Tampilkan postingan dengan label Musashi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Musashi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Mei 2008

Miyamoto Musashi [Pengantar]


Sumber: Wikipedia
Lihat Novel: Musashi-Eiji Yoshikawa (7 Buku Tamat)

Miyamoto Musashi (宮本 武蔵, Miyamoto Musashi?), juga dikenal dengan nama Shinmen Takezō, Miyamoto Bennosuke, atau juga nama Buddhistnya Niten Dōraku[1] atau biasa disebut Musashi saja, adalah seorang samurai dan ronin yang sangat terkenal di Jepang pada abad pertengahan. Ia diperkirakan lahir pada sekitar tahun 1584, dan meninggal tahun 1645. Nama lengkapnya adalah Shinmen Musashi No Kami Fujiwara No Genshin.

Asal keturunan

Panggilan masa kecil Musashi adalah Bennosuke. Nama Musashi sendiri adalah nama kuno sebuah daerah di barat daya Tokyo. Nama No Kami berarti kaum bangsawan daerah setempat. Pada umumnya, Fujiwara adalah nama asal dari keluarga leluhur para bangsawan di Jepang yang diturunkan ribuan tahun yang lalu. Nenek moyang keluarga Musashi (Hirada/Hirata) adalah keturunan keluarga Shinmen, penguasa di Kyushu, pulau bagian selatan Jepang.

Masa kecil

Ayah Musashi, Munisai Hirata, meninggal ketika ia diperkirakan baru berusia 7 tahun. Setelah ibunya kemudian juga meninggal, maka Musashi kemudian ikut paman dari pihak ibu. Dengan demikian, ia sudah yatim piatu ketika Toyotomi Hideyoshi menyatukan Jepang pada tahun 1590. Tidak jelas apakah keinginan bermain Kendo adalah berkat pengaruh pamannya ataukah keinginan Musashi sendiri.

Berbagai pertarungan

Musuh pertama Musashi ditemuinya ketika ia baru berusia 13 tahun. Ia adalah Arima Kihei, samurai perguruan Shinto Ryu bidang seni militer yang terampil bermain pedang dan tombak. Musashi mengalahkannya dengan cara melemparnya ke tanah dan memukulnya dengan tongkat, sehingga musuhnya tersebut mati berlumuran darah.

Ketika ia berusia 16 tahun, Musashi mengalahkan lawan berikutnya, dan sejak itu ia kabur dari rumah dan terlibat dalam berbagai kontes pertarungan dan peperangan sampai ia berusia 50 tahun. Musashi mengembara keliling Jepang dan menjadi legenda. Berbagai musuh terkenal pernah dikalahkannya, antara lain samurai-samurai keluarga Yoshioka di Kyoto, jagoan ilmu tongkat kondang Muso Gonosuke di Edo, bangsawan Matsudaira di Izumo, dan Sasaki Kojiro di Bunzen.

Salah satu peperangan terkenal yang sering dikatakan melibatkan Musashi adalah Pertempuran Sekigahara di tahun 1600, antara pasukan Tokugawa Ieyasu dan pasukan pendukung pemerintahan Toyotomi Hideyori, dimana ribuan orang tewas terbantai dalam peperangan itu sendiri dan pembantaian sesudahnya oleh tentara pemenang perang. Saat itu Musashi memihak pasukan Toyotomi Hideyori (anak dari Toyotomi Hideyoshi).

Masa penyepian dan karya

Setelah melewati periode pertarungan (terakhir melawan Sasaki Kojiro) dan peperangan tersebut, Musashi kemudian menetap di pulau Kyushu dan tidak pernah meninggalkannya lagi, untuk menyepi dan mencari pemahaman sejati atas falsafah Kendo. Setelah sempat meluangkan waktu beberapa tahun untuk mengajar dan melukis di Kuil Kumamoto, Musashi kemudian pensiun dan menyepi di gua Reigendo. Di sana lah ia menulis Go Rin No Sho, atau Buku Lima Cincin/Lima Unsur. Buku ini adalah buku seni perang yang berisi strategi perang dan metode duel, yang diperuntukkan bagi muridnya Terao Magonojo. Namun oleh peneliti barat, buku ini dianggap rujukan untuk mengenal kejiwaan dan pola berpikir masyarakat Jepang. Buku ini menjadi klasik dan dijadikan rujukan oleh para siswa Kendo di Jepang. Musashi dianggap sedemikian hebatnya sehingga di Jepang ia dikenal dengan sebutan Kensei, yang berarti Dewa Pedang. Tak lama setelah itu, Musashi meninggal di Kyushu pada tahun 1645.


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Service

In 1614–1615 Musashi participated in the war between the Toyotomi and the Tokugawa. The war had broken out because Tokugawa Ieyasu saw the Toyotomi family as a threat to his rule of Japan; most scholars believe that as in the previous war, Musashi fought on the Toyotomi side. Osaka Castle was the central place of battle. The first battle (the Winter Battle of Osaka; Musashi's fourth battle) ended in a truce, and the second one (the Summer Battle of Osaka; Musashi's fifth battle) resulted in the total defeat of Toyotomi Hideyori's Army of the West by Ieyasu's Army of the East in May 1615. Some reports go so far as to say that Musashi entered a duel with Ieyasu, but was recruited after Ieyasu sensed his defeat was at hand. This seems unlikely, however, and it remains unknown how Musashi came into Ieyasu's good graces.

Other accounts claim he actually served on the Tokugawa side, but such a claim is unproven, although Musashi had a close relationship with some Tokugawa vassals through his duel with Sasaki Kojirō, and in the succeeding years, he did not drop out of sight as might be expected if he were being persecuted for being on the losing side. In his later years, Lords Ogasawara and Hosokawa supported Musashi greatly—an atypical course of action for these Tokugawa loyalists, if Musashi had indeed fought on behalf of the Toyotomis.

In 1615 he entered the service of Lord Ogasawara Tadanao (小笠原忠直) of Harima Province, at Ogasawara's invitation, as a foreman or "Construction Supervisor," after previously gaining skills in craft. He helped construct Akashi Castle and to lay out the organization of the town of Himejishuriken-throwing. During this period of service, he adopted a son. (this last in 1621). He also taught martial arts during his stay, specializing in instruction in the art of

In 1621, Musashi defeated Miyake Gunbei and three other adepts of the Togun ryu in front of the lord of Himeji; it was after this victory that he helped plan Himeji. Around this time, Musashi developed a number of disciples for his Enmei-ryū although he had developed the school considerably earlier; at the age of 22, Musashi had already written a scroll of Enmei-ryū teachings called "Writings on the Sword Technique of the Enmei-ryū" (Enmei-ryū kenpo sho). /"En" meant "circle" or "perfection"; /"mei" meant "light"/"clarity", and /"ryū" meant "school"; the name seems to have been derived from the idea of holding the two swords up in the light so as to form a circle. The school's central idea is given as training to use the twin swords of the samurai as effectively as a pair of sword and jitte.

In 1622, Musashi's adoptive son, named Miyamoto Mikinosuke became a vassal to the fief of Himeji. Possibly this prompted Musashi to leave, embarking on a new series of travels, winding up in Edo in 1623, where he became friends with the Confucian scholar Hayashi Razan, who was one of the shogun's advisors. Musashi applied to become a swordmaster to the Shogun, but as he already had two swordmasters (Ono Jiroemon Tadaaki and Yagyu Munenori - the latter also a political advisor to the Shogun, in addition to his position as the head of the Shogunate's secret police), his application was denied. Musashi left Edo in the direction of Ōshū, ending up in Yamagata, where he adopted a second son, Miyamoto Iori. The two then travelled, eventually stopping in Osaka.

In 1626, Miyamoto Mikinosuke, following the custom of junshi, committed seppuku because of the death of his lord. In this year, Miyamoto Iori entered Lord Ogasawara's service. Musashi's attempt to become a vassal to the Lord of Owari, like other such attempts, failed.

In 1627, Musashi began to travel again. In 1634 he settled in Kokura with Iori, and later entered the service of daimyo Ogasawara Tadazane, taking a major role in the Shimabara Rebellion. Iori served with excellence in putting down the rebellion and gradually rose to the rank of karo—a position equal to a minister. Musashi, however was reputedly injured by a thrown rock while scouting in the front line, and was thus unable to accrue any form of merit.

Later life and death

Six years later, in 1633, Musashi began staying with Hosokawa Tadatoshi, daimyo of Kumamoto Castle, who had moved to the Kumamoto fief and Kokura, to train and paint. Ironically, it was at this time that the Hosokawa lords were also the patrons of Musashi's chief rival, Sasaki Kojirō. While there he engaged in very few duels; one would occur in 1634 at the arrangement of Lord Ogasawara, in which Musashi defeated a lance specialist by the name of Takada Matabei. Musashi would officially become the retainer of the Hosokowa lords of Kumamoto in 1640. The Niten Ki records "[he] received from Lord Tadatoshi: 17 retainers, a stipend of 300 koku, the rank of ōkumigashira 大組頭, and Chiba Castle in Kumamoto as his residence."[11]

In the second month of 1641, Musashi wrote a work called the Hyoho Sanju Go ("Thirty-five Instructions on Strategy") for Hosokawa Tadatoshi; this work overlapped and formed the basis for the later Go Rin No Sho. This was the year that his third son, Hirao Yoemon, became Master of Arms for the Owari fief. In 1642, Musashi suffered attacks of neuralgia, foreshadowing his future ill-health. In 1643 he retired to a cave named Reigandō as a hermit to write The Book of Five Rings. He finished it in the second month of 1645. On the twelfth of the fifth month, sensing his impending death, Musashi bequeathed his worldly possessions, after giving his manuscript copy of the Go Rin No Sho to his closest disciple (Terao Magonojo)'s younger brother. He died in Reigandō cave around the nineteenth of the fifth month, or possibly June 13, 1645. The Hyoho senshi denki described his passing:

"At the moment of his death, he had himself raised up. He had his belt tightened and his wakizashi put in it. He seated himself with one knee vertically raised, holding the sword with his left hand and a cane in his right hand. He died in this posture, at the age of sixty-two. The principal vassals of Lord Hosokawa and the other officers gathered, and they painstakingly carried out the ceremony. Then they set up a tomb on Mount Iwato on the order of the lord."

It is notable that Musashi died of what is believed to be thoracic cancer, and was not killed in combat. He died peacefully after finishing the Dokkodo ("The Way of Walking Alone", or "The Way of Self-Reliance"), 21 precepts on self-discipline to guide future generations.

His body was interred in armor within the village of Yuge, near the main road near Mount Iwato, facing the direction the Hosokawas would travel to Edo; his hair was buried on Mount Iwato itself.

Nine years later, a major source about his life — a monument with a funereal eulogy to Musashi — was erected in Kokura by Miyamoto Iori; this monument was called the Kokura hibun. An account of Musashi's life, the Niten-ki 二天記, was published in Kumamoto in 1776, by Toyota Kagehide, based on the recollections of his grandfather Toyota Masataka, who was a second generation pupil of Musashi.

Teachings

Musashi created and perfected a two-sword kenjutsu technique called niten'ichi (二天一, "two heavens as one") or nitōichi (二刀一, "two swords as one") or "Ni-Ten Ichi Ryu" (A KongenBuddha). In this technique, the swordsman uses both a large sword, and a "companion sword" at the same time, such as a katana and wakizashi. Buddhist Sutra refers to the two heavens as the two guardians of

It is said the two-handed movements of temple drummers inspired him, although it seems more likely that the technique was forged by a means of natural selection through Musashi's combat experience, or from jitte techniques which were taught to him by his father- the jitte was often used in battle paired with a sword; the jitte would parry and neutralize the weapon of the enemy whilst the sword struck or the practitioner grappled with the enemy. In his time a long sword in the left hand was referred to as gyaku nito. Today Musashi's style of swordsmanship is known as Hyōhō Niten Ichi-ryū.

Musashi was also an expert in throwing weapons. He frequently threw his short sword, and Kenji Tokitsu believes that shuriken methods for the wakizashi were the Niten Ichi Ryu's secret techniques. (see Hayakutake-Watkin: [1])

Musashi was a loner. He spent many years studying Buddhism and swordsmanship. He was an accomplished artist, sculptor, and calligrapher. Records also show that he had architectural skills. Also, he had a rather straightforward approach to combat, with no additional frills or aesthetic considerations. This was probably due to his real-life combat experience.

Especially in his later life Musashi also followed the more artistic side of bushido. He made various Zen brush paintings and calligraphy and sculpted wood and metal. Even in The Book of Five Rings he emphasizes that samurai should understand other professions as well. It should be understood that Musashi's writings were very ambiguous. Translating them into English makes them even more so. That is why we find so many copies of Gorin no Sho. One needs to read this work, Dokkodo and Hyoho Shiji ni Kajo to get a better idea of what he was about and understand his transformation from Setsuninto (the sword that takes life) to Katsujinken (the sword that gives life).


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Timeline

The following timeline follows, in chronological order (of which is based on the most accurate and most widely accepted information), the life of Miyamoto Musashi as of yet.[citation needed]

Date

Age

Occurrence

1578


Musashi’s brother, Shirota, is born.

1584

0

Miyamoto Musashi is born.

1591

7

Musashi is taken and raised by his uncle as a Buddhist.

1596

13

Musashi duels with Arima Kihei in Hirafuku, Hyōgo Prefecture.

1599

15

Duels with a man named Akiyama in the northern part of Hyōgo Prefecture.

1600

16/17

Believed to have fought in the Battle of Sekigahara in Sekigahara, Gifu Prefecture on the losing side.

1604

21

Musashi has 3 matches with the Yoshioka clan in Kyoto. {1} Match with Yoshioka Seijuro in Yamashiro Province, outside the city at Rendai Moor (west of Mt. Funaoka, Kita-ku, Kyoto). {2} Match with Yoshioka Denshichiro outside the city. {3} Match with Yoshioka Matashichiro outside the city at the pine of Ichijoji.

1604

21

Visits Kōfuku-ji, Nara and ends up dueling with the Buddhist priest trained in the style of Hozoin-ryu.

1605 - 1612

22 - 29

Begins to travel again.

1607

25

Munisai (Musashi's father) passes his teachings onto Musashi.

1607

25

Duels with the kusarigama expert Shishido Baiken in the western part of Mie Prefecture.

1608

26

Duels Muso Gonnosuke, master of the five-foot staff in Edo, modern-day Tokyo.

1610

28

Fights Hayashi Osedo and Tsujikaze Tenma in Edo.

1611

29

Begins practicing zazen meditation.

1612

30

Musashi's most famous match with Sasaki Kojirō takes place on Ganryujima (Ganryu or Funa Island) off the coast of present-day Shimonoseki.



Opens a fencing school for a brief time.

1614 - 1615

32 - 33

Joins the troops of Tokugawa Ieyasu in the Winter and Summer campaigns at Osaka Castle.

1615 - 1621

31 - 37

Musashi comes into the service of Ogasawara Tadanao in Harima province as a construction supervisor.

1621

39

Duels Miyake Gunbei in Tatsuno, Hyōgo Prefecture.

1622

38

Sets up temporary residence at the castle town of Himeji in Hyōgo Prefecture.

1623

39

Travels to Edo.



Adopts a second son named Iori.

1626

42

Adopted son Mikinosuke commits seppuku following in the tradition of Junshi.

1627

43

Travels again.

1628

46

Meets with Yagyū Hyōgonosuke in Nagoya, Owari Province.

1630

46

Enters the service of Lord Hosokawa Tadatoshi.

1633

49

Begins to extensively practice the arts.

1634

50

Settles in Kokura, Fukuoka Prefecture for a short time with son Iori as a guest of Ogasawara Tadazane.

1637

53

Serves a major role in the Shimabara Rebellion.

1641

57

Writes Hyoho Sanju.

1642

58

Suffers severe attacks from neuralgia.

1643

59

Migrates into Reigando where he lives as a hermit.

1645

61

Finishes Go Rin No Sho / The Book of Five Rings.



Miyamoto Musashi dies from what is believed to be thoracic cancer.

Legends

After his death, various legends began to appear. Most talk about his feats in kenjutsu and other martial arts, some describing how he was able to hurl men over 5 feet backwards, other about his speed and technique. Other legends tell of how Musashi killed giant lizards in Echizen, as well as Nues in various other provinces. He gained the stature of Kensei, or "sword saint" for his mastery in swordsmanship. Some even believed he could run at super-human speed, walk on air, water and fly through the clouds.

Philosophy

Throughout Musashi's last book, The Book of Five Rings (五輪書, Go Rin no Sho?), Musashi seems to take a very philosophical approach to looking at the "Craft of War"; "There are four Ways in which men pass through life: as Gentlemen Warriors, Farmers, Artisans and Merchants." these falling into one of the few profession groups that could be observed in Musashi's time.

Throughout the book, Musashi implies that the way of the Warrior, as well as the meaning of a "True strategist" is that of somebody who has made mastery of many art forms away from that of the sword, such as tea drinking (sado), laboring, writing, and painting as Musashi practiced throughout his life. Musashi was hailed as an extraordinary sumi-e artist in the use of ink monochrome as depicted in two such famous paintings: "Shrike Perched in a Dead Tree" (Koboku Meigekizu, 枯木鳴鵙図) and "Wild Geese Among Reeds" (Rozanzu, 魯山図). Going back to the Book of Five Rings, Musashi talks deeply about the ways of Buddhism.

He makes particular note of Artisans and Foremen. In the time in which he writes the book, the majority of houses in Japan were made of wood. In the use of building a house, foremen have to employ strategy based upon the skill and ability of their workers.

In comparison to warriors and soldiers, Musashi notes the ways in which the artisans thrive through events; the ruin of houses, the splendor of houses, the style of the house, the tradition and name or origins of a house. These too, are similar to the events which are seen to have warriors and soldiers thrive; the rise and fall of prefectures, countries and other such events are what make uses for Warriors, as well as the literal comparisons of the: "The carpenter uses a master plan of the building, and the Way of strategy is similar in that there is a plan of campaign".

The way of strategy

Throughout the book, Go Rin No Sho, the idea which Musashi pushes is that the "way of the strategist" (Heihō 兵法) is similar to how a carpenter and his tools are mutually inclusive, e.g. - A carpenter can do nothing without his tools, and vice versa. This too, he compares to skill, and tactical ability in the field of battle.

Initially, Musashi notes that throughout China and Japan, there are many "sword fencers" who walk around claiming they are Strategists, but are in fact, not - this may be due to the fact that Musashi had defeated some such Strategists, such as Arima Kihei.

The idea is that by reading his writings, one can become a true strategist from ability and tactical skill that Musashi had learned in his lifetime. He pushes that Strategy and Virtue are something which can be earned by knowing the ways of life, the professions that are around, to perhaps learn the skills and knowledge of people and the skills of their particular professions.

However, Musashi seems to state that the value of Strategy seems to be homogeneous. He notes that:

The attendants of the Kashima Kantori shrines of the province Hitachi received instruction from the gods, and made schools based on this teaching, travelling from province to province instructing men. This is the recent meaning of strategy.

As well as noting that Strategy is destined to die;

Of course, men who study in this way think they are training the body and spirit, but it is an obstacle to the true Way, and its bad influence remains for ever. Thus the true Way of strategy is becoming decadent and dying out.

As a form, strategy was said to be one of "Ten Abilities and Seven Arts" that a Warrior should have, but Musashi disagrees that one person can gain Strategy by being confined to one particular style, which seems particularly fitting as he admits " I practice many arts and abilities - all things with no teacher" - this perhaps being one of the reasons he was so highly regarded a swordsman.

Musashi's metaphor for Strategy is that of the Bulb and the flower, similar to western philosophy of "The chicken or the egg", the "bulb" being the student, the "flower" being the technique. He also notes that most places seem to be mostly concerned with their technique and its beauty. Musashi writes, "In this kind of Way of strategy, both those teaching and those learning the way are concerned with coloring and showing off their technique, trying to hasten the bloom of the flower" (as opposed to the actual harmony between strategy and Skill.)

With those who are concerned with becoming masters of strategy, Musashi points out that as a carpenter becomes better with his tools and is able to craft things with more expert measure, so too can a warrior, or strategist become more skilled in his technique. However, just as a carpenter needs to be able to use his tools according to plans, so too must a strategist be able to adapt his style or technique to the required strategy of the battle he is currently engaged in.

This description also draws parallels between the weapons of a trooper (or soldier) and the tools of a carpenter; the idea of "the right tool for the right job" seems to be implied a lot throughout the book, Go Rin No Sho. Musashi also puts into motion the idea that when a Carpenter is skilled enough in aspects of his job, and creates them with expert measure, then he can become a foreman.

Although it is not expressly mentioned, it may be seen that Musashi indicated that when you have learned the areas in which your craft requires, be it carpentry, farming, fine art or battle, and are able to apply them to any given situation, then you will be experienced enough to show others the wisdom of your ways, be it as a foreman of craftsmen, or as a general of an army.

From further reading into the book, the idea of "Weapons within strategy," as well as Musashi referring to the power of the Writer, may seem that the Strategy which Musashi refers to does not exclusively reside within the domain of weaponry and duels, but within the realm of war and battles with many men:

Just as one man can beat ten, so a hundred men can beat a thousand, and a thousand can beat ten thousand. In my strategy, one man is the same as ten thousand, so this strategy is the complete warrior's craft.

Of Ni-Ten Ichi Ryu

Within the book, Musashi mentions that the use of Two swords within strategy is mutually beneficial between those who utilise this skill. The idea of using two hands for a sword is an idea which Musashi disagrees with, in that there is not fluidity in movement when using two hands - "If you hold a sword with both hands, it is difficult to wield it freely to left and right, so my method is to carry the sword in one hand", as well as the idea of using a sword with two hands on a horse, and/or riding on unstable terrain, such as muddy swamps, rice fields, or within crowds of people.

In order to learn the strategy of Ni-Ten Ichi Ryu, Musashi employs that by training with two long swords, one in each hand, you will be able to overcome the cumbersome nature of using a sword in both hands. Although difficult, Musashi agrees that there are times in which the Longsword must be used with two hands, but if your skill is good enough, you should not need it. The idea of using two long swords is that you are starting with something to which you are unaccustomed, and that you will find difficult, but will adapt to after much use.

After using two long swords proficiently enough, Musashi then states that your mastery of a Longsword, and a "Companion Sword", most likely a wakizashi, will be much increased - "When you become used to wielding the long sword, you will gain the power of the Way and wield the sword well.".

In short, it could be seen that from the excerpts from Go Rin No Sho, the real strategy behind Ni-Ten No Ichi Ryu, is that there is no real iron-clad method, path, or type of weaponry that is specific to the style of Ni-Ten No Ichi Ryu:

You can win with a long weapon, and yet you can also win with a short weapon. In short, the Way of the Ichi school is the spirit of winning, whatever the weapon and whatever its size.

Of the long sword

The strategy of the long sword is different than other strategies, in that it is much more straightforward. In the strategy of the longsword, it seems that Musashi's ideal was, that by mastering gripping the sword with two fingers, it could become a platform used for moving onto the mastery of Ni-Ten Ichi Ryu, as well as being able to use two broadswords, or more masterfully use a companion sword.

However, just because the grip is to be light, it does not mean that the attack or slash from the sword will be weak. Like with any other technique in the Ni-Ten Ichi Ryu, he notes:

"If you try to wield the long sword quickly you will mistake the Way. To wield the long sword well you must wield it calmly. If you try to wield it quickly, like a folding fan or a short sword, you will err by using "short sword chopping". You cannot cut down a man with a long sword using this method."

Like with most disciplines in martial arts, Musashi notes that the movement of the sword after the cut is made must not be superfluous; instead of quickly returning to a stance or position, one should allow the sword to come to the end of its path from the force used. In this manner, the technique will become freely flowing, as opposed to abrupt.

Musashi also discouraged the use of only one sword for fighting, and the use of over-large swords like nodachi due to the fact that they were cumbersome and unwieldy.

Religion

Even from an early age, Musashi separated his religion from his involvement in swordsmanship. Excerpts such as the one below, from The Book of Five Rings, demonstrate a philosophy that is thought to have stayed with him throughout his life:

"There are many ways: Confucianism, Buddhism, the ways of elegance, rice-planting, or dance; these things are not to be found in the Way of the Warrior."[12]

However, the belief that Musashi disliked Shinto is inaccurate, as he criticises the Shintō-ryūDokkodo, his stance on religion is further elucidated: "Respect Buddha and the gods without counting on their help.". [13] style of swordsmanship, and not Shinto, the religion. In Musashi's

Musashi as an artist

In his later years, Musashi claimed in his Go Rin No Sho that "When I apply the principle of strategy to the ways of different arts and crafts, I no longer have need for a teacher in any domain." He proved this by creating recognized masterpieces of calligraphy and classic ink painting. His paintings are characterized by skilled use of ink washes and an economy of brush stroke. He especially mastered the "broken ink" school of landscapes, applying it to other subjects, such as his "Koboku meikakuzu" ("Kingfisher Perched on a Withered Branch"; part of a triptych whose other two members were "Hotei Walking" and "Sparrow on Bamboo"), his "Hotei Watching a Cockfight", and his "Rozanzu" ("Wild Geese Among Reeds").

Partial bibliography

  • The 35 Articles of Swordsmanship
  • Dokkodo (The Path of Self-Reliance)
  • Go Rin No Sho (The Book of Five Rings; a reference to the Five Rings of Zen Buddhism)

Lore

It has also been said that Musashi used nothing but a wakizashi and a katana. This is untrue; one of Musashi's signature peculiarities was that he would prefer a wooden sword (bokken) over a katana in duels. In fact, in the Earth chapter of the Book of Five Rings he talks much about how the warrior should not have a favorite weapon, the true way is to be acquainted with all weapons.

Rumours stated that Musashi never bathed, for fear of being caught without his swords. Since he was a frequent visitor in the courts of nobles, and the dojos of renowned masters, this is unlikely. These rumors were reinforced due to inclusion in the introduction to Victor Harris's translation of Gorin no Sho.[14]

It has been suggested by some historians that Musashi created the two swords style after seeing a European duel in the Nagasaki area. European swordsmanship at the time would have used a long sword with a short one - side-swords and daggers. From certain documents, however, it seems that he naturally pulled out his wakizashi during a duel because he felt he needed it. He won and after the fight he began to refine his technique.[citation needed]


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Pertempuran Sekigahara

Pertempuran Sekigahara (関ヶ原の戦い, sekigahara no tatakai?) adalah pertempuran yang terjadi tanggal 15 September 1600 menurut kalender lunar (21 Oktober 1600 menurut kalender Gregorian) di Sekigahara, distrik Fuwa, Provinsi Mino, Jepang.

Pertempuran melibatkan pihak yang dipimpin Tokugawa Ieyasu melawan pihak Ishida Mitsunari Hideyori menjadi panglima Pasukan Barat yang berada di bawah perlindungan Mōri Terumoto (salah satu anggota dewan lima menteri senior). Pasukan Timur dan Pasukan Barat yang dibantu pasukan pengawal pribadi Hideyori bernama Kelompok Tujuh Tangan (七手組, nanate gumi?) bertempur habis-habisan dalam perang menegakkan keadilan "demi kehormatan Hideyori." Pasukan Hideyori akhirnya kalah dan dijadikan bawahan oleh Ieyasu.

Setelah memenangkan perang, Ieyasu bertindak seenaknya memecah wilayah kekuasaan klan Hashiba menjadi bagian-bagian kecil. Jika sebelum perang, secara keseluruhan Hideyori diberi 2.400.000 koku, Hideyori pasca Sekigahara hanya dijadikan daimyō yang merangkap tiga wilayah Settsu, Kawachi, dan Izumi dengan penerimaan hanya 650.000 koku.

Pada tahun 1603, Ieyasu ditunjuk istana sebagai jenderal besar (Seitaishōgun) untuk menjalankan pemerintahan dan mulai membangun Istana Edo. Dalam prakteknya Ieyasu melepas Hideyori dari segala kekuasaan dan wewenang. Perselisihan lalu terjadi antara klan Hashiba dengan klan Tokugawa, tapi demi menjalankan wasiat Hideyoshi pada tahun yang sama Hideyori dikawinkan dengan Putri Sen yang merupakan cucu Tokugawa Ieyasu (putri shogunTokugawa Hidetada) dengan istrinya Oeyo (adik perempuan Yodo dono). Setelah menikah dengan Putri Sen, Hideyori menerima jabatan Udaijin. ke-2

Ieyasu berniat mengadakan pertemuan dengan Hideyori dan mengundangnya untuk pergi ke Kyōto, tapi Yodo dono (ibu kandung Hideyori) tidak setuju dan berkali-kali menolak undangan ini. Ieyasu membatalkan undangan, dan sebagai gantinya mengutus putra ke-6 yang bernama Matsudaira Tadateru ke Istana Osaka. Pada tahun 1611, Hideyori akhirnya berangkat ke Kyoto dengan perlindungan Katō Kiyomasa dan Asano Yoshinaga. Pertemuan dengan Ieyasu kemudian dilakukan di Istana Nijō.

Menurut hasil pertemuan dengan Ieyasu, Hideyori ternyata tidak dijadikan bawahan klan Tokugawa tapi secara resmi kedudukannya sebagai penerus garis keturunan Tokugawa tidak berubah. Hideyori sayangnya kehilangan sang pelindung Katō Kiyomasa, Ikeda Terumasa, dan Asano Yoshinaga yang wafat karena sakit sebelum pecah perang di Osaka.

Dendam akibat Pertempuran Sekigahara berperan dalam melahirkan gerakan menggulingkan pemerintahan Keshogunan Edo di abad ke-19 yang dimulai dari wilayah han Satsuma dan Chōshū.

Pihak yang bertikai dalam pertempuran ini terbagi menjadi kubu Tokugawa (Pasukan utara) dan kubu pendukung klan Toyotomi (Pasukan Barat). Klan Toyotomi sendiri tidak memihak salah satu pihak yang bertikai dan tidak ambil bagian dalam pertempuran.

Setelah pertempuran selesai, kekuasaan militer cenderung berhasil dikuasai pihak Tokugawa sehingga Pertempuran Sekigahara juga terkenal dengan sebutan Tenka wakeme no tatakai (天下分け目の戦い, ? pertempuran yang menentukan pemimpin Jepang).

Pada saat terjadinya pertempuran belum digunakan istilah Pasukan Barat dan Pasukan Timur. Kedua istilah tersebut baru digunakan para sejarawan di kemudian hari untuk menyebut kedua belah pihak yang bertikai.

Latar belakang
Perselisihan di dalam pemerintahan Toyotomi

Pemerintah Toyotomi yang berhasil menjadi pemersatu Jepang menyangkal keberadaan pertentangan tajam antara faksi bersenjata bentukan pemerintah dan pihak birokrat yang terdiri dari pejabat tinggi pengatur kegiatan beragama, ekonomi dan pemerintahan. Faksi bersenjata terdiri dari komandan militer pro klan Toyotomi yang pernah diturunkan di garis depan perang penaklukan Joseon. Bentrokan langsung antar faksi bersenjata dan pihak birokrat dapat dicegah oleh Toyotomi Hideyoshi dan adik kandungnya yang bernama Toyotomi Hidenaga.

Pertentangan menjadi semakin panas setelah pasukan ditarik mundur dari Joseon dan wafatnya Toyotomi Hidenaga di tahun 1591. Di akhir hayatnya, Toyotomi Hideyoshi mengambil sumpah setia para pengikut loyal yang terdiri dari dewan lima menteri dan lima orang pelaksana administrasi untuk membantu pemerintahan yang dipimpin Toyotomi Hideyori. Pertentangan di kalangan militer pengikut Hideyoshi mencuat ke permukaan sejak wafatnya Toyotomi Hideyoshi pada bulan Agustus 1598 di Istana Fushimi.

Tokugawa Ieyasu merupakan salah satu anggota dari dewan lima menteri yang menjadi tokoh yang sangat berpengaruh. Ieyasu mengatur pembagian wilayah untuk para daimyo berikut nilai kokudaka untuk setiap wilayah. Ieyasu juga menghapus pelarangan ikatan perkawinan di antara keluarga para daimyo yang berlaku di zaman pemerintahan Hideyoshi. Maeda Toshiie yang bertentangan dengan Tokugawa Ieyasu juga diharuskan menandatangani perjanjian non-agresi dengan Ieyasu.

Setelah Maeda Toshiie wafat di bulan Maret tahun berikutnya (1599), bentrokan bersenjata terjadi antara faksi birokrat pimpinan Ishida Mitsunari dan faksi bersenjata pimpinan kelompok Katō Kiyomasa, Fukushima Masanori dan 7 komandan militer. Ishida Mitsunari kabur bersembunyi ke rumah kediaman Ieyasu dan dituduh Ieyasu bertanggung jawab atas terjadinya bentrokan. Ishida Mitsunari lalu dipecat sebagai anggota pelaksana pemerintahan dan dikenakan tahanan rumah di Istana Sawayama.

Ada pendapat yang meragukan cerita Ishida Mitsunari yang kabur bersembunyi di rumah kediaman Ieyasu, karena peristiwa ini tidak didukung bukti sejarah yang kuat.

Kekuatan penentang Tokugawa Ieyasu tamat dengan habisnya karir politik Ishida Mitsunari dan kepulangan para anggota dewan lima menteri ke daerah masing-masing. Tokugawa Ieyasu yang tidak lagi mempunyai lawan politik memimpin pasukan dari Istana Fushimi untuk berangkat ke Osaka dan memimpin pemerintahan dari Istana Osaka.

Tokugawa Ieyasu kemudian berusaha merebut kekuasaan pemerintah dengan cara memanfaatkan pertentangan antara faksi militer dan faksi birokrat di dalam pemerintahan Toyotomi yang semakin melemah.

Pemicu peperangan

Akibat terungkapnya rencana pembunuhan Tokugawa Ieyasu yang didalangi Maeda ToshinagaMaeda Toshiie), anggota dewan lima pelaksana pemerintahan yang terdiri dari Asano Nagamasa, Ōno Harunaga dan Hijikata Katsuhisa ikut menjadi tersangka sehingga dipecat dan dikenakan tahanan rumah. Pasukan Toyotomi yang dibawah perintah Ieyasu berusaha menangkap Maeda Toshinaga yang dituduh sebagai dalang pemberontakan. Atas tuduhan pemberontakan ini, Maeda Toshinaga menunjukkan bahwa dirinya merupakan pengikut pemerintah Toyotomi yang setia dengan memberikan ibu kandungnya Hōshun-in (Matsu) kepada Ieyasu untuk disandera. (putra pewaris

Memasuki tahun 1600, Tokugawa Ieyasu menggunakan kesempatan kaburnya Fujita Nobuyoshi (mantan pengikut klan Uesugi) untuk mengkritik Uesugi Kagekatsu penguasa AizuKyoto sekaligus meminta Kagekatsu untuk datang ke Kyoto untuk menjelaskan duduk persoalan. yang dituduh telah memperkuat diri secara militer. Ieyasu juga memperingatkan kemungkinan Uesugi Kagekatsu bertujuan menyerang

Penasehat Kagekatsu yang bernama Naoe Kanetsugu menolak tuduhan Ieyasu, tapi pasukan pemerintah Toyotomi mulai menyerang posisi Kagekatsu. Tokugawa Ieyasu yang ditunjuk sebagai panglima gabungan memimpin pasukan para daimyo yang loyal terhadap Toyotomi untuk menuju ke wilayah kekuasaan Uesugi di Aizu.

Sepeninggal Ieyasu yang berangkat ke Aizu, Ishida Mitsunari yang selesai dikenakan tahanan rumah kembali berkelompok dengan Ōtani Yoshitsugu, anggota dewan pelaksana administrasi Mashida Nagamori dan Ankokuji Ekei. Kelompok Mitsunari mendapat dukungan militer dari pasukan Mōri Terumoto yang bersama-sama membentuk Pasukan Barat. Kelompok Mitsunari berencana untuk menyandera istri dan anak-anak para daimyo pengikut Ieyasu sebelum mengangkat senjata melawan pasukan Ieyasu.

Ieyasu menyadari pergerakan militer Mitsunari sewaktu berada di Oyama (provinsi Shimotsuke) berdasarkan laporan pengikutnya yang bernama Torii Mototada yang tinggal di Istana Fushimi. Ieyasu yang sedang dalam perjalanan untuk menaklukkan Uesugi Kagekatsu di Aizu segera membatalkan rencana menyerang Kagekatsu. Ieyasu lalu mengadakan pertemuan dengan para daimyo pengikutnya mengenai strategi menghadapi Ishida Mitsunari. Pertemuan ini dikenal sebagai Perundingan Oyama. Daimyo seperti Sanada Masayuki dan Tamaru Tadamasa melepaskan diri dari pasukan Ieyasu, tapi sebagian besar daimyo ternyata memutuskan untuk terus mendukung Ieyasu. Pasukan Ieyasu kemudian menuju ke arah barat untuk kembali ke Kyoto.

Penjelasan lain mengatakan penaklukkan Uesugi Kagekatsu semata-mata digunakan Tokugawa Ieyasu sebagai alasan untuk dapat bentrok dengan pasukan Mitsunari. Daerah Kinai sengaja dibiarkan tidak terjaga untuk mengundang pergerakan pasukan Mitsunari. Istana Fushimi sengaja ditinggalkan pasukan Ieyasu dan hanya dijaga pasukan Torii Mototada untuk memancing penyerangan dari pasukan Mitsunari.

Pihak yang saling berhadapan dalam Pertempuran Sekigahara tidak bisa dengan mudah dibagi dua menjadi Pasukan Timur yang terdiri dari pasukan Tokugawa dan Pasukan Barat adalah pasukan Toyotomi. Ada pendapat yang mengatakan Pasukan Timur justru terdiri dari pasukan reguler di bawah pemerintah Toyotomi, sedangkan Pasukan Barat justru merupakan pasukan pemberontak. Keberadaan Pasukan Barat hampir-hampir tidak diketahui oleh tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan Hideyori. Beberapa pejabat tinggi yang tidak setuju dengan pergerakan Pasukan Barat juga mengambil sikap pura-pura tidak tahu.

Sebelum Sekigahara
Bentrokan bersenjata

Pada tanggal 2 Juli 1600, Ishida Mitsunari membujuk Ōtani Yoshitsugu yang bermaksud untuk bergabung dengan pasukan Ieyasu agar justru bergabung dengan kelompok Mitsunari untuk menggulingkan pemerintahan Ieyasu.

Pada hari berikutnya (12 Juli), Ishida Mitsunari, Mashita Nagamori dan Ankokuji EkeiMōri Terumoto sebagai panglima tertinggi Pasukan Barat. Pada hari yang sama, Ishida Mitsunari dan kelompoknya menyiapkan pos-pos pemeriksaan di dekat sungai Aichi untuk menghentikan pasukan yang bermaksud bergabung dengan Pasukan Timur. Gerakan pasukan Chōsokabe Morichika dan Nabeshima Katsushige menjadi terhenti sehingga akhirnya tidak jadi bergabung dengan Pasukan Timur. mengadakan pertemuan rahasia di Istana Sawayama. Dalam pertemuan antara lain disepakati permohonan untuk menunjuk

Pada tanggal 17 Juli, Mitsunari menyatakan perang terhadap Ieyasu dengan mengepung Istana Fushimi yang dijaga pengikut Ieyasu bernama Torii Mototada. Mitsunari mengeluarkan peringatan kepada Mototada agar menyerah. Mototada menolak pemintaan Mitsunari sehingga mulai diserang pada tanggal 19 Juli. Istana Fushimi digempur oleh pasukan Ukita Hideie dan Shimazu Yoshihiro. Pasukan yang dipimpin Mototada bertempur dengan sengit sebelum menyerah pada tanggal 1 Agustus.

Selanjutnya, basis-basis kekuatan militer Tokugawa seperti Istana Tanabe di provinsi Tango, Istana Anotsu dan Istana Matsusaka di provinsi Ise, secara berturut-turut semuanya berhasil direbut pasukan Mitsunari di bulan Agustus 1600. Mitsunari yang berniat menyerang provinsi Mino memindahkan markas pasukannya dari Istana Sawayama ke Istana Ōgaki pada tanggal 10 Agustus.

Sementara itu, Pasukan Timur terus maju ke arah barat melalui jalur Tōkaido tanpa dipimpin Tokugawa Ieyasu yang sedang berada di Edo. Fukushima Masanori dan Ikeda Terumasa yang berada di garis depan pimpinan Pasukan Timur berhasil menaklukkan Istana Gifu yang dikuasai Oda Hidenobu (Sanbōshi) pada tanggal 23 Agustus. Ieyasu sedang berada di Edo mengirimkan surat kepada para daimyo. Ieyasu memanfaatkan Tōdō Takatora dan Kuroda Nagamasa untuk membujuk daimyo yang setia pada Toyotomi agar tidak bergabung dengan Pasukan Barat. Setelah mengetahui jatuhnya Istana Gifu, Ieyasu dengan segan memimpin sekitar 30.000 prajurit melalui jalur Tōkaido menuju Osaka.

Putra ketiga Ieyasu yang bernama Tokugawa Hidetada diserahi tugas memimpin pasukan utama Tokugawa yang terdiri dari 38.000 prajurit. Hidetada sedang membawa pasukan melewati jalur Nakasendō berusaha menaklukkan Istana Ueda yang dipertahankan oleh Sanada Masayuki tapi gagal. Pasukan Hidetada yang mendapat perlawanan dari pasukan Masayuki terlambat sampai ke Pertempuran Sekigahara. Akibat datang terlambat di Sakigahara, Tokugawa Hidetada menerima hukuman dari Ieyasu. Hidetada harus menunggu tiga hari sebelum bisa menghadap Ieyasu.

Para bawahan Tokugawa Hidetada seperti daimyo wilayah han Ōgo bernama Makino Yasunari dihukum kurungan karena dituduh bertanggung jawab atas keterlambatan pasukan Tokugawa dan baru dilepas beberapa tahun kemudian.

Ada banyak kecurigaan sehubungan dengan keputusan Tokugawa Hidetada menggunakan pasukan inti Tokugawa untuk menyerang Sanada Masayuki. Daimyo kecil seperti Sanada Masayuki sebetulnya tidak perlu diserang apalagi penyerangan dilakukan persis sebelum terjadinya pertempuran besar. Walaupun tidak sedang dipimpin sendiri oleh Ieyasu, pasukan inti Tokugawa memerlukan waktu terlalu lama untuk menghadapi Sanada Masayuki yang hanya memiliki sedikit prajurit. Pendapat lain yang dapat dipercaya mengatakan Ieyasu menggunakan strategi tidak menurunkan pasukan inti dalam Pertempuran Sekigahara agar pasukan yang dimilikinya tetap utuh agar bisa digunakan di kemudian hari.

Pendapat lain juga mempertanyakan sebab pasukan Hidetada terlambat datang. Pada awalnya, Hidetada menerima perintah dari Ieyasu untuk menaklukkan Istana Ueda di provinsi Shinshu. Perintah menyerang Shinshu dibatalkan oleh Ieyasu setelah mendengar berita jatuhnya Istana Gifu. Tokugawa Ieyasu mengeluarkan perintah yang baru kepada Hidetada agar memimpin pasukan menuju provinsi Mino pada tanggal 29 Agustus tapi pada waktu itu sungai Tonegawa sedang banjir sehingga perjalanan kurir yang membawa pesan dari Ieyasu menjadi terhambat. Kurir dari Tokugawa Ieyasu baru sampai tanggal 9 September, sehingga keterlambatan Hidetada tidak dianggap sebagai kesalahan berat oleh Ieyasu.

Tokugawa Ieyasu juga baru bergabung lokasi berkumpulnya Pasukan Timur di Akasaka, Gunung Oka pada malam sebelum pertempuran (14 September 1600).

Pengikut Ishida Mitsunari yang bernama Shima Sakon mengusulkan agar sebagian pasukan Mitsunari mengambil posisi di sekitar tempat mengalirnya sungai Kuise di Akasaka untuk memancing Pasukan Timur dan menghabisinya. Peristiwa ini disebut Pertempuran Sungai Kuise.

Ishida Mitsunari dan pimpinan Pasukan Barat terpancing keluar menuju Sekigahara ketika sedang mempertahankan Istana Ōgaki akibat desas-desus yang disebarluaskan Ieyasu "Lupakan Istana Ōgaki, taklukkan Istana Sawayama, maju ke Osaka." Ada perbedaan pendapat tentang kebenaran Ieyasu perlu menyebar desas-desus untuk memancing keluar Ishida Mitsunari dan kelompoknya karena pertahanan Istana Ōgaki dikabarkan tidak terlalu kuat.


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Takuan Sōhō

Takuan Sōhō (沢庵 宗彭, 15731645) was a major figure in the Rinzai school of Zen Buddhism. Takuan Sōhō was born into a family of farmers in the town of Izushi, located in what was at that time called Tajima province (present-day Hyōgo Prefecture). At the age of 8 in 1581 young Takuan began his religious studies and 2 years later he would lead a life at a Buddhist monastery. By the age of 14 in 1587, Takuan started studying the Rinzai school of Zen Buddhismsensei Shun-oku Soen. under the tutelage of his

By the impressive age of 36 in 1608, Takuan's mastery of Zen granted him the privilege of being made abbot of the Daitoku-ji Temple in Kyoto, Japan. Unfortunately, Takuan's appointment was shortened as he left for a prolonged period of traveling. Throughout his journeys, Takuan raised and collected funds for the renovation of Daitoku-ji Temple and other Zen temples.

In 1629, Takuan was banished to northern Japan by the Shogunate of Hidetada Tokugawa due to his protest of political interference in Buddhist temple matters pertaining to ecclesiastical1632, there was a general amnesty after the death of Hidetada Tokugawa and Takuan’s period of banishment came at an end. Later, Takuan was invited by Tokugawa IemitsuEdo, which was constructed especially for the Tokugawa family. appointments. By (1604–51) to become the first abbot of Tokai-ji Temple in

Takuan Sōhō died in Edo (present-day Tokyo) in December of 1645. At the moment before his death, Takuan painted the Chinese character for ("dream"), laid down his brush and died. His tomb is located in the Shinagawa area of Tokyo at Oyama Cemetery of Tokaiji Temple.

It is stated that Takuan advised and befriended many persons, from all social strata of life. Some of those include:

With regards to his character, Takuan remained largely unaffected by his popularity and famed reputation. Known for his ascerbic wit and integrity of character, Takuan exerted himself to bring the spirit of Zen Buddhism to many and diverse aspects of Japanese culture, such as Japanese swordsmanship, gardening, Sumi-e, Shodo, and Sado. His collected writings total 6 volumes and over 100 published poems, including his best known treatise, The Unfettered Mind. His influence still permeates the work of many present-day exponents of Zen Buddhism and martial arts. He has also been credited with the invention of the yellow pickled Daikon radish that carries the same name, "Takuan."

He is featured as a character in Vagabond, a manga series, which is largely based on Eiji Yoshikawa's equally successful book, Miyamoto Musashi.


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Tokugawa Ieyasu

Tokugawa Ieyasu (徳川 家康 31 Januari 15431 Juni 1616; lahir dengan nama Matsudaira Takechiyo 松平 竹千代) adalah seorang daimyo dan shogun di Jepang. Pendiri Keshogunan Tokugawa yang memerintah Jepang sejak menaklukkan Ishida Mitsunari dalam Pertempuran Sekigahara pada tahun 1600 hingga Restorasi Meiji pada tahun 1868. Bersama dengan Toyotomi Hideyoshi dan Oda Nobunaga, Ieyasu adalah salah satu dari tiga pemersatu Jepang pada periode Sengoku. Ia memerintah dari tahun 1600 (resminya 1603) hingga turun takhta pada tahun 1605.


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Ishida Mitsunari

Ishida Mitsunari (石田 三成, Ishida Mitsunari?) (1560 - 6 November 1600 atau 1 Oktober tahun ke-5 era Keichō) adalah daimyo zaman Azuchi Momoyama yang pernah menjabat salah satu anggota lima pelaksana pemerintahan (Go Bugyō) di masa pemerintahan Toyotomi. Ishida Mitsunari merupakan pemimpin kubu Pasukan Barat dalam Pertempuran Sekigahara. Kelahiran desa Ishida di distrik Sakata provinsi Ōmi (sekarang disebut Ishida-cho, kota Nagahama Prefektur Shiga). Lahir sebagai putra kedua Ishida Masatsugu dengan nama kecil Sakichi. Keluarga Ishida berasal dari klan lokal yang secara turun temurun tinggal di desa Ishida dengan nama keluarga berasal dari nama desa.

Kisah tiga cangkir teh

Hashiba Hideyoshi yang sedang berada di provinsi Ōmi mampir ke kuil Kanon meminta minum karena haus. Pembantu pendeta memberi Hideyoshi secangkir teh dingin yang langsung diminum habis oleh Hideyoshi. Hideyoshi yang masih merasa haus meminta tambah lagi secangkir teh lagi. Cangkir kedua berisi teh hangat yang langsung diminum habis oleh Hideyoshi. Setelah cangkir teh kedua habis diminum, Hideyoshi masih meminta tambah secangkir teh lagi. Cangkir ketiga ternyata berisi teh yang sangat panas hingga membuat Hideyoshi kaget. Pembantu pendeta lalu menjelaskan bahwa cangkir teh pertama sebagai penghilang rasa haus, cangkir teh kedua untuk dinikmati perlahan-lahan, dan cangkir teh ketiga untuk lebih dinikmati perlahan-lahan lagi. Pembantu pendeta ini nantinya dikenal sebagai Ishida Mitsunari, tapi kisah ini berasal dari zaman Edo dan kemungkinan besar merupakan cerita karangan orang.

Pengagum putri bekas majikan

Setelah wafatnya, Ishida Mitsunari menjadi korban cerita yang menjelek-jelekkan dirinya yang dikarang sejarawan dari pemerintahan Keshogunan Tokugawa. Cerita yang banyak diketahui orang mengatakan Ishida Mitsunari jatuh cinta pada Yodo dono yang merupakan anak perempuan Azai Nagamasa walaupun tidak ada bukti istri Hideyoshi pernah berhubungan gelap dengan Mitsunari.

Cerita lain mengatakan Toyotomi Hideyori bukanlah putra Toyotomi Hideyoshi dengan Yodo dono, melainkan anak hubungan gelap Yodo dono dengan Mitsunari atau Ōno Harunaga. Cerita ini berasal dari pertengahan zaman Edo dan kemungkinan merupakan cerita hasil karangan orang.


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Toyotomi Hideyoshi

Toyotomi Hideyoshi (豊臣 秀吉, Toyotomi Hideyoshi?) (2 Februari 1536 - 18 September 1598 adalah pemimpin Jepang mulai dari zaman Sengoku sampai zaman Azuchi Momoyama.

Biografi singkat

Lahir sebagai anak petani di desa Nakamura, provinsi Owari (sebelah barat Prefektur Aichi), sewaktu menjadi tangan kanan daimyō Oda Nobunaga yang paling diandalkan. Setelah berhasil berdamai dengan klan Mōri di daerah Chūgoku, Hideyoshi menarik kembali pasukannya (peristiwa Penarikan Pasukan dari Chūgoku) ke Kyoto menemukan Oda Nobunaga sang majikan dibunuh oleh bawahannya Akechi Mitsuhide dalam Insiden Honnōji (本能寺の変, honnōji no hen?).

Hideyoshi mewariskan kekuasaan Oda Nobunaga setelah berhasil menghabisi Akechi MitsuhidePertempuran Yamazaki. Hideyoshi membangun Istana Osaka, tapi mengingat latar belakangnya sebagai orang biasa, Kaisar belum bisa memberikan gelar shogun, sehingga untuk sementara Hideyoshi diberi gelar Kampaku. Pada waktu menerima jabatan Dajō daijin ( 1586), kaisar menghadiahkan nama keluarga Toyotomi. Setelah berhasil menjadi pemimpin yang mempersatukan seluruh wilayah Jepang, Toyotomi Hideyoshi mengadakan survei wilayah yang disebut Taikōkenchi ( dalam 太閤検地, Taikōkenchi?) dan melarang orang di luar kalangan bushi untuk memiliki senjata katana. Di tengah invasi ke Korea yang disebut Perang Tujuh Tahun (文禄・慶長の役, Bunroku-keichō no eki?), Toyotomi Hideyoshi tutup usia setelah mewariskan kekuasaan kepada putranya Toyotomi Hideyori yang dititipkannya kepada Tokugawa Ieyasu.

Perjalanan hidup Toyotomi Hideyoshi yang luar biasa dari anak petani sampai menjadi orang nomor satu di zaman Sengoku sering dijadikan bahan cerita yang dikisahkan secara turun temurun dan sering dilebih-lebihkan. Toyotomi Hideyoshi konon pernah membangun Istana Sunomata dalam waktu semalam, mempertaruhkan nyawa dalam Pertempuran KanegasakiIstana Takamatsu dengan banjiran air. agar posisi Oda Nobunaga yang sedang terjepit maut bisa lolos melarikan diri, dan pernah menyerang

Masa kecil

Lahir di desa Nakamura sebagai anak tengah keluarga petani bernama Yaemon di provinsi Owari, Aichi-gun yang merupakan wilayah Nobunaga. Ada perbedaan pendapat soal tahun kelahiran Hideyoshi. Ada pendapat yang mengatakan Hideyoshi lahir tahun 1536, tapi hasil penelitian yang bisa dipercaya mengatakan Hideyoshi lahir tahun 1537.

Pesuruh klan Imagawa

Pada waktu muda, Hideyoshi yang masih bernama Kinoshita Tōkichirō bekerja sebagai pesuruh yang bekerja untuk pemilik Istana Zudaji yang bernama Matsushita Naganori (alias Matsushita Takahei) dan putranya Matsushita Yukitsuna yang juga menggunakan nama alias yang sama seperti ayahnya (Matsushita Kahei). Istana Zudaji merupakan cabang Istana HikumaHamamatsu), Nagakami no goori, di provinsi Tootōmi yang merupakan wilayah kekuasaan klan Īo yang merupakan bawahan dari klan Imagawa. yang menurut nama tempat zaman dulu ada di kota Zudaji (sekarang menjadi kota

Setelah bekerja untuk Matsushita Yukitsuna, Hideyoshi bekerja sebagai bawahan Tokugawa Ieyasu. Pada tahun 1584, Hideyoshi menerima 1.600 koku untuk mengawasi provinsi Tambaprovinsi Kawachi, Selanjutnya pada tahun 1584, Hideyoshi menerima 16.000 koku berikut Istana Tootōmikuno yang berdekatan dengan Istana Zudaiji. dan

Bawahan Nobunaga

Pada tahun 1554 Hideyoshi mulai bekerja sebagai bawahan kelas rendah untuk Oda Nobunaga. Hideyoshi bekerja antara lain sebagai kepala tukang kayu dan kepala bagian dapur di Istana Kiyosu. Hideyoshi bekerja dengan rajin dan berhasil menarik perhatian Oda Nobunaga yang terkesan dengan hasil pekerjaan Hideyoshi. Berkat prestasinya yang luar biasa, Hideyoshi menjadi sangat terkenal di kalangan pengikut Nobunaga. Nobunaga kabarnya suka menyebutnya dengan panggilan kesayangan si "monyet" atau "tikus botak," karena penampilan Hideyoshi yang kurang tampan. Pada tahun 1564, Hideyoshi menikah dengan seorang wanita bernama Nene (dikenal sebagai Kōdaiin atau O-ne).

Kisah Hideyoshi membangun Istana Sunomata dalam semalam sewaktu bertempur melawan Saitō Tatsuoki asal Mino tidak dapat dibuktikan kebenarannya karena berasal dari buku sejarah Bukōyawa (武功夜話, Bukōyawa?) yang merupakan cerita karangan orang pada awal zaman Edo. Pada saat itu, Hideyoshi memimpin kelompok yang antara lain terdiri dari Takenaka Shigeharu, Hachisuka Koroku dan Maeno Nagayasu.

Pada tahun 1568, sewaktu Oda Nobunaga pergi ke ibu kota (Kyoto), Hideyoshi bekerja bersama-sama dengan Akechi Mitsuhide di Kyoto. Dalam catatan yang ditulis pada waktu itu, sudah disebut-sebut nama Hideyoshi.

Pada tahun 1570 Hideyoshi memimpin pasukan untuk memadamkan pemberontakan Asakura Yoshikage di Echizen. Pada mulanya, pasukan dapat bergerak maju tanpa ada hambatan dari musuh. Pasukan Oda Nobunaga yang sedang berbaris dalam perjalanan di sekitar Kanegasaki diserang dari belakang secara tiba-tiba oleh sekutu Nobunaga asal Ōmi utara yang bernama Azai Nagamasa.

Konon pasukan Azai dan pasukan Asakura menjepit pasukan Nobunaga dari kedua sisi sehingga pastinya nyawa Oda Nobunaga berada dalam bahaya. Hideyoshi memohon kepada Nobunaga agar diberi kesempatan untuk bertempur di posisi paling belakang (shingari), maksudnya untuk memberi perlindungan kepada pasukan Nobunaga yang sedang mundur agar bisa lolos. Peristiwa ini terkenal dengan sebutan Jalan Lolos Kanegasaki (金ヶ崎の退き口, kanegasaki nukiguchi?). Atas jasa menyelamatkan nyawanya, Nobunaga memberi hadiah 30 keping emas kepada Hideyoshi yang juga berhasil selamat dalam pertempuran. Dalam sekejap Hideyoshi tampil sebagai ksatria gagah berani. Azai Nagamasa berhasil dihabisi Hideyoshi dalam pertempuran di benteng Odani

Penguasa Istana Nagahama

Azai Nagamasa tewas di tahun 1573 dan klannya musnah, Hideyoshi ditunjuk untuk memerintah provinsi Ōmi yang menjadi teritori klan Azai. Hideyoshi menganggap perlu mengganti nama Imahama menjadi Nagahama. Hideyoshi lalu menjadi penguasa Istana Nagahama. Dari daerah Ōmi, Hideyoshi merekrut sisa-sisa pasukan Azai berikut sejumlah ksatria muda seperti Ishida Mitsunari, Katō Kiyomasa, dan Fukushima Masanori.

Pada masa itu, Hideyoshi mengganti namanya menjadi Hashiba Hideyoshi. Nama keluarga Hashiba terdiri dari dua aksara kanji yang masing-masing diambil dari nama keluarga dua asisten pribadi Nobunaga, yakni Niwa Nagahide (丹羽長秀, Niwa Nagahide?) untuk aksara ha (, ha?) dan Shibata Katsuie (柴田勝家, Shibata Katsuie?) untuk aksara shiba (, shiba?).

Pada tahun 1576, Nobunaga memerintahkan Hideyoshi untuk membantu kepala pasukan dari daerah Hokuriku bernama Shibata Katsuie yang sedang berusaha membasmi pasukan Uesugi Kenshin dari Echigō. Hideyoshi berselisih paham soal strategi pertempuran dengan Katsuie sehingga Hideyoshi memutuskan untuk menarik pasukan dan pulang begitu saja tanpa izin Nobunaga. Pasukan Katsuie akhirnya berhasil ditaklukkan Uesugi Kenshin dalam peristiwa yang disebut Pertempuran Sungai Tetori. Nobunaga sangat marah kepada Hideyoshi tapi akhirnya Nobunaga mau mengampuni Hideyoshi.

Penaklukan daerah Chūgoku

Setelah itu, Nobunaga memerintahkan Hideyoshi untuk menaklukkan daerah Chūgoku. Pasukan maju sampai provinsi Harima, dibantu pasukan Akamatsu Norifusa, Bessho Nagaharu dan Kodera Masamoto. Pengikut Kodera Masamoto yang bernama Kodera Yoshitaka (dikenal juga sebagai Kuroda Yoshitaka) meminjamkan Istana Himeji kepada Hideyoshi sebagai markas invasi ke daerah Chūgoku.

Pada tahun 1579 Hideyoshi berhasil menaklukkan daimyo Ukita Naoie penguasa provinsi Bizenprovinsi Mimasaka. Hideyoshi selanjutnya melakukan invasi ke provinsi Inaba untuk menyerang Istana Tottori yang dikuasai Yamana Toyokuni. dan

Pada tahun 1580, Bessho Nagaharu penguasa Istana Miki dari provinsi Harima menyerah akibat kehabisan perbekalan setelah mengadakan pemberontakan selama 2 tahun melawan klan Oda. Yamana Akihiro penguasa provinsi Tamba yang terkepung di dalam Istana Izushi akhirnya juga menyerah.

Pada tahun 1581, kelompok pengikut Yamana Toyokuni dari provinsi Inaba yang sedang diasingkan bergabung dengan pihak klan Mōri yang dipimpin Yoshinaga Tsuneie mengadakan pemberontakan dari Istana Tottori. Hideyoshi membeli semua bahan makanan dari daerah Tottori dan sekitarnya, serta memutuskan jalur perbekalan makanan ke dalam istana, sehingga Istana Tottori yang sedang terkepung kehabisan perbekalan dan jatuh tidak lama kemudian. Hideyoshi kemudian bertempur melawan Mōri Terumoto yang menguasai wilayah Chūgoku bagian barat.

Hideyoshi mendapat julukan "Hideyoshi si ahli menjatuhkan istana" (城攻めの名手秀吉, shirozeme no meishū hideyoshi?) berkat strateginya menyulitkan perbekalan musuh sewaktu menaklukkan Istana Tottori dan Istana Miki, serta menyerang Istana Takamatsu dengan banjiran air sewaktu menginvasi wilayah Chūgoku.

Kematian Nobunaga dan Pertemuan Kiyosu

Hideyoshi sedang menyerang Istana Takamatsu dengan banjiran air pada waktu Oda Nobunaga dibunuh oleh Akechi Mitsuhide dalam Peristiwa Honnōji di tahun 1582. Hideyoshi yang mendengar kabar kematian majikannya segera berhasil berdamai dengan pihak Mōri dengan syarat pemilik Istana Takamatsu yang bernama Shimizu Muneharu melakukan seppuku. Hideyoshi lalu menarik kembali pasukannya ke Kyoto secara besar-besaran. Peristiwa ini dikenal dengan Penarikan Pasukan dari Chūgoku (中国大返し, chūgoku ōgaeshi?). Akechi Mitsuhide akhirnya berhasil dihabisi dalam Pertempuran Yamazaki.

Berkat prestasi yang luar biasa serta dukungan dari Niwa Nagahide dan Ikeda Tsuneoki, Hideyoshi mendapat kesempatan memimpin pertemuan negarawan senior yang dilangsungkan di Istana Kiyosu. Dalam pertemuan Kiyosu, Hideyoshi menentang rencana Shibata Katsuie yang mengusulkan agar Oda Nobutaka mengambil alih pimpinan klan Oda. Menurut pendapat Hideyoshi, putra Oda Nobutada yang masih kanak-kanak yang bernama Sanbōshi (selanjutnya dikenal sebagai Oda Hidenobu) merupakan pewaris pemerintahan militer Oda Nobunaga yang sah. Hideyoshi kemudian berhasil menjadi pelindung Sanbōshi.

Pertentangan dengan Shibata Katsuie

Pada tahun 1583, Hideyoshi berperang melawan Shibata Katsuie yang menentangnya secara politik. Pertempuran berlangsung sengit, tapi akhirnya berhasil dimenangkan pasukan Hideyoshi akibat Sakuma Morimasa dari pihak Katsuie yang bertempur membabi buta dan Maeda Toshiie yang membelot dari pihak Katsuie ke pihak Hideyoshi. Katsuie kemudian hanya bisa bertahan di markas besarnya di Istana Kitanoshō yang terkepung pasukan Hideyoshi. Katsuie tidak mempunyai jalan lain kecuali melakukan seppuku. Peristiwa ini disebut Pertempuran Shizugatake. Dalam pertempuran ini peran Tujuh Satria Shizugatake (賤ヶ岳七本槍, shizugatake nana hon yari?) sangat menentukan kemenangan Hideyoshi.

Konon Hideyoshi juga sudah berpikir untuk menyelamatkan nyawa istri Katsuie bernama Oichi no kata yang akhirnya memilih mati bersama suaminya. Sebelum dijadikan istri oleh Katsuie, Oichi no kata adalah janda dari Azai Nagamasa yang juga dibunuh Hideyoshi

Akibat pertempuran Shizugatake, Oda Nobutaka kehilangan pelindungnya Katsuie, dan Takigawa Kazumasa yang merupakan penentang Hideyoshi akhirnya menjadi tunduk. Nobutaka melakukan seppuku, sedangkan Kazumasa menjadi bawahan pengikut Hideyoshi.

Pertentangan dengan Tokugawa Ieyasu

Dalam Pertempuran Komaki-Nagakute di tahun 1584, Ikeda Tsuneoki dan Mori Nagayoshi yang berada di pihak Hideyoshi sudah terbunuh oleh pihak Tokugawa, tapi Hideyoshi berhasil berdamai dengan Oda Nobukatsu yang berada di pihak Tokugawa. Akibatnya, pasukan Tokugawa terpaksa ditarik dan putra Tokugawa yang bernama Matsudaira Hideyasu dikirim ke Hideyoshi untuk dijadikan anak angkat sebagai syarat berdamai .

Hideyoshi selanjutnya mengirim ibu kandung Hideyoshi yang bernama Ōmandokoro sebagai tawanan dan memberikan adik perempuannya Putri Asahi kepada Ieyasu untuk dijadikan istri. Hideyoshi memberi kesempatan kepada Ieyasu yang sudah menjadi pengikutnya untuk menemani pergi ke Kyoto. Ieyasu menerima penawaran dan berjanji untuk setia kepada Hideyoshi. Berdasarkan perjanjian ini, Hideyoshi secara de facto berhasil menjadi pewaris pemerintahan militer Oda Nobunaga.

Pembangunan Istana Osaka dan nama keluarga Toyotomi

Pada tahun 1583, Hideyoshi mendirikan Istana Osaka di bekas kuil Ishiyama Honganji. Ōtomo Yoshishige seorang daimyo dari Kyushu sangat terkejut dengan kemegahan Istana Osaka dan memujinya sebagai bangunan "tiada ada duanya di Jepang." Istana Osaka sebenarnya mempunyai sedikit masalah dalam soal pertahanan yang kabarnya Hideyoshi sendiri sangat prihatin. Di beberapa tempat di Istana Osaka yang menurut Sanada Nobushige mempunyai pertahanan yang lemah dibangun benteng pertahanan yang dikenal sebagai Sanada Maru. Berkat usaha Nobushige, Istana Osaka menjadi jauh lebih kuat sehingga di kemudian hari menimbulkan kerugian besar di pihak pasukan Tokugawa.

Pada tahun 1585, Hideyoshi menjadi anak angkat Konoe Sakihisa sehingga bisa mendapat gelar Kampaku dari kaisar. Tahun berikutnya (1586), Hideyoshi menerima nama keluarga Toyotomi, menjalankan tugas sebagai Daijō Daijin dan melakukan konsolidasi kekuasaan. Ada pendapat yang mengatakan Hideyoshi bermaksud melancarkan jalan ke arah terbentuknya "Keshogunan Hideyoshi" dengan mengusulkan dirinya diangkat sebagai anak angkat oleh Ashikaga Yoshiaki, tapi ternyata usul Hideyoshi ditolak.

Invasi ke Shikoku dan Etchū

Hideyoshi setalah berhasil mengatasi Pemberontakan Ikko-ikki di provinsi Kii, segera bergerak maju menghadapi Chōsokabe Motochika yang dianggap bisa menjadi saingan karena baru saja berhasil menyatukan Shikoku. Hideyoshi meminta Motochika untuk mengembalikan 3 provinsi (Awa, Sanuki dan Iyo) ke tangan Hideyoshi, tapi usul ini ditolak mentah-mentah oleh Motochika. Hideyoshi merasa tidak ada jalan lain kecuali menunjuk adiknya Hashiba Hidenaga sebagai panglima gabungan untuk memimpin invasi ke Shikoku.

Pasukan Toyotomi Hidenaga dan Toyotomi Hidetsugu menyerbu provinsi Awa, Ukita Hideieklan Mōri menyerbu provinsi Iyo dengan kekuatan pasukan gabungan sejumlah 100.000 prajurit. Motochika yang merasa pertempuran bakal tidak seimbang segera menyerah tanpa mau bertempur. Peristiwa ini dikenal sebagai Invasi Shikoku menyerbu provinsi Sanuki, sedangkan (四国征伐, shikoku seibatsu?)

Pasukan Hideyoshi selanjutnya menghadapi perlawanan Maeda Toshiie dari provinsi Kaga, dan menaklukkan Sassa Narimasa asal provinsi Etchū. Pada tahun 1588, Sassa Narimasa diperintahkan melakukan seppuku karena dituduh salah mengurus pemerintahan provinsi Higo.

Penaklukan Kyushu

Kekuasaan Shimazu Yoshihisa di Kyushu telah menjadi begitu kuat pada saat itu, sehingga Ōtomo Yoshishige yang merasa ditindas oleh klan Shimazu meminta pertolongan Hideyoshi. Invasi ke Kyushu tidak dapat dihindari karena peringatan Hideyoshi agar Shimazu Yoshihisa menyerah ternyata tidak ditanggapi.

Pada tahun 1586, pasukan gabungan Hideyoshi yang dipimpin Sengoku Hidehisa sebagai panglima, dengan bawahan Chōsokabe Motochika dan anaknya Chōsokabe Nobuchika, Sogō Masayasu, dan Ōtomo Yoshimune mengalami kekalahan besar dalam pertempuran sungai Hetsugi melawan pasukan Shimazu Yoshihisa di provinsi Bungo. Peristiwa ini dinamakan Pertempuran sungai Hetsugi. Tewasnya Chōsokabe Nobuchika dan Sogō Masayasu dan Sengoku Hidehisa yang tidak bisa mengatur pasukan kabarnya menjadi sebab kekalahan pasukan gabungan Hideyoshi.

Pada tahun 1587, Hideyoshi bersama dengan adiknya Hidenaga berniat menuntut balas dengan memimpin sendiri invasi besar-besaran ke Kyushu dengan total pasukan mencapai 200.000 prajurit. Pasukan Shimazu akhirnya berhasil ditaklukkan dan Shimazu Yoshihisa dan Shimazu Yoshihiro terpaksa menyerah. Peristiwa ini disebut Invasi ke Kyushu (九州征伐, kyūshū seibatsu?). Setelah berhasil menundukkan Shimazu yang merupakan musuh besar terakhir, Hideyoshi berhasil menjadi pemimpin yang menguasai seluruh bagian barat Jepang.

Pada tahun 1587, Hideyoshi mengeluarkan perintah Bateren Tsuhorei (バテレン追放令, bateren tsuihōrei?, pengusiran misionaris Kristen) yang antara lain melarang agama Kristen dan melarang daimyo mengkristenkan pengikutnya. Tahun berikutnya (1588), Hideyoshi mengeluarkan perintah Perburuan Katana (刀狩, katanagari?) yang melarang kalangan bukan samurai untuk memiliki katana.

Penaklukan Odawara

Pada tahun 1589, pengikut klan Gohōjō yang bernama Inomata Kuninori merebut Istana Nagurumi di provinsi Kōzuke yang dijaga Suzuki Shigenori yang merupakan pengikut Sanada Masayuki. Hideyoshi menganggap peristiwa ini sebagai kesempatan untuk melakukan invasi ke tempat yang jauh di wilayah Kanto. Pada tahun berikutnya (1590), Hideyoshi berniat untuk menaklukkan Istana Odawara.

Hideyoshi memerintahkan para daimyo di wilayah Tohoku untuk bergabung membantu pasukannya menyerang Odawara. Date Masamune yang menguasai sebagian besar wilayah Tohuku merasa ragu-ragu untuk mengirim pasukan. Hideyoshi lalu menjadi sangat marah karena Masamune yang dinanti-nanti tidak juga mau muncul-muncul. Masamune yang mengetahui hal ini bergegas mengenakan pakaian yang biasa dipakai orang meninggal dan pergi menghadap Hideyoshi untuk meminta pengampunan. Pada akhirnya, Hideyoshi memang bisa mengampuni Masamune yang terlambat datang. Konon pada saat itu Hideyoshi menyentuh bagian belakang leher Masamune dengan kipas dan berkata, "Kalau datang terlambat sedikit saja, bagian ini bahaya."

Pertahanan Istana Odawara konon luar biasa kuat bahkan Uesugi Kenshin dan Takeda ShingenHōjō Ujimasa dan Hōjō Ujinao yang mampu bertahan selama 3 bulan di dalam istana yang sudah terkepung akhirnya menyerah. Ujimasa melakukan seppuku, sedangkan Ujinao diasingkan ke Gunung Kōya. Peristiwa ini disebut sebagai Invasi Odawara. tidak bisa menaklukkannya, tapi di tangan Hideyoshi ternyata Istana Odawara dapat ditaklukkan dengan mudah. Pasangan bapak dan anak

Pemersatu Jepang

Toyotomi Hideyoshi berhasil menjadi pemimpin pemersatu Jepang setelah menaklukkan klan Gohōjō yang merupakan musuh besar terakhir. Hideyoshi berhasil menghentikan perang berkecamuk sejak lama dan menandai berakhirnya periode Sengoku.

Pada tahun 1591, Hideyoshi melakukan suksesi, jabatan Kampaku diwariskan Hideyoshi kepada keponakannya yang bernama Toyotomi Hidetsugu, sedangkan Hideyoshi mendapat gelar Taikō (sebutan kehormatan untuk pensiunan Kampaku).

Ada cerita tentang Hideyoshi yang kabarnya pernah memerintahkan pengikutnya, seorang guru upacara minum teh (茶人, さじん?, sajin) yang bernama Sen no Rikyū untuk bunuh diri. Furuta Shigeteru dan Hosokawa Tadaoki sudah berusaha menjelaskan duduk perkara dan memohon kepada Hideyoshi untuk mengampuni nyawa Sen no Rikyū tapi ternyata tidak ditanggapi. Sen no Rikyū akhirnya melakukan seppuku dan kepalanya dipertontonkan di jembatan Ichijōmodori. Ada berbagai pendapat yang bertentangan mengenai sebab terjadinya peristiwa ini.

Pada tahun itu juga (1591), terjadi pemberontakan yang disebabkan oleh seluruh anggota keluarga klan Nambu terlibat sengketa soal pewaris kekuasaan Kunohe Masazane. Hideyoshi segera menyetujui permohonan bantuan dari Nambu Nobunao dan menunjuk Toyotomi Hidetsugu sebagai panglima pasukan gabungan. Pasukan gabungan untuk menyerbu Kunohe terdiri dari pasukan pimpinan Gamō Ujisato, Asano Nagamasa, dan Ishida Mitsunari. Pasukan milik para daimyo dari wilayah Tohoku juga diperintahkan untuk bergabung, sehingga pasukan jumlahnya makin bertambah banyak. Konon jumlah pasukan yang menyerbu Kuzunohe hingga mencapai 60.000 prajurit. Kakak beradik Kunohe Masazane dan Kunohe Sanechika memang mengadakan perlawanan tapi akhirnya tidak berdaya diserang pasukan dalam jumlah besar dan menyerah. Pemberontakan selesai setelah seluruh anggota keluarga klan Kunohe dihabisi dengan cara dipenggal.

Perang Tujuh Tahun hingga akhir hayat

Pada tahun 1592, Hideyoshi mengirim pasukan ke dinasti Joseon (sekarang dikenal sebagai Korea). Perang ini disebut Perang Tujuh Tahun (文禄・慶長の役, bunroku keichō no eki?). Pada saat awalnya, pasukan Joseon dapat mudah ditaklukkan, Hanyang (sekarang dikenal sebagai Seoul) pun berhasil dikuasai pasukan Hideyoshi. Situasi perang bertambah buruk akibat datangnya bala bantuan dari dinasti Ming dan perlawanan pasukan relawan dari berbagai daerah di Joseon, sehingga harus dibuat gencatan senjata.

Pada tahun 1593 lahir seorang anak laki-laki yang dinamakan Toyotomi Hideyori dari istri muda Hideyoshi yang bernama Yodo dono. Dua tahun kemudian (1595), keponakan Hideyoshi yang bernama Toyotomi Hidetsugu diperintahkan untuk melakukan seppuku dengan alasan perbuatan Hidetsugu sudah tidak terkendali sampai-sampai mendapat julukan "Kampaku haus darah." Penasehat Hidetsugu dan pengikut setia Hideyoshi seperti Maeno Nagayasu juga dianggap terlibat sehingga diperintahkan melakukan seppuku. Seluruh anggota keluarga Hidetsugu seperti istri dan anak-anaknya juga dihukum mati. Ada berbagai pendapat yang meragukan perbuatan perbuatan yang di luar batas yang dilakukan Hidetsugu. Pendapat lain mengatakan Hidetsugu dianggap tidak dibutuhkan lagi karena kelahiran Toyotomi Hideyori yang merupakan anak sah dari Yodo dono sekaligus pewaris klan Hideyoshi.

Kegagalan perundingan damai menyebabkan Hideyoshi kembali menginvasi Joseon untuk yang kedua kali pada tahun 1597. Di tengah kemelut invasi ke Joseon, Hideyoshi yang menderita kanker perut merasa umurnya tidak akan lama lagi. Pada tanggal 18 Agustus 1598, Hideyoshi memanggil lima pembantu seniornya dan menunjuk Tokugawa Ieyasu dan Toyotomi HideyoriMaeda Toshiie ditunjuk sebagai pendamping Hideyori yang masih kecil. Hideyoshi lalu tutup usia di Istana Fushimi di usia 62 tahun. sebagai pelaksana tugas sehari-hari, sedangkan

Invasi ke Joseon berakhir setelah wafatnya Hideyoshi. Perang ini menyebabkan kerugian besar pada tentara rakyat Joseon dan kerusakan besar-besaran wilayah Joseon. Kerugian besar juga dialami pasukan bala bantuan dari kekaisaran dinasti Ming, tapi pihak Jepang justru mengalami kerugian yang jauh lebih besar. Prajurit terbaik Hideyoshi banyak yang gugur di medan laga Joseon, sehingga hubungan antara klan Hideyoshi dan para pengikutnya menjadi retak. Salah satu agenda politik luar negeri Keshogunan Tokugawa adalah memperbaiki hubungan buruk antara Jepang dan Joseon.

Sebelum tutup usia, Hideyoshi menulis puisi perpisahan berupa tanka yang berbunyi: tsuyu to ochi tsuyu to kienishi wagamikana naniwa no koto wa yume no mata yume 露と落ち 露と消えにし 我が身かな 浪速のことは 夢のまた夢, tsuyu to ochi tsuyu to kienishi wagamikana naniwa no koto wa yume no mata yume? (embun jatuhlah, embun lalu hilanglah, jalan hidupku, kisah tentang Naniwa, mimpi di dalam mimpi).

Mengenai nama keluarga Toyotomi

Nama keluarga Toyotomi diterima Hideyoshi dari kaisar Goyōzei. Sebelumnya, Hideyoshi juga pernah menggunakan nama keluarga Kinoshita dan Hashiba. Seperti lazim diketahui orang zaman sekarang, Hideyoshi mengganti nama dari Hashiba Hideyoshi menjadi Toyotomi HideyoshiBushi lazim menyebut dirinya di depan orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dengan nama pemberian kaisar ( setelah dihadiahkan nama keluarga Toyotomi dari kaisar. Hideyoshi sebenarnya tetap menggunakan menggunakan nama keluarga Hashiba sampai saat wafatnya, begitu juga halnya dengan sanak keluarga Hideyoshi seperti Hidenaga dan Hidetsugu. 本姓, hon sei?) diikuti dengan nama asli (, imina?). Taira no Kagetora merupakan nama pemberian kaisar kepada Uesugi Kenshin alias Nagao kagetora, sedangkan Minamoto no Harunobu merupakan nama pemberian kaisar untuk Takeda Shingen alias Takeda Harunobu.

Nama "Toyotomi Hideyoshi" seperti yang sering disebut banyak orang merupakan cara membaca nama dalam aksara kanji yang tidak benar, karena nama asli dan nama pemberian kaisar yang dicampur aduk. Sebenarnya jika mau menyebut orang ditambah nama pemberian kaisar, di antara nama pemberian kaisar dan nama panggilan harus ditambahkan kata "no" yang berarti "dari klan," contohnya Taira no Kiyomori yang berarti Kiyomori dari klan Taira. Berdasarkan aturan tersebut, nama Toyotomi Hideyoshi seharusnya dibaca sebagai Toyotomi no Hideyoshi.

Kebijakan politik

Hideyoshi mengikuti kebijakan politik yang dirintis oleh Oda Nobunaga. Hideyoshi mengatur administrasi kota dan memajukan perdagangan dengan sistem pasar bebas (楽市・楽座, rakuichi rakuza?), kebijakan ekspor-impor menggunakan Kapal Segel Merah (朱印船貿易, Shuinsen boeki?), regulasi perdagangan dengan mencetak mata uang logam. Sistem perpajakan dikelola berdasarkan survei wilayah dan sensus yang disebut Taikōkenchi (太閤検地, Taikōkenchi?) dan pelarangan orang biasa memiliki Katana Katana gari (刀狩, Katana gari?). Hideyoshi menciptakan sistem kelas dalam masyarakat yang memisahkan orang biasa (petani, produsen, dan pedagang) dengan kelas bushi. Sistem ini dijadikan dasar sistem pemerintahan regional yang disebut Bakuhan taisei (幕藩体制, Bakuhan taisei?) pada zaman Keshogunan Edo. Ada juga pendapat yang bisa dipercaya yang mengatakan pelarangan orang biasa memiliki Katana pada masa Hideyoshi tidak berhasil diterapkan sepenuhnya.

Hideyoshi sudah sejak awal menyadari bahaya Kirishitan (sebutan pada zaman itu untuk agama Kristen) dan mengetahui rencana terselubung para misionaris yang membantu politik kolonialisme negara-negara Eropa di zaman penjelajahan, termasuk di antaranya perdagangan orang Jepang sebagai budak. Hideyoshi mendapat informasi tentang peran misionaris membantu Kerajaan Spanyol memperluas wilayah koloni dari seorang misionaris penumpang kapal San Felipe yang mengalami kecelakaan dan hanyut ke provinsi Tosa (Shikoku). Kebijakan Hideyoshi untuk mengatasi ancaman Kirishitan dilanjutkan oleh pemerintah Keshogunan Edo.

Kegagalan invasi Joseon yang merupakan ambisi masa tua Hideyoshi untuk memperluas wilayah kekuasaan berakibat pada banyaknya pengikut klan Hideyoshi yang membelot ke kubu klan Tokugawa. Pembelotan besar-besaran pengikut setia Hideyoshi mengakibatkan basis kekuasaan klan Hideyoshi menjadi lemah, yang nantinya menjadi sebab berakhirnya pemerintahan Hideyoshi.

Profil

Toyotomi Hideyoshi adalah salah satu tokoh sejarah yang paling terkemuka di Jepang. Dalam waktu satu tahun setelah Nobunaga tutup usia, Hideyoshi berhasil menjadi pewaris kekuasaan Nobunga. Hideyoshi berhak menjadi pengganti Nobunaga walaupun pangkatnya pada waktu itu masih 3 sampai 4 tingkat di bawah. Alasannya, prestasi Hideyoshi di bidang politik dan militer dianggap sangat luar biasa dan tanpa tanding, mulai dari Insiden Honnōji, Penarikan Pasukan dari Chūgoku, Pertempuran Yamazaki, berkesempatan menghadiri Pertemuan Kiyosu, dan bertempur gagah berani dalam Pertempuran Shizugatake.

Hideyoshi sedikit demi sedikit kehilangan keseimbangan dan anggota keluarga yang harus mendukungnya kebanyakan justru bernasib malang. Ibunya yang bernama Ōmandokoro dan adik perempuannya yang bernama Putri Asahi harus menjadi tawanan Ieyasu. Hidenaga yang merupakan adik kandung laki-laki sekaligus pembantunya yang cerdas juga harus tutup usia dalam usia muda. Hideyoshi pernah memerintahkan hukuman mati untuk Hidetsugu yang masih keponakan sendiri berikut seluruh anggota keluarga.

Hideyoshi dan istri sahnya Kōdaiin tidak memiliki putra yang dapat mewariskan kekuasaan klan Hideyoshi. Hal ini berakibat fatal pada kesinambungan kekuasaan klan Hideyoshi, karena mewariskan wilayah kekuasaan ke tangan anak kandung merupakan strategi mempertahankan kekuasaan di zaman Sengoku. Ada pendapat lain yang mengatakan, seandainya sebelum tutup usia Hideyoshi memiliki anak kandung yang sudah dewasa, walaupun anak itu tidak secerdas ayahnya tapi Ieyasu mungkin tidak berkesempatan melakukan tindakan sewenang-wenang menghancurkan klan Hideyoshi.

Di akhir hayatnya, Hideyoshi menjadi diktator bertangan besi dan tidak secemerlang Hideyoshi di zaman Oda Nobunaga. Ada banyak pendapat yang mengatakan, walaupun pada akhirnya klan Hideyoshi dihancurkan oleh Ieyasu, Hideyoshi sebenarnya juga bertanggung jawab atas kehancuran klannya. Kalangan sejarawan berpendapat eksekusi Hidetsugu dan seluruh anggota keluarga serta invasi ke Joseon merupakan keputusan paling bodoh yang pernah dilakukan Hideyoshi.

Pada zaman Meiji hingga zaman Showa sebelum Perang Dunia II, Jepang melancarkan propaganda "memakmurkan negara dan memperkuat militer" (富国強兵政策, fukoku kyōhei seisaku?). Pemerintah Jepang antara lain mencoba menjadikan perjalanan hidup Toyotomi Hideyoshi dari kalangan bawah menjadi pejabat tinggi Kampaku Dajo Daijin sebagai panutan orang banyak. Kisah perjalanan hidup Hideyoshi kemudian ternyata banyak disukai orang. Konon ada dokumen zaman itu yang mengganti istilah Perang tahun Bunroku dan tahun Keichō (文禄・慶長の役, bunroku keichō no eki?) menjadi Penaklukan Joseon (朝鮮征伐, chōsen seibatsu?) dengan tujuan menakuti-nakuti musuh (pemimpin militer Joseon) dan menunjukkan kepada dunia bahwa Jepang adalah negara yang kuat.

Di Jepang, Hideyoshi dikagumi sebagai sosok yang menyenangkan dan bersahabat, lebih mementingkan kecerdasan dibanding kekuatan fisik dan selalu riang. Hideyoshi juga disukai rakyat sehingga mempunyai nama panggilan Taikō-san (nama jabatan ditambah kata "san") yang menunjukkan Hideyoshi dekat di hati rakyat. Pada zaman itu, pemimpin yang disegani tidak pernah disebut dengan panggilan akrab karena tidak mau keselamatan terancam.

Berdasarkan perjalanan hidup masing-masing tokoh, kisah-kisah yang banyak beredar umumnya menggambarkan Hideyoshi sebagai tokoh yang bersifat periang dan berpengetahuan luas, berlawanan dengan Nobunaga yang genius namun bersifat dingin dan Ieyasu yang suka berhati-hati tapi terus terang.

Hideyoshi sangat populer di berbagai daerah di Jepang. Museum Hideyoshi dibangun di tanah kelahirannya di distrik Nakamura Nagoya. Pawai orang dengan kostum Hideyoshi, Oda Nobunaga, dan Tokugawa Ieyasu diselenggarakan setiap tahun dalam perayaan Nagoya Matsuri. Hideyoshi juga sangat populer di Osaka, tempat yang pernah dijadikannya markas besar pemerintahan. Di kalangan pedagang di Osaka, Hideyoshi juga dianggap berjasa menjadikan Osaka sebagai kota perdagangan di zaman Edo.

Sampai saat ini, cerita tentang asal-usul Hideyoshi masih diselubungi tanda tanya. Ada pendapat yang mengatakan ayah Hideyoshi yang bernama Yaemon adalah bukan sekadar petani biasa. Konon ayah Hideyoshi sebenarnya tergabung dalam pasukan klan Oda sebagai prajurit Ashigaru (足軽, Ashigaru?) (kelas paling bawah) yang di masa damai bekerja sebagai petani. Hideyoshi sebelum menikah tidak mempunyai nama keluarga. Hideyoshi baru pertama kali memakai nama keluarga dan menamakan dirinya Kinoshita Hideyoshi sesudah kawin dengan Nene (Kōdaiin). Jika memang benar dirinya seorang petani, ayah Hideyoshi seharusnya mempunyai nama keluarga. Pada saat itu, orang yang menyebut diri sebagai petani (biasanya memiliki tanah atau industri kecil) lazimnya menggunakan nama keluarga yang diambil dari nama kampung tempat tinggal. Petani zaman itu memiliki nama keluarga untuk membedakan anggota keluarganya dengan penduduk lain yang tinggal satu kampung. Hideyoshi tidak mempunyai nama keluarga sebelum menikah, sehingga tidak tertutup kemungkinan ayah Hideyoshi bukanlah dari kelas petani, melainkan dari kelas rakyat jelata yang berada di bawah kelas petani.

Ada beberapa penjelasan mengapa Hideyoshi sering dipanggil monyet. Ada coret-coretan yang bernada mengejek dibuat sewaktu Hideyoshi baru diangkat sebagai Kampaku. Konon Hideyoshi tidak jelas asal-usul keturunannya sehingga dijadikan barang tertawaan, "jangan-jangan Hideyoshi keturunan monyet." Alasan Hideyoshi dipanggil monyet mungkin bukan disebabkan tampangnya yang jelek, soalnya bukti Nobunaga memanggil Hideyoshi dengan sebutan monyettikus botak dalam satu pucuk surat yang ditulis Nobunaga kepada istri Hideyoshi (Nene), tapi sebutan ini hanya dipakai sekali dalam satu pucuk surat dan kabarnya bukan panggilan yang selalu digunakan oleh Nobunaga. juga tidak pernah ditemukan. Hideyoshi memang pernah disebut sebagai

Hideyoshi dikenal sebagai seorang yang mempunyai tangan kanan berjari enam (ibu jempol tangan kanannya ada dua). Pada masa itu, jari yang berlebih biasanya dipotong sewaktu masih kanak-kanak, tapi tetap dibiarkan Hideyoshi.

Hideyoshi konon sangat dibenci di Korea karena pernah melakukan invasi ke Joseon. Kebalikannya, admiral Yi Sun-sin yang memimpin pasukan Joseon menjadi pahlawan nasional yang disanjung-sanjung di Korea.

Pengikut

Hideyoshi tidak dilahirkan dari keluarga daimyo turun temurun sehingga harus merekrut banyak pengikut baru dalam perjalanan hidupnya menjadi orang nomor satu di Jepang.

Bekas pengikut Oda Nobunaga yang menjadi pengikut Hideyoshi antara lain: Asano NagamasaHorio Yoshiharu, Yamauchi Katsutoyo, Nakamura Kazuuji, Takenaka Shigeharu, Higuchi Naofusa, Wakizaka Yasuharu, Katagiri Katsumoto, Ishida Mitsunari, Kuroda Yoshitaka, dan Mashida Nagamori. Fukushima Masanori dan Katō Kiyomasa (bekas pesuruh Nobunaga), sejak kecil sudah dibesarkan oleh Hideyoshi.

Pengikut Hideyoshi banyak yang menunjukkan keberanian luar biasa dalam Pertempuran Shizugatake, misalnya: Fukushima Masanori, Katō Kiyomasa, Katō Yoshiakira, Wakizaka Yasuharu, Hirano Nagayasu, Kasuya Takenori, dan Katagiri Katsumoto. Ada juga perbedaan pendapat tentang nama-nama yang berhak disebut sebagai Tujuh Ksatria Shizugatake (賤ヶ岳七本槍, shizugatake hon yari?).

Hideyoshi juga menyertakan beberapa bekas asisten Nobunaga seperti seperti Maeda Toshiie, Tamba Nagahide, dan Hachisuka Masakatsu yang diwariskan kepadanya sebagai pengikut, tapi ada juga pendapat yang mengatakan hubungan Hideyoshi dengan para bekas asisten Nobunaga hanya sebatas sahabat.

Istri sah Hideyoshi yang bernama Kōdaiin (alias Nene) menghasut para daimyo bekas anak asuh Hideyoshi seperti Fukushima Masanori agar tidak setia kepada klan Hideyoshi. Alasannya, Hideyori adalah anak Hideyoshi dari istri muda Yododono yang dicemburui Kōdaiin. Akibatnya, para daimyo bekas anak asuh Hideyoshi yang sudah tidak setia merasa tidak perlu membantu klan Hideyoshi ketika terjadi Pertempuran Musim Dingin Osaka dan Pertempuran Osaka.

Klan Hideyoshi mengalami kehancuran akibat kekurangan pengikut yang setia, Ishida MitsunariPerang Sekigahara, Ōtani Yoshitsugu melakukan seppuku, dan Ukita Hideie kalah perang dan diasingkan ke pulau terpencil. Ada juga pendapat yang mengatakan Katō Yukinaga dan Asano Nagamasa secara diam-diam terus mendukung Hideyoshi sementara klan Tokugawa pura-pura tidak mengetahui hal ini. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kesetiaan Katō Yukinaga dan Asano Nagamasa pada klan Hideyoshi tetap tidak tergoyahkan sampai harus dibunuh dengan racun. dihukum mati karena kalah dalam

Organisasi pemerintahan Hideyoshi terdiri dari dewan lima menteri senior (五大老, go tairō?), tiga pemimpin tingkat menengah (三中老, san chūrō?), dan lima pelaksana pemerintahan (五奉行, go bugyō?). Pada Pertempuran Sekigahara, pengikut Hideyoshi terbelah menjadi dua, yakni penganut paham negara militer dan penganut paham negara sipil.


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Toyotomi Hideyori

Toyotomi Hideyori (豊臣 秀頼, Toyotomi Hideyori?) (29 Agustus 1593) – (4 Juni 1615) adalah bushi zaman Tenshō sampai masa permulaan zaman Edo. Nama kecilnya Hiroimaru. Lahir dari ayah Toyotomi Hideyoshi dan ibu Yodo dono (putri dari Azai Nagamasa). Hideyori bersama istri simpanan mempunyai anak laki-laki bernama Toyotomi Kunimatsu dan anak perempuan bernama Putri Naa.

Kelahiran hingga tutup usia

Hideyori lahir di Istana Osaka sewaktu sang ayah Toyotomi Hideyoshi sudah berusia 57 tahun. Dibesarkan di Istana Fushimi, Hideyori merupakan pewaris kekuasaan Toyotomi Hideyoshi setelah Toyotomi Hidetsugu diperintahkan melakukan seppuku. Di masa tua Hideyoshi, Hideyori dibantu sistem dewan yang terdiri dari lima menteri senior (Go Tairō) dan lima pelaksana pemerintahan (Go Bugyō). Setelah Hideyoshi wafat di tahun 1598, Hideyori pindah ke Istana Osaka.

Setelah wafatnya Hideyoshi, salah satu dari lima menteri senior yang bernama Tokugawa IeyasuMaeda Toshiie dan tewasnya salah satu dari lima pelaksana pemerintahan Ishida Nishinari yang diperintahkan seppuku, Tokugawa Ieyasu berhasil menguasai pemerintahan klan Toyotomi. muncul sebagai pemimpin yang berpengaruh. Selain itu, di dalam pemerintahan Toyotomi sendiri terjadi saling sikut, sehingga setelah wafatnya menteri senior

Pertempuran Musim Dingin Osaka

Pada tahun 1614, hubungan antara Hideyori dan Ieyasu menjadi retak akibat ukiran nama Ieyasu pada genta di kuil Hōkōji yang ditulis terpisah-pisah. Ieyasu sangat marah karena merasa dilecehkan oleh Hideyori. Ieyasu juga tidak bisa lagi mentolerir klan Hashiba yang secara resmi merupakan penerus garis keturunan Tokugawa, tapi meminta perlakukan khusus sehingga pecah Pertempuran Musim Dingin Osaka.

Daimyō yang mempunyai pengaruh besar seperti Fukushima Masanori dan Katō YoshiakiraRonin seperti Sanada Yukimura (alias Sanada Nobushige), Gotō Matabee (Gotō Mototsugu) dan Chōsokabe Morichika. Pengikut Hideyori yang bernama Ōno Harunaga dan Yodo dono malah bertikai dengan kelompok Ronin. Pertikaian ini ternyata tidak pernah bisa didamaikan. Sanada Yukimura dan kelompoknya sudah bersikeras ingin menyerbu Kyoto, tapi kelompok Ōno Harunaga dengan keras kepala menentang rencana ini, bahkan kabarnya Harunaga memutuskan untuk bertahan saja di dalam istana yang terkepung. sudah diminta Hideyori agar mengirimkan pasukan untuk membantunya di Istana Osaka, tapi ajakan ini tidak ditanggapi. Sebagai gantinya, Istana Osaka dibantu kelompok

Pasukan Tokugawa yang menganggap enteng penyerbuan ke Istana Osaka ternyata mendapat kesulitan berat akibat perlawanan gagah berani pasukan para Ronin. Persedian makanan dan amunisi yang dibawa pasukan Tokugawa juga mulai habis. Selain itu, musim dingin juga mengakibatkan semangat tempur pasukan Tokugawa jatuh pada titik paling rendah. Tokugawa Ieyasu lalu menawarkan perjanjian damai dengan Hideyori. Pada awalnya, Hideyori menentang ajakan damai Ieyasu dan baru menerima perjanjian damai setelah didorong-dorong oleh sang ibu Yodo dono.

Pertempuran Musim Panas Osaka

Perjanjian damai ternyata cuma taktik pihak Tokugawa dan tidak pernah berlaku. Pihak Tokugawa mengabaikan perjanjian damai dan menimbun semua parit pertahanan yang ada di Istana Osaka. Protes pihak Hideyori yang menentang penimbunan semua parit pertahanan tidak ditanggapi oleh pihak Tokugawa. Sebaliknya, pihak Tokugawa justru meminta Hideyori untuk mengusir semua Ronin yang telah membantunya dan bermaksud untuk memindahkan Hideyori ke wilayah lain. Hideyori menentang usul ini, sehingga Ieyasu kembali mengumumkan perang dan pecah Pertempuran Musim Panas Osaka. Sanada Nobushige bermaksud menyertakan Hideyori ke dalam pertempuran untuk mempertinggi semangat bertempur pasukan Toyotomi, tapi sayangnya rencana ini tidak terlaksana. Ada pendapat yang mengatakan Yodo dono sangat mencintai anak kesayangannya, sehingga bersikeras tidak mengizinkan Hideyori maju berperang.

Walaupun Hideyori tidak maju berperang, Sanada Yukimura bertempur mati-matian bagaikan singa lapar sehingga Sanada Yukimura selalu dipuji-puji sebagai "ksatria Jepang paling nomor satu." Pasukan Tokugawa secara berturut-turut dibuat kocar-kacir oleh pasukan Yukimura, sampai akhirnya pasukan Sanada harus bertempur melawan pasukan inti Ieyasu. Sanada Yukimura sebenarnya hanya tinggal satu langkah lagi dalam memenangkan pertempuran. Sanada Yukimura berhasil mengejar Tokugawa Ieyasu dan menjepitnya, tapi Ieyasu tidak juga berhasil dibunuh. Sanada Yukimura kemudian kelelahan dan malah tewas terbunuh karena kehabisan tenaga. Pasukan Hideyori sedikit demi sedikit kemudian berhasil dihancurkan oleh pasukan Ieyasu.

Musnahnya klan Hashiba (klan Toyotomi)

Pada akhirnya menara utama Istana Osaka terbakar habis. Hideyori yang lari ke bagian luar istana yang disebut Yamazatomaru berhasil dikepung oleh pasukan Tokugawa. Sebelum menara utama terbakar habis, Ōno Harunaga bermaksud menyerahkan Putri Sen kepada Tokugawa. Sebagai gantinya, Harunaga memohon pengampunan atas nyawa Hideyori, namun rencana ini tidak terlaksana. Toyotomi Hideyori bersama ibundanya Yodo dono dan Ōno Harunagabunuh diri. Hideyori tewas di usia 23 tahun. melakukan

Putra Hideyori yang bernama Toyotomi Kunimatsu juga dibunuh, sedangkan nyawa anak perempuannya yang bernama Putri Naa mendapat pengampunan karena bersumpah untuk menjadi bikuni.

Makam Hideyori berada di distrik Higashiyama, Kyoto.

Profil

Konon Hideyori mendapat pendidikan gaya Kuge (aristokrat), karya tulisnya yang masih tersisa banyak dipuji orang. Hideyori dikabarkan berperawakan tinggi besar dibandingkan rata-rata, tinggi badan sekitar 197 cm dengan berat badan sekitar 161 kg. Hideyori sering dicurigai sebagai bukan anak biologis Hideyoshi karena perawakan Hideyori yang jauh berbeda dibanding ayahnya yang berperawakan kecil dan tinggi badan 152 cm.

Muka Hideyori kabarnya dipenuhi bekas penyakit cacar. Menurut sebuah dokumen, ketika Ieyasu melangsungkan pertemuan dengan Hideyori di Istana Nijō, Tokugawa Ieyasu merasa takut melihat penampilan Hideyori, dan merasa gentar melihat kewibawaan yang dimiliki Hideyori. Dokumen yang sama mencatat bahwa Ieyasu mengambil keputusan untuk menghancurkan klan Toyotomi setelah melihat penampilan Hideyori yang begitu berwibawa.

Hubungan Hideyori dengan istrinya Putri Sen (cucu Tokugawa Ieyasu) kabarnya sangat baik, sayangnya di antara mereka tidak dikaruniai keturunan sehingga anak dari istri Hideyoshi yang lain dijadikan anak angkat.

Cerita simpang-siur yang mempermasalahkan ayah kandung Hideyori umumnya berkisar pada cerita Hideyori sebagai putra kandung Ōno Harunaga atau Ishida Mitsunari.

Cerita seputar tewasnya Hideyori

Jenazah Hideyori tidak pernah diidentifikasi sehingga menurut Jean Crasset dalam buku "Histoire de l'Eglise du Japon," Hideyori mungkin tewas sewaktu Istana Osaka jatuh tapi mungkin juga berhasil lari bersama ibunya dan dilindungi oleh daimyō di daerah terpencil.

Menurut buku harian pedagang Inggris Richard Cocks ("Diary of Richard Cocks"), Hideyori mungkin tewas terbakar tapi mungkin juga lari ke Satsuma atau Ryukyu.


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Vagabond

Vagabond (バガボンド, Bagabondo) adalah komik Jepang (manga) karya Takehiko InoueMusashi karya Eiji Yoshikawa. Komik ini bercerita mengenai Miyamoto Musashi sebagai seorang petarung yang sangat berambisi untuk menjadi petarung nomor satu di dunia. Alur ceritanya tidak 100% persis sama dengan novel asli. yang didasarkan dari cerita novel

Diterbitkan di Jepang sejak tahun 1998 oleh Kodansha, versi bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Level Comics, anak perusahaan Gramedia. Hingga Desember 2005, telah ada 21 jilid yang diterbitkan di Jepang. Sejak sekitar jilid 18-an, Inoue mulai menggunakan kuas sepenuhnya untuk menggambar komik ini. Pada tahun 2002, Inoue menerima Penghargaan Kebudayaan Osamu Tezuka berkat manga karyanya ini. Keunggulan dari komik ini ialah gambarnya yang indah dan realistis. Hanya saja komik ini menuai kritik karena tingkat kekerasan yang tinggi, seperti ketika Takezo membacok kepala musuhnya dengan pedang kayu sampai pecah dan isi otaknya keluar, lalu ketika Shishido Baiken menggunakan rantainya untuk menghancurkan kepala dan menebas leher musuhnya sampai darahnya tersembur kemana-mana. Menurut pengarangnya, ketika manga ini akan berakhir, maka ia berharap dapat mengakhiri karirnya sebagai seorang mangaka

Cerita

Pada awalnya, Shimmen Takezo dan Matahachi pergi ke Sekigahara dan berperang disana. Sayangnya, pihak yang mereka bela kalah, dan mereka menjadi buronan. Mereka lalu melarikan diri, dan bertemu seorang janda bernama Oko dan putrinya. Mereka lalu diserang oleh sekelompok bandit pimpinan Tsujikaze Tenma. Setelah membereskan bandit dan hendak pulang, Matahachi malah kabur bersama Oko meninggalkan Takezo sendirian pulang ke Miyamoto.

Takezo lalu pulang ke Miyamoto, tetapi ibu dari Matahachi tidak mempercayai cerita Takezo dan menjebaknya. Takezo kemudian menjadi buronan dan melarikan diri ke gunung. Takezo akhirnya berhasil "ditangkap" oleh Otsu, teman kecilnya dan seorang rahib konyol bernama Takuan Soho. Takuan urung menghukum mati Takezo. Dia malah memberi identitas baru pada Takezo, sekarang Takezo berganti nama yang akan menjadi nama salah satu legenda samurai paling terkenal di Jepang, Miyamoto Musashi.

Musashi lalu berkelana ke seluruh negeri. Dia berkelana menantang setiap samurai kuat yang ada di daerah mereka masing-masing. Musashi sampai ke dojo Yoshioka. Disana, dia bertarung dengan Yoshioka Denshichiro, setelah kakaknya, Seijuro tidak mau bertarung dengan Musashi. Pertarungan berakhir seri, dan akan dilanjutkan tahun berikutnya karena dojo Yoshioka dibakar tidak sengaja oleh Matahachi.Musashi lalu bertolak ke perguruan Hozoin. Dia menantang ketua perguruan, Hozoin Inshun. Inshun berhasil mengalahkan Musashi sampai Musashi lari ketakutan. Musashi lalu bertemu In'ei, dan dilatih olehnya. In'ei melatih Musashi karena ingin menyadarkan Inshun yang sudah tidak "manusia" didalam hatinya. Musashi melakukan duel ulangan dengan Inshun di hutan. Musashi berhasil mendaratkan pukulan telak di wajah Inshun dan membuatnya pingsan. Keesokan harinya, Inshun mengatakan ingin bertemu dengan Musashi lagi lain kali, tapi bukan untuk saling merenggut nyawa. Musashi diberi pakaian dan dua pedang bekas oleh In'ei. Setelah diberi acar, dia lalu mengunjungi Koyagyu. Dia ingin menantang duel tuan besar Yagyu Muneyoshi Sekihusai. Sayangnya tuan besar sedang sakit. Musashi yang sudah kepalang datang, menantang duel "satu orang lawan satu puri". Dia lalu melawan 4 murid senior Yagyu. Setelah pertarungan sengit, Musashi berhasil mencapai tempat Sekihusai tidur. Disana, dia bertemu Otsu. Dia lalu berencana membunuh Sekihusai, tapi malah ketakutan melihat "kekuatan" Sekihusai walaupun dia sedang tidur. Musashi lalu pergi setelah mendapat nasihat yang sangat berharga dari Sekihusai. Otsu dan Jotaro lalu berkelana, karena mereka berdua ingin mencari Musashi yang meninggalkan mereka tanpa kabar di Koyagyu.

Kemudian Musashi mencari Shishido Baiken di tengah gunung. Ternyata, Shishido yang asli telah mati. Pembunuhnya mengambil identitas dirinya. Shishido yang dihadapi Musashi tak lain adalah Tsujikaze Kohei. Kohei hidup berdua saja dengan Rindo, anak perempuan Baiken. Musashi lalu bertarung sengit dengan Baiken. Setelah memotong jari Baiken, Musashi hendak membunuhnya. Tetapi Baiken meminta ampun karena pertamakalinya dia merasa menyayangi seseorang dan ingin melindunginya, yang tak lain Rindo. Musashi lalu meneruskan perjalanan panjangnya.

Selain dari sudut pandang Musashi, cerita juga bergulir dari sudut pandang rival terberatnya, Sasaki Kojiro. Kojiro kecil diasuh oleh seornag ahli pedang yang sudah pensiun. Dia dibesarkan sepenuh hati oleh orang itu. Ketika berumur belasan, Kojiro dan Tenki, temannya menantang Fudou, seorang samurai yang agak kurang waras, karena sudah emmotong tangan ayah Tenki. Dia juga selalu meminta anak perempuan yang sudah berumur 14 tahun untuk bersenggama dengannya kepada penduduk desa. Kojiro berhasil memotong tangan kanan Fudou, lalu dihabisi oleh Kanemaki Jisai. Jisai lalu tidak ingin mengajari Kojiro ilmu pedang karena melihat sedikit kekejaman pada diri Kojiro muda.

Kojiro yang sudah beranjak remaja Ingin sekali mempelajari ilmu pedang, tetapi dia selalu dilarang oleh Jisai. Suatu ketika, dia bertemu Ittoitosai, mantan murid terbaik Jisai. Dari Itto Itosai-lah, Kanemaki menyadari bahwa Kojiro tidak dapat mendengar dan tidak dapat berbicara. Ittosai menyadarkan Kanemaki akan sifat "buas" Kojiro. Setelah pertarungan antara Kojiro dan Denshichiro, Ittosai lalu mengajak Kojiro berkeliling negreri. Mereka lalu betemu dengan Musso Gennosuke, yang akhirnya malah mengekor mereka karena dikalahan secara telak oleh Kojiro. Didalam perjalanan mereka ikut perang Sekigahara. Di perang tersebut Kojiro bertemu dengan Shimen Takezo. Dalam perang tersebut Ittosai sengaja "meninggalkan" Kojiro sendiri di medan perang Setelah perang usai, Ittoitosai mengatakan pada Kojiro bila dia bertemu lagi, maka mereka akan berduel.

Karakter

Miyamoto Musashi/Shimmen Takezo
Takezo sejak kecil hanya hidup bersama ayahnya, Munisai. Ayahnya yang keras tidak mempedulikan Takezo yang tumbuh menjadi anak yang bengis dan sering bermain ke gunung. Suatu hari Takezo membunuh seorang prajurit ketika masih berumur belasan. Sejak itu semua orang takut kepada dirinya. Setelah kembali dari Sekigahara, dia malah diburu penduduk desa karena dikira mencelakakan temannya, Matahachi. Setelah berhari-hari lari ke gunung, dia akhirnya "ditangkap" oleh rahib Takuan dan Otsu. Setelah mendapat "pelajaran" dari Takuan, Takezo pergi berkelana dan mengganti namanya menjadi Miyamoto Musashi. Dia menantang samurai-samurai kuat pada masanya. Dia lalu banyak mendapat pelajaran selama pengembaraannya. Seperti ketika Musashi diajari oleh Hozoin In'ei maupun ketika diberi nasihat singkat oleh Yagyu Sekihusai. Takdir akan membawanya menjadi samurai paling terkenal karena duelnya dengan Sasaki Kojiro.

Sasaki Kojiro
Ketika masih bayi, ayahnya mengirim Kojiro ke Ise melalui laut untuk diasuh gurunya, Kanemaki Jisai. Ternyata, hanya Kojiro dan pedang panjang saja yang selamat, sedangkan 2 wanita yang bersama Kojiro meninggal dalam perjalanan. Sejak itu, Kojiro diasuh susah payah oleh Jisai. Jisai baru sadar Kojiro tuli ketika dia diteriaki dari dekat, tetapi sama sekali tidak bereaksi. Kojiro sangat menyukai pedang. Kata pertama yang diingatnya adalah "Ken" atau pedang. Dia sering diganggu anak-anak lain di desanya, walaupun setelah itu mereka habis dihajar Kojiro, termasuk bos kecil anak-anak tersebut, Tenki Kusanagi. Setelah itu dia mengerti satu kata lagi, yaitu "Itai" berarti sakit. Keahliannya yang melegenda adalah kemampuannya menggunakan pedang yang lebih panjang dari biasanya. Dia mendirikan aliran sendiri, yaitu Ganryuu.

Ho'Inden Matahachi
Matahachi adalah keturunan keluarga samurai dari Myamoto, Sakushu. Dia adalah teman sejak kecil Takezo dan satu-satunya anak yang mau bermain dengan Takezo. Dia ikut ke Sekigahara bersama Takezo muda. Bukannya kembali ke desanaya, dia malah main perempuan dan kawinwanita ini selalu membawa kesulitan baginya. Walaupun begitu, dia masih menganggap Musashi sahabat sejatinya sampai kapanpun.
lari dengan Oko, seorang janda. Hal ini sangat membuat Otsu, tunangannya kecewa dan frustasi. Dia lalu dengan seenaknya mencatut nama Kojiro untuk kepentingan dirinya sendiri. Sifatnya yang pengecut dan senang bermain

Tsujikaze Kohei/Shishido Baiken
Kohei kecil dibuang di air terjun oleh ibunya saat musim dingin. Saat itu juga ibunya dibunuh oleh kakaknya, Tenma. Tenma lalu mengangkat Kohei menjadi anggota gerombolan Tsujikaze. Umur 12 tahun dia sudah menjadi petarung yang handal. Karena suatu hal, Kohei tidak menyukai kakaknya dan menyerangnya. Kohei gagal dan dikurung di dalam ruangan gelap selama bertahun-tahun. Ketika dia dikeluarkan, dia membunuh semua yang ada di tempat tersebut dan mencari kakanya, Tenma. Ternyata kakaknya sudah dibunuh oleh Takezo. Dia lalu ganti mencari Takezo. Dalam perjalanan dia dikalahkan oleh Kojiro dan mendapat luka yang besar di bagian kiri mukanya. Dia lalu bertemu Shishido Baiken asli dan membunuhnya. Dia urung membunuh anak perempuan yang ada disitu, dan malah mempelajari arit berantai darinya. Ketika dia hampir dibunuh oleh Musashi, dia meminta belas kasihan karena menyadari sudah ada orang yang disayanginya.

Otsu
Otsu adalah yatim piatu yang dibuang ke kuil Miyamoto oleh orangtuanya dan hanya diberi sebuah seruling. Jika dia memainkan seruling tersebut, airmatanya pasti akan keluar karena sedih tidak memiliki orangtua. Dia, Takezo, dan Matahachi adalah teman sepermainan sejak kecil. Ketika Oko mengirimi surat kepadanya, yang berisi pernikahan Matahachi dengannya, Otsu sangat murka dan mengamuk. Takuan lalu membawanya menemui Yagyu Sekihusai dan dia diangkat menjadi cucu Yagyu Sekihusai. Ketika Musashi menyerang puri Yagyu, Otsu memainkan serulingnya dan terdengar oleh Musashi. Setelah insiden selesai, Otsu bertekad untuk pergi bersama Musashi. Tetapi Musashi tidak mau menjadi beban dan membuatnya menderita karena kehilangan bagi Otsu, sehingga pergi begitu saja. Otsu lalu pergi mencari Musashi bersama Jotao, murid Musashi yang masih bocah.

Yagyu Muneyoshi Sekihusai
Sekihusai adalah master samurai dari puri Koyagyu. Dia dikenal sebagai tak terkalahkan dan memiliki banyak murid di dojo miliknya. Hutan di sekitar purinya terawat dan asri, menandakan bahwa pemiliknya sangat disegani dan tidak pernah ada penebangan liar karena perang. Sewaktu muda, dia pernah berguru pada Kamizumi no Ise bersama master tombak Hozoin, Hozoin In'ei. Dia lalu diajari bagaimana jalan pedang itu seharusnya. Dia mengangkat cucu Otsu, yang dibawa oleh Takuan ke Koyagyu. Disana Otsu baru merasakan arti keluarga yang sebenarnya. Sekihusai agak sedih ketika Otsu pergi bersama Jotaro untuk mencari Musashi yang berkelana. Ketika dia sedang tertidur karena sakit, Musashi tetap tidak bisa membunuhnya karena kebesaran dan kekuatan Yagyu yang bahkan terlihat tanpa mencabut pedang sekalipun. Musashi sendiri menjuluki Yagyu sebagai orang kuat sejati. Musashi lalu ememinta nasihat pada yagyu dan dijawab dengan sangat diluar dugaan.

Hozoin Inshun

Inshun dulunya anak seorang samurai yang belajar di biara Hozoin. Nama aslinya adalah Shinnosuke. Ketika menemani ayahnya, ibunya dikejar-kejar ronin yang ingin memperkosanya. Ayahnya menyusul dan bertarung dengan Ronin tersebut. Malang, keduanya tewas. Shinnosuke kecil shock melihat ayah dan ibunya tewas. Dia lalu dipungut oleh In'ei dan diberi nama Inshun. Dia lalu berlatih tombak dengan tekun, sampai tidak ada yang bisa mengalahkannya. Dia diangkat menjadi kepala biara Hozoin. Rekan-rekannya takut kepadanya karena ada sesuatu yang hilang darinya sebagai manusia. Dia hanya hidup mengejar kekuatan. Setelah dikalahkan Musashi, dia mengingat kembali masa lalunya yang tadinya tidak bisa dia ingat. Dia lalu mengembalikan tongkat salib Hozoin ke In'ei dan kembali memimpin ( kali ini dengan hati ) biara Hozoin.

Setting

Vagabond mengambil beberapa tempat di Jepang.
Sakushu:Dikenal juga sebagai propinsi Mimasaka, daerah utara Prefektur Okayama
Higo:Salah satu propinsi lama Jepang, sekarang adalah daerah Prefektur Kumamoto
Owari:Salah satu propinsi lama Jepang, sekarang adalah daerah Nagoya dan sekitarnya
Kaga:Salah satu propinsi lama Jepang, sekarang adalah daerah Prefektur Ishikawa
Echizen:Salah satu propinsi lama Jepang, sekarang adalah daerah Prefektur Fukui


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik: Musashi I, Tanah


Musashi (novel)

Musashi adalah sebuah novel fiksi karya Eiji Yoshikawa yang bercerita mengenai Miyamoto Musashi, pengarang buku Buku Lima Cincin (五輪書, Go Rin No Sho?) yang mungkin adalah pendekar pedang (samurai) Jepang paling terkenal yang pernah hidup. Di Jepang, kisah ini pertama kali diterbitkan dalam bentuk serial di surat kabar Jepang Asahi Shimbun pada tahun 1935-1939 dan dibukukan dalam pada 1980-an. Di Indonesia, kisah ini pertama kali diterbitkan dalam bentuk cerita bersambung di surat kabar KOMPAS pada tahun 1983-1984, dilanjutkan dengan bentuk tujuh jilid buku saku pada sekitar 1990-an. Versi bahasa Indonesiabahasa Jepang-nya (sekitar 26 ribu halaman), melainkan dari terjemahan bahasa Inggris yang lebih ringkas (sekitar 900 halaman). Pada tahun 2002, Gramedia Pustaka Utama menerbitkan kembali buku ini dalam bentuk satu buku lengkap setebal sekitar 1200 halaman. diterjemahkan bukan dari kisah asli


Baca: Novel “Musashi” - Eiji Yoshikawa (1 s/d 7-Tamat) silahkan Klik:
Musashi I, Tanah