“Saya tak tahu apa yang mesti saya perbuat ...”, katanya memulai.
Tapi, belum ia mengutarakan persoalannya, Guru menyergah: “Gunakan bahasa manusia”.
“Lho ... bukankah yang saya gunakan ini bahsa manusia?”
“Bukan. Itu bahasa khewan”.
Selang beberapa hari kemudian, ia datang lagi ke ashram menemui Guru. Persis di atas pintu pondok Guru, ia melihat plang bertuliskan: Gunakanlah bahasa Manusia!, yang belumnya tak ia lihat disana.
“Begini Tuan Guru ....”, belum ia melanjutkan lagi apa yang hendak dikatakannya, Gurupun segera menyergah:
“Gunakan bahasa manusia”.
“Gunakan bahasa manusia”.
“Baik ...saya akan menggunakan bahasa manusia”
“Tidak. Yang hendak kau gunakan itu bahasa raksasa”
Setelah kejadian itu, lama lelaki itu tak muncul-muncul di ashram. Mungkin ia marah dan tersinggung. Tapi ... lebih dari setahun setelah pertemuan itu, tampak ia datang lagi menemui Guru. Ia melihat plang itu masih tergantung di tempatnya. “Baiklah,” katanya di benaknya.
Aneh ... sebelum ia mengucapkan sepatah katapun kepada Guru, Guru langsung menyapanya ramah: “Bagaimana, apa yang hendak kau sampaikan nak?”. Sangat berbeda dengan keketusan Guru pada pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Aneh ... sebelum ia mengucapkan sepatah katapun kepada Guru, Guru langsung menyapanya ramah: “Bagaimana, apa yang hendak kau sampaikan nak?”. Sangat berbeda dengan keketusan Guru pada pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Mendengar sapaan itu, semua hal yang hendak ia sampaikan seketika sirna dari benaknya; ia tak ingat lagi apa yang hendak ia sampaikan itu, ia sudah melupakannya sama sekali. Ia hanya tersenyum dan berkata: “Saya hanya ingin melihat keadaan Guru. Guru baik-baik saja ‘kan?”.
Guru mengangguk sambil tetap tersenyum ramah. “Ya ... aku baik-baik saja. Kini kamu sudah bisa berbahasa manusia”, kata Guru dalam senyumnya yang menggoda. Lelaki itu tampak tersipu malu sejenak, untuk kemudian tertawa dan berkata: “Ya ....bahasa manusia”.
Bali, Sabtu, 06 Oktober 2007.
*****************************************************
Hanya mereka yang bisa merasa cukup, bisa merasa puas.
Hanya mereka yang bisa merasa puas dengan ‘yang ada’,
bisa mereguk kedamaian dan kebahagiaan.
~anonymous.
*****************************************************
Oleh: Ngestoe Rahardjo
Sumber: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/7296
0 KOMENTAR ANDA:
Posting Komentar