA KTP-nya.
Kemudian disela-sela itu ada 2 MOTOR keluar hotel, pengendara bermuka asing [Eropa dan Asia]..Anteng aja tuh mereka jalan tanpa perlu berhenti di GARDU SATPAM dan langsung keluar hotel!
TIDAK ADA dari mereka yang diambil KTP/KIM/KIMS/KIPEM-nya.
Perlakuan ini jelas tidak sama dengan yang gw alami!!!
Chart sebelah, berasal dari BATF [Bureau of Alcohol, Tobacco and Firearms], yaitu tentang explosive standards, ngga ada tuh..gambar 1 motor-pun!!
Lihat juga list di sini, yang merupakan peristiwa pengeboman dari tahun 1920 s/d 2009, dengan kendaraan. Dari ratusan peristiwa pengeboman di list itu, hanya 1 [satu], gw ulangi, ya: hanya 1 [satu] yang dilakukan dengan memakai motor!
Yang seharusnya lebih intensif di waspadai..tanpa mengenal BULU..mmmhhh..siapapun juga PENGEMUDINYA..adalah mereka yang membawa kendaraan roda 4 ato lebih..BUKANNYA motor!
...Pelaku Pemboman itu, bener-bener ngga pandang bulu, ia berasal dari ras kulit mana aja baik itu putih, kuning, hitam, coklat.
Kisah ini masih ada kelanjutannya dan makin norak malah...
Kemudian, Gw masuk lagi ke hotel itu, meninggalkan KTP dan berkata, "sudah saya lihat buktinya bahwa PERLAKUAN kalian tidaklah sama antara PENGENDARA MOTOR dan MOBIL. saya akan tuliskan apa yang saya lihat, bos anda perlu meminta maaf untuk ini"..[ato malah gw di PRITA-kan..kARENA nulis gini..]
Kepala SATPAM, "silahkan saja..SAYA TIDAK MUNGKIN DIPECAT!"
Weiittss..PeDe banget...ya, bener juga sih kayanya..mungkin dia ini PEGAWAI TETAP..
Perlu gw tambahkan disini, Saat mereka menahan KTP..ngga dituker dengan semacam Pas tamu...ini bener-benar hotel berbintang 5 yang ngga modal sama sekali!!!!!!!!!
Jika Misalkan ada satu kejadian dan KTP gw ilang, bagaimana? Apa buktinya bahwa gw pernah naro KTP di gardu satpam itu???
Disela-sela waktu itu, Dua orang yang kelak mengaku polisi yang berada disekitar, dipanggil untuk menengahi.
Weiitsss..Hanya untuk 1 orang yang ingin bertemu tamu hotel saja perlu 4 orang satpam + 2 petugas polisi...!!!!
Walaupun sudah dijelaskan perbedaan PERLAKUAN SATPAM untuk pemakai MOTOR dan PEMAKAI MOBIL kepada polisi tersebut. Salah seorangnya berkata untuk jangan cari gara-gara, ini properti mereka.
Setelah bertanya nama kawan Gw itu, mereka menelponnya dan katakan ada tamu untuknya. Sang SATPAM berpesan pada Gw dan tamu hotelnya, bahwa TAMU DILARANG masuk ke kamar! hanya di LOBBY HOTEL SAJA.
Wuiihhhh..!!!!
Hebat sekali aturan hotel ini, yang mungkin baru berlaku saat itu juga. Sementara disekitar waktu itu, gw liat beberapa bule dengan bawa perempuan [native]. SAMA SEKALI TIDAK ADA pesan buat sang bule agar tidak membawanya MASUK KAMAR.
Setelah bertemu Kawan gw di deket lobby..Ia langsung gw ajak makan nasi jenggo diluar hotel..ia mau..dan bilang mo balik dulu ke kamarnya buat ganti baju kaos ama bawa rokok..ia juga ngajak gw naik ke kamarnya...
SATPAM hotel yang selalu ada di deket2 kita..[yang udah di halo-halo pake HT] serta merta NGELARANG..!!
Kawan gw ini, kemudian minta untuk ketemu dengan DUTY MANAGER-nya..ia pingin mastiin ADA ato ENGGA ATURAN TERTULIS di hotel itu bahwa TAMU HOTEL..ngga boleh bawa TAMUnya naik ke KAMAR [Tidak menginap].
Menurut Duty MANAGERNYA: "PERATURANNYA memang demikian..dan TAMU bapak mesti meninggalkan KTP.."
Kawan Gw: "boleh liat aturannya tertulisnya ?"
Dutty Manager: "maaf peraturan itu ngga bisa kami tunjukkan.."
Kawan Gw: "berarti aturan itu ngga ada dong.."
Duty Manager senyum aja...
Kawan Gw: "boleh ngga temen saya ini saya ajak masuk kamar saya?"
Duty Manager, "selama ia meninggalkan identitasnya, boleh.."
Gw: "wah..saya cuma punya 1 KTP..dan kebetulan sudah diminta ditinggalkan di GARDU SATPAM"
Duty Manager: "ya saya telah beritahu security..ini berlaku untuk semua tamu baik baik pake mobil maupun tidak.."
Gw: "bener Confirm pak..bahwa itu berlaku .baik itu pake mobil ato tidak?!"
Duty manager: "ya..jika terjadi sesuatu [gw lupa ia nyebut kata pencurian ato tidak..yang pasti yang berbau2 tindak kejahatan] maka KTP itu menjadi buktinya...[padahal kan seharusnya cukup dengan di tuliskan lengkap no ktp dan alamatnya??]"
Kawan Gw: "saya cuma mau tau..boleh ato ngga..saya yang tamu hotel ini, membawa tamu saya ke kamar?"
Duty Manager: "boleh..."
Kawan Gw: "ya udah kita kekamar, yok"
Gw: "Ah..sekarang gw malah mo nunggu lo dilobby aja.."
Dalam suatu pembicaraan iseng dengan Concierge hotelnya, gw jadi tau kalo jam shift mereka berakhir jam 23.00.
Kemudian kami keluar makan nasi jenggo lesehan di jalan Diponegoro..ngobrol ngalor ngidul..dan balik lagi ke Hotelnya.
tau ngga?
Kali ini, ketika kami lewat, SATPAM [keliatannya orang yang berbeda, mungkin udah ganti shift], Ia sama sekali ngga beranjak dari kursinya, ngga bertanya, ngga minta KTP, hanya membiarkan kami lewat dan begitu pula ketika gw kembali dari Lobby.
Wuiihh...ini bener2 cara menjalankan aturan yang sungguh aneh..This is the sanur beach hotel style...
The revelation caused anxiety to mother, who one day suggested that we go back to Qadian, but he replied 'going back to Qadian is not within our means anymore. Only if God takes us could we go.' But despite this revelation and his ailment, he continued to work, and even in this state of bad health he proposed to deliver a lecture to promote peace and harmony between the Hindus and the Muslims, and had even started writing the lecture, and gave it the name "Paigham e Sulah" (The Message of Peace). This worsened his condition and made him weaker and his diarrhea became even worse. One the night preceding the day this lecture was completed he received another revelation
that is, 'do not trust the mortal age'. He told everyone in the house about this revelation right then and said that it was regarding his own self. The lecture finished that day and it was handed out to be printed. At night he passed loose excrements and was gripped with extreme weakness. Mother was woken up. By the time she got up, his condition was extremely weak. Mother worrisomely asked what had happened to him? He replied "same thing that I used to tell you" (that is the ailment of death).
He passed another loose excrements and the weakness worsened. He asked for Maulvi Nooruddin sahib (Maulvi Nooruddin, as has been said above, was a reputable physician). Then he asked for Mahmood (the writer of these lines) and Mir sahib (his father in law) to be woken up. My bed was only a little distance from his, and when I woke up I saw him to be in a state of immense ailment. The doctors came and started medication but that didn't improve his state. At last some medication was given via injection after which he went into sleep.
When it was morning, he woke up to say his prayers. His throat was so weak that when he tried to speak no words came out. At this he asked for pen but couldn't write either and the pen fell from his hand. After this he lied down and in a little while he was overcome by unconsciousness and around 10:30 in the morning his soul appeared before that True Emperor for the sake of serving Whose religion he had spent his entire life. Innalillah e wa inna ilayhe rajioon (indeed we are from Allah and to Him is our return). All through his ailment, there was one word constantly on his lips, and that word was "Allah".
The news of his demise spread throughout Lahore at lightening speed. Members of the community living at different places were telegraphed with this news, and on the same evening or the next morning the newspaper delivered the news of the death of this great person all over India. Whereas the grace with which he had dealt with his adversaries will always be remembered, that happiness cannot be forgotten which was celebrated by his opponents at his death. A mob of Lahorites gathered within half an hour around the house in which his blessed body was present, and showed its narrow-mindedness by singing songs of jubilation. Some had donned weird costumes to show off their wickedness."
[Sumber: The death of his Holiness, on whom be peace]