Selasa, 10 Maret 2009

Bhagavad Gita bukan Pancama Veda [Veda Ke-5]!


Pengantar
Di Campuhan, Ubud Bali, pada tanggal 17-23 November 1961[↓] pernah dilakukan Pesamuan/pertemuan dan menghasilkan piagam Tjampuhan. Dalam pertemuan tersebut, ada disebutkan bahwa Bhagavad Gita adalah Pancama Veda. Untuk tahu seberapa benar pernyataan tersebut, artikel ini kita mulai dengan klasifikasi naskah religi Hindu:
  1. Sruti artinya telinga, didengar. Manusmrti: "śrutistu vedo vijñeyo/sruti maksudnya Veda" (Manusmrti/Manava-Darmasastra 2.10). Seharusnya hanya merujuk ke porsi Mantra dan Brahmana dari VEDA (Moniers- Williams), yaitu 3 Veda: "agnivāyuravibhyastu trayaṃ brahma sanātanam; dudoha yajñasiddhyarthaṃ ṛc|yajus|sāmalakṣaṇam/Dari (deva) api, angin, dan matahari, Brahma menghasilkan tiga yang abadi Rik, Yagus, dan Saman, untuk kurban yang sesuai" (Manusmerti 1.23), kemudian menjadi 4 Veda, sehingga Sruti seharusnya hanya Samhita dari 4 Veda (Samhita, sam = kumpulan; hita = menfaat/keuntungan, diberikan, jalan) artinya: kumpulan mantra/doa dari Tuhan kepada Brahmana/Rsi; Moniers- Williams: Meskipun pada akhirnya meluas termasuk ke (2) Upanisad (artinya duduk dekat dengan, teks tentang filsafat, dan pengetahuan spiritual) dan teks teks veda lainnya: (3) Brahmana (teks komentar tentang ritual, upacara dan pengorbanan); (4) Aranyaka (artinya terkait hutan, teks tentang ritual, upacara, pengorbanan dan simboliknya);

  2. Smrti, artinya diingat. Moniers-Williams: "Seluruh bentuk tradisi sakral atau apa yang diingat oleh guru manusia...Penerimaan ter-umum untuk istilah smṛti mencakup 6 vedāṅga, sūtra baik śrauta dan gṛhya, kitab-kitab hukum manusia dll, itihāsa ('misalnya' mahābhārata dan rāmāyaṇa), purāṇa dan the nītiśāstra...Seluruh bentuk kode hukum/Dharmasastra yang diturunkan penghafal atau oleh tradisi (utamanya kode manu, kode yājñavalkya (smrti) dan 16 kode hukum berikutnya (atri, viṣṇu, hārīta, uśanas/śukra, aṅgiras, yama, āpastamba, saṃvarta, kātyāyana, bṛhaspati, parāśara, vyāsa, śaṅkha, likhīta, dakṣa dan gautama; semua kode hukum ini dianggap terinspirasi dan mendasarkan ajaran mereka pada veda". Jadi terdiri dari: Dharmasutra dan Dhammasastra/smrti, Itihasa dan Purana.
Periode naskah, diawali jaman Rg Veda, kemudian berlanjut ke jaman Veda lainnya beserta teks-teks Brahmana, Aranyaka dan Upanisad, yang masing-masing dari teks-teks tersebut terkait dengan masing-masing Veda dan paling akhir disebut jaman pasca Veda (Sutra dan Sastra yang juga terkait dengan masing-masing Veda; Purana dan Itihasa; juga untuk beberapa Upanisad).

Kemunculan teks Brahmana, Aranyaka, Upanisad dan Sutra walaupun terkait dengan masing-masing dari 4 Veda, bukan berarti muncul di jaman kemunculan Veda tersebut, tapi spesialisasinya saja yang merujuk ke salah satu dari 4 Veda tersebut, misal: Saunaka Sutra yang walaupun terkait Rg Veda, muncul di sekitar jaman purana tertentu dan Itihasa tertentu,

CaturVeda Samhita
Rig (arti: pujian/ayat) Veda disepakati para ahli sebagai yang tertua dari 4 veda, penyusunannya terjadi secara bertahap selama 800-900 tahun ["Class and Religion in Ancient India", Jayantanuja Bandyopadhyaya, hal.11-12], tahapan ini dapat dilihat dalam banyak sloka, misal: Rsi Kutsa kepada Indra dan Agni bahwa Ia menyusun strota baru untuk mereka yang diujarkan/chant sambil mempersembahkan Soma (minuman memabukan) [RV 1.109.2], Puru anak Raja Divodasa, salah satu raja di masa perang massal 10 Raja (RV 1.130.7) menyatakan ke para Deva bahwa Dadhyac lama, Angrisa, Kanva dan Atri (para Rsi Rig Veda awal) tahu leluhurnya [RV 1.139.9]. Visvamitra berkata pada Agni bahwa Ia mengujarkan Strota lama dan baru [RV 3.1.20]. Rsi Avatsara, anak Rsi Kasyapa kepada para Yajmana (pelaku Yajna): "Para yajmana kuno, para leluhur dan keturunannya, juga para Yajmana sekarang..memenuhi keinginan mereka dengan memuja Indra, maka begitupula denganmu" [RV 5.44.1], Rsi Aruna menyampaikan hymne baru [RV 10.92.13]. Juga para Rri lainnya: "Aku mengujarkan strota baru kepada Agni seperti ayahku Mandhata dan Angira di jaman lalu" [RV 8.40.12], dan banyak lainnya, yang kapan jamannya itu terjadi juga disebut dalam Rig Veda, yaitu jaman kepindahan kaum Arya ke area 7 sungai (sapta sindu), saat penghancuran suku-suku berkulit hitam dan setelahnya [Jayantunaja Bandyopadhayaya, hal 12-20, sample RV 8.24.26-27; 10.49.7-9].

Satapatha Brahmana, kanda ke-10 (10.4.23) menyatakan: Rig Veda berisi 12.000 brihati (4 sloka dengan 36 suku kata, atau total 432.000 suku kata).

Sama (arti: melodi/ritme) Veda, walaupun tidak menyebutkan nama RigVeda, namun 95% slokanya mengulang sloka yang ada di RigVeda. Monier-Williams: Samaveda berisi 1810 sloka, yaitu 261 sloka merupakan pengulangan + 1549 sloka. Dari jumlah tesebut, 78 sloka tidak ditemukan dalam RigVeda [A Sanskṛit-English Dictionary Etymologically and Philologically Arranged: With Special Reference to Greek, Latin, Gothic, German, Anglo-Saxon, and Other Cognate Indo-European Languages, Sir Monier Monier-Williams, 1872, hal 1107, kolom ke-2 dan 3. SamaVeda translasi Inggris dari Ralph T.H Griffith hanya berisi 1781 sloka]. Oleh karenanya, RigVeda sebagai yang tertua dan pengembangannya tedapat dalam Veda-veda berikutnya.

Nama 2 Veda (Rig dan Sama) disebutkan dalam sloka Yajur (arti: memuja/formulasi) Veda:
    Kamu adalah gambar dari Rig dan Sama. Saya menangkap kalian berdua; apakah kamu dua melindungiku sampai selesainya pengorbanan ini. Dahulu pada saat itu semua dewa bersukacita. [YajurVeda Hitam i.2.2] ..Mencapai (ritual) dengan Rig, Sama, dan Yajur [YV Hitam i.2.3] dan Diseberangi oleh Rig, Sâma, dan Yajur, semoga kita bersukacita dalam makanan dan pertumbuhan kekayaan [YajurVeda Putih 4.1]
Satapatha Brahmana, kanda ke-10 (10.4.24-25): Di 2 veda berisi 12.000 brihati, yaitu 8000nya di YajurVeda dan 4000nya di SamaVeda atau di 2 veda berisi 10.800 pankti (5 sloka dengan 40 suku kata, atau total 432.000 suku kata), sehingga ke-3 veda totalnya berisi 864.000 suku kata.

Nama 3 Veda disebutkan dalam sloka Atharva (arti 'athar': Api) Veda
    Dia pergi ke wilayah terakhir. sloka-sloka Rig, Sāma, Yajur dan ketaatan mengikutinya...Dia pergi ke daerah besar. Itihāsa, Purāna, Gāthā dan Nārāsansi mengikutinya [Atharva Veda 15.6.3-4]
Sehingga kronologi kemunculan Veda adalah Rig, Sama, Yajur dan terakhir Atharwa. Sementara itu, Moniers, di halaman yang sama menyampaikan bahwa di antara 78 Sloka SamaVeda, "12 stanza dari AtharvaVeda; 4 dari YajurVeda putih". Pendapat ini kurang tepat, karena SamaVeda telah disebutkan dalam Yajur dan AtharvaVeda, oleh karenanya, lebih tepat dikatakan dari beberapa sloka SamaVeda, 4 sloka diulang dalam YajurVeda Putih dan 12 sloka diulang dalam AtharvaVeda.

Brahmana
  1. Aitareya dan Kausitaki → terkait Rgveda.

  2. Jaiminiya, Brahmana besar → terkait Samaveda, untuk Brahmana kecil disebut Samavidhana, Devatadhyayi, Vamsa, dan Samhitopanisada

  3. Taittiriya → terkait Yajurveda hitam
    Krishna dan Satapatha → terkait Yajurveda putih/Shukla. Beberapa ide di Satapatha Brahmana tidak ada di Veda, banyak legenda penciptaan dunia kuno ada dalam Satapatha Brahmana dan banyak legenda Yunani yang tidak ada di Veda ada di Satapatha Brahmana.

  4. Gopatha → terkait Atharva veda.
Aranyaka
  1. Aitareya/Sankhyayana → terkait Rgveda,
  2. Tavalkara dan Chandogya → terkait Samaveda,
  3. Taittiriya dan Maitrayani → terkait Yajurveda hitam
    Brhadranyaka → terkait Yajurveda putih.
Upanisad
  1. Aiteriya dan Kausitaki → terkait Rgveda,
  2. Chandogya dan Keno → terkait Samaveda
  3. Kathpanisad, Taittiriya, Maitri dan Svetsvatara → terkait Yajurveda hitam
    Brhadaranyaka dan Isa → terkait Yajurveda putih
  4. Mundaka, Mandukya dan Prasna → terkait Atharvaveda.
Secara umum, baik Brahmana, Aranyaka dan Upanisad, kemunculannya ada di setelah Rg Veda, muncul secara bertahap di jaman yang berbeda yang terkait kemunculan Veda lainnya.

Sutra (muncul lebih belakangan dari Brahmana)
  1. Kalpa/Srauta Sutra, menjelaskan ritual terkait yajna:

    1. Asvalayana, Sankhyana dan Saunaka → terkait Rgveda,
    2. Masaka, Latyayana dan Drahyayana → terkait Samaveda,
    3. Katyayana → terkait Yajurveda putih
      Apastamba, Hiranyakesina dan Baudhayana → terkait Yajurveda hitam
    4. Vaitana → terkait Atharvaveda

  2. Grhyasutra, menjelaskan ritual yang semestinya dijalankan seorang penganut Hindu dari sejak lahir sampai meninggal:

    1. Sankhayana dan Asvalayana → terkait Rgveda,
    2. Gobhila → terkait Samaveda
    3. Paraskara → terkait Yajurveda putih
      Apastamba → terkait Yajurveda hitam
    4. Kausika → terkait Atharvaveda.

  3. Dharmasutra, tidak secara spesifik berkaitan dengan Veda, isinya menjelaskan prilaku seorang penganut Hindu dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian kisah-kisah, digolongkan menjadi:
  1. Kavya (isinya bisa jadi tidak benar namun dituliskan dengan cara yang indah),
  2. Purana (Artinya: Dongeng/Lampau/Kuno, cerita-cerita yang tidak sungguh-sungguh terjadi namun memiliki nilai pendidikan, tujuannya agar orang mengerti bahwa dengan berbuat baik akan mendapat pahala baik). Purana adalah naskah yang hadir paling belakang. Ada 18 Purana utama yang disebut Mahapurana dan 18 Purana kecil yang disebut Upapurana. Kebanyakan pemeluk Hindu mendapatkan pengetahuannya dari Purana, sebagai representasi bentuk populer Hinduisme.
  3. Itikatha merupakan kejadian-kejadian dengan susunan secara kronologis ataupun berbeda-beda, dan
  4. Itihasa (berasal dari kata ‘hasati’ = tertawa), merupakan bagian Itikatha yang mempunyai nilai pendidikan, yaitu MahaBharata dan Ramayana
Veda dan Mahabharata secara tradisi dikaitkan dengan Byasa/Vyasa, seorang yang berasal dari keluarga Nelayan yang hidup di suatu tempat antara pertemuan sungai Ganga dan Yamuna (dekat Prayaga). Karena warna tanah tempat Vyasa lahir kehitam-hitaman (Sanskrit = Krsna/Pali = Kanha), maka beliau disebut Krsna Dwipa. Anak yang lahir ditempat itu disebut Krsna Dwipayana [Pali: Kanha Dipayana]. Dalam literatur Buddhis (Jataka/Kehidupan lampau sang Buddha) disebutkan setidaknya ada 2 (dua) Kanha-Dipayana/Krisna-Dwipayana berbeda:
  1. Jataka no.444, Sidharta Gautama saat itu sebagai Pertapa Kanha-Dipayana dan Sariputta sebagai adiknya, Pertapa Ani-Mandaviya
  2. Jataka no.454, tentang 10 saudara, yang tertua Vasudeva [kesava; Kanha = krisna = hitam] dan adik-adiknya (Baladeva, Candadeva, Suriyadeva, Aggideva, Varuṇadeva, Ajjuna, Pajjuna, Ghata-paṇḍita dan Aṁkura). Sidharta Gautama saat itu sebagai Gatha-pandita dan Sariputra sebagai Vasudeva, Raja Drawaka yang wafat terkena panah pemburu bernama Jara. Pertapa Kanha-Dipayana juga muncul di jataka ini, namun bukan kelahiran sebelumnya sang Buddha.
Purana menjelaskan arti dari Vyasa yang merupakan sebuah gelar DAN BUKAN hanya 1 (satu) orang saja:
    "Oh para Bramana, Megetahui bahwa Purana secara perlahan akan dilupakan, disetiap Yuga, Aku akan hadir dalam bentuk Vyasa dan menyusunnya" [Matsya Purana 53.8-9]

    Dalam setiap zaman ketiga (Dwapara), Vishnu, dalam diri Vyasa, untuk menjaga kualitas umat manusia, membagi Veda, yang seharusnya satu, menjadi beberapa bagian. Mengamati terbatasnya ketekunan, energi, dan dengan wujud yang tak kekal, Ia membuat Veda empat bagian, sesuai kapasitasnya; dan raga yang dipakainya, dalam menjalankan tugas untuk mengklasifikasi, dikenal dengan nama VedaVyasa. Di Manuantara saat ini, 28 kali Veda akan di susun oleh Resi-resi besar di Vaivasvata Manuantara..dan akan ada 28 Vyasa yang berlalu; Olehnya di periode tertentu Veda akan dibagi menjadi empat. Yang pertama…Pembagian dilakukan oleh Svayambu [Brahma] sendiri, kedua, penyusun Veda adalah Prajapati (dan seterusnya hingga 28) [Visnu Purana 3.3]
Jadi, arti Vyasa adalah Pembagi/Pembelah/Penyusun BUKAN Pengarang.

Kedudukan dan kronologi Veda, Itihasa dan Purana
    Dia pergi ke wilayah terakhir. sloka-sloka Rig, Sāma, Yajur dan ketaatan mengikutinya...Dia pergi ke daerah besar. Itihāsa, Purāna, Gāthā dan Nārāsansi mengikutinya [AtharvaVeda 15.6.3-4]

    "O Maitreya, Rg, Yajur, Sama dan AtharvaVeda sama seperti para Itihasa dan Purana semua merupakan manifestasi dari nafas Tuhan" [Madhyandina-sruti, Brhad-aranyaka Upanisad 2.4.10]

    "Sebagaimana Rg, Yajur, Sama dan Atharva adalah nama 4 Veda. Para Itihasa dan purana adalah VEDA YANG KE-5" [Kauthumiya Chandogya Upanisad 7.1.4]

    "vedān adhyāpayām āsa mahābhārata pañcamān" (veda-veda disampaikan mahabharata ke-5) [Mahabharata 1.57 dan 12.327]
Dikatakan bahwa AtharvaVeda adalah teks India pertama yang menggunakan kata “syama ayas" [besi hitam: AV 11.3.7], sehingga muncullah klaim bahwa Veda ke-4 berada di periode jaman besi India atau abad ke 12-10 SM ["Autochthonous Aryans? The Evidence from Old Indian and Iranian Texts", Michael Witzel, hal.82].

Sementara itu, walaupun Upanisad ada menyatakan Atharva adalah Veda ke-4, Itihasa-Purana adalah Veda ke-5, namun Atharva Veda sendiri telah menyebutkan tentang keberadaan Itihasa, Purana, Gatha dan Narasamsi, maka seharusnya, kehadiran Atharva terjadi lebih lambat dari kehadiran 4 teks tersebut (yaitu: Itihasa,.., Narasamsi) dan menariknya juga pada itihasa Mahabharata, dalam Bhisma parwa, yaitu Bhagavad Gita sendiri, secara konsisten tidak menyebutkan keberadaan 4 Veda namun hanya 3 Veda.
    ..vedyaṁ pavitram oṁkāra ṛik sāma yajur eva cha.. (Pengetahuan pensuci kata AUM Rig, Sama, dan juga yajur) [BG 9.17]
    ..trai-vidyā māṁ soma-pāḥ pūta-pāpā.. (Tiga Veda-Ku, dengan sari soma membersihkan dosa..) [BG 9.20]
Pada bagian tertentu Itihasa sendiri telah meyebutkan tentang keberadaan AtharvaVeda, misal Ramayana (Balakanda canto 14: "अथर्वशिरसि"/atharvaśirasi atau bagian awal Atharva-Veda) dan Mahabharata (misal: AdiParva 1.70; Sabha Parva 2.11; Vana Parva 3.187: Narayana ke Markandeya bahwa dariNya Rg, Yajur, Sama dan Atharva muncul, juga di 3.303: Para Brahmana ke Kunti "अथर्वशिरसि"/atharvaśirasi atau bagian awal Atharva-Veda/Mb 3.289; Udyoga Parva 5.18, dll).

Ini mengindikasikan bahwa keberadaan Mahabharata dibeberapa bagian, kehadirannya mendahului AtharvaVeda, atau dengan kata lain, Mahabharata dibuat secara bertahap, sekurangnya, Buku ke-1.1/Adi Parva sendiri mengakui tahapan itu, yang awalnya hanya 8800 sloka (Mhb 1.1.81-82. Jumlah ini diketahui Ganesha, Suka dan Sanjaya), menjadi 24.000 sloka (Mbh 1.1.101-102 + bab dan indeks sejumlah 150 sloka. ini dinamakan Bharata, diketahui Suka+murid Vyasa) hingga menjadi 100.000 sloka (1.1.105-107, Ini dinamakan Mahabharata) untuk menyelesaikan ini, Vyasa membutuhkan waktu 3 tahun (Mbh 1.62), namun rincian jumlah bab dan jumlah sloka yang disebutkan di AdiParva 1.2 (Tranlasi: Kisari Mohan Ganguli) atau Adiparva 1.2.131-131 (Tranlasi: MN Dutt) dari keseluruhan 18 parwa, total jumlah slokanya, ternyata kurang dari 100.000:

Jika di Mahabharata, Vasudeva dan Arjuna putra ke-3 Pandu (bersama dengan 4 putra Pandu lainnya menikahi Drupadi) BERADA 1 JAMAN, namun di Buddhisme, yaitu Jataka (no.536), 5 putra Pandu yang nama-namanya sama dengan yang ada di Mahabharata, yang juga mengawini Drupadi, TIDAK 1 JAMAN dengan Vasudeva, karena Jataka no.454: Vasudeva punya adik 9 orang, no.7 adalah Ajjuna dan no 9 adalah Gatha-Pandita. Vasudeva adalah kelahiran lampaunya Sariputta, murid Buddha Gautama, sedangkan adik no.9, yaitu Ghata-paṇḍita adalah kelahiran lampaunya Siddharta Gautama. Sementara di Jataka no.536, Siddharta Gautama dulunya lahir sebagai Kunala, Kunala dulunya lahir sebagai Ajjuna putera tertua Pandu (Siddharta Gautama = Kunala = Ajjuna).

Para ahli sejarah [India dan barat], dari uji analisis pada Mahabharata, menemukan adanya perbedaan gaya, bahasa dan tingkat kepelikan di Mahabharata dan menyimpulkan bahwa penyusunan dilakukan pada masa berbeda dan oleh tangan-tangan yang bebeda. Misalnya, Adiparwa bab 1 menunjukan banyak episode yang telah ditambahkan. Mahabharata saat ini adalah edisi ke-3 dan telah memperluas inti dari sejarah tersebut. [C. Jinarajadasa, R.G Bhandarkar, L.Von Schroeder]. Menurut Herman Jacobi, bentuk asli Mahabharata berasal dari sebelum abad ke-6 SM, berkembang dalam 4 tahap sampai masuknya materi didaktik ke bentuk sekarang yang tidak lebih lambat dari abad ke-2/3 SM. Menurut E Washburn Hopkins, di tahun 400an SM, kisah-kisah Bharata dan Pandawa tidak diketahui, kemudian di abad 4-2 SM masuk kisah Krisna dan Pandawa, di abad 3 SM - tahun 100 M, terdapat tambahan episode baru dan interpolasi materi didaktik, penyusunan dilakukan setelah invasi Alexander, Mahabharata menjadi buku keyakinan tentang ketuhanan Krisna di abad ke 1 SM, epik ini hampir lengkap di tahun 200 M. Tidak ada bukti bahwa keseluruhan epik telah ada di abad ke-2 SM. [The Age of Bharata War, Giriwar Charan Agarwala, 1997, hal 95].

Walaupun kehidupan tokoh-tokoh dalam kisah Ramayana berada pada masa sebelum tokoh-tokoh kisah Mahabharata namun Itihasa Ramayana sendiri dibuat lebih belakangan dari Itihaasa Mahabharata yang pembuatannya juga dilakukan secara bertahap:
    [..]Yang pertama [Balakanda] dan yang terkahir [Uttara Kanda] dari kitab Ramayana adalah tambahan belakangan. Bagian buku ke 2-6, menyajikan gambaran Rama sebagai pahlawan ideal. Di buku 1 dan 7, Rama sebagai avatara atau reinkarnasi Visnu dan lirik epik diubah menjadi teks dari aliran Vaisnawa. Referensi Yunani, Parthian, dan Saka menunjukan bahwa kitab ini ada tidak lebih awal dari abad ke-2 SM[..] - [ValmikiRamayana.net: The cultural Heritage of India, Vol. IV, The Religions, The Ramakrishna Mission, Institute of Culture ]

    Menurut S. N. Sadasivan, Uttara kanda dan Balakanda baru ada pada abad ke 7-8 Masehi...Menurut H.D. Sankaliya, yang banyak menulis di "Times of India", "vide Times of India", New Delhi [November 26, 1967; October 12, 1975; November 6, 1983 dan December 15,1985] memperhatikan gambaran penggunaan perak, mutiara, besi, anggur, unta dan gajah di Ramayana versi Valmiki, maka besar kemungkinan kisah ini di tulis antara abad ke-3 SM s/d 4 M, dan Ia kemudian memodifikasinya menjadi abad ke-2 SM s/d 3 M dan beberapa porsi tertentunya, berhubungan dengan arsitek lanjutan di tulis setelah abad ke 7 M...Apapun bentuk ketidaksepakatan mengenai penentuan waktu aslinya, SEMUA AHLI sepakat bahwa ini dibuat setelah jaman Buddhisme yang digunakan Valmiki adalah kisah-kisah di Jataka Buddhis terutama Dasaratha dan Janaka Jataka. Ramayana kemudian tumbuh seiring waktu sesuai dengan kebutuhan para Brahmin-brahmin Hindu. [A social history of India, S. N. Sadasivan, Ch.VI, Brahmin Reaction]
Kemudian, literatur Pali Buddhisme, secara konsisten hanya menyebutkan tentang keberadaan 3 Veda [Tevijja/TriVeda/Tiga Veda, misal: DN 13/Tevijja Sutta]. Dalam riwayat kehidupannya, Sidharta Gautama, di usia 8 tahun, berguru pada Brahmana Visvamitra dan pada umur 12 tahun, telah menguasai berbagai ilmu pengetahuan, ilmu taktik perang, sejarah dan Pancavidya, yaitu: sabda (bahasa dan sastra); Silpakarmasthana (ilmu dan matematika); Cikitsa (ramuan obat-obatan); Hatri (logika); Adhyatma (filsafat agama) dan Tevijja [3 Veda: Irubbeda/Iruveda=Rg; yaju & sāma (Miln 178; DA i.247; SnA 447). Dalam riwayatnya, selama 80 tahun kehidupan beliau, yaitu di sekitar abad ke 5/6 SM, yang ada hanyalah keberadaan 3 Veda BUKAN 4 Veda

Apakah tahun kehidupan Buddha yang salah atau klaim tahun AtharvaVeda yang salah?
Pertama, mari kita simak tulisan Stephen Knapp dan Narahari Achar yang menyatakan bahwa abad ke 5-6 SM sebagai tahun kehidupan Sang Buddha adalah tidak tepat:
    P. N Oak [‘Some Blunder of Indian Historical Research, P.189-190, Blunder no.11] menyatakan bahwa Purana-purana menyinggung kronologi para pemimpin Magadha. Pada saat perang Mahabharata terjadi, Somadhi (Marjari) adalah raja Maghada dan bersama 22 raja berikutnya memerintah selama 1006 tahun, dilanjutkan 5 raja dinasti Pradyota selama 138 tahun, dilanjutkan 10 Raja dinasti Shishunaga selama 360 tahun. Kshemajit (memerintah 1892 – 1852 SM) adalah raja ke-4 dinasti Shishunag, saat itu raja kapilavastu adalah Suddodana, ayah Sidharta Gautama dan pada masa itu Sidharta lahir. Pada jaman raja ke-5 dinasti Shishunag, Bimbisara, Sidharta Gautama mencapai penerangan sempurna mencapai Buddha. Pada jaman raja Ajatashatru (1814-1787 SM) Buddha wafat. Jadi ia lahir di 1887 SM, Meninggal di 1807 SM

    Bukti lebih lanjut yang menguatkan ada di "Umur Buddha, Milinda dan raja Amtiyoka dan Yuga Purana" Pandit kota Venkatachalam yaitu Purana-purana terutama Bhagavad Purana dan di Kaliyurajavruttanta, menggambarkan kronologis dinasti Maghada yang dapat dipakai menentukan tanggal kehidupan Buddha. Buddha adalah silsilah ke 23 dari Ikshvaku, dan ada jaman2 raja2 Kshemajita, Bimbisara, and Ajatashatru, seperti tertulis di atas. Buddha berusia 72 tahun di tahun 1814 B.C. ketika raja Ajatashatru di mahkotai. Jadi kelahiran Buddha ada di sekitar 1887 SM. dan wafatnya adalah 80 tahun kemudian yaitu 1807 SM

    Professor K. Srinivasaraghavan juga menghubungkannya di bukunya, "Chronology of Ancient Bharat" (bag ke-4, bab 2), yaitu tahun kehidupan Buddha seharusnya terjadi di 1259 tahun setelah perang Mahabharata, jika perang terjadi di 3138 SM maka Buddha lahir di tahun 1880 SM. Lebih lanjut lagi yaitu berdasarkan Kalkulasi astronomi oleh astronomer, Swami Sakhyananda, Ia nyatakan bahwa jaman Buddha berada di periode Kruttika, yaitu antara 2621-1661 SM. [3 Paragraph di atas dari: "Reestablishing the Date of Lord Buddha", Stephen Knapp]

    B. N. Narahari Achar, memberikan bukti yang ia ambil di Sammyuta Nikaya, Sagatha Vagga, Devaputta, 9.Candima dan 10.Suriya, yaitu mengenai gerhana Bulan yang diikuti gerhana Matahari. Pada saat itu, Buddha ada di savatthi, 3 bulan menjelang wafat beliau. Berdasarkan petunjuk tersebut menghasilkan perhitungan bahwa Bulan Purnama, saat Wafatnya sang Buddha jatuh pada tanggal 27 Maret 1807 SM. Dalam artikel ini, di sebutkan juga bahwa Professor Sengupta mencoba menghitung hal yang sama, yaitu gerhana bulan dan matahari yang berurutan terjadi di tahun 560 SM. Sehingga dengan memakai perhitungan astronomi berdasarkan petunjuk adanya gerhana maka tahun 483 SM and 544 SM, tidak memenuhi petunjuk yang tercantum di Samyuta Nikaya [Reclaiming the chronology of Bharatam: Narahari Achar (July 2006)]
Masalahnya, tulisan tersebut di atas TIDAK SINGKRON dengan silsilah dinasti dan raja dan dinasti yang ada di literatur Buddhis, Jain maupun Hindu sendiri, yang jika menggunakan urutan kehidupan raja-raja yang ada di jaman Buddha hingga ke masa raja Asoka (268 s.d 232 SM), maka kehidupan Buddha dari 3 literatur agama itu, berada di kisaran abad ke 5/6 SM, BUKAN di ribuan tahun SM:
  1. Buddhis: "Genap 218 tahun setelah wafatnya Tathagata (= tahun ke-219), Seorang raja memerintah seluruh Jambudwipa (Tathaagatassa parinibbaanato dvinnam vassasataanam upari athaarasame vasse sakala-Jambudiipe ekarajjaabhisekam paapuni)." [Dipavamsa, VI, pp. 1, 19-20; Mahavamsa, V, p. 21; kitab komentar Vinaya Pali karya Buddhaghosa abad ke 5 M, Samantapasadika, I, pp. 41-42 (cf. Taisho, Tripitaka edisi china (ringkasan T) vol. 24, No. 1462, p. 679c)]. Menurut Mahavamsa, kronologi Dinasti dan Raja yang memerintah mulai dari wafatnya Sang Buddha sampai dengan pemerintahan raja Asoka ("The Cambridge History of India", hal.189 "Mahavamsa: Great Chronicle of Ceylon", Wilhelm Geiger, hal. xlvi) adalah:

    Ajatasattu (32 tahun, Sang Buddha wafat di tahun ke-8 pemerintahannya = 24 tahun) + Udayin-Bhadda (16 tahun) + Anuruddha dan Munda (8 tahun) + Nagadasaka (24 tahun) + Shisunaga (18 tahun) + Kalasoka (28 tahun) + keturunan Kalasoka (22 tahun) + Nanda dan Keturunannya (22 tahun) + Candragupta (24 tahun) + Bindusara (28 Tahun) + Asoka dinobatkan (tahun ke-5 setelah bindusara wafat).

    Jadi 24 + 16 + 8 + 24 + 18 + 28 + 22 + 22 + 24 + 28 + 5 = 219 tahun setelah parinibannanya sang Buddha = Asoka menjadi raja. Jadi Buddha ada di abad ke-5/6 SM

  2. Purana Hindu Bhavisya Purana: Dinasti Shishunaga - Nanda - Maurya, Asoka ada dalam dinasti Maurya:

    (1) Dinasti Shishunaga:
    Shishunaga (40 tahun) + Kakavarna (Geiger dan Jacobi menyatakan kakavarna (warna gagak) dan kalasoka (asoka hitam) orang yang sama tapi beda nama: 36/26 tahun) + Ksemadharman (20/36 tahun) Ksemajit/Ksatraujas (40/24 tahun) + Bimbisara (28 tahun) + Ajatashatru (25/27) + Darsaka (22/24 tahun) + Udayin (33 tahun) + Nandiwardana (40 tahun) + Mahanandin/Mahananda (43 tahun) = 328/321 tahun

    Mulai Ajatasatru (setelah dikurangi 8 tahun saat wafatnya Buddha) sampai akhir dinasti: 155/159 tahun. Versi BUDDHIS dan JAIN, TIDAK ADA raja bernama Darsaka, ada GAP 22 tahun

    (2) Dinasti Nanda:
    Mahapadma Nanda (Vayu Purana: 28 tahun/Matsya dan Bhavishya Purana: 88 Tahun) + ke-3 anaknya selama 12 tahun = 40/100 Tahun. Ada GAP 60 Tahun, Versi Vayu purana dekat sumber Buddhis/Jain.

    (3) Dinassi Maurya:
    Chandragupta (24 tahun) + Bindusara (25 tahun) = 49 Tahun = Mulai Pemerintahan ASOKA

    Jadi, 155/159 Tahun + 40/100 tahun + 49 tahun = 244 s.d 308 tahun dan jika dikoreksi dengan GAP di atas, maka Ajatasatru - Asoka = 222/224 tahun dan jumlah tahun ini, cukup dekat dengan hitungan dari sumber Buddhis dikisaran 219 tahun.
Dari sumber Purana Hindu sendiri, kehidupan Buddha ada dikisaran abad ke 5/6 SM, tapi karena Veda ke-4, yaitu AtharvaVeda, tidak dikenal sang Buddha, maka kemunculannya AtharvaVeda pastinya terjadi di setelah jaman Buddha, juga karena AtharvaVeda maupun Itihasa-Purana, sama-sama menyinggung keberadaan masing-masingnya, maka beberapa bagian Itihasa dan Purana tertentu hadir mendahului AtharvaVeda, yang menurut Klaus K. Klostermaier, "..inti itihasa-purana telah ada mungkin di 7 SM" [A Survey of Hinduism: First Edition, hal.74] dan kebanyakan purana dibuat setelah abad masehi, misalnya: Markandeya (250 M, kecuali "Devi Mahatmya" tahun 550 M), Matsya (250-500 M), Vayu (350 M), Harivamsa dan Visnu (450 M), Brahmanda (350-950 M), Vamana (450-900 M), Kurma (550-850 M), Skanda (700-1100 M), Siva (750-1350 M), Bhagavata (950 M), dll ["On Hinduism", Wendy Doniger O'Flaherty, hal.xix-xx; "The Iconography and Ritual of Siva at Elephanta:..", Charles Dillard Collins, hal.36]

Berdasarkan hal tersebut, dapat kita pastikan bahwa kronologi kitab Hinduism pada sebelum jaman Buddha hanya ada 3 Veda dan di setelah jaman Buddha, munculah AtharvaVeda. Begitu pula dengan Brahmana, Aranyaka dan Upanisad, beberapanya telah ada sebelum jaman Buddha, beberapa lainnya (yang juga terkait dengan ke-4 Veda) ada pada setelah jaman Buddha. Untuk Itihasa, beberapa bagian dari ke-2 Itihasa, ada di sebelum jaman Buddha, karena beberapa tokohnya disebutkan di literature Buddhisme (misal tokoh Ramayana di Jataka no.461) dan kemudian ke-2nya dikembangkan lebih lanjut pada setelah jaman Buddha. Untuk Purana, bagian kecilnya telah ada di sebelum jaman Buddha, namun kebanyakannya, baru ada di setelah abad masehi.

Terkait klaim bahwa Brahma tidaklah identik dengan brahman, sehingga Brahma di Hindu tidaklah sama dengan Brahma di Buddhisme, SM Srinivasa Chan meyatakan bahwa: "Akar kata kerja brh yang artinya ‘tumbuh’ (brhati) dan menyebabkan tumbuh (brhmayati)" [Ajaran Pokok Upanisad] atau "yasmãcca brhati brmhayati ca sarvam tasmãducyate parambrahmeti" artinya "Karena dia tumbuh dan menyebabkan semua tumbuh, Ia disebut Brahma tertinggi" [Shandhilya Upanisad 3.2]. Taittiriya Upanisad memberikan pengertian tentang Brahman, yaitu ketika Bhrgu mendatangi ayahnya, Varuna dan berkata: "Bhagava ajari aku Brahma" ("adhīhi bhagavo brahmeti). (Varuna:) "..Itu darimana makhluk-makhluk ini dilahirkan, olehnya ketika lahir, karenanya ketika hidup, menjadinya ketika mati...Itu adalah Brahma (tad brahmeti).." [TU 3.1-6]. Kata sanskritnya adalah "Brahma" bukan "Brahman", berikut beberapa sample lainnya:
  1. Taittiriya Upanishad 2.1, "Brahmavidāpnoti param..". Arti: Memahami Brahma mencapai keutamaan
  2. Aitareya Upanishad 3.3, "eṣa brahmā...prajnānam brahma". Arti: Ia adalah brahma...Kesadaran adalah Brahma
  3. Brihadaranyaka Upanishad 4.4.5, "ayamātmā brahma". Arti: Atma adalah Brahma/Atman adalah Brahman. Sample lain di Brihadaranyaka Upanishad 1.4.10, "aham brahmāsmīti". Arti: Aku adalah Brahma
  4. Chhāndogya Upanishad 3.14.1, "sarvam khalvidam brahma, tajjalāniti śānta upāsīta". Arti: Semuanya adalah Brahman, darinya semesta lahir
  5. Mandukya Upanisad 2, "sarvam hyetad brahmāyamātmā brahma soyamātmā chatushpāt" (sarvam - Semua/setiap; hi – sesungguhnya; etad – ini/disini; brahma - Brahma; ayam – ini/disini; ātmā- atma; sah- Ia + ayam; chatus- empat; pāt- langkah/kaki/arah), Arti: Sesungguhnya semua adalah Brahman; Atman adalah Brahma; Ia ini Atma 4 arah
Kata Sanskrit yang digunakan adalah Brahma, karena Atma = Atman, maka Brahma = Brahman. Sehingga seharusnya, Brahma dalam teks-teks Buddhisme = Brahma(n) dalam teks-teks Upanisad. Perbedaannya adalah Brahma dalam teks buddhisme kedudukan berada jauh lebih tinggi dari Vishnu dan Siva yang baru saja menjabat sebagai deva muda di alam 33 deva di bawah kekuasaan Indra/Sakka.

Terkait apakah Buddha avatara Visnu atau tidak, naskah Hinduism berada pada posisi sangat bervariasi dan bertentangan, beberapa, yang lebih umum dikenal, menyatakan sebagai bagian 10 avatara (Purana misal: Agni 16, Padma 66.44.54, Garuda 8.10-11, Linga 48.31-32, Narada 119.14-19, Skanda 151.1-7 dan Varaha 4.2-3) atau bahkan sebagai bagian 22 avatara (misal: Purana Bhagavata/Srimad 1.3.6-25). Sementara naskah lainnya menentang dan menyatakan bukan bagian 10 avatara, misal Dasavatara Stotram, Vedanta Desika/abad ke-13 M, listnya: "Ikan, Kura-kura, Babi hutan, Nrisingha, Wamana, Parasurama, Rama, Balarama, Krishna dan Kalki" atau di Mahabharata, Santi Parva, Mokshadharma Parva, listnya: "Angsa, Kura-kura, Ikan, Babi hutan, Nrisingha, Wamana, Parasurama, Rama, Krishna dan Kalki" atau bahkan tidak termasuk 39 avatara, misal Pāñcarātra/Abad ke 1 SM, yaitu di Satvata Samhita 12 dan AhirBudhnya Samhita 66. ["Philosophy of Pancaratras", DR. S. Rangachar, bab Vibhava. hal.154; atau: "Hinduism: An Alphabetical Guide", Roshen Dalal, hal.459].

Salah satu purana yang menyinggung tentang Buddha misalnya Bhagavata purana/Srimad Bhagavatam yang menurut Wendy Doniger purana ini dibuat tahun 950 M namun argumen lain menyatakan purana ini dibuat lebih belakangan lagi, yaitu di abad ke-13 M oleh Bopa/Vopa-deva [pada jaman raja Ramachandra, Raja Yadava dari Devagiri, 1271 M - 1309 M di mana Hemadri adalah Perdana mentrinya]. Vopa adalah juga penulis Muktaphala dan Hari-lila dan di satu bukunya (Hari-lila, syair ke-1), Bopadeva menyinggung nama sang perdana mentri:
    srimad-bhagavata-skandhadhyayarthadi nirupyate
    vidusha bopadevena mantri-hemadri-tushtaye
Para ahli yang mendukung bahwa Bhagavata ditulis Vopadeva di antaranya adalah Colebrooke, Willliam Ward, Wilson, Burnouf dan Lassen.

Menariknya, Durgamohan Bhattacharyya dalam "Muktaphala of Vopadeva and with Kaivalyadipika of Hemadri", di bagian Introduction hal.xv, menyatakan bahwa Bhavishya Purana menyebutkan nama Vopadeva (tentu saja ada terjemahan lain, bahwa nama yang disebut adalah Jayadeva), namun jika ini benar, maka bisa jadi benar bahwa salah satu komposer Bhagavata Purana adalah Vopadeva.

Al-Beruni (973-1048) yang menterjemahkan Patanjali Yogasutra dan Bhagavad Gita ke bahasa Arab pernah melawat ke India. Di setiap kesempatan ketika Beruni merujuk "Vasudeva Bhagavata", adalah sebagai bagian dari daftar yang dibacakan kepadanya yang berasal dari Visnu Purana itu sendiri pada tahun 1030 M ["The Date and Provenance of the Bhāgavata Purāna", Edwin F. Bryant, hal.53], ini disalahpahami bahwa seolah Beruni menyebutkan tentang Bhagavata Purana padahal Ramanuja (1017-1137) sendiri TIDAK menyebutkan keberadaan Bhagavata Purana ["Krsna: Lord or Avatara?: The Relationship Between Krsna and Visnu", Freda Matchett, hal.19]. Juga, terdapat klaim bahwa VyasaDeva menyelesaikan canto ke 12 Srimad bhagavatam pada tahun 900 M, sehingga, variasi waktu kapan penulisan Srimad Bhagavatam berada di kisaran abad 9 - 13 M.

Mari kita check keakuratan purana ini, sample:
    तत: कलौ सम्प्रवृत्ते सम्मोहाय सुरद्विषाम् ।
    बुद्धो नाम्नाञ्जनसुत: कीकटेषु भविष्यति ॥ २४ ॥
    tatah kalau sampravritte
    sammohāya sura-dviṣām
    buddho nāmnāñjana-sutaḥ
    kīkaṭeṣu bhaviṣyati


    tatah--sesudah itu; kalau—zaman Kali; sampravritte—setelah terjadi; sammohāya—dengan maksud untuk mengelabui; sura—orang yang percaya kepada Tuhan; dviṣām—orang yang iri; buddho—Sang Buddha; nāmnā—yang bernama; āñjana-sutaḥ—yang ibunya bernama Aïjanä; kīkaṭeṣu—di Propinsi Gayä (Bihar); bhaviṣyati—akan terjadi

    Kemudian, pada awal Kaliyuga, Tuhan akan muncul sebagai Sang Buddha, putra Anjana, di Propinsi Gaya, hanya dengan maksud mengelabui orang yang iri kepada orang yang setia dan percaya kepada Tuhan. [Srimad Bhagavatam/Bhagavata Purana, 1.3.24]
Benarkah demikian?
Pertama, Srimad Bhagavatam adalah purana, tidak mempunyai kebenaran sejarah dan kedudukannya di bawah Itihasa/kitab sejarah. Kemudian, secara tradisi arti avatara adalah Tuhan yang menjelma ke dunia untuk menegakan kebenaran, maka sungguhlah aneh jika Tuhan turun ke dunia namun justru menghalangi manusia menyembah TUHAN, bukan? Kata lahir terkait dengan masa kecil dan siapa yang melahirkan, maka, benarkah Ia lahir di Gaya?

Ibu Sidartha Gautama bernama Mahamaya [bukan Anjana/Anjina], putri raja Koliya, Mahasuppabuddha [Therigatha Atthakatha: 141] dari permaisuri Sulakkhana [Apadana, ii.538]. Setelah kematian ibunya [Mahamaya], Sidharta Gautama tidak dibesarkan neneknya [beberapa situs, menyebutkan nama neneknya adalah Anjana, ini tidaklah benar] namun dibesarkan ibu tirinya [juga tidak bernama Anjana/Anjina namun Maha Prajapati Gotami].

Sidharta Gautama, keturunan Dinasti Sakya [Sakya = Surya, mampu. Artinya bukan Ksatria], tidak dilahirkan di Gaya tapi di Devadaha, Taman Lumbini [lokasi Kapilavatthu, entah ada di Tilaurakot, Nepal, ± 28 Km dari Lumbini atau di Piprahwa, Uttar Pradesh, India, ± 14,5 Km dari Lumbini. Kedua lokasi ini di kaki pegunungan Himalaya] dan di tempat itu, telah dibangun pilar oleh raja Asoka, Raja yang lahir sekitar 2 abad setelah Buddha Gotama. Sebagai raja sebuah dinasti besar, negaranya pasti punya catatan riwayat leluhurnya yang hidup di jaman Buddha, juga catatan dari kaum Brahmanism, Jainism dan Buddhisme. Lokasi Buddha mencapai penerangan sempurna adalah di Uruvela, 7 km di Selatan Gaya atau 105 km dari Patna/Bihar dan di tempat itu, juga telah dibangun pilar oleh Asoka. Kīkaṭeṣu (atau Kīkaṭa) berada di provinsi Gaya [Bihar] adalah berdasarkan komentar dari Śrīdhara Svāmi (abad ke-14/15: Kikateshu madhye Gaya-pradese) dan Sri Visvanatha Cakravarti Thakur (abad 18 M) yang lahir, ratusan atau bahkan lebih dari seribu tahun setelah Asoka maupun Buddha Gautama, sementara Garuda Purana Ch.82 membedakan antara Gaya vs Kikata dan Ch.83 menyatakan: "Kota Gaya adalah tempat suci di negara Kikata". Tapi yang manapun itu (Gaya maupun Kikatesu), sang Buddha tidak lahir di sana.

Kapan awal kali yuga?
Secara umum, jaman Kali yuga dihitung setelah meninggalnya Krishna pada 3102 SM atau dihitung saat Pemerintahan Yudistira atau dihitung saat Bima berhasil menumpas raja Duryodana.

Jadi, Srimad Bhagavatam/Bhagavata Purana, telah keliru menyatakan tentang kelahiran sang Buddha dan keliru menyatakan diri sebagai ramalan karena yang diramalkannya itu telah wafat ribuan tahun sebelum kemunculan purana ini.

Bhagavad Gita BUKAN Pancama Veda
Jumlah sloka. Bhagavad Gita yang kita kenal saat ini terdiri dari 700 sloka, namun Mahabharata 6.43 menyampaikan terdapat 745 sloka di BhagavadGita:
    "षट्शतानि (Ṣaṭśatāni/600) सविंशानि (savinśāni/tambah 20) श्लोकानां प्राह केशवः। (Ślōkānāṁ prāha kēśavaḥ/sloka dari Kesava)
    अर्जुनः (arjuna:) सप्तपञ्चाशत् (saptapanchaashat/57) सप्तषष्टिं (saptashashtin/67) तु संजयः (tu sanjayah/oleh Sanjaya)
    धृतराष्ट्रः (Dhr̥tarāṣṭraḥ) श्लोकमेकं (ślōkamēkaṁ/1 sloka) गीताया मानमुच्यते (gītāyā mānamucyatē/ukuran tentang gita)
    " [Mahabharata 6.43, Bhisma Parva, Ini 620+57+67+1 = 745]
Perbedaan jumlah sloka BG di atas (700 vs 745) merupakan bukti internal bahwa Mahabharata dibuat di waktu berbeda-beda dan/atau Bhagavad Gita adalah tambahan belakangan yang tidak terkait dengan kisah di Itihasa.

Yang manapun jumlahnya itu, andai 1 sloka disampaikan 10 s.d 20 detik, maka dengan mengabaikan waktu tempuh pulang-pergi ke tengah lapangan Kurukhsetra juga waktu yang diperlukan oleh Arjuna (dan lainnya) untuk mencerna makna, maka sekurangnya diperlukan waktu penyampaian antara 7000 - 14900 detik atau 2 - 4 jam penyampaian. Waktu sepanjang ini, adalah waktu yang terlalu lama bagi para pihak yang sedang berhadapan, terutama bagi pihak Kurawa yang sudah sangat gatal hendak menghabisi Pandawa. Para pihak di lapangan tidak mendengar percakapan itu namun tidak di HastinaPura, karena Sanjaya, telah menerima “berkah” Vyasa untuk dapat melihat, mendengar dan merasakan apa yang terjadi di situ, menyampaikan seluruh kejadian dan percakapan itu kepada Drestarasta, Gandari dan Kunti. Namun, tidak ada catatan bahwa Sanjaya, Kunti, Drestarasta dan Gandari menyampaikan ujaran itu pada orang lainnya, karena setelah berakhirnya perang, mereka ini pergi ke hutan dan wafat di sana.

Karena Bhagavad Gita ada dalam bagian Bhisma Parwa-nya Itihasa Mahabharata, maka mereka mengklaim Bhagavad Gita sebagai Veda ke-5, bisa jadi tidak tahu bahwa Mahabharata atau Itihasa-Purana-lah yang disebut Veda ke-5, atau bisa jadi, mereka sudah tahu, namun karena Bhagavad Gita merupakan bagian Mahabharata, lantas menjadikan Bhagavad Gita-lah sebagai Veda ke-5. Tentu saja ini TIDAK TEPAT, dari keseluruhan sloka Mahabharata, porsi sloka BhagavadGita-pun sangatlah kecil, dari porsi yang sangat kecil itu saja, Arjuna TELAH LUPA SEMUA, sedangkan Krishna menyatakan TIDAK DAPAT LAGI mengulangi uraiannya:
    Arjuna: O - tangan yang perkasa, di menjelang perang, kebesaranmu, wujudmu sebagai Penguasa semesta, telah ku kenali. Apa yang diri-Mu yang suci ini katakan padaku saat itu, O Kesava, AKU LUPA SEMUANYA, sebab pikiranku berubah-ubah, dengan pokok bahasan tentang kebenaran itu. mohon utarakan lagi sebelum kau kembali ke Drawaka.
    Krishna: ..Sangat tidak menyenangkan bagiku, kau tidak mengingatnya lagi...Ingatanku tentang semua yang kukatakan padamu saat itu, TIDAK AKAN DATANG LAGI PADAKU SEKARANG...MUSTAHIL BAGIKU, wahai Dhananjaya MENGULANGI DETAIL semua yang ku ucapkan saat itu... AKU TIDAK DAPAT MENGURAIKAN LAGI RINCIANNYA. Yang Aku utarakan padamu, adalah SETELAH kupusatkan diriku pada Yoga. namun aku akan uraikan tentang sejarah lama pada topik yang sama, sekarang dengarkan semua yang Kukatakan.. [AswamedhaParva, pada AnugitaParva, Ch. 16.4-15 (translasi Dutt) atau Ch.16 (translasi Kisari). Note: Anu = pengulangan/kelanjutan, kecil + gita (= Bhagavadgita) tapi orientasinya berbeda, jika Gita menitikberatkan pada Bakti dan Karma sebagai jalan, sementara Anugita pada Jnana]
Jika benar Bhagavad Gita adalah teks ketuhanan penting setara sruti dan smerti, mengapa Arjuna sampai melupakannya? Mengapa Krisna sampai perlu menjelaskan alasan tidak dapat mengulanginya karena harus memusatkan diri dengan Yoga dan jika waktu bukan masalah, mengapa TIDAK MAU dilakukan saat itu? Dan mengapa Ugrasrawa yang tidak berkualifikasi sebagai penjelmaan dewa utama, malah TANPA memusatkan diri pada Yoga mampu menyampaikan Bhagavad-Gita?
    Pembabar kisah Jaya (baca: Bharata atau Mahabharata) hingga dikenal umum adalah Ugrasrawa, anak Lomaharshana (loma = bulu, Harshana = saat menceritakan, membuat orang merinding), seorang Suta (kusir, turunan kasta kusir atau penyair/pujangga, bisa jadi Ia, penyair sekaligus turunan kasta kusir) karena Lomaharshana berdarah campuran dari ibu brahmani dan bapak ksatria, walaupun demikian, Ia adalah murid Vyasa. SrimadBhagavata (10.78) mengisahkan Murid Vyasa ini tewas oleh Balarama di hutan Naimisha ketika sedang berkumpul dengan para Rsi, karena Lomaharshana sang pembicara, tidak berdiri ketika Balarama datang. Di Adiparwa disampaikan Ugrasrawa telah belajar seluruh Purana dari ayahnya dan mendengarkan langsung kisah Jaya ini, ketika Vaisampayana menyampaikan kepada Maharaja Janamejaya di upacara kurban ular (Mbh 1.1 dan 1.5) [bandingkan dengan Arjuna yang bahkan tidak ingat 1 sloka Bhagavadgita pun (Mbh 14.16), padahal di teks sanskrit besarnya cuma 700/745 sloka saja, sementara Ugrasrawa mengaku ingat SELURUH Purana (Maha+Upa Purana) + Mahabharata, artinya jutaan sloka], kemudian alasan mengapa Ugrasrawa yang bukan turunan Brahmana murni dapat menyampaikan Veda ke-5 dijelaskan Adiparva bahwa seorang terpelajar dapat mengajari Brahmana tentang sruti dan Kisah Bharata ini (Mbh 1.62.35-37) [bandingkan dengan Karna yang anak angkat dari seorang berkasta kusir yang karena kastanya, tidak boleh bertanding dengan Arjuna]. Di hutan yang sama ini, tempat ayahnya tewas, Ugrasrawa menyampaikan kisah kilas balik turunan Bharata, kepada para rsi yang sedang melakukan upacara kurban 12 tahun guru mereka, Saunaka kulapati
Perkembangan terhadap teks Bhagavadgita, dapat dilihat pula dalam kakawin Bharatayudha (versi kawi), yaitu kisah Nasehat Krishna dan Arjuna di medan Kurukshetra YANG HANYA tercantum dalam 2 sloka saja:
    mulat mara sang arjunasemu kamanusan kasrepan,
    ri tingkah I musuh niran pada kadang taya wwang waneh,
    hana pwa ng anak ing yayah mwang ibu len, uwanggeh paman,
    makadi nrpa salya bhisma sira sang dwijanggeh guru

    (Saat melihat ini, Arjuna sedih, karena musuhnya ini adalah semua kerabatnya tanpa ada orang asing di antaranya. Saudaranya sendiri dari pihak ayah dan ibunya, paman-pamanya; dan di antara mereka raja Salya, Bhisma, dan gurunya sendiri-Drona)

    Ya karana niran pasabda ri nararya krshnateher,
    aminta wurunga ng lagapan awelas tumon korawa,
    kuneng sira janardanasekung akon sarosapranga
    apan hila-hilang ksinatriya surud yan ing paprangan

    (Karenanya, Ia berkata kepada raja Krsna, agar pertempuran ini tidak terjadi, Ia berbelas kasih kepada para Korawa. Tapi Janardana memerintahkannya keras agar bertempur sekuat tenaga. agar tidak melawan tatanan dan adat (Ila-ila), tentang ksatriya mundur dari pertempuran)

    [X, 12-13, Kawi and kekawin, P. Zoetmulder, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 113 (1957), no: 1, Leiden, 50-69 dan di "Kakawin Bhrata-Yudha", Prof R.M Sutjipto Wirjosuparto, 1968, hal.75. Translasi Inggris dari Zoetmulder, saya translasi ke Indonesia. Penulisan kakawin Bharatayuddha dimulai Mpu Sedah dan dirampungkan Mpu Panuluh untuk raja Daha/Kediri, Prabu Jayabhaya (1135-1157 M, ditranlasi oleh Berg)]
Tentu saja, bukan berarti tidak ada ucapan Krishna kepada Arjuna di saat itu, karena titikberat kakawin Bharatayuddha adalah di peristiwa perangnya. Di teks kawi, Panjang lebarnya ucapan Krishna juga tercantum di Bhismaparwa dan porsi sloka "Bhagavagita"-nya juga TIDAK SEBANYAK versi teks sanskrit yang hingga 700-745 sloka:
    Pembicaraan Bhagavadgita teks kawi mulai dari Arjuna menyampaikan kesedihan kepada Kresna karena semua yang dilihatnya adalah keluarganya, bapak, kakek, paman, gurunya, anaknya, cucunya (..manastapa koluyan citta sira, kapënuhan karunya citta mwan mëlas-arëp. matannya r pojar i maharaja Krsna..kapwa kulawarga, bapa kaki paman panajyan guru wwan sanak kaka anak putu parnahnya waneh..) (hal.41), kemudian Krishna membujuk Arjuna agar menenangkan diri dan bertempur, agar tidak kehilangan imbalan surga (hal.42), wejangan berlanjut hingga berakhir pada: Siapapun yang berbakti kepada Ku, tidak mengelak tugas sesuai statusnya dapat mencapai tiga alam, pasti menuju surga (..yan hana wwan bhakti ri nhulun, tatan wyabhicara kasewakanya, yeka wënan malahakën tribhuwana, byakta ya mantuk in swargaloka..) ... Akulah satu-satunya yang dapat membebaskan manusia dari tugas mulyanya, Akulah yang dapat mencegah keburukan. Jangan biarkan kebingungan membuatmu menderita! jangan biarkan pikiranmu sengsara! (kewala nhulun juga karana nika, apan wënan hulun mantasakëna sanke gawenya hala. haywa tasën prapancatura! t ahuwusan prihati! kadiwasa n manastapa!) (hal.65). Kepada Krisna, Arjuna berkata Ia tidak lagi bingung (Sajna haji, maharaja Krsna! hilan ike pungun nin pinakahulun), Aku sadar, seharusnya aku dengar kata-kata bijakmu, karena Kau menyayangiku, pikiranku menjadi kuat; Aku tidak ragu lagi. Aku akan lakukan apa yang Engkau harapkan (mahëli tutur lawan kamedhan, makanimitta sih rahadyan sanhulun. apagëh tambëk ni nhulun mari sandeha. rasa ny ajna rahadyan sanhulun damëlakëna patik haji manke), Demikianlah dialog Kresna dan Arjuna..Dengan perasaan senang, Ia angkat busurnya (Iti, nahan panucap maharaja Krspa lawan san Arjuna..enak de nira rumëgëp capa nira) (hal.65) [Het Oudjavaansche Bhismaparwa, Jan Gonda, 1936, hal.41-65, translasi Gonda termasuk tentang isi "Bhagavadgita" bahasa kawi yang ada di parwa tersebut]
Yang tidak kalah menariknya adalah teks kawi kitab Sarasamuccaya, karena menyatakan berasal dari Mahabharata, berikut prolog Vararuci, yang dianggap pengarang Sarasamuccaya:
    Om a-vighnam astu
    Bhagawān Wararuci mupulakėn sāra-sāra Sang Hyang aṣtādac̣aparwā, gawe Bhagawān Byāsa, matangnyan panamaskāra sira i Bhagawān Byāsa lingnira:

    (Om, semoga tiada rintangan
    Bhagawan Vararuci menghimpun sari 18 kitab (= Mahabharata) karya Bhagawan Byasa, sebagai penghormatan pada beliau:)

      Note:
      Variasi arti Om kara (bentuk Om), diantaranya: "Brahman" lainnya: "pranava" (pra = sebelum, ana = tarikan nafas + va= mengalir/tiupan). A-vighnam = Tiada-rintangan, Astu = biarlah/semoga.

    Sanskrit:
    yajne bahujanam paramabhyudaram yam dwipamadhye sutamatmabhavat, paracarat satyavati maharsin tasmai namojnanatamonudaya.
    Kawi: hana sira maharsi, tan hana kapinggingnira, kinatwanganing triloka, rumantasaken peteng ning ajnananing sarwabhawa, anak sang satyawati patemwan lawan Bhagawan Paracara, prasuta ri tengahnikang Krsnadwipa, Bhagawan Byasa ngaranira, sira ta sembahen kamnan i ngulun mujarakena saraning gawenira aji
    (Adalah seorang maharsi, tidak ada yang tidak diketahuinya, dihormati tiga dunia, penghalau kegelapan pikiran para mahluk, putra dewi Satyawati dari Bhagawan Parasara, lahir di tengah pulau Krisna, Bhagawan Byasa namanya, Kepadanya aku menghormat, sebelum menyampaikan sari sastra ilmuNya)

    (II)
    Sanskrit: yatha samudrotimahan yatha ca himawan girih, ubhau ratnanidhi khyatau tatha bharatamucyate
    Kawi: nahan kottamanira, kadyangganing tasik lawan gunung Himawan, an kalyan mas manik sarwamulya, mangkana ta sakweh niking aji bharatakatha ginawenira, an tasakaning uttamarasa makadi rahasyajnana
    (Bagaikan lautan luas dan gunung Himalaya yang berisi emas, permata yang serba mulya, demikianlah kisah Bharata, karya beliau, mematangkan rasa utama, rahasia batin yang dalam)

    (III)
    Sanskrit: Idam kavivarair nityamakhyanamupajivyate, udayaprepsubhir bhrtyairabhijata ivecvarah
    Kawi: kuneng kottaman Sang Hyang bharatakatha, ri denyan sira nitya pinakopajiwana sang kawiwara, kadyanggan sang prabhu sujanman pinakopajiwaning wadwa angusir wibhawa
    (Keutamaan kisah Bharata, menjadi sumber inspirasi para pujangga, bagai seorang raja berbudi luhur yang menjadi sumber perlindungan rakyat agar sejahtera)

    (IV)
    Sanskrit: Itihasottamadasmajjayante kavibuddhayah, pancabhya iva bhutebhyo lokassamvidhayas trayah
    Kawi: apayapan iking aji bhakratakaatha sangkaning budhhi sang kawi, kadyangganing triloka an wijil sangke pancamahabhuta
    (Kisah utama ini, lahir dari budi luhur sang pujangga, seperti tiga dunia yang berasal dari lima unsur utama)

    (V)
    Sanskrit: Anacrityaitadakhyanam katha bhuvi na vidyate, aharamanupacritya carisasyeva dharana
    Kawi: tatan hana aji ring bhuwana, tan pakacraya iking byasawacana, kadyangganing carira tan hana ya tan pakacrayangahara
    (Tak akan ada sastra di dunia ini, tanpa sokongan ajaran bhagawan Byasa, laksana tubuh yang tak akan ada jika tanpa sokongan makanan)

    (VI)
    Sanskrit:: Crutva tvidamupakhyanam cravyamanyanna rocate, pumskokilarutam crutva ruksa dhvamksasya vagiva
    Kawi: lawan waneh kottamanira, yan hana sira telas rumengo rasaniking sang hyang aji, pisaningu juga sira ahyuna rumengwa kathantara, teka ring gita wenu winadi, kadyangganing wwang rumengo sucabdaning kuwong, huwus rumesep ri hati lengening swaranya, amangun harsaning citta, tan hana gantani kahyuna rumengwa resning cabdaning gagak
    (Keutamaan lainnya, mereka yang telah mendengar indahnya ilmu ini, tak lagi ingin dengarkan lainnya, bahkan juga nyanyian, rebab, seruling, dan semacamnya, laksana mendengar indah suara kutilang yang meresap ke hati, membuat senang pikiran, tak tergantikan, apalagi kemudian mendengar suara gagak yang mengerikan)

    Kawi: mangkana ling bhagawan wararuci panamaskara ring Bhagawan Byasa, neher umajaraken kottamaniking bharatakatha, iking inaranan sarasamuscaya, sara ngaraning wicesa, samuccaya papupulnya, nahan matangnyan Sarasamuscaya ngaraniking sang hyang aji, damel Bhagawan Wararuci, nihan piteket Bhagawan Waicampayana ing Maharaja Janamejaya, i kalanira cumaritaken ikang bharatakatha, yatiki witaning sarasamuscaya
    (Demikianlah perkataan Bhagawan Wararuci menghormati Bhagawan Byasa, berlanjut mengutarakan sari kisah Bharata yang dinamakannya "Sarasamuccaya". sara adalah inti sari, samuccaya adalah himpunan. Demikian sarasamuccaya disebut sastra mulya, karya Bhagawan wararuci, Inilah petuah Bhagawan Waisampayana kepada Maharaja Janamejaya sewaktu menceritakan kisah Bharata. inilah muasalnya Sarasamuccaya)
Prof. Dr. Raghu Vira dalam prakatanya menyatakan aksara kawi di Sarasamuccaya bernuansa abad ke-10 M, kitab ini merupakan Gita-nya Indonesia, berfungsi seperti Gita-nya India, keduanya merujuk Mahabharata, Jika Gita memuji Krsna dan lebih ke filosofis, maka Sarasamuccaya memuji Vyasa dan lebih kepada tuntunan sikap mental dan laku spiritual.

Isi Sarasamuccaya TIDAK MEMUAT tentang Krishna juga TIDAK ADA memuat ucapan Krishna pada Arjuna, jadi TIDAK ADA satu sloka teks Bhagavad Gita di dalamnya, maka, jika benar Bhagavad Gita adalah teks ketuhanan penting setara sruti dan smerti, mengapa tidak disinggung Sarasamuccaya?

Pengarang Gita-pun bukan hanya 1 orang saja melainkan banyak dan Vyasa bukan salah satunya, misal menurut G.S Khair: sekurangnya 3 orang ["The Quest for The Original Gita", 1957, Introduction hal.xiii, Ch.6, hal 37-46], A.L Basham: sekurangnya 3 penulis Bhagavad Gita dalam 3 stratum, yaitu Ke-1: Bab 1, 2.1-37/38; Ke-2: Bab 2.38/39-72, 3, 5, 6, 8, 13, 14.7-25, 16, 17, dan 18.1-53; Ke-3: Bab 4, 7, 9, 10, 11, 14.1-6, 14.26, 15 dan 18.54-78 ["The Origins and Development of Classical Hinduism", Arthur Liewellyn Basham, Ch 6, Hal.85-87] atau ditahun 1985, Basham menyampaikan bahwa para ahli melihat sekurangnya lusinan kontributor Gita ["But Not Philosophy: Seven Introductions to Non-Western Thought", George Anastaplo, Anastaplo/Doren, hal.88] atau Rudolf Otto: tidak kurang dari 18 pengarang berkontribusi dalam Gita ["Class and Religion in Ancient India", Jayantanuja Bandyopadhyaya, hal.93-96]

Untuk menentukan kapan waktu penyusunan Gita, perlu diketahui kapan ide Avatar [Tuhan yang turun ke dunia] mulai ada. setelahnya kapan Krisna mulai dianggap sebagai avatar terakhir Visnu, karena Gita adalah dialog antara Visnu dalam wujud Krishna dan Arjuna [yang diyakini sebagai penjelmaan Visnu]. Semua narasi jaman Budhisme menunjukan Deva utama saat itu adalah Brahma, Sementara di Mahabharata, para pemuja Brahma tidak lagi dikenal luas. Pemujaan terhadap avatar Visnu belum ada hingga Buddha wafat. Beberapa komentar Veda yaitu Brahmana yang disusun tidak jauh dari kemunculan Buddhisme, menyampaikan kisah-kisah avatar yang popular di masyarakat namun tidak ada kaitannya dengan Avatar Vishnu ["The Bhagavad Gita", C. Jinarajadasa, From the Proceedings of the Federation of European Sections of the Theosophical Society, Amsterdam 1904, Theosophical Publishing House, Adyar, Madras. India, November 1915]

Pada Brahmajala Sutta buddhisme disebutkan 62 cabang utama teori filsafat yang ada di masyarakat saat itu dan tidak 1 (satu) pun ada doktrin yang meyerupai karasteristik teori fisafat pemujaan terhadap Visnu. Pada literature Buddhisme, tidak ditemukan adanya pemujaan terhadap Krisna sebagai dewa di jaman itu [Burnouf, Introduction à I’histoire du Bouddhisme Indien: hal.121, 2nd Ed.], Teks Buddhism ada menyinggung keberadaan Visnu dan Siva namun bukan sebagai Deva yang menonjol [Rhys Davids, Buddhist India, Hal 236]. Visnu [Vennu/Venhu] dan Siva di sebutkan di Devaputtasamyutta [2:12 dan 2:21], teks tentang kumpulan para Deva yang baru lahir di alam dewa, mungkin inilah prototipe awal dewa India Visnu dan Siva sebelum menjadi dewa utama dalam Hinduisme bakti yang theistik. ["The Bhagavad Gita", C. Jinarajadasa, 1915].

Shatapatha Brahmana, yang memuat kisah tentang Ikan, kura-kura dan babi hutan sebagai Avatara yang menyelamatkan Manu saat banjir besar hanya menyatakan bentuk ikan dan bukan tuhan dalam bentuk ikan [I. 8. I. I. This and the following reference to the Brãhmanas are cited by Macdonell in his article on Vedic Mythology, Journal of the R.A.S. 1895]. Di Mahabharata, ikan, Kura-kura dan Babi hutan bukanlah sebagai avatara Visnu namun avatara Brahma atau Prajapati [Vanaparva, Markandeya samasya 7.5.15], Babi hutan di Taittiriya Brahmana adalah Prajapati [Taittiriya Brahmana I.i. 3. 5, ff] dan meski Shatapatha Brahmana mengangkat legenda yang sama, tapi tidak menyebutnya sebagai manifestasi Tuhan [XIV.i 2. 11] sementara itu yang belakangan, Ramayana menjadikan babi hutan adalah Brahma [II. 110. Monier Williams, Indian Wisdom, hal.330]. Deva dengan bentuk rupa srigala wanita, yang memenangkan dunia untuk para Dewa dan mengelilingi dunia hanya dengan tiga langkah adalah Indra bukan Vishnu [Taittiriya Samhita 7.2.4], Purana-purana yang muncul belakangan menyebut kesemuanya ini sebagai reinkarnasi hanya dari Visnu, juga bahkan legenda-legenda tentang Avatara Visnu pun jumlahnya bervariasi dari 9 menjadi 28 [Barth, Religions of India, Hal. 171, dari: "The Bhagavad Gita", C. Jinarajadasa, 1915]

Jadi hingga wafatnya sang Buddha, pemujaan terhadap Brahma lazim dilakukan masyarakat, pemujaan terhadap Visnu belum mulai dan tentu saja pemujaan terhadap Krisna belumlah ada. Berdasarkan catatan duta besar Yunani, Megasthenes, yang tinggal di India di tahun 311 SM - 302 SM Pada masa itu pemujaan terhadap Krisna sudah popular dan beriringan dengan pemujaan terhadap Siva [Barth, Religions of India, Hal. 163 and168]; Di jaman ahli tatabahasa yaitu Patanjali (abad 2 SM), pemujaan terhadap Krishna sangatlah populer [Macdonell, op cit, Hal. 414, dari: "The Bhagavad Gita", C. Jinarajadasa, 1915]

Bhagavad Gita dan Kata Majemuk Sanskrit
Setelah "kematian" bahasa Vaedika, di dataran India [termasuk Afganistan, Pakistan dan selatan Rusia] masyarakat menggunakan satu di antara 7 jenis bahasa prakrta, yaitu Magadhii Prakrta; shaorasenii Prakrta, paeshacii Prakrta, Pashcatya Parakrta; pahlavii Prakta; Maharastrii. Bahasa ibu yang digunakan Krishna adalah Shaorasenii Prakrta. Pada perkembangannya bahasa prakrta kemudian dibentuk kembali dan direformasi. Bentuk reformasinya menjadi bahasa Samskerta [artinya adalah: direformasikan, dibentuk kembali]. Tulisan yang digunakan di India saat itu adalah Brahmii dan Khrosthii. Jadi mereka menulis bahasa Vaedika dengan menggunakan tulisan Brahmii dan Kharosthii, karena tulisan dan Bahasa Vaedika tidak mempunyai huruf-huruf sendiri karena merupakan bahasa lisan. Jaman itu seorang murid mendengarkan dari guru berbicara, menghafalkan yang dikatakan gurunya, mengingat-ingat apa yang diucapkannya. Oleh sebab itu Veda disebut Shruti, artinya telinga, yang berarti mendengarkan.

System pendidikan di India tidak lah berubah dari sebelumnya. Mereka yang mencari ilmu selalu tinggal bersama gurunya [catuspathiis/pasraman]. Kehidupan mereka ditanggung oleh pemerintah yang berkuasa/kepala daerah dan/atau masyarakat umum. Hampir setiap pendeta/brahmana mumpuni mempunyai pasraman sendiri. Saat itu tidak ada standarisasai kurikulum, jadi masing-masing dari mereka menciptakan kurikulumnya sendiri sesuai keinginannya dan pelajaran yang diberikan sehingga pengajaran satu Brahmana berbeda dengan Brahmana lainnya. Murid-murid yang belajar pada pendeta yang berbeda pengetahuannya-pun berbeda-beda pula. Ini menghasilkan keragaman interpretasi dan juga berbegai pertentangan pendapat di antara satu pasraman dengan pasraman lainnya. Inilah yang memberikan sumbangan utama bagi keragaman interpretasi kupasan-kupasan Veda dari jaman ke jaman.

Suku tatabahasa Sanskrit yang kuat disusun oleh Panini, seorang yang berasal dari Pakhtoon dari wilayah Peshawar [ada yang mengatakan wilayah Gandhara, Pakistan sekarang]. Tulisan Brahmmi dan Kharosthuu juga berubah menjadi huruf-huruf Sarada yang ada di Khasmir sekarang. Setelah itu muncul huruf-huruf Guru Mukhii, Nagrii dan Naungala. Tulisan yang ada sekarang ini tercipta kira-kira 10 -12 abad yang lalu. [Kuliah tentang Mahabharata, Shrii Shrii Anandamurti, penerbit Ananda marga, PT Adi Murti,Denpasar, Hal 10-15, 23].

Umumnya yang dikenal sebagai penyusun awal tatabahasa Sanskrit adalah Panini melalui karyanya Aṣṭādhyāyī [arti: Delapan Bab, tapi juga diduga ini disusun sekurangnya oleh 2 orang] dan dikatakan bahwa Ia hidup di kisaran abad ke 5/6 SM, namun tampaknya ini kurang tepat karena beberapa kata yang ada dalam karyanya menunjukan Ia mengenal baik Athava-Veda (misal Prof Thieme merujuk kata "ailayit" di A.3.1.51 dengan AV 6.16.3: "tauvilike avelayAvA ayam ailaba ailayit", bahwa kata ini tidak ada di 3 Veda lainnya), karena sang Buddha hidup di kisaran abad ke-5 dan tidak mengenal Atharva-Veda, maka Panini harusnya baru ada di setelah jaman Buddha dan juga di setelah kemunculan Atharva-Veda, kemudian, Kamal K. Misra, menyatakan bahwa Pāṇini menyebutkan ahli tatabahasa Sanskrit lain yaitu Yaska, yang hidup di abad ke-4 SM, juga, kitab Brihatkatha dan Mañjuśrī-mūla-kalpa menyebutkan bahwa Pāṇini ada di jaman raja Nanda (abad ke 4 SM) dan Panini di A.5.2.120, menyebutkan tentang koin ("rupya"), yang tampaknya ada dikisaran abad ke-4 SM, sehingga Jan E.M Houben menempatkan kehidupan Panini dikisaran tahun 350 SM.

Setelah jaman Panini, ada ahli tatabahasa Sanskrit lainnya yang sangat terkenal yaitu Patanjali/abad ke-2 SM [Radhakrishnan, and C.A. Moore, (1957). A Source Book in Indian Philosophy. Princeton, New Jersey: Princeton University, ch. XIII, Yoga, p.453]. Patanjali menyatakan Dvandva sebagai paduan kata paling superior di Sanksrit dan menariknya, pernyataannya ini muncul dalam Bhagavad Gita:

..dari paduan kata-kata, Aku adalah kata majemuk [Dvandva]..” [Bhagavad Gita, 10.33].

Dari 6 kelas paduan kata di tatabahasa Sanskrit kelas “Dvandva” memiliki nilai gramatika tertingi, superioritas Dvanda dibadingkan paduan lainnya pertama kali dinyatakan oleh Patanjali [Pat. I. p 392, cited in Speijer, Sanskrit Syntax, page 151, note]. Patanjali, di samping ahli Sanskrit juga ahli Yoga, sementara Bhagavad Gita adalah paduan dari Upanisad/Vedanta, Samkhya, dan Yoga. Maka, karena Panini tidak menyatakan adanya superiotas kelas kata majemuk di Sanskrit, besar kemungkinan, Patanjali-lah sebagai salah satu dari penyusun Bhagavad Gita

Sekarang, tanpa ragu lagi, kita dapat menyatakan bahwa Bhagavad Gita baru ada setelah jaman Buddhisme dan untuk tahun kemunculannya walaupun terdapat banyak variasi pendapat, misal R.C Zaehner menyatakan di kisaran abad ke-5 SM - ke-2 SM ["The Study of Hinduism", Arvind Sharma, hal.179] atau Garbe menyatakan di kisaran 200 SM - 200 M ["Textual studies in Hinduism", Arvind Sarma, Hal.95], tapi secara umum dikatakan Gita ada mulai dari abad ke-2 SM (misal: K.T. Telang, Arvind Sharma, W.D.P Hill, Jeaneane Fowler, J.A.B. van Buitenen). Menariknya, Swami Vivekananda pun bahkan sampai menyatakan seperti ini, "Poin lainnya adalah, buku, Gita, belum banyak diketahui orang sebelum Shankarâchârya mebuatnya jadi terkenal lewat tulisan komentar luar biasanya tentang itu...bahkan tidak satu pun salinan Bhasya-nya Bodhayana dapat saya temukan selama bepergian ke seluruh India..tidak ada gunanya mencoba membangun keberadaan Bhashya Bodhayana pada Gita. Beberapa menyimpulkan bahwa Shankaracharya-lah penulis Gita, dan yang memasukannya ke Mahabharata" [Volume 4, Lectures and Discourses, 1897. Note: Shankarâchârya hidup di abad ke-8/9 Masehi].

Bhagavad Gita dan Samkhya
Salah satu filsafat tertua di India adalah Samkhya, yang umumnya dikatakan bahwa filsafat ini disusun oleh Rsi Kapila, arti Kapila adalah “orang pandai pertama”. Pengaruh Upanisad pada Gita adalah Samkhya. [Kuliah tentang Mahabharata, Shrii Shrii Anandamurti, penerbit Ananda marga, PT Adi Murti,Denpasar, Hal 10-15, 23]. Prabhupada, Pendiri aliran Hare Kresna[↓], mengidentifikasi ada 2 Kapila berbeda yang menyusun Samkhya, yang seorang adalah penyusun filsafat Ketuhanan dan lainnya penyusun filsafat Ateisme. Samkhya pada Bhagavad Gita adalah filsafat Ketuhanan.

Prof. Surendranath Das Gupta menyampaikan bahwa Shankara dalam komentarnya di Brahma Sutra menyatakan setidaknya ada 3 Kapila, yaitu Kapila pertama yang ada di Mahabharata, yaitu Kapila yang mengubah anak-anak Sagara menjadi debu dan juga reinkarnasi dari Visnu [Mahabharata: 3, 47,18; 3, 107, 31; BG: 10.26], Kapila kedua adalah reinkarnasi dari api [Mahabharata, 3, 220, 21] yang Nilakantha Chatudhara (abad ke-17, pembuat komentar Mahabharata) duga sebagai pengarang Samkhya Ateisme, dan Kapila ketiga di Upanisad [Upanisad Svetasvatara Upanisad 5.2] penyampai personifikasi Rûdra melalui pemujaan dan Cinta yang hikmat padaNya sebagai "Pribadi Tuhan". Das Gupta menyatakan banyak penulis telah menggubah filsafat Samkhya dari waktu ke waktu ["A History of Indian Philosophy", Surendranaht DasGupta, Vol IV, hal.36, 38]:
  1. Samkhya karika dari Ishvara Krishna, Das Gupta duga ada di kisaran tahun 200 M
  2. Samkhya pravacana sutra, yang memuat nama Kapila ada di setelah abad ke 9 dan kitab komentar pertamanya ada di abad ke 15 M, sedangkan Radhakrishnan menyatakan ajaran itu ada di abad ke 14;
  3. Di referensi lebih awal tentang samkhya, yaitu dari Caraka (78 M), tidak menyebutkan tentang Tan-matra (unsur dasar/halus) [Vol.1 hal 214].
  4. Di buku 12. Mahabharata, menyinggung tentang pandangan Samkhya, tattva (aspek realitas, beberapa tadisi mengkaitkannya dengan ketuhanan), yaitu yang ke 24 s.d 26. Ia memberikan dugaan bahwa itulah Caraka samkhya, dari teks klasik Samkhya dan samkhya dari tradisi yoga.
Mengapa penting untuk melihat unsur Samkhya di Bhagavad Gita?
Samkhya Yoga di Bhagavad Gita Bab 2.54-64, menyebutkan hasil dari Samkhya, adalah kecerdasan mantap/seimbang, menjadi seorang muni yang teguh iman, berhasil menghayati yang tertinggi, yang memiliki ciri:
  1. telah dapat menyingkirkan segala keinginannya,
  2. pikirannya tak terusik di tengah-tengah kesenangan; yang nafsu, rasa takut dan kemarahannya telah lenyap,tanpa rasa keterikatan lagi,
  3. yang tiada bersenang hati maupun bersedih dalam perolehan yang baik maupun yang buruk,
  4. menarik semua indra dari obyek-obyeknya, seperti kura-kura yang menarik anggota badannya masuk ke dalam cangkangnya
Tentunya kita juga harus mengetahui bagaimana prilaku dan karakter Krisna, sang pembawa ujaran Samkhya ini dengan kisahnya yang ada di Mahabharata:

Di 13/14 tahun sebelum perang kuruksetra [sebelum peluncuran ajaran Gita] yaitu saat upacara Rajasurya di Indraprasta, Sisupala, sepupu Sri Kresna, menghina Sri Kresna di depan umum. Penghinaan itu diterima Sri Kresna bertubi-tubi hingga melewati penghinaan ke-100 maka kemarahan Sri Kresna memuncak, mengeluarkan Cakra Sudarsana dan memenggal kepala Sisupala di depan umum.

Di 13/14 tahun kemudian, pada perang di Kurukhsetra, yaitu setelah ujaran Bhagavad Gita kepada Arjuna di hari pertama, maka di hari ke-3, Arjuna dan saisnya Kresna bertempur melawan Bhishma. Arjuna masih merasa segan untuk melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah, Ia mengambil senjata cakra-nya dan berlari menuju Bisma sambil berkata "Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bisma dengan tanganKu sendiri". Arjuna kemudian mengejar dan mencegah Kresna melakukannya sambil memegang kaki Kresna. Pada langkah yang ke-10, Kresna berhenti. Arjuna berkata, “O junjunganku, padamkanlah kemarahan paduka. Paduka adalah tempat kami berlindung. Baiklah, hari ini aku bersumpah, tidak akan menarik diri dari sumpah yang aku ucapkan. O Kesawa, O adik Dewa Indra, atas perintah paduka, baiklah, aku akan musnahkan bangsa Kuru!”. Mendengar sumpah tersebut, Kemarahan Kresna mereda namun Ia masih tetap memegang senjata cakranya dan kemudian, peperangan di hari itu berlanjut.

Pada hari ke-9, Arjuna dan Bisma saling bertempur, Bisma masih tidak terkalahkan sementara Arjuna bertarung setengah hati. Melihat itu, sekali lagi Kresna menjadi marah. Ia ingin mengakhiri riwayat Bisma dengan tangannya sendiri. Dengan mata merah menyala, Ia meloncat turun dari kereta bergerak menghampiri Bisma dengan senjata Cakra di tangan, Kresna membidik Bisma. Melihat ini, Arjuna menyusul Kresna, menarik kaki Kresna untuk menghentikan langkahnya, dengan suara tersendat, Arjuna berkata, “O Kesawa, janganlah paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan. Paduka telah mengucapkan janji tidak akan ikut berperang. O Madhawa, apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh kakek yang terhormat itu!...” Mendengar perkataan Arjuna, Kresna tidak menjawab, dengan menahan kemarahan, Ia kembali ke kereta dan peperangan berlanjut di hari itu.

Di saat perang Kurukhsetra, Krishna berumur 89 tahun, saat menjelang wafatnya yaitu di usia 125 tahun, terjadi peristiwa musnahnya wangsa Wresni akibat saling bunuh satu sama lain dan Krisna terlibat dalam kemarahan di dalamnya:
    ..para Wresni, Andhaka dan Yadawa, mereka minum sampai mabuk dan dalam keadaan mabuk, Yuyudana atau Satyaki berkata, "Kertawarma, kesatria macam apa kau ini? Di Bharatayuddha dahulu, engkau telah membunuh para putera Dropadi, termasuk Drestadyumna dan Srikandi yang sedang tidur. Perbuatan macam apa yang kau lakukan?"...Kertawarma marah dan berkata, "Kau juga kejam, membunuh Burisrawa yang telah melepaskan senjata, meninggalkan permusuhan dan duduk di Praya", mendengar ini Krishna memberikan lirikan marah, yang memberikan jalan kemurkaan berlanjut...Satyaki mengambil pedang dan memenggal kepala Kertawarma di hadapan Kresna...Pradyumna, putera Rukmini maju membantu Satyaki namun keduanya tewas di hadapan Kresna. melihat putranya sendiri dan putra Sini tewas dihadapannya, Krishna dengan murka mengambil segenggam rumput Eraka yang tumbuh di sana yang kemudian menjadi sambaran besi mengerikan dengan energi petir. Dengan itu Krishna membunuh semua yang datang sebelum dia. Kemudian setiap orang berkelahi satu sama lainnya,...Keshava yang bersenjata berdiri di sana, mengamati segalanya, berdiri sambil mengangkat gerendel besi yang dibentuknya dari rerumputan (eruka), menyadari semua kerabatnya telah tewas, Ia menjadi penuh amarah, melemparkan Sarnga, cakra dan gada memusnahkan mereka semua yang sedang berkelahi di sana [MosalaParva]
Ketidaksesuaian antara karakter Krisna sebagai seorang Yogi dan ujarannya di Bhagavad Gita hanya menunjukan bahwa bahkan Krisna-pun tidak berhasil menjalankan ajaran Samkya Yoga. Untuk itu sekurangnya ada dua kemungkinan, pertama, ada dua Krisna berbeda [Adolf Holtzman, Arjuna, a contribution to the reconstruction of the Mahãbhãrata, p 61, cited by Muir, op.cit page xxiii. See also Lassen, Indische Altherthumskunde, vol I, page 488] atau Krisna di Mahabharata, bukanlah penyampai Bhagavad Gita kepada Arjuna pada H-1 perang Kuruksetra. Artinya, Bhagavad Gita adalah benar sebagai suntikan belakangan yang dimasukan ke Itihasanya Vyasa. Holtzmann bahkan menyatakan bahwa di susunan Itihasa sebelumnya [artinya sudah mengalami beberapa pengembangan], ujaran ini merupakan diskusi filsafat yang terjadi sebelum perang, mengenai jiwa yang abadi, yaitu antara Drona dan Duryodhana, bukan antara Krishna dan Arjuna [Muir, op.cit, p xxii]

Literatur Buddhis Jataka no.no.454 mencatat satu kejadian penting terkait penyampaian pengetahuan dari Vasudeva/Kesava:
    Setelah waktu yang lama berlalu, di saat Ia [Vasudewa/Kesava, sulung dan 9 saudara lelakinya] memerintah kerajaannya, putra dari sepuluh saudara tersebut berpikir: “Katanya, Kaṇha-dīpāyana [Kresna Dwipayana/Vyasa] memiliki mata dewa. Mari kita mengujinya.”

    Maka mereka mencari seorang pemuda dan memakaikan pakaian wanita kepadanya dengan mengikat sebuah bantal di perutnya, membuatnya kelihatan seolah-olah seperti ia sedang hamil. Kemudian mereka membawanya ke hadapan Kaṇha dan bertanya kepadanya, “Tuan, kapankah waktunya wanita ini melahirkan?”

    Petapa Itu mengetahui bahwa waktunya telah tiba bagi kehancuran Sepuluh Saudara tersebut; kemudian dengan melihat batas waktu bagi kehidupannya sendiri, ia mengetahui bahwa ia akan meninggal hari itu juga.

    Kemudian ia berkata, “Anak muda, apa hubungan pemuda ini dengan kalian?” “Jawab kami terlebih dahulu,” desak mereka.

    Ia menjawab, “Pemuda ini di hari ketujuh dari sekarang akan mengeluarkan sejenis kayu akasia. Dengan itu, ia akan menghancurkan garis keturunan dari Vāsudeva walaupun kalian mengambil batang kayu itu dan membakarnya serta membuang abunya ke dalam sungai.”

    “Ah, petapa gadungan!” kata mereka, “Seorang laki-laki tidak akan pernah dapat melahirkan anak!” dan mereka melakukan pekerjaan dengan tali dan benang tersebut, mereka membunuhnya dengan segera.

    Raja memanggil keempat pemuda tersebut dan menanyakan mengapa mereka membunuh petapa itu. Ketika mereka mendengar semuanya, mereka menjadi ketakutan. Mereka melakukan penjagaan terhadap pemuda tersebut. Dan di hari ketujuh ketika ia mengeluarkan sejenis kayu akasia dari dalam perutnya, mereka membakarnya dan membuang abunya ke dalam sungai. Abu itu terapung-apung di air sungai dan tersangkut di satu sisi dekat pintu gerbang rahasia; dari sana muncullah tanaman eraka.

    Suatu hari para raja tersebut mengusulkan agar mereka pergi bersenang-senang dan bermain-main dengan air. Maka mereka datang ke pintu gerbang rahasia tersebut, sebelumnya mereka telah menyuruh orang untuk membangun sebuah paviliun yang megah. Di dalam paviliun ini mereka makan dan minum. Kemudian dengan bercanda mereka mulai main tangan dan kaki, dan terbagi menjadi dua kelompok, yang akhirnya menjadi perkelahian.

    Salah satu dari mereka, yang tidak dapat menemukan benda yang lebih baik lagi untuk dijadikan pemukul, mengambil sehelai daun dari tanaman eraka itu, yang sewaktu dicabut langsung berubah menjadi batang kayu akasia di tangannya. Ia kemudian menggunakannya untuk memukul banyak orang. Yang lainnya pun mengikuti tindakan yang satu ini, dan benda itu sewaktu mereka mencabutnya tetap langsung berubah menjadi batang kayu akasia. Dengan kayu itu, mereka saling memukul sampai akhirnya mereka terbunuh.

    Di saat mereka ini sedang menghancurkan satu sama lain, hanya empat yang melarikan diri dengan naik ke dalam kereta kuda—Vāsudeva, Baladeva [adik keduanya], adik perempuan mereka Putri Añjanā, dan pendeta kerajaan [Gatha pandita, adik ke 8], yang lain semuanya hancur.

    Keempat orang tersebut melarikan diri dengan kereta itu ke hutan Kāḷamattikā. Di sana pegulat Muṭṭhika telah mengalami tumimbal lahir menjadi yakkha, seperti yang dimintanya. Ketika mengetahui kedatangan Baladeva, ia menciptakan sebuah desa di tempat itu. Kemudian dengan mengubah wujudnya menjadi seorang pegulat, ia berkeliaran di sekitar sana dan melompat- lompat sambil meneriakan, “Siapa yang mau bertarung denganku?” dan membunyikan jari jemarinya.

    Sewaktu Baladeva melihatnya, ia berkata, “Saudaraku, saya akan mencoba satu pertarungan dengan orang ini.”

    Vāsudeva berusaha dengan segala daya upaya untuk mencegahnya melakukan hal itu, tetapi ia tidak mendengarkannya, turun dari kereta dan mendekati pegulat itu sembari membunyikan jari jemarinya juga. Pegulat itu langsung memiting kepalanya dan kemudian melahapnya seperti memakan lobak. Vāsudeva yang mengetahui bahwa ia telah mati, langsung pergi dengan adik dan pendeta tersebut, sampai matahari terbit mereka tiba di sebuah desa perbatasan. Ia kemudian berbaring di semak-semak pepohonan, sementara ia menyuruh adik dan pendeta masuk ke dalam desa, mencari dan membawa makanan kepadanya.

    Seorang pemburu (namanya adalah Jarā, atau Usia Tua) melihat semak-semak itu bergoyang.

    “Kemungkinan besar itu adalah babi,” pikirnya.

    Ia melempar tombaknya dan itu menusuk kaki Vāsudeva. “Siapa yang telah melukaiku?” teriak Vāsudeva.

    Pemburu tersebut yang baru mengetahui bahwa ia telah melukai seseorang, langsung berusaha untuk lari karena ketakutan. Raja yang mengetahui siapa pelakunya, bangkit dan memanggil pemburu tersebut, “Paman, kemarilah, jangan takut!”

    Ketika ia kembali. “Anda siapa?” tanya Vāsudeva.

    “Namaku adalah Jāra, Tuan.” Raja berpikir, “Ah, Luka yang disebabkan oleh Usia Tua akan mengakibatkan kematian, demikian yang dikatakan pepatah kuno. Tidak diragukan lagi saya akan meninggal hari ini.”

    Kemudian ia berkata, “Jangan takut, Paman. Mari tutup lukaku ini.”

    Luka tersebut kemudian diikat dan ditutup olehnya dan raja membolehkan ia pergi. Rasa sakit yang amat sangat mulai menyerang dirinya. Ia tidak bisa memakan makanan yang dibawakan oleh kedua orang tersebut. Kemudian Vāsudeva berkata kepada mereka: “Hari ini saya akan meninggal. Kalian adalah makhluk yang lembut dan tidak akan pernah dapat mempelajari apapun untuk bertahan hidup; jadi belajar dariku tentang ilmu pengetahuan alam ini.”

    Setelah berkata demikian, ia mengajarkan ilmu pengetahuan alamnya kepada mereka dan menyuruh mereka pergi. Kemudian ia pun menemui ajalnya. Demikianlah satu per satu dari mereka meninggal, kecuali Putri Añjanā.
Pada pendapat kedua di atas, bisa jadi ada satu titik terang bahwa ajaran Vasudeva [Kesava] diturunkan saat menjelang wafatnya beliau, bahwa kesadaran Yoginya mungkin saja muncul di menjelang wafatnya [itupun dengan catatan bahwa pengetahuan alam yang diajarkannya adalah berupa Upanisad dan Samkhya] namun demikian petunjuk tersebut tidak juga memberi bukti tentang adanya: pemujaan Krisna, Ide Avatar Visnu dan pemujaan terhadap Visnu di jaman sebelum Buddha hingga Buddha Wafat.

Bhagavadgita Sankrit adalah teks yang janggal untuk disebut sebagai sabda tuhan, karena juga memuat ketidak-konsisten kaitan antara caturvarna (4 warna: Brahmana, ksatria, vaisya dan sudra) dan triguna (3 kualitas: satvam, rajas, tamas). Di satu sisi, BG 4.13 menyatakan bahwa 4 warna diciptakan Krishna yaitu, terbaginya/vibhāgaśha kewajiban/karma dari/tasya kualitas/guna (guṇa karma vibhāgaśaḥ tasya) namun di sisi lain BG 18.41 menyatakan bahwa kewajiban/karmāṇi terbagi/pravibhaktāni dari bawaan/svabhāva kualitas/guṇaiḥ kelahiran/prabhavaih (karmāṇi pravibhaktāni svabhāva prabhavaiḥ guṇaiḥ) sementara BG 9.32 jelas menyebutkan bahwa perempuan, vaisya dan sudra terlahir dari kandungan pendosa (pāpa-yona-yaḥ). Ketidakjelasan kaitan antara warna dan kualitas di sini bukan saja telah menjadikan "tuhan" sebagai kambing hitam pencipta perempuan, sudra dan vaisya sebagai bawaan kualitas yang terlahir dari kandungan penjahat, namun lebih utamanya, kita telah jelas melihat bahwa Bhagavad Gita bukanlah sabda Tuhan, tapi sabda golongan yang mendapat keuntungan dengan membawa-bawa kata tuhan, yaitu kaum brahmana. Sementara itu, dalam kenyataannya juga ada kaum di luar 4 warna atau kaum paria (dalit, candala, mleecah) yang bahkan keberadaannya tidak disebutkan di Bhagavad Gita (kata "śhva-pāke" di BG 5.18 artinya bukan paria tapi pemakan daging anjing) dan ini menjadikan kaum paria menjadi tidak ber-varna, lantas apa kewajiban mereka? Apa kualitas mereka? Dan apa kelahiran mereka?

Kita mungkin tidak pernah tahu siapa pengarang Gita yang sebenarnya, siapapun mereka, haruslah seorang yang multi talenta dengan kualitas dan kombinasi kapabilitas super: Penyair, Filsuf, Ahli bahasa, Mistiskus, dan Ahli keilmuan lainnya. Dari beberapa yang pantas (menyusun Gita dan Mahabharata), Patanjali dan Shankarâchârya termasuk di antaranya.

HINDU-BALI
Di tahun 1930an, Bhagavad Gītā ditranslasikan ke bahasa Malaysia oleh Penyair Muslim, Amir Hamzah di majalah Poedjangga Baroe (Juli 1933 dan Februari 1935). Ida Bagus Mantra membuat translasi baru dengan komentar dan teks sanskrit, di tahun 1967 ["From Agama Hindu Bali to Agama Hindu: Two styles of argumentation", Michel Picard, hal.13,16], jadi, sebelum tahun 1967, Bhagavad Gita bukanlah bacaan umum dan hanya segelintir Hindu saja yang tahu tentang itu. Berikut ringkasan perjalanan Hindu Dharma Indonesia, sejak kemerdekaan RI:
  1. Tahun 1946, Kementrian Agama RI berdiri dengan 3 departemen (Islam, Kristen dan Protestan). Agama Bali tidak diakui karena definisi "agama" kementrian agama merujuk Islam, bahwa Hindu bali tidak termasuk kaum ahli kitab. Proses pengakuan administratif Agama Hindu mulai tahun 1950 dan baru selesai antara tahun 1964 dan 1967.."para reformis Bali berusaha menahan kecenderungan ritualistik rekan-seagamanya, sambil menafsirkan warisan Hindu-Jawa mereka agar mengacu pada doktrin dan institusi Islam (dan Kristen). Mereka memerintahkan orang Bali agar kembali ke pelukan agama Hindu, sebagai sumber ritual mereka, dengan memperbarui hubungan mereka dengan India, yang baru saja merdeka dan sedang meningkat prestis internasionalnya". ["Hindu Class and Hindu Education System in Bali: Emergence, Organization, and Conception in the Context of Indonesian Educational and Religious policies", Dissertation, Alexandra Landmann, MA phil., 2009, Part C, Hal.149]

  2. Tahun 1948, Prof Dr Narendra Dev Pandit Shastri, misionaris Hindu untuk Arya Samaj menetap di bali, Ia orang pertama yang: (1) memperkenalkan agama Hindu dalam struktur sistematis dan standard dan (2) mengajari anak-anak sekolah berdoa mantra TRI SANDHYA [hal.146].

    Tri Sandhya tidak sama arti dengan Gayatri. Tri Sandhya = 3 waktu transisi (pagi, sore dan tengah hari); Gayatri = lagu/nyanyian tiga, yaitu 3 baris (per baris ada 8 suku kata, total 24 suku kata, yaitu tentang Savitr). Dulu hanya para Brahmana yang melantunkan mantra Gayatri di 2 waktu atau 3 waktu dengan hanya 1 sloka (3 baris, atau 24 suku kata). Sekarang mantra Tri Sandhya ada 6 Sloka, termasuk mantra Gayatri (sloka ke-1 + 5 sloka lainnya). Komposisi 6 mantra ini buatan abad ke-20, di Bali (Asal-usul sloka, saya ambil dari tulisan Sugi Lanus, "Puja Tri Sandhya: Indian Mantras Recomposed and Standardised in Bali"):

    Ke-1 (Gayatri Mantra, aslinya tanpa Om, tanpa Bhur bhuvah svah, Taitiriya Aranyaka 2.11, menyatakan melantunkannya dengan didahului itu, namun di jaman Buddha, misal SnP 3.4, hanya menyebutkan 3 baris dan 24 suku kata seperti di Rig Veda)

    (oṃ bhūr bhuvaḥ svaḥ)
    tat savitur vareṇyaṃ
    bhargho devasya dhīmahi
    dhiyo yo naḥ pracodayāt
    [Rig Veda 3.62.10]

    ke-2
    (om) nārāyaṇa evedagṁ sarvam
    yadbhūtaṃ yacca bhavyam
    niṣkalo nirañjano nirvikalpo nirākhyātaḥ śuddho deva eko nārāyaṇaḥ
    na dvitīyo'sti kaścit
    [Narayana Upanisad, bukan era teks veda, buatan abad ke-5 - 15 M dianggap ada di Krshna Yajur Veda, namun Pandit Shastri mengatakan di Yajurveda sirah]

    Ke-3
    (om) tvaṃ śivastvaṃ mahādeva īśvaraḥ parameśvaraḥ
    brahmā viṣṇuśca rudraśca puruṣaḥ prakṛti-stathā
    [śivastavaḥ 2]

    Ke-4 dan ke-5 ada dalam buklet "Dasa Sila Agama Bali"-nya Prof. Narendra Dev Pandit Shastri dan dikatakannya itu diambil dari Weda Parikrama. Di bukletnya, sloka ke-6 tidakada. Sloka ke-6 baru muncul lebih belakangan lagi. (Sugi Lanus, hal.250). Di tahun 1953, Pandit mengajarkan 5 sloka ini ke siswa sekolah Dwijendra, Denpasar (hal.251). Versi baru dengan 6 sloka, yaitu dengan tambahan sloka ke-6, dilakukan Sugriwa, di Madjalah Indonesia, April 1953 dan itulah yang menjadi mantra tri-sandhya sebagaimana yang dikenal sampai hari ini.

  3. Tanggal 28 December 1950, delegasi Kementrian Agama mendatangi Dewan Pemda BALI bertanya tentang keadaan keagamaan di Bali, kesulitan umat Bali sehubungan urusan agama, mereka menanyakan nama resmi agama, isi filsafat, pandangan tentang Tuhan, gaya ibadah, tempat suci, sekolah agama, dan kitab sucinya. I Gusti Bagus Sugriwa menjawab semua pertanyaan tersebut - “tetapi delegasi tidak yakin bahwa agama Bali pantas diakui”. Diskusi ini menjadi populer di masyarakat Bali dan klaim Sugriwa mendapat dukungan kuat organisasi Hindu Bali. [Landmann, hal.150].

  4. Tanggal 10 Juni 1951. Rapat organisasi Hindu di Denpasar, diantaranya Panti Agama Hindu Bali, Majelis Hinduisme, Paruman Para Pandita dan Wiwadha Shastra Sabha mencapai sebuah deklarasi bersama dan mengirimkan petisi ke Menteri Agama Hasyim, anggota Dewan yang Hindu dan gubernur provinsi Sunda Kecil, tentang: "Pendirian lembaga perwakilan Hindu Bali dan struktur organisasi di Depag pada tingkat nasional, provinsi, dan regional; komite khusus dengan anggaran pemerintah pusat untuk menyusun buku agama Hindu Bali di SD dan menengah; Peraturan penggajian untuk pedanda dan pemangku, pemeliharan Kuil; subsidi tahunan dan dana untuk pemeliharan Kuil dan pengembangan kesenian dan budaya bali". Petisi ini ditolak kementrian agama pada tanggal 23 Agustus 1951. [hal.150]

  5. Keputusan Mentri Agama no.40 tahun 1952, Kantor pusat jawatan agama berdiri di Singaraja dengan 3 departemen (Islam, Kristen dan Protestan) dan dibuat pula kreteria tentang agama agar berhak mendapatkan pendanaan negara, yaitu ada 1. kitab suci; 2. monoteistik; 3. sistem hukum agama terkodifikasi; 4. nabi; 5 pengakuan internasional dan 6. umat tidak hanya terbatas pada 1 kelompok etnis dan bukan aspek budaya turun temurun [hal.151]

  6. Tanggal 14 Februari 1953, di Singaraja, sekjen Kementrian Agama rapat dengan dewan Pemda Bali dan Gubenur Sunda Kecil (Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, NTB dan Sumba) dan menggunakan regulasi H peninggalan kolonial bahwa kecuali kristen dan Islam, seluruh kepercayaan masuk ke Grup H dan akan menjadi ladang dakwah Islam dan Kristen, kaget akan hal ini, Pemerintah lokal bali secara sepihak memploklamirkan bahwa Bali adalah daerah otonom untuk urusan keagamaan. Pada tanggal 24 Maret 1953, dewan Pemda Bali mengeluarkan ketetapan no.2/SK/DPRDS/1953 tentang berdirinya jawatan agama otonoom daerah bali [hal.151-152]

  7. Tanggal 25 Mei, 1953, di Tampak Siring untuk memenuhi kreteria Depag, maka diadakan Pesamuhan Agung ke-1, yaitu terdiri dari pejabat yang ditunjuk untuk Kantor Agama Pusat Provinsi Kepulauan Sunda Kecil, pejabat dari Dewan Pemda BALI dan kalangan organisasi keagamaan dan bersepakat tentang: "(1) nama agama: Hindu Bali, (2) kitab suci: Veda (Shruti) dan Smerti (tradisi), Ucapan yang masuk ke Hindu: Om Tat Sat, Ekam Eva Adwityam Brahman." (Om adalah esensi dari Yang tak terbagikan atau Sangkan Paraning Sarat).

    Mereka bersepakat merujuk ke India dan berkomunikasi dengan para sarjana India untuk mendefinisikan ulang filosofi dan praktik keagamaan agar sesuai kriteria DePag. Beberapa diantaranya adalah mereka yang mendapat beasiswa pemerintah India di Universitas, Vishva Bharati-nya R. Tagore, yaitu Ida Bagus Mantra (gelar Masternya, 1954; Doktor di 1957. Juga Nyoman S. Pendit, selesai 1958) dan Universitas Hindu Banaras, yaitu Ida Bagus Oka Puniatmaja dan Cokorda Rai Sudharta. Pemikiran dan keputusan mereka ini yang membentuk Hindu Dharma Indonesia seperti hari ini.[hal.152]

  8. Tanggal 14 Juni 1954. menghasilkan resolusi ke-2, menyerukan berdirinya departemen Hindu-Bali di Kementrian Agama atas dasar bahwa Hindu Bali tidak bertentangan dengan sila ke-1 Pancasila, karena berakar di mantra sanskrit “Ekam Eva Adwityam Brahman”. Pada 1 November 1954, Dewan Pemda Bali akhirnya mampu melaksanakan keputusan membentuk Kantor Dinas Urusan Agama Otonom untuk warga Bali dan penganut agama Hindu. [Hal.152]

    Istilah bali "satu yang tidak terbagikan" setara Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Misionaris Protestan menggunalan istilah "Ida Sang Hyang Widhi", dalam terjemahan "Tuhan" Alkitab mereka di tahun 1930-an [Hal.152]

      Buku-buku Kriten berbahasa Bali & Huruf Bali serta yang merupakan terjemahan Pdt.Mas Darmoadi yang ada pada saya yaitu Tutur seket kali yang di petik dari perjanjian lama (PL) dan dipetik dari perjanjian Baru (PB , Injil Yohanes dan Kisah Rasul, saya mendapati kesimpulan bahwa yang memperkenalkan Pemakaian Ida Sang Hyang Widhi - selanjtunya disingkat Ida SHWH - Kedalam Agama Kristen Di Bali ialah Pendeta tersebut diatas, yang merupakan utusan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)

      "Dia memakai nama itu, karena...berdasarkan arti itu, maka widhi berarti Pencipta, sedangkan Wasa (kata Sansekerta Pula) berarti Kuasa...

      Pendeta itu MENGAMBIL KEDUA KATA ITU, karena kedua kata tersebut ada dalam budaya Bali. Budaya Jawa dan budaya Bali memang bersaudara yang dimaksud widhi dalam Konteks ini adalah Oknum Dewa, Widhi merupakan pengertian realitas tertinggi atau mutlak pada kesatuan Trimmurti (Brahma,Siwa,Wisnu) pada tahun 1933an - sampai 1950an Agama Orang Bali bukan bernama Agama Hindu Tetapi ”Tirtha”.

      BERDASARKAN PENGERTIAN WIDHI TERSEBUT DIATAS MAKA Pdt TERSEBUT MEMPERKENALKAN NAMA WIDHI DENGAN PREDIKAT WASA ITU KEMUDIAN DICARIKAN KATA-KATA PELENGKAP YAITU IDA HYANG ATAU IDA SANG HYANG, yang berfungsi untuk memuliakan Oknum yang mengacu Widhi Wasa itu. DENGAN DEMIKIAN TERSUSUNLAH NAMA Ida Sang Hyang Widgi Wasa,yang dipakai selaku “terjemahan” dari Allah dan TUHAN. maksud pemakian dari kata -kata yang terdapat dalam budaya Bali itu, ialah agar berita Alkitab dapat diterima oleh orang Bali,khusunya yang telah memeluk Agama Kristen"

      ...Setelah Agama Kristen (baik Protestan maupun Katolik Roma) di Bali memakai nama Ida SHWH untuk relaitas tertingginya paling cepat Sejak Hadirnya Mas Darmoadi di bali tahun 1933..[Kompas: Riwayat Penggunaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa Oleh Agama Kristen Di Bali, 10 January 2013]

    Tentu saja jauh sebelum tahun 1930, penggunaan kata widdhiwaça telah marak dan ada dalam literatur lontar kuno dari luar dan dalam Bali, misal di kitab Sarasamuccaya (kitab teks Kawi/Jawa kuno dari abad ke-10 M, terjemahan: I Nyoman Kadjeng, dkk, cetakan ke-2, 1977) pada sloka no.409 ("..widdhiwaça panghilanganterika,.."/..Penguasa nasib menghapusnya,..) dan no.470 ("..yan ya teka lalisning widdhiwaça."/..jika datang kehendak Penguasa nasib), di mana, Widdhi = nasib, Waça = Penguasa, jadi Widdhiwaça = Penguasa nasib.

  9. Tanggal 26 Juni 1958, konferensi 8 organisasi Hindu di Denpasar dengan resolusi bahwa seperti agama lainnya, departemen Hindu Bali harus ada di kementrian Agama; agar keputusan Menteri Agama no.9 tahun 1952 di amandemen bahwa Hindu Bali bukan bagian grup H. Resolusi itu dikirim ke Presiden, dan lainnya. [Landmann, Hal 152-153]. Tanggal 29 Juni 1958, 6 orang perwakilan Hindu-Bali bertemu Presiden Soekarno di Tampak Siring, Soekarno menyampaikan kekagumannya tentang Tagore dan Bhagavad Gita. Tanggal 5 September 1958, departemen agama Hindu Bali didirikan di Singaraja [Hal.153]

  10. Tanggal 14 August 1958, Propinsi Bali berdiri, karena dewan Raja-Raja dan Dewan Pemda bali telah bubar, maka perlu organisasi agama Hindu untuk menggantikan fungsinya [hal. 153]. Pada tanggal 7 Oktober 1958, disepakati membentuk Dewan Hindu yang membantu divisi Hindu kantor DEPAG, Singaraja dan membentuk Panitia Mahasabha Hindu Bali. Pesamuhan Agung diadakan pada Januari 1959 untuk membentuk Parisada Hindu Dharma Bali dan dilanjutkan konfrensi di tanggal 21-23 Februari 1959 [Hal.171]

  11. Parisadha Hindu Dharma Bali, pada sidang Mahasabha ke-1 di 31 Oktober 1959, memutuskan perlu ada buku Dharma Prawerti Sastra (berisi Dharma, Widhi Tatwa, Atma, Samsara, Karmaphala, and Moksa) sebagai panduan teks di sekolah dan yang ingin tahu lebih dalam tentang Hindu. Di sidang ke-2, tanggal 21 Oktober 1961 adalah tentang (1) persiapan Ritual Rudra Eka Dasa yang terjadi di tahun 1963 dan (2) Pesamuan/Dharma Asrama di Ubud-Gianyar dari 17 - 23 1961 yang akan menghasilkan Piagam Campuhan [Hal.153], yaitu tentang (1) Dharma Agama/tugas agama penetapan Weda Sruti dan smrti/Dharma Sastra Smrti sebagai kitab suci dasar, termasuk kitab Jawa Abad Pertengahan dan Bali. Juga pendirian lembaga pendidikan agama, yang terwujud di 3 Oktober 1963 dengan dibukanya Lembaga Hindu Dharma/UNHI, Denpasar. kemudian tentang (2) Dharma Negara/tugas-tugas negara.[Hal.172, 176]

    Sejak didirikan, Parisadha menerbitkan banyak buku dalam bahasa Indonesia. Kemungkinan di tahun 1963, untuk menjalankan hasil putusan Mahasabha ke-1, yaitu kerangka dasar agama Hindu yang sistematis dalam satu buku, Di kompilasilah Upadesa oleh Ida Bagus Mantra, Bagus Oka Punia Atmaja, Pedanda Wayan Sidemen, Ida Bagus Mantra, Ida Bagus Dosther, Ida Bagus Alit, Mertha dari DEPAG, dan Cok Rai Sudharta. Buku ini diselesaikan dalam waktu 1 minggu. Walaupun sebelumnya ada beberapa buku tentang standar referensi Hindu, namun Upadesalah yang pertama memberikan referensi ringkas sistimatis tentang ajaran Hindu Bali [hal.183]. Bulan Oktober 1964, karena alasan politik, yaitu untuk "mengamankan saudara-saudara Hindu di luar Bali", Parisadha berubah nama menjadi Parisadha Hindu Dharma dan mengploklamirkan Panca Sradha [Hal.172]. Tahun 1986, Parisadha berubah nama lagi menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia [Hal.153][↑]

Sekilas Aliran Hare Kresna [Kutipan dari: iloveblue]
    A.C. Bhaktivedanta Swami Prabupadha, dalam kesempatan lain mengatakan bahwa Hare kresna itu bukan Hindu dan bahkan bukan agama apapun. Dalam ceramah dan wawancaranya Prabupadha bahkan menghujat Hindu sebagai sumber keruntuhan moral. Berikut ini adalah pernyataan Srila Prabupada mengenai Hare Krishna dan hubungannya dengan agama Hindu. Tulisan di bawah ini bersumber dari "Can it Be That the Hare Krishnas Are Not Hindu? ISKCON's Srila Prabhupada's edicts on religion are clear" yang dimuat dalam majalah Hinduism Today edisi Oktober 1998.

    "Ada satu salah pengertian," tulis His Divine Grace A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada tahun 1977 dalam Science of Self Realization, "bahwa gerakan kesadaran Krishna ( the Krishna consciousness movement) mewakili agama Hindu. Sering kali orang-orang India baik di dalam maupun di luar India mengira bahwa kita mengajarkan agama Hindu, tapi sesunguhnya kita tidak mengajarkan agama Hindu."

    Srila Prabhupada seringkali dengan tegas menolak eksistensi dari satu agama yang disebut "Hinduisme." Dia mengasalkan nama yang tidak pantas ini kepada "foreign invaders (para penyerbu asing)."

    Pada kesempatan lain ia mengakui keberadaan agama Hindu, tapi menganggapnya sebagai kemerosotan yang tak tertolongkan dari bentuk asli Sanatana Dharma Veda. Pada ceramah-ceramahnya tahun 1967, di New York dia berkata, "Sekalipun memunculkan para sarjana, sanyasin, grihasta dan swami besar, apa yang disebut pengikut agama Hindu semuanya tidak berguna, cabang-cabang kering dari agama Veda." Hare Krisnha, katanya, adalah satu-satunya eksponen dari agama Veda dewasa ini. Dalam satu wawancara yang diberikan untuk Bhavan's Journal tanggal 28 Juni, 1976, dia berkata, "India, mereka telah membuang sistem agama yang sesungguhnya, Sanatana Dharma. Secara takhyul, mereka menerima satu agama campur aduk (a hodgepodge thing) yang disebut Hinduisme. Karena itulah muncul kekacauan."

    Sang Guru sering menjelaskan sikapnya, dan bertindak berdasarkan keyakinannya dalam membangun organisasinya yang dinamis. Pada kuliah 1974 di Mumbai (Bombai), dia menyatakan, "Kita tidak mengkotbahkan agama Hindu. Ketika mendaftarkan assosiasi ini, saya dengan sengaja memakai nama ini, 'Krishna Consciousness,' bukan agama Hindu bukan Kristen bukan Buddha."

    Srila Prabhupada menyadari bahwa masyarakat India memiliki kesan yang keliru mengenai kehinduannya. Dalam satu surat tahun 1970 kepada pengurus sebuah pura di Los Angeles, dia menulis, "Masyarakat Hindu di Barat mendapat perasaan baik untuk saya karena secara dangkal mereka melihat bahwa saya menyebarkan agama Hindu, tapi nyatanya gerakan Kesadaran Krishna ini bukan agama Hindu bukan pula agama apapun." Hal itu tetap berlaku sampai dewasa ini, karena Srila Prabhupada tidak meninggalkan pengganti dengan wewenang untuk mengubah ‘edict’ atau bhisama spiritual ini.

    Jadi kenapa masyarakat Hindu umumnya secara keliru percaya bahwa Hare Krishna adalah sebuah organisasi Hindu, ketika mereka tidak pernah menyatakan dirinya sebagai Hindu?

    Kadang-kadang mereka sengaja menimbulkan kesan itu. Selama pembukaan temple mereka di New Delhi dan Bangalore, di mana berita-berita surat kabar sering mengidentifikasikan temple-temple besar ini sebagai Hindu, siaran press dari Hare Krishna, seperti yang dikeluarkan pada tanggal 15 April 1998, tidak pernah menggunakan kata Hindu. Namun, ketika para pengikut mereka dari India yang melayani kedua temple ini ditanya oleh wartawan pada akhir bulan Juli untuk tulisan ini, mereka bilang ini adalah pura Hindu.

    Ketimpangan antara persepsi publik dengan kebijakan internal mereka lebih dibingungkan lagi dengan pengecualian resmi dari kelompok ini berkaitan dengan posisi mereka terhadap non-Hindu. Bila menghadapi kesulitan, para pemimpin Hare Krishna memohon kepada masyarakat Hindu untuk membantu mereka, misalnya ketika menghadapi perkara atas gedung ‘Bhaktivedanta Manor’ di Inggris atau ketika dituntut oleh orang Kristen di Russia dan Polandia (yang menganggap Hare Krishna hanyalah gerakan ‘cult’ dan meminta agar pemerintah melarang mereka). Dalam permohonan kepada hakim dan pemerintah, kata Hindu dipergunakan secara terbuka. Dalam kasus-kasus hukum yang lain, termasuk kasus di Mahkamah Agung Amerika Serikat, Hare Krishna berusaha menangkis label "cult" dengan menyatakan dirinya sebagai satu sampradaya Hindu tradisional, dan meminta orang-orang Hindu yang lain untuk menguatkan hal ini di pengadilan. Organisasi-organisasi lain yang berpisah dari agama Hindu, seperti Transcendental Meditation dan Brahma Kumaris, tidak pernah mengkompromikan sikap mereka dalam keadaan apapun.

    Yang juga memisahkan Hare Krishna adalah penolakan dan kritiknya terhadap agama Hindu, khususnya di antara anggota mereka sendiri. Ada banyak laporan mengenai orang-orang Hindu yang bergabung dengan Hare Krishna yang hanya diajarkan untuk menolak agama keluarga mereka. "Sebelumnya kita adalah Hindu. Sekarang kita adalah Hare Krishna," demikian dikatakan oleh beberapa orang. Pada saat yang sama, organisasi ini sering mengajukan permohonan kepada masyarakat dan pengusaha Hindu untuk bantuan keuangan bagi program sosial dan politik mereka untuk melidungi Hare Krishna dari pelecehan dan tuntutan.

    Melihat pada penampilan Hare Krishna -- pakaian para anggota, nama, bhajana, perayaan, pemujaan, kitab suci, ziarah, bentuk bangunan temple dan lain-lain – tidaklah mengherankan banyak orang menganggap mereka adalah Hindu. Bahwa nyata mereka bukan Hindu tentu akan mengagetkan banyak orang — baik Hindu maupun non-Hindu. [↑]

Pustaka:
  1. R.G Bhandarkar Journal of Bombay Branch R.A.S, vol 10 p 85, cited in Muir’s Metrical Translations from Sanskrit Writer’s, Page xxxv; A.A. Macdonell, Sanskrit Literature, pp 283 et seq. For the results of a careful analysis of the whole epic, see L. von Schroeder, Indiens Literatur and Kultur
  2. C. Jinarajadasa (1915). "The Bhagavad Gita". Theosophical Publishing House, Adyar, Madras. India. http://www.theosophical.ca/BhagavadGitaCJ.htm. Retrieved on 2008-09-24 "…an analysis of the epic shows at once by differences of style and by linguistic and other peculiarities, that it was composed at different times and by different hands"
  3. Zaehner, Robert Charles (1973). The Bhagavad-Gita. Oxford University Press. p. 7. "As with almost every major religious text in India no firm date can be assigned to the Gītā. It seems certain, however, that it was written later than the 'classical' Upanishads with the possible exception of the Maitrī which was post-Buddhistic. One would probably not be going far wrong if one dated it at some time between the fifth and the second centuries B. C."
  4. Raja Ram Mohan Roy, Vedic Physic-Scientific Origin of Hinduism, Alih bahasa: Gede Manggala, Posted by Ketut Adi on 2003-09-22 di http://www.iloveblue.com/
  5. http://www.levir.com.br/theotext.php?cod=0066
  6. http://www.indianetzone.com/39/origin_indian_puranas.htm
  7. http://www.mypurohith.com/encyclopedia/EnclopA6.asp
  8. http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=1263
  9. http://indianethos.mill3.com/history/i_history.htm
  10. http://web.archive.org/web/20041023062627/http://www.philo.demon.co.uk/enumerat.htm
  11. http://books.google.co.id/books?id=Ml2H_z0E7bAC&pg=PA38&lpg=PA38&dq=who+is+kapila&source=bl&ots=nXFMTg9Zjz&sig=l5TdBgy6ojVF_ahXu8KLAkKAKJ4&hl=id&ei=b6SzSaq4NdXLkAXJ4t20BA&sa=X&oi=book_result&resnum=3&ct=result#PPA38,M1
  12. http://www.indopedia.org/Sanskrit.html
  13. http://www.gosai.com/dvaita/madhvacarya/srimad-bhagavatam.html
  14. http://www.harekrsna.com/sun/features/07-08/features1072.htm
  15. http://www.cyberdharma.net/v1/about-cdi/58-purana-pancama-veda-part-1.html
  16. http://72.14.235.132/search?q=cache:OPlclhD51ZAJ:www.archive.org/stream/classicaldiction014376mbp/classicaldiction014376mbp_djvu.txt+she-jackal,+Taittiriya,+Indra&hl=id&ct=clnk&cd=6&gl=id&client=firefox-a
  17. http://www-history.mcs.st-andrews.ac.uk/Biographies/Panini.html
  18. http://www.mahabharataonline.com/stories/mahabharata_characters.php

39 komentar:

  1. Hasil dari tulisan di atas bagi orang Hindu di milis Hindu-Dharma Net adalah ini:

    ----- Forwarded Message ----
    From: Made Gede Mahardhika, "mg_mahardhika@yahoo.co.id"
    To: HDNet "hindu-dharma@itb.ac.id"
    Sent: Wednesday, March 11, 2009 9:22:24 PM
    Subject: [hindu] Banned untuk member yang tidak Santun

    Om Svastyastu,

    Setelah diskusi beberapa kali, kami administrator dengan sangat menyesal mencekal anggota (bp.Wirajhana) yang secara sengaja menulis dengan kata2 yang tidak santun dan menghina. Apalagi secara sengaja dan berkali2 menghina kitab yang dianggap suci oleh umat hindu pada umumnya (seperti Veda dan Bhagawadgita) . Jadi bagi rekan2 lainnya, tolong tetap dijaga sopan santun dalam berdiskusi.

    Selamat melanjutkan diskusi,
    Namaste,
    MG Mahardhika
    --------------------------------------------------------

    BalasHapus
  2. ini xenocross
    bro, kalau mau liat pandangan buddhis terhadap samkhya, ada lho. Disusun oleh Buddhis yg waktu itu sezaman dengan samkhya. Isinya pertama ngejelasin, lalu ngebantah.
    Tulisan anda disini bisa dipakai untuk membantah pernyataan bahwa Buddha adalah avatar visnu lho
    hohohohoho

    BalasHapus
  3. Xeno,
    Bisa ngga potingkan Samkhya versi Buddhis di comment topik ini...

    tujuan saya biar semua orang jelas bedanya..note tolong kalo yang diposting adalah kanonik pali teks dan bukan komentar canon pali.

    Alasannya adalah, kanonikal pali teks tipitaka masih merupakan ucapan Buddha [atau murid Buddha yang arahat dan sejaman dengan Beliau], namun kitab2 komentar dibuat di setelah masehi [rata2] dan itu merupakan pengaruh debat dengan Adi Shankara seorang ahli Samkhya juga

    tks a lot

    note:
    kalo bisa kasih linknya juga agar masing2 pihak yang baca bisa saling cross check

    Menurut beberapa Waisnawa dan Sivaism..Buddha adalah avatara visnu setelah Krisna

    Menurut beberapa Vaisnava, avatara visnu terakhir adalah Krishna

    menurut beberapa situs, yang tertulis di Srimad Bhagavatam di atas adalah bukan Buddha Gautama namun Buddha yang lain, masalahnya mereka yang berpendapat itu juga tidak mempunyai pijakan yang kuat karena tidak ada lagi yang bernama Buddha lain yang berhubungan dengan Buddha Gaya.

    BalasHapus
  4. Ini bisa untuk bahan skripsi bli wirajhana

    BalasHapus
  5. Machali,
    silakan...dan mohon croscheck juga linknya...

    Fyi, anggota di milis diatas itu termasuk orang-orang hindu "terpelajar"..bisa jadi salah satu diantara mereka ngajar juga di sekolah anda maka..Siap2lah terima perasaan ngga senang dari Dosenmu..dan juga berpotensi ngga lulus ato di Keluarin dari sekolah!


    Note:
    mmhhh...Bisa jadi, beberapa orang dari milis itu masih mau baca ulang tulisan2 topik ini juga comment2 dibawahnya..mungkin beberapa dari mereka yang KONTRA akan memberanikan diri untuk memberikan tambahan2 penjelasan mengapa saya dikategorikan menghina.
    ----

    Untuk membaca comment2 lain yang berkaitan dengan topik ini silakan buka Face book ku di:

    http://www.facebook.com/home.php?ref=home#/note.php?note_id=69791952360

    BalasHapus
  6. Pak eka sorry punyeng aku bacanya.....
    singkat aja aku mau koment itu yg kamu tulis referensinya dapet dari mana jek or itu hasil analisis bapak aja or apa ya......yah ujung-2nya apapun yang bapak denger baca liat dan bapak tulis semua adalah ujung-2nya ada pada tingkat spiritual kita masing-2. bagi yang marah/jengkel/iri or yang menerima pendapat tulisan bapak, kita bisa kliat kok tingkatan mereka ,......semoga pikiran baik datang dari segala penjuru........IN

    BalasHapus
  7. dari: Introduction to the Middle Way
    Chandrakirti’s Madhyamakavatara
    With commentary by Dzongsar Jamyang Khyentse Rinpoche


    (a) Autogenesis (Self-Arising)
    Here our symbolic opponents are the Samkhya school, which was founded by Kapila, who is thought to have lived in the 7th century BC. It advocates a quite complicated dualistic vision of the universe, starting with the old question, what is the universe made of. It leads on to questions about the true self or, more accurately, telling the true self from that which appears to be self.
    According to the Samkhyas, there are two basic categories in the universe: purusha and prakriti.
    They say that the history of the world is the history of these two fundamental constituents, which is quite different from Upanishad thought. From this simple dualism develops a very complex set of interrelations between purusha, which is like the spirit of atman, and prakriti, which is like the matter of original nature. The nature of purusha is spirit; it is many spirits. It is being, consciousness. It is limitless, untainted awareness.

    The Samkhyas argue that the world is formed as purusha infuses prakriti, and thereby stimulates the three states of prakriti, which are called the three gunas. These are activity (rajas in Sanskrit), inactivity (tamas) and transparency (sattva). This is a very interesting theory – it is the highest Hindu philosophy. If you are not careful when explaining the Buddha nature, you might end up talking about something more like purusha.
    The gunas interact and play different parts in the development of prakriti. As prakriti is
    activated, it becomes buddhi, or intellect, out of which individual egos evolve. Individuals often confuse their ego with their true self, and liberation can only happen when the true distinction is understood. The true liberation is obtained at death, when the bonds between purusha and prakriti are dissolved.
    The Samkhya school also believes strongly in causation. This part is important. They argue for cause, effect and the indestructibility of matter. Scientists say something quite like this. It is known as the theory of existent effect, which means that the effect already exists in the cause of all things. So, in some mysterious way, the cause of something pre-exists its effect, although they are distinct. Consider a jar of clay, for example. The jar is the clay, but it is not the lump of clay.
    The basic idea is that what already exists cannot change, and what is not existent cannot be born.
    This is a very good idea! What is there cannot be changed into something else, what is not there cannot be born. In a way, it is a dualistic view, and they accept that. They are saying that in that clay, the vase is already there. It is not as though it was clay before and then becomes, or changes into, a vase. They are saying that the pot is in the clay: the effect exists at the same time as the cause. I am sure that if I prepare for a few days and then take the side of the Samkhyas, most of you will end up fumbling with words as you try to attack me. The Samkhyas are a great school, not just a stupid bunch of people!

    [Q]: What happens if the pot breaks?
    [A]: Which pot? If you are making another pot with the broken clay, then the other pot already
    exists there. Cause and effect exist at the same time. It is known as the theory of the
    existent effect. Water has the effect of quenching our thirst. This effect is there, which is
    why we drink water. If it did not have the effect of quenching thirst, then no matter how
    much water we might drink, it would never quench our thirst. This logic is incredible!
    [Q]: Is there a substance that is underneath all this?
    [A]: Yes – prakriti, in its three states of rajas, tamas and sattva.
    [Q]: But this makes no sense.
    [A]: That is good! Because that is exactly what Chandrakirti is saying. You do not need to know
    everything about the Samkhya school here; all you need to know is that one of their
    essential theories is that the cause already contains the result. Their logic is that what is existent cannot be changed, and what is not existent cannot be born. So, within the clay,there must be a pot. If the pot does not already exist there, then it cannot be born. So, no matter how a potter might try to make a pot, he could never create one.
    [Q]: If the effect already exists in the cause, we cannot speak of the theory of causality.
    [A]: I am not defending them! We will come to all this shortly.

    (i) Reasoning from the commentary (Madhyamakavatara)
    [H16] (a) Autogenesis refuted by suchness
    [H17] (i) Untenable consequences explicit in the opponent’s statement

    I do not know how you are finding things like these syllogisms. You might think that we are
    learning new things here, but we are not. We are learning something that we have always done,

    but in order to study a philosophy, we have to learn about our normal habits using words and categories. This is why you might find it difficult.
    Even when a cook boils an egg, there is a complete syllogism and a complete inferential logic. If you have this much water, this much heat and this much fire in the stove, the egg will be cooked around this time. So now you might ask, why do we need to study this? We need to study this because we are trying to prove something that cannot be directly cognised, like the fire on the hill. That is not an object of direct cognition. But if you can see the smoke, then you can say that there must be fire. This is the syllogism, the inferential logic, and we have drawn conclusions this way for many centuries. It is similar in this case, when we talk about the refutation of ‘born from the self’, or autogenesis. However, the root text is very condensed, and you may find it hard to follow, so I will explain it briefly and then we should have a discussion.

    (a) Such genesis would be meaningless (Buddhapalita’s refutation),
    6:8.3-4
    There is no purpose in something already arisen arising again.
    What is already arisen cannot arise again.

    Chandrakirti starts to negate self-birth in the third line of the 8th sloka. The third and fourth lines of the 8th sloka are Buddhapalita’s refutation. He argues that if things are born from the self, then there is no purpose or benefit to the act of birth. The act of birth is not even necessary if things are born from the self, because they are already there. As we have seen, the Svatantrikas say that mental formations are not born from the self because they are existent. You can only have the idea of birth for something that does not already exist. There was no flower in your garden before, but now it is being born

    Do not think that this is complicated. It is very simple. If something is already there, then it cannot be produced, because it is already there. If something is born from the self, then there must already be a self there that is giving birth. And if the self is already there, then what is the point of being born? The whole purpose of so-called taking birth is that you do not have a child, so you produce a child. But here, the child is already there. If somebody walks into the tent and says she has come from the kitchen – that is our ordinary conception. But in this kind of analysis, she was already here. That coming from the kitchen does not exist. These are hidden simple aspects of life. They are very simple, but they usually remain hidden in our lives. The important thing to remember is that the Samkhyas say the result is already there.

    The Samkhyas are saying that cause and effect have one essence, and that the cause contains the result. In the ninth chapter of the Bodhicharyavatara, Shantideva negates this argument, saying that in this case, when you eat rice, you must be eating s**t (9:135.3-4). You might argue that there is a potential of s**t there, and that this is what you are eating. But because the Samkhyas believe in things being truly existent, they cannot use the word ‘potential’. They believe that purusha is truly existent, that prakriti is the wealth of the purusha, and that purusha enjoys the prakriti. Purusha, the atman, is truly and permanent existent, so they cannot even dream of talking about potential. Words like ‘potential’ belong to the dependent arising school, people like us.

    (b) No genesis would ever actually occur (Chandrakirti’s refutation),
    6:9.1-2
    If you truly believe something already created could recreate,
    Production such as germination could not occur in ordinary experience.

    The first two lines of the 9th sloka are a new negation by Chandrakirti. The Samkhyas say that cause and effect have one essence, so they are saying that the seed comes from the seed, because they are one essence. This is another Prasangika method of attack. Since the Samkhyas believe things have the same essence, they are saying that seed is producing seed. In this case, there will never be a time with a shoot. The occurrence of shoot can never exist at all, because the time is totally occupied by the seed.


    (ii) Conflicting consequences implicit in the opponent’s statement
    [H18] (a) Such genesis would be endless,
    6:9.3-4
    Or a seed would continue to recreate until the end of existence –
    What [sprout] would ever cause it to cease?

    The third line is very similar to the first two lines, but concentrating more on the seed. Here the Samkhyas will have the consequence that the seed will continue forever, so the shoot will not have a chance to arise. The fourth line is almost like an answer to a question, which is hidden here. The question, or objection, from the Samkhyas is that when a seed produces a shoot, the condition of the seed gradually changes because of things like water, earth, moisture and warmth and so the seed gradually becomes a shoot. Chandrakirti’s answers: how can it destroy itself, because according to the Samkhyas, the causes and conditions are not separate from the shoot. If they are separate, their theory is that phenomena are other-born, not self-born

    (b) The nature of cause and effect would be mixed up,
    6:10.1-2
    A sprout different from its instigating seed – with a distinct form,
    Colour, flavour, potency and ripening – could then not exist.

    The first and second lines of the 10th sloka say that for the Samkhyas who believe in the selfborn, a consequence will be that the cause and the result will become mixed up. In other words, he is saying you could never differentiate between the seed and the shoot, in terms of their colour, flavour, potency or ripening, because they are the same.

    (c) Cause and effect would be both different and the same,
    6:10.3-4
    If the self-substance of the previous vanishes,
    As it assumes another nature, what remains of its suchness?

    The two next lines are saying something like this. When you make yoghurt, you start with milk.
    But when the milk becomes yoghurt, you cannot say that the yoghurt is a different entity from
    the milk. You will not find a shoot that is a totally different entity from a seed. Another example is enlightenment. When you attain enlightenment, we Vajrayana people say things like this person gets enlightenment, this Buddha nature becomes awakened. The result is already there; all you need to do is realise this. But because you do not realise this, you create a separation between cause and effect. And that is delusion, which in turn creates all this illusion.
    Chandrakirti’s negation here is in the form of a question. He asks them: if the previous selfsubstance, such as the seed or milk, vanishes into another nature like yoghurt, then what remains of its reality or suchness? He is asking them, what remains of the thing that they call self-born?
    If something is self-born, then that same suchness must remain, but they have said that it is
    already transformed.

    6:11 If in ordinary experience seed is not different from sprout,
    You could have perception of neither seed nor sprout.
    And, if they were the same, when seeing the sprout,
    You should also see the seed. Thus, your thesis is unacceptable.

    If the seed is not different from the shoot, then the consequence for the Samkhyas is that in the same way that they cannot perceive the seed, they also will not see the shoot. Or because they are the same, then when they see the shoot, they should also see the seed. Now he negates selfborn even in the relative, conventional truth.

    (b) Autogenesis refuted by ordinary conventional experience,
    6:12.1-2
    Because a result is seen upon disappearance of the cause,
    To say they are the same is not accepted even in ordinary experience.

    Even in the ordinary experiences, although the cause such as milk exhausts, we can still see the result like yoghurt. That’s why even in ordinary experience, ordinary people would not say that cause and effect are one, because ordinary people would say that it was milk before and it has now become yoghurt. They would say that they are separate. This is why a thesis that believes in things being born from the self, such an imputation, cannot be accepted not only in the ultimate truth, but even in the conventional truth.

    [H16] (c) Concluding summary of these two,
    6:12.3-4
    So-called creation from a self, when properly investigated
    Is impossible, in suchness as well as ordinary experience.

    [H15] (ii) Reasoning from the commentary (Nagarjuna’s Mulamadhyamakakarikas),

    6:13
    If creation arises from a self, it follows that the created, the creator,
    The act and the agent all are the same.
    As these are not one, this ascertation is impossible,
    As there will follow the shortcomings already extensively explained.

    In conclusion, if one asserts that things are born from the self, then the one that is created, such as smoke or shoot, will become the same as the creator, like the fire or the seed. In addition, an act such as writing, and the agent, the writer, will also become the same. That is not possible, because there are so many shortcomings that we have already explained.

    [Q]: Can you summarise the problem with the Samkhyas?
    [A]: What Chandrakirti is unhappy about is that they are trying to establish a truly existent
    phenomenon here, purusha, and a prakriti which is like self-born. So, because you say they
    are truly existent phenomena, he refutes them with several different arguments. For
    example, they say that things are born from the self. Birth means that you produce
    something that you do not already have. Otherwise, what is the point of producing? What
    is produced? And if you do not have it already, how can it be born from something you do
    not have? If you separate these two words – born and self – there is a contradiction. It is
    not only a contradiction; it is meaningless. And it is not only meaningless; it is useless,
    because it is already there. But there is a big danger here, because we are trying to make it
    sound very simple to attack the Samkhyas, and I do not want to do this. They are very
    tough people. Actually, all we need to do is delete the word truly existing, and what they
    say makes a lot of sense. For example, they are saying that the conch has a sound. And this
    is true. But where they went wrong is that they said it is truly existent. If you were to ask
    Chandrakirti “Where does the nice sound of the conch come from?”, then conventionally
    speaking, he would say it is dependent arising. Mouth depends on the conch, conch
    depends on mouth and sound depends on conch and mouth: dependent arising. But the
    Samkhyas want to create a god, purusha, which is a truly existent creator. That is where
    they went wrong.
    [Q]: If we use ordinary conventional experience to refute the Samkhya argument, then why don’t
    we accept other-arising as true, since this is accepted by ordinary conventional experience?
    [A]: You will see when come to discuss the other-born. Today, our hero said that self-born is not
    accepted by ordinary people. But tomorrow, when we talk about other-born, he will say that
    ordinary people would say “I planted this tree”, “I planted this son in my wife’s womb”:
    they do not accept the other-born. He will slip to the other side again! Ordinary people are
    like Madhyamika people: they are flexible, and they do not analyse. The only difference is
    that ordinary people just accept a certain reality, but the Madhyamikas analyse and find out
    that things are dependent arising. Ordinary people do not have a path, but the Madhyamikas
    have a path.
    [Q]: I think we are misrepresenting the Samkhya position. We are analysing things that they say
    do not truly exist as if they truly exist. It seems to me that they are saying that Atman truly
    exists. When they say that all these phenomena are born from self, it is just a linguistic
    convention of theirs. What they mean is exactly what you mean. Things cannot actually be
    born from the self; they are an illusion. It seems as if they are born from the self, and it
    seems as if they have a separate nature, but in fact, they do not. They are all the Atman. So,
    we have separated their argument, and we are agreeing with them while also trying to show
    that they are absurd.
    [A]: The only trouble here is the truly existing. They believe in truly existent Atman, whereas
    we do not believe in truly existent emptiness or dependent arising.
    [Q]: But they say that atman is limitless. It has no beginning, so it was not born.
    [A]: But that is self-contradictory. They cannot both say that atman truly exists and that it is
    limitless.
    [Q]: Can you explain how they understand time?
    [A]: They say that time is illusion; it is maya. They are only slightly different from buddhism, I
    think. In the Vajrayana, the Samkhyas are so highly praised that their view actually
    qualifies as a defilement that needs to be purified by the first initiation, the vase initiation.
    They are very high.
    [Q]: Do the bodhisattvas have the view that we are trying to establish here?
    [A]: A bodhisattva on the sixth bhumi does not have the three fetters, and because of that, he
    does not have the clinging to the view of the Samkhya school. But nor does he have
    clinging to the view of the Madhyamika school, because he does not have clinging to any
    view. But right now, we are establishing a view for ordinary people like us. We are
    gradually beginning to establish a view by negating the four corners of birth from self,other, both, and neither. Today we are starting by negating the first corner, which is selfborn.
    [Q]: But what about when we talk about the bodhisattva seeing the gift, the giver and the
    recipient all as empty?
    [A]: That is totally different. The key here is truly existent. Bodhisattvas do not believe in truly
    existent emptiness. So, a bodhisattva understands the unity of these three by understanding
    that the three do not truly exist. This is why they cannot become one. For the Samkhyas,
    although they are also trying to say that they are all one, the difficulty is that they say they
    are based on truly existent purusha and prakriti. This is the problem.
    I think that the theory of self-born is actually quite difficult to communicate. Most of the time, if
    we are students of a philosophy, science, technology or whatever, we are usually more oriented
    towards the other-born. The self-born theory is almost something religious. I do not think that
    scientists talk about self-born, do they? Scientists do not have this problem of truly existent, do
    they? Of course, they still cling to truly existent emotions, but they do not try say that these are
    theoretically established.
    Let me give a simple example. I am. I have a clinging to a truly existent self. I am true. I am
    not like a rainbow; I feel pain when something hits me, I have emotions. Then I start a school,
    and after much analysis, I found that I am truly existent. That is a theory. It is the worst kind,
    because you already have your own share of problems, but now you are creating a new problem
    for yourself.
    Chandrakirti has compassion towards the kind of ignorance like feeling ‘I am truly existent’. He
    has very gentle compassion, and he gives us a path for this – compassion, bodhicitta and so on.
    But if I have created an idea or ideology of ‘I’, he has a very wrathful compassion. He does not
    teach me compassion or give me any meditation instructions. First, he will use my own logic
    and defeat me. He will show that my establishment of this self is wrong. Ordinary people do not
    share the ideas of the Samkhyas. Do you think that you are purusha? No, you think you are
    John, or whatever. Scientists fall into this second category.
    [Q]: But modern science is showing that the mind depends on the brain.
    [A]: If you say that brain is mind, I will accept that. Buddha also said it. Brain is part of the
    kamsum (khams gsum), the three realms. Buddha said everything is mind, so brain has to be
    mind! But mind is not brain; there is a difference. There is a problem if you think that
    mind is brain. Let us suppose that the brain presently sitting in your head, and all its brain
    cells, are all in good condition. And then I show you six objects in front of your head.
    There is no sickness and no dysfunction, and there are six objects, so the brain has to
    perceive all six objects simultaneously. But the brain chooses not to see all of them, and
    that choice comes from habitual patterns. This demonstrates that mind is not brain (see
    discussion starting on p.240).
    [Q]: The brain is a systemic organ. Science has shown that habitual patterns are created while
    young people are growing up, so what you are saying is not necessarily true.
    [A]: All right. We will come to this during other-production anyway. Debating with scientists is
    so difficult, because they do not have an established view! They are always changing their
    view, every century, every year, even every time they have a conference! When the Buddha
    taught the reality of the phenomena, he said that even before the Buddha came to this earth,
    it was like this. And even after all the buddhas have gone, it will still be like this. Even if
    buddhas are teaching something completely wrong, reality will never change. We do not
    need conferences; we do not need discussions. It is there, it has been like this, it is going to
    be like this and it is like this right now.
    [Q]: But who is there to say this?
    [A]: Nobody has to be there to say this. That reality is simply dependent arising.

    BalasHapus
  8. Introduction to the Middle Way: Chandrakirti's Madhyamakavatara with commentary by Dzongsar Jamyang Khyentse Rinpoche, edited by Alex Trisoglio, Khyentse Foundation, 2003

    BalasHapus
  9. saya ga ada samkhya yg dari pali teks... setau saya cuma yg ini yg menyinggung samkhya, dari candrakirti, filsuf buddhis yg merupakan murid nagarjuna

    BalasHapus
  10. mungkin ini...
    http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.001.than.html
    Mulapariyaya Sutta
    The Root Sequence

    Translator's Introduction

    The Buddha taught that clinging to views is one of the four forms of clinging that tie the mind to the processes of suffering. He thus recommended that his followers relinquish their clinging, not only to views in their full-blown form as specific positions, but also in their rudimentary form as the categories & relationships that the mind reads into experience. This is a point he makes in the following discourse, which is apparently his response to a particular school of Brahmanical thought that was developing in his time — the Samkhya, or classification school.

    This school had its beginnings in the thought of Uddalaka, a ninth-century B.C. philosopher who posited a "root": an abstract principle out of which all things emanated and which was immanent in all things. Philosophers who carried on this line of thinking offered a variety of theories, based on logic and meditative experience, about the nature of the ultimate root and about the hierarchy of the emanation. Many of their theories were recorded in the Upanishads and eventually developed into the classical Samkhya system around the time of the Buddha.

    Although the present discourse says nothing about the background of the monks listening to it, the Commentary states that before their ordination they were brahmans, and that even after their ordination they continued to interpret the Buddha's teachings in light of their previous training, which may well have been proto-Samkhya. If this is so, then the Buddha's opening lines — "I will teach you the sequence of the root of all phenomena" — would have them prepared to hear his contribution to their line of thinking. And, in fact, the list of topics he covers reads like a Buddhist Samkhya. Paralleling the classical Samkhya, it contains 24 items, begins with the physical world (here, the four physical properties), and leads back through ever more refined & inclusive levels of being & experience, culminating with the ultimate Buddhist concept: Unbinding (nibbana). In the pattern of Samkhya thought, Unbinding would thus be the ultimate "root" or ground of being immanent in all things and out of which they all emanate.

    However, instead of following this pattern of thinking, the Buddha attacks it at its very root: the notion of a principle in the abstract, the "in" (immanence) & "out of" (emanation) superimposed on experience. Only an uninstructed, run of the mill person, he says, would read experience in this way. In contrast, a person in training should look for a different kind of "root" — the root of suffering experienced in the present — and find it in the act of delight. Developing dispassion for that delight, the trainee can then comprehend the process of coming-into-being for what it is, drop all participation in it, and thus achieve true Awakening.

    If the listeners present at this discourse were indeed interested in fitting Buddhist teachings into a Samkhyan mold, then it's small wonder that they were displeased — one of the few places where we read of a negative reaction to the Buddha's words. They had hoped to hear his contribution to their project, but instead they hear their whole pattern of thinking & theorizing attacked as ignorant & ill-informed. The Commentary tells us, though, they were later able to overcome their displeasure and eventually attain Awakening on listening to the discourse reported in AN 3.123.



    MULAPARIYAYA SUTTA (1)

    Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
    Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
    Penerbit Hanuman Sakti, Jakarta, 1996

    Demikianlah saya dengar:

    Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di bawah pohon Sala-raja, di hutan Subhaga, Ukkhattha. Di tempat itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu."

    "Bhante," jawab para bhikkhu.

    Sang Bhagava berkata: "Para bhikkhu, saya akan mengajarkan dasar metode (mulapariyaya) semua dhamma, dengarkan, perhatikan dengan seksama, saya akan bicara."

    "Ya, bhante," jawab para bhikkhu menyetujuinya.

    Sang Bhagava berkata: "Para bhikkhu, dalam hal orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat orang-orang suci (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun mengetahui (sanjanati) 'pathavi' (padat) sebagai pathavi. Setelah mengetahui pathavi sebagai pathavi, ia berpikir tentang pathavi; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia memikirkan (dirinya) sebagai pathavi; ia berpikir bahwa 'pathavi milikku', ia gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

    Ia mengetahui 'apo' (cairan) sebagai apo, setelah mengetahui apo sebagai apo, ia berpikir tentang apo; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan apo; ia memikirkan (dirinya) sebagai apo; ia berpikir 'apo milikku', ia gembira dalam apo. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

    Ia mengetahui 'tejo' (panas) sebagai tejo, setelah mengetahui tejo sebagai tejo, ia berpikir tentang tejo; ia memikirkan (dirinya) sebagai tejo, ... 'vayo' (angin) ... 'bhuta' (makhluk) ... 'deva' (dewa) ... 'Pajapati' ... Brahma (Dewa Brahma) ... Abhassara (Brahma Abhassara) ... Subhakinna (Brahma Subhakinna) ... Vehapphala (Brahma Vehapphala) ... Abhibhu (Abhibhu-brahma Asannasatta) ... Akasanancayatana..... Vinnanan-cayatana ... N'evasannanasannayatana ... 'dittha' (pandangan atau dilihat) ... 'suta' (didengar) ... 'muta' (dirasakan) ... 'vinnata' (diketahui) ... 'ekatta' (persatuan) ... nanatta (perbedaan) ... sabba (universal) ... 'nibbana' sebagai nibbana, setelah mengetahui nibbana sebagai nibbana, ia berpikir tentang nibbana; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan nibbana; ia memikirkan dirinya sebagai nibbana; ia berpikir 'nibbana milikku', ia gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

    Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, mengerti dengan baik tentang pathavi sebagai pathavi; karena mengetahui dengan baik tentang pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir 'pathavi milikku', ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

    Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu siswa yang belum mencapai kesempurnaan, yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi dari ikatan, mengerti dengan baik tentang 'apo' ... (penerjemah: seperti di atas, sampai dengan) ... 'sabba' ..., mengerti dengan baik tentang nibbana sebagai nibbana; karena mengetahui dengan baik nibbana sebagai nibbana, maka ia tidak memikirkan tentang nibbana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan nibbana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai nibbana; ia tidak berpikir 'nibbana milikku', ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

    Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telan melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, ia pun mengerti dengan baik tentang 'pathavi' sebagai pathavi; karena mengerti dengan baik mengenai pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir 'pathavi milikku', ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

    Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin, telah hidup dengan kehidupan sempurna, ... ia pun mengerti dengan baik tentang 'apo' ... ia pun mengerti dengan baik tentang 'nibbana' sebagai nibbana; karena mengerti dengan baik mengenai nibbana, ia tidak memikirkan dirinya sebagi nibbana; ia tidak berpikir 'nibbana milikku', ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

    Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin ... ia pun mengerti dengan baik tentang 'pathavi' ... 'nibbana' ... ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Karena ia 'tanpa keinginan nafsu' (vitaragatta), sebab telah 'melenyapkan (semua) keinginan nafsu' (khaya ragassa).

    Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin ... ia pun mengerti dengan baik tentang 'pathavi' ... 'nibbana' ... ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Karena ia 'tanpa kebencian' (vitadosatta), sebab telah 'melenyapkan (semua) kebencian' (khaya dosassa) .... Mengapa begitu? Karena ia 'tanpa kebodohan' (vitamohatta), sebab telah 'melenyapkan (semua) kebodohan' (khaya mohassa).

    Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik tentang 'pathavi' ... 'nibbana' ... ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Karena hal itu telah dimengerti dengan baik oleh Tathagata.

    Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik tentang 'pathavi' sebagai pathavi; karena mengerti dengan baik mengenai pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir 'pathavi milikku', ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Karena ia telah mengetahui dengan baik bahwa 'kenikmatan (nandi) dasarnya adalah pada dukkha', mengetahui bahwa karena adanya 'menjadi' (bhava) maka terjadilah 'kelahiran' (jati), maka muncullah 'usia tua dan kematian' (jaramarana) makhluk.

    Para bhikkhu itulah sebabnya maka saya nyatakan bahwa Tathagata karena telah melenyapkan, terbebas dan 'melenyapkan semua keinginan' (tanha khaya) dan 'tanpa nafsu' (viraga), sempurna kesadarannya dengan mencapai 'penerangan agung tertinggi' (anuttaram sammasambodhi).

    Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik tentang 'apo' ... 'nibbana' ... ia tidak gembira dalam 'nibbana' .... Para bhikkhu itulah sebabnya maka Saya nyatakan bahwa Tathagata karena telah melenyapkan, terbebas dan melenyapkan semua keinginan dan tanpa nafsu, sempurna kesadarannya dengan mencapai penerangan agung tertinggi.

    Itulah yang diuraikan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu senang dan gembira pada apa yang dikatakan Sang Bhagava.
    -----------------------------------------
    Tapi menurut terjemahan inggris:
    That is what the Blessed One said. Displeased, the monks did not delight in the Blessed One's words.
    ------------------------------------------------Gotamaka-cetiya Sutta
    At Gotamaka Shrine
    http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an03/an03.123.than.html
    On one occasion the Blessed One was staying near Vesali at Gotamaka Shrine. There he addressed the monks, "Monks!"

    "Yes, lord," the monks responded.

    The Blessed One said, "It's through direct knowledge that I teach the Dhamma, not without direct knowledge. It's with a cause that I teach the Dhamma, not without a cause. It's with marvels that I teach the Dhamma, not without marvels.1 Because I teach the Dhamma through direct knowledge and not without direct knowledge, because I teach the Dhamma with a cause and not without a cause, because I teach the Dhamma with marvels and not without marvels, there is good reason for my instruction, good reason for my admonition. And that is enough for you to be content, enough for you to be gratified, enough for you to take joy that the Blessed One is rightly self-awakened, the Dhamma is well-taught by the Blessed One, and the community has practiced rightly."

    That is what the Blessed One said. Gratified, the monks delighted in the Blessed One's words. And while this explanation was being given, the ten-thousand fold cosmos quaked.

    Note

    1. See DN 11.

    Editor's note: According to the Commentary, the audience for this sutta was the same group of monks who had been so displeased upon first hearing the Mulapariyaya Sutta (MN 1).

    BalasHapus
  11. IN,
    ini campuran, antara pendapat yang ada di reference dan juga pendapat saya...[untuk itu saya tuliskan reference di pustaka dan dalam kurung, agar bisa saling cross check]

    saya juga setuju dengan pernyataan kamu yang ini:

    "bagi yang marah/jengkel/iri or yang menerima pendapat tulisan bapak, kita bisa kliat kok tingkatan mereka"

    Xeno,
    tks alot atas postingan kamu..kalo bisa pake yang berbahasa indonesia lah bos..

    [kalo kamu punya mulapariyaya dalam bahasa indonesia, silakan di tuliskan disini, dan aku mohon ijin hapus mulapariyaya dalam bahasa inggris, karena biar orang2 yang ngga terlalu ngerti inggris lebih mudah membacanya]

    sry ngerepotin lo lagi, man!

    BalasHapus
  12. Orang di bawah ini, telah memanipulasi bagian dari tulisan saya dan menggunakannya sebagai alat pembenaran pribadi di Milis itu:
    ________________________________________
    From: Sanisca, Dewa (NSN - ID/Jakarta), "dewa.sanisca@nsn.com"
    To: "hindu-dharma@itb.ac.id"
    Sent: Wednesday, March 11, 2009 5:57:53 PM
    Subject: [hindu] BG berubah2 sesuai kokinya [was: Vyasa, TriVeda dan Kodifikasi [was: Untuk MadeNoni ]

    Om Svastyastu

    Kebetulan saya lagi home office skr, dan punya waktu luang untuk baca2 email dari HD Net.

    Kemarin saya menyempatkan membaca blog dibawah, dan secara garis besar saya setuju dengan endapat Pak Ketut. Alur dari blog tersebut
    melompat2, sesuai dari literatur yg dicomot dari sana-sini. Dan sayangnya pula, literatur yg di ambil, tidak dikaji secara mendalam.

    Agar tidak dibilang kecap, saya tulis contohnya:

    "Tidak semua purana ada di sebelum tahun Masehi, salah satunya adalah Bhagavata purana atau yang dikenal sebagai Srimad Bhagavata, yang dibuat sekitar tahun 13 Masehi oleh Bopadeva [abad ke 13, Jaman raja Ramachandra, the Yadava king of Devagiri [1271 M - 1309 M]. Perdana mentrinya adalah Hemadri, dalam satu bukunya Bopadeva menuliskan sang perdana mentri itu:"

    Dan ini diambil dari link:
    http://www.indiadivine.org/audarya/spiritual-discussions/28024-dating-srimad-bhagavatam.html
    ------------------------------------------------------------

    Kesimpulan awal saya : "Oke,SB dibuat sekitar abad 13 berdasarkan link tsb", baru kemudian saya masuk ke link tersebut.

    Ternyata link tersebut merupakan link diskusi, dan saya jumpai hal ini:

    "Some people believe the Srimad Bhagavatam, or Bhagavata Purana, was authored in the 13th century by Bopadeva. Some early indologists held this view, but later scholars have found it to be false for a number of reasons."

    Karena di sini tidak bisa diberi penekanan, maka saya cuplik ulang :

    "but later scholars have found it to be false for a number of reasons."

    Suatu keanehan, di mana penulis menulis referensi bahwa SB dibuat pada abad 13 berdasarkan informasi pada link tsb. Ironinya, link tsb jelas2 mengatakan salah !

    Jujur, blog ini susah saya mengerti, dan saya sampai 2x membaca ulang karena sangat membingungkan. Dan setelah saya membaca point diatas, saya tahu, saya harus berhenti membaca artikel tsb !

    Ini hanyalah masukan bagi penulis dan sameton lain yang tertarik membaca artikel tsb.

    Om Shanti
    Sanisca
    ________________________________________


    Berikut di bawah ini adalah tanggapan saya, sebenarnya sudah saya sent, namun mungkin karena di banned [Wednesday, March 11, 2009 9:22:24 PM] makanya tidak masuk ke milis itu:
    ---
    From: wirajhana eka, "wirajhana@yahoo.com"
    To: "hindu-dharma@itb.ac.id"
    Sent: Wednesday, March 11, 2009 9:19:41 PM
    Subject: Re: [hindu] BG berubah2 sesuai kokinya [was: Vyasa, TriVeda dan Kodifikasi [was: Untuk MadeNoni ]

    Osa,
    SD:
    Suatu keanehan, di mana penulis menulis referensi bahwa SB dibuat pada abad 13 berdasarkan informasi pada link tsb. Ironinya, link tsb jelas2 mengatakan salah !

    Jujur, blog ini susah saya mengerti, dan saya sampai 2x membaca ulang karena sangat membingungkan. Dan setelah saya membaca point diatas, saya tahu, saya harus berhenti membaca artikel tsb !
    --------

    Hahahahahaha...menarik cara anda baca pak..coba baca lanjutannya koq ngga ditulis disini...

    Nih lanjutannya dibawahnya:

    srimadbhagavata-skandhadhyayarthadi nirupyate
    vidusha bopadevena mantrihemadritushtaye
    ....

    Itulah mengapa disebutkan bahwa tahun penyusunan Srimad Bhagavatam/Bhagavata Purana adalah di abad ke 13, namun Al-Beruni yang pernah datang ke india abad ke 10 Masehi dalam Tahqiq-i-Hind menyebutkan Bhagavata yang dihubungkan dengan Vasudeva. VyasaDeva di nyatakan menyelesaikan canto ke 12 Srimad bhagavatam pada tahun 900 Masehi. Para ahli sejarah berpendapat bahwa penulisan Srimad Bhagavatam dituliskan antara 650 - 1000 Masehi [http://wirajhana-eka.blogspot.com/2009/03/bhagavad-gita-bukan-pancama-veda.html]

    Nah..itu bedanya saya membaca dengan anda membaca!

    ...dan itu juga gunanya rujukan [pustaka, dibagian bawah]..supaya anda juga bisa mengechek.

    darimana tahu abad ke 13...hehehe..masa masalah sepele ini juga harus saya ajari?!
    ----

    BalasHapus
  13. Jadi, Srimad Bhagavatam atau Bhagavata Purana yang baru dibuat pada abad ke 10 ini, telah keliru menyatakan tentang kelahiran sang Buddha dan keliru menyatakan ini sebagai ramalan karena yang diramalkan telah wafat ribuan tahun sebelumnya.

    menurut logik saya benar adanya SB keliru, karena yang dimaksud SB. bukan Budha ini yang disponsori oleh kerajaan ayahnya. Budha yang dimaksud adalah yang muncul setelah krishna sebelum kalki.


    BG apakah veda kelima atau keenam tidaklah penting. isinya yang paling penting. ada ilmu tentang Tuhan (iswara) yang jelas dan gamblang, ilmu tentang waktu (Kala), ilmu tentang sang roh (Jiwa), ilmu tentang alam (Prakerti), ilmu tentag perbuatan (Karma) yang sangat diminati makhluk super cerdas yang pernah lahir didunia ini.

    BalasHapus
  14. blog ini jelas memiliki maksud tersembunyi yang telah saya ketahui yaitu mengulang lagi promosi budha jaman dahulu dengan menolak/menjelekkan/menyalahkan kitab-kitab agama lain seperti yang dilakukan budha gautama jaman dahulu tapi jelas cara ini tidak akan pernah berhasil dan merupakan cara orang yang bersifat setan (asura sampad). oleh karenanya saya merekomendasikan blog ini tidak patut dibaca oleh umat selain pengikut ateis.

    BalasHapus
  15. Dear Sarva,
    Makasi atas rekomendasinya, trus apa yang saya sembunyikan sih?..Toh, semua saya utarakan secara gamblang tanpa tendeng aling..dan bereferensi..tidak ada tipu menipu untuk melakukan penyesatan/pembodohan di tulisan ini.

    Anda:
    menurut logik saya benar adanya SB keliru, karena yang dimaksud SB. bukan Budha ini yang disponsori oleh kerajaan ayahnya. Budha yang dimaksud adalah yang muncul setelah krishna sebelum kalki.

    Saya:
    Mmmh..Buddha yang mana ya? Anda menulis saja tanpa dibekali reference..namun menurut versi DONGENG [PURANA] adalah sbb:

    Kemudian, pada awal Kaliyuga, Tuhan akan muncul sebagai Sang Buddha, putra Anjana, di Propinsi Gaya, hanya dengan maksud mengelabui orang yang iri kepada orang yang setia dan percaya kepada Tuhan. [SB/Bhagavata Purana, 1.3.24]

    When the atheists, after being well versed in the Vedic scientific knowledge, annihilate inhabitants of different planets, flying unseen in the sky on well-built rockets prepared by the great scientist Maya, the Lord will bewilder their minds by dressing Himself attractively as Buddha and will preach on subreligious principles.[SB 2.7.37]

    To diminish the burden of the earth, the unborn Lord will take birth in the Yadu dynasty and perform feats impossible even for the demigods. Propounding speculative philosophy, the Lord, as Buddha, will bewilder the unworthy performers of Vedic sacrifices. And as Kalki the Lord will kill all the low-class men posing as rulers at the end of the age of Kali.[SB 11.4.22]

    So, BUDDHA yang mana seehh yang dimaksud sbg TUHAN dan kemunculannya menghalangi pengorbanan binatang ala vedic, saat itu banyak atheis...dan ia muncul guna menyesatkan orang yang justru udah percaya pada tuhan?

    Dongeng lainnya sehubungan antara Buddhisme dan kalkisme:

    Detail kemunculan kalki adanya di Kalki Purana [Minor Purana}..dan di sebutkan di kalki purana menyebutkan ia berperang dengan PENGANUT BUDDHIS dan MEMBUNUHI mereka

    jadi, Kalki akan muncul setelah jutaan tahun lagi

    Faktanya:
    Simha itu artinya Singa, SAKYA SIMHA adalah Singa dari SAKYA..dan yang dimaksud selalu BUDDHA SAKYA MUNI..dan jelas TIDAK sesuai dgn SB kecuali bagian menolak pengorbanan BINATANG yang dilakukan penganut VEDIC saat itu dan juga ketika itu di India terdapat 64 Macam aliran dan bukan cuma Atheis..Buddha emang menyatakan MAHA BRAHMA bukan maha pencipta

    Buddhisme hilang di Tanah India bukan karena kemunculan KALKI..

    Dongeng dah menyatakan bahwa REINKARNASI TRIPUR ASURAlah yang menghancurkan Pemeluk ajaran2 VISNU dan SIVA..

    BHAVISHYA PURANA sudah menyebutkan reinkarnasi TRIPUR ASURA adalah MAHAMADA.

    Sementara Pembunuhan oleh Kalki pada semua pemeluk Buddhisme BELUM TERJADI [dan bisa jadi ngga akan terjadi karena Buddhisme tetep akan punah kelak setelah 5000 tahun sejak Buddha Sakyamuni WAFAT]

    Jadi,
    Kalo anda percaya dongeng [Purana] Bhagavata/SB sebagai ramalan Jelas kalimat di 1.3.24 keliru menyatakan itu adalah SAKYAMUNI [kecuali anda memegang ucapan Stephen Knapp, 1997, The Vedic Prophecies: A New Look Into The Future", hal. 4]

    Kesimpulan:
    Nah, pembodohan yang terbaik adalah spt ini:
    Buddha yang dimaksud oleh SB sebenarnya belum MUNCUL..masih jutaan tahun lagi..karena kemunculan KALKIpun masih LUAMMMMAAAAA..[menurut dongeng hindu]


    Kemudian anda katakan:
    BG apakah veda kelima atau keenam tidaklah penting.

    Saya:
    BG bukan Veda..karena TIDAK dikarang Vyasa Muni

    BalasHapus
  16. Wah Bapak luar biasa, berhasil menggabungkan beberapa pendapat menjadi sebuah tulisan yang cukup panjang. Bapak mencoba menghubung-hubungkan. Usaha yang luar biasa. Tapi bagi saya, seribu pendapat pun kalau modelnya seperti itu belumlah menjadi otoritas. Mengenai BG, tidak ada yang begitu peduli dengan penyebutan Pancamo Veda, BG ya BG.
    Mengenai slokanya yang banyak itu, Bapak berpikir itu membutuhkan waktu yang panjang, jadi sabda-sabda Krishna tidak mungkin dilakukan saat itu juga. Wah, apa yang tidak mungkin bagi Tuhan Sri Krishna? Dalam cerita selanjutnya, untuk membantu penyembahNya (Arjuna), Beliau membuat matahari terbenam sebelum saatnya, kemudian memunculkannya kembali.
    Mengenai Budha, Anda meragukan ramalan Bhagavata Purana: Kemudian, pada awal Kaliyuga, Tuhan akan muncul sebagai Sang Buddha, putra Anjana, di Propinsi Gaya, hanya dengan maksud mengelabui orang yang iri kepada orang yang setia dan percaya kepada Tuhan. (Bhagavata Purana, 1.3.24)
    Anda berlogika: Secara tradisi arti avatara itu adalah tuhan yang menjelma kedunia dan tugasnya adalah menegakkan kebenaran, sekarang bagaimana logikanya bahwa Tuhan turun ke dunia namun justru menghalangi manusia menyembah TUHAN?
    Perhatikan: yang mana menghalangi manusia menyembah Tuhan? Apakah orang (asura) yang iri kepada mereka yang setia dan percaya kepada Tuhan itu penyembah Tuhan? Logika Bapak kok terbalik?

    BalasHapus
  17. Pak Wirajhana, dua kali saya posting, google bilang error, komentarnya kepanjangan sehingga saya potong tulisannya. Ternyata tampil juga, walau akhirnya bapak hapus.

    Mengenai Bhg. Gita, Krishna sendiri sudah menyabdakannya jauh sebelum menyabdakannya
    kembali kepada Arjuna, seperti sloka berikut. Kapan BG pertama kali disabdakan?
    Bhagavad-gita 4.1
    4.1 Personalitas Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krsna, bersabda; Aku telah mengajarkan ilmu pengetahuan yoga ini yang tidak dapat dimusnahkan kepada dewa matahari, vivasvan, kemudian vivasvan mengajarkan ilmu pengetahuan ini kepada Manu, ayah manusia, kemudian Manu mengajarkan ilmu pengetahuan itu kepada iksvaku.
    Bhagavad-gita 4.2
    4.2 Ilmu pengetahuan yang paling utama ini diterima dengan cara sedemikian rupa melalui rangkaian garis perguruan guru-guru kerohanian, dan para raja yang suci mengerti ilmu pengetahuan tersebut dengan cara seperti itu. Tetapi sesudah beberapa waktu, garis perguruan itu terputus; karena itu, rupanya ilmu pengetahuan yang asli itu sudah hilang.
    Bhagavad-gita 4.3
    4.3 Ilmu pengetahuan yang abadi tersebut mengenai hubungan dengan Yang Mahakuasa hari ini Kusampaikan kepadamu, sebab engkau adalah penyembah dan kawan-Ku; karena itulah engkau dapat mengerti rahasia rohani ilmu pengetahuan ini.
    Bhagavad-gita 4.4
    4.4 Arjuna berkata; vivasvan, dewa matahari, lebih tua daripada Anda menurut kelahiran. Bagaimana hamba dapat mengerti bahwa pada awal Anda mengajarkan ilmu pengetahuan ini kepada beliau?
    Bhagavad-gita 4.5
    4.5 Personalitas Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Engkau dan Aku sudah dilahirkan berulangkali. Aku dapat ingat segala kelahiran itu, tetapi engkau tidak dapat ingat, Wahai penakluk musuh.
    Bhagavad-gita 4.6
    4.6 Walaupun Aku tidak dilahirkan dan badan rohani-Ku tidak pernah merosot, dan walaupun Aku penguasa semua makhluk hidup, Aku masih muncul pada setiap jaman dalam bentuk rohani-Ku yang asli.

    Anda katakan: Buddha sendiri tidak menyembah tuhan dan tidak menganjurkan menyembah tuhan. Ini benar, memang Beliau punya misi seperti itu. Alasannya ada di tulisan: http://ngarayana.web.ugm.ac.id/2009/03/budha-avatara

    Karena tujuan Budha adalah mengecoh mereka yang iri kepada penyembah Tuhan, maka siapa saja yang menerima ajarannya berarti masuk pada golongan "yang iri kepada penyembah Tuhan".

    Kenapa KTP Bapak Hindu, sementara Bapak mengikuti filsafat Budha? Apa supaya Bapak mudah memasukkan filsafat Budha ke orang-orang Hindu? Cara yang tidak elegan.

    BalasHapus
  18. Putera,
    3 Komentar anda kurang lebih sama di artikel ini maka saya asumsikan komentar jam paling terakhir merupakan komentar final anda..mungkin karena anda tidak merasa punya blog ini, maka anda malas menghapusnya..jadi saya hapus 2 yang sebelumnya.

    Mengenai BG, selama bukan karangan Vyasa Muni maka ia bukan Veda..itu adalah final.

    mahabharata dan Ramayana merupakan karya tambal sulam..yang ditulis berabad2..jadi cerita ini merupakan cerita buatan dan bukan itihasa [sejarah] yang sebenarnya..dan saya lebih menyukai versi Buddhisme [note: KTP saya adalah HINDU]

    mengenai logika terbalik..

    Buddha tidak mengakui adanya Tuhan penciptaan..Beliau sendiri tidak pernah menyatakan dirinya sebagai reinkarnasi Vishnu bahkan dikitab2 buddhisme teks2 awal dinyatakan beliau pernah jadi: Dewa, anjing, burung nuri, pendeta di jaman krishna [sehingga Krishna pun bukan kelahirannya sebelumnya], naga, dll namun tidak pernah disebutkan sebagai reinkarnasi Visnu..sehingga alangkah konyolnya penganut aliran pengaggum Visnu dan Siva menyatakan Beliau sbg reinkarnasi Visnu.

    Buddha sendiri tidak menyembah tuhan dan tidak menganjurkan menyembah tuhan sebagai cara utk masuk alam surga [visnu, dalam teks buddhis visnu dan siva ada di alam 33 dewa, yang cuma 2 tingkat di atas alam manusia]..juga tidak menganjurkan mempersembahkan makanan kepada tuhan terlebih dahulu sebelum di embat.

    Buddha sendiri menyatakan Menyembah tuhan agar mencapai kesucian atau pembebasan atau agar berkarma baik merupakan tindakan MOHA [kebodohan batin]..Terlahir di alam2 baik, buruk maupun mencapai tingkat kesucian sehingga tidak terlahir kembali murni merupakan hasil tindakan manusia itu sendiri dan tidak ada campur tangan tuhan dalam hal itu.

    Lha tentunya sangat konyol, jika Beliau adalah tuhan yang turun ke dunia namun malah menyatakan menyembah tuhan merupakan tindakan MOHA

    SB juga telah keliru mengidentifikasi siapa ibu dari Buddha. Contoh mudah: sikembar nakula-sadewa dikatakan madrim putra; arjuna dan kakaknya dinyatakan kunti putera..dan tradisi india tidak pernah menyatakan mereka sebagai anak/putera dari neneknya

    jelas?

    terakhir anda katakan:
    Kenapa KTP Bapak Hindu, sementara Bapak mengikuti filsafat Budha? Apa supaya Bapak mudah memasukkan filsafat Budha ke orang-orang Hindu? Cara yang tidak elegan.

    Saya:
    Apakah menganjurkan untuk:
    tidak menyakiti mahluk hidup; tidak mengambil barang yang bukan miliknya; tidak melakukan tindakan seksual ilegal [salah satunya]; tidak berkata bohong; tidak minum minuman keras merupakan tidakan tidak elegan?

    Apakah mengajak berdana dan melepaskan kemelekatan merupakan tindakan tidak elegan?

    Apakah menuliskan sesuai dengan rujukan [dan juga rujukan yang ada pada hindu sendiri] merupakan tindakan yang tidak elegan?

    jika itu adalah tidak elegan..wah parah sekali anda..kebencian dan irihati anda rupanya telah merasuk sedemikian jauh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari perkataan olah pemikiran anda :Selalu mengatakan bahwa kitab suci Hindu adalah karangan atau karang mengarang tapi kitab anda sendiri tidak pernah anda katakan karangan,
      PEMIKIRAN ANDA BERKATA: Kita mungkin tidak pernah tahu siapakah pengarang Gita yang sebenarnya, namun siapapun mereka ini, haruslah seorang yang multi talenta dengan kualitas dan kombinasi kapabilitas yang super, yaitu: Penyair, Filsuf, Ahli bahasa, Mistiskus, dan Ahli cabang-cabang ilmu lainnya.
      SAYA : Kita...? Apakah anda HINDU...? sedangkang anda sendiri pengikut Budha..? mengangung agungkan BUDHA ya..? yang jelas secara tidak sengaja anda telah mengakui kapabilitas Super siapa kalau bukan Beliaulah yang bersabda ..sudah pasti kombinasi kapabilitas yang super, yaitu: Penyair, Filsuf, Ahli bahasa, Mistiskus, dan Ahli cabang-cabang ilmu lainnya adalah kepribadian Tuhan/KRISHNA dan pengetahuan BUdha pun masih kalah jauh karena hanya merupakan ilmu pengetahuan kebodohan yang di ciptakan untuk orang2 yang iri kepada kepribadian KHRISNA. so anda berbicara melalui pikiran ..nice..good job brot..pintar ..
      PEMIKIRAN ANDA BERKATA : Dua pasukan yang saling berhadapan dan siap saling menghabisi di hari pertama perang besar, terutama dari pihak Kurawa, tidak akan membiarkan siang hari berakhir percuma dengan membiarkan Arjuna dan Krisna menghabiskan waktu antara 2 jam hingga 4 jam di hari itu dan di tengah lapangan pertempuran.
      Saya: Apa yang tidak mungkin di dunia ini.bagi Sri KHRISNA tidak ada yang mungkin..besipun bisa terbang,komputer pun mengolah data dengan cepat, besi pun bisa mengambang,komunikasipun dengan jarak jauh, apa yang ada akan ada, apa yang tidak ada akan tidak pernah ada.percakapan antara KHRISNA dan Arjuna merupakan hal yang dlm srpiritual sangatlah mungkin dengan waktu terbatas.TIdak heran kami Hindu percaya adanya TUhan dan keajaiban2nya makanya gak heran juga kalau berbicara dengan hasil pemikiran anda yang Atheis alias gak bakal pernah nyambung dengan yang bukan Atheis.
      TUHAN Krishna adalah nirguna [melampaui semua sifat alam], niranjana [murni], nirvikalpa [melampaui semua penjelasan] dan acintya [tidak terpikirkan]. Karena tidak ada kata-kata maupun pemikiran yang bisa menjelaskan Tuhan. Yang ada maupun yang tidak ada adalah manifestasi Tuhan,
      Segala yang ada di alam semesta ini adalah manifestasi Krishna,Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Bukankah beliau NIRGUNA /melampaui sifat Alam dan tidak terikat waktu..INGAT WAKTUPUN BISA DI ATASI SRI KRIHNA MELAMPAUI WAKTU ? jadi pikiran dan kepintaran anda hanya bisa di kalahkan dengan kecerdasan ... banyak orang pintar seperti anda di tv2 atau mimbar2 mereka akan selalu menggurui dan merasa benar..dan bukan menggunakan hati terdalamnya, pikiran seperti ular kadang menipu dan selalu menganggap Aku ini badan, kadang orang2 ingin membuat suatu usaha, ingin ke suatu yang di tuju tapi tanpa di sadari ke kiri, besok saya mau ke denpasar ternyata tidak jadi..pikiran sudah membayangkan bagaimana bentuk dan keaadan kota denpasar padahal ke sana saja belom pernah tapi ketika di jalankan meleset dari perkiraan karena halangan akibat kebodohan mereka menganggap diri badan dan tidak mengetahui bahwa ada sesuatu yang menggerakan.. manusia di bumi bisa saja menciptakan dan membuat ratusan senjata2 perang dlm beberapa bulan sedangkan mahkluk yang lebih tinggi membuatnya hanya dlm hitungan detik di bumi ini..bicara dengan pemikiran, pikiran bahkan mengalahkan pesawat UFO ..

      Hapus
  19. Anda mengatakan: Apakah menganjurkan untuk:
    tidak menyakiti mahluk hidup; tidak mengambil barang yang bukan miliknya; tidak melakukan tindakan seksual ilegal [salah satunya]; tidak berkata bohong; tidak minum minuman keras merupakan tidakan tidak elegan?

    Apakah mengajak berdana dan melepaskan kemelekatan merupakan tindakan tidak elegan?

    Apakah menuliskan sesuai dengan rujukan [dan juga rujukan yang ada pada hindu sendiri] merupakan tindakan yang tidak elegan?

    jika itu adalah tidak elegan..wah parah sekali anda..kebencian dan irihati anda rupanya telah merasuk sedemikian jauh...

    Saya: Tegaskan saja agama di KTP Bapak, supaya jelas kalau Bapak itu pengikut ajaran Budaha, jadi Bapak termasuk salah satu dari mereka yang dikelabui oleh sang Budha (orang yang iri terhadap penyembah Tuhan). Jadilah atheis yang tegas, tidak berkedok Hindu tapi menjelek-jelekkan Kitab Hindu.

    Anda menuliskan rujukan memang, tapi semangat merujuknya adalah semangat untuk melecehkan. Dan rujukan yang anda kumpulkan itu tadinya ibarat susu, tapi setelah tersentuh mulut2 ular, maka susu itu sudah mengandung racun. Hanya para ular yang akan meminumnya. Salam

    BalasHapus
  20. Tambahan:

    Anda mengatakan: Apakah menganjurkan untuk:
    tidak menyakiti mahluk hidup; tidak mengambil barang yang bukan miliknya; tidak melakukan tindakan seksual ilegal [salah satunya]; tidak berkata bohong; tidak minum minuman keras merupakan tidakan tidak elegan?

    Apakah mengajak berdana dan melepaskan kemelekatan merupakan tindakan tidak elegan?

    Apakah menuliskan sesuai dengan rujukan [dan juga rujukan yang ada pada hindu sendiri] merupakan tindakan yang tidak elegan?

    Saya: Apa benar hanya ajaran Anda yang menganjurkan seperti itu? Jika benar, maka anda mestinya menganjurkan vegetarian, catur asrama, dan mengikuti parampara (menerima dan merujuk otoritas). Kalau tidak begitu berarti kodok ngorek...

    BalasHapus
  21. Putera,
    Anda katakan:
    Tegaskan saja agama di KTP Bapak, supaya jelas kalau Bapak itu pengikut ajaran Budaha, jadi Bapak termasuk salah satu dari mereka yang dikelabui oleh sang Budha (orang yang iri terhadap penyembah Tuhan).

    Saya:
    Kamu ini lucu..Lha Hindu saja memaksakan bahwa Buddha sebagai Reikarnasi Visnu..koq malah KTP HINDU saya yg kamu permasalahkan.

    Kecuali,
    HINDU menghapus/membakar pembodohannya kepada masyarakat dunia dan menghilangkan semua strota, PURANA2 tambal sulam campur aduk dengan motif numpang beken, ingin ikut diakui, politik.etc [banyak motif dan yg pasti negatif] yang memaksakan Buddha tercantum di kitab Hindu sbg reinkarnasi Visnu, diantaranya:

    Gita Govinda; Dasavatara, Sri Jayadeva Goswani [12 atau 13 Masehi], Orissa, translasi:P. R. Ramachander; syair ke-9 asthapadi:
    Nindasi yajna-vidher ahaha shruti-jatam
    Sadaya-hrdaya darsita-pasu-ghatham
    Keshava dhruta-buddha-sarira jaya jagadisa hare

    artinya kurang lebih:
    O kesava, penguasa jagad yang hadir sebagai Buddha yang tercerahkan dengan hati penuh kasih yang mengutuk pengorbanan binatang di Sruti

    [Buddha disebutkan djuga di Dasavathara Bhujanga Sthavam ke-9, Dasavatara Stotram ke-11..NAMUN coba bandingkan dengan Dasavatara-vedantadesika [1269 M-1370 M] dan Dasavatara (malayalam) 1 dan 2, ini malah sudah tepat karena dengan jantan tidak memasukan Buddha sebagai objek reinkarnasi ke dalamnya]

    Bhagavata Purana/Srimad Bhagavatam [1.3.24 (sbg avatar ke-21), 2.7.37, 10.40.22, 11.4.23] ..yang konyol purana ini memasukan paksa sekaligus Sri balaram dan Krishna sebagai avatar..[1.3.23]..padahal Strotam Vedanta Desika dan malayam hanya menyebut BALARAM saja..hehehehe;
    Harivamsha [1.41];
    Vishnu Purana [3.17-18, sebagai Mayamoha];
    Garuda Purana, namun yang aneh di Purana ini Buddha di sebut sbg avatara ke-9 [1.86.10-11, 2.20.31-32 atau 8.10-11, http://www.sacred-texts.com/hin/gpu/gpu10.htm#fr_68 atau ke-21, di: http://www.dharmakshetra.com/literature/puranas/garuda.html atau salah satunya di: 1.1, 2.30.37, 3.15.26]..Garuda Purana ini adalah karya abad Medieval.
    Agni Purana [16];
    Narada Purana [2.72];
    Linga Purana [2.71 atau 2.48.30-32, sbg avatar ke-9];
    Padma Purana [3.252 atau 6.31.15 sbg Buddhadeva];
    Brahmanda Purana [1.3.28]; Brahma Purana [122.69 sbg Buddharupa];
    Matsya Purana [47.247 sbg avatar ke-9; 271.12, sbg ramalan turun temurun raja2 di masa datang: Siddartha];
    Bhavishya purana [Pratisarga Parva ch.29 atau di 4.63.23, 4.190.6-7];
    Narasimha Purana [36.29];
    siva purana [2.4.9.25, sbg ava ke-9]
    skanda reva [151.21]

    dan bahkan secara konyol di ITIHASA Ramayana Valmiki [Ayodhya khandha 109.33-34, menyebutkan kata yatha dan tatha serta Buddha..hehehe]

    Ah udahlah capek, masih buaanyak purana yang campuraduk jadi ngga jelas dibuat dan ditambal sulam setelah beberapa abad Buddhisme berkembang..makin ngga karuan2 juntrungnya maunya mengajarkan apa? Pembodohan? Penipuan? ketidakjujuran? Irihati? ketakutan akan tunjangan umat?..kesian amat ya..

    ref:
    http://books.google.com/books?id=UG9-HZ5icQ4C&pg=PA260&hl=en#v=onepage&q&f=false
    http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3947.0
    http://www.celextel.org/stotras/vishnu/dasavatharabhujangasthavam.html
    http://www.sub.uni-goettingen.de/ebene_1/fiindolo/gretil/1_sanskr/3_purana/garup1_u.htm
    http://en.wikipedia.org/wiki/Gautama_Buddha_in_world_religions
    http://mysticbanana.com/what-is-the-concept-of-buddha-or-the-place-of-buddha-in-hinduism.html
    dll

    Jadi, keliru besar komplain kamu ttg KTP saya..lebih tepatnya kamu tujukan ke kalanganmu sendiri..

    Lanjut..

    BalasHapus
  22. lanjutan..
    kemudian anda mengatakan:
    "Anda menuliskan rujukan memang, tapi semangat merujuknya adalah semangat untuk melecehkan. Dan rujukan yang anda kumpulkan itu tadinya ibarat susu, tapi setelah tersentuh mulut2 ular, maka susu itu sudah mengandung racun. Hanya para ular yang akan meminumnya."


    Saya:
    Kesian amat..Bagusnya pelajari agama sendiri dulu dengan sebaik2nya..agar tdk jadi katak dalam tempurung..

    bicara ttg BISA, lebih tepat kamu tujukan ke kalanganmu sendiri...Purana campuraduk ngga jelas telah MELECEHKAN DEVA dengan menggambarkan hal-hal yg tidak tepat spt seksual massal dst..JElas2 itu adalah PELECEHAN bagi DEVA..Saya hanya mengutip & menunjukan ke khalayak umum bagaimana tingkah BRAHMANA yg mengaku2 hindu malah merusak agamanya sendiri..

    Konyolnya brahmana2 campur aduk ngga jelas ini malah dihormati, dijadikan guru, dianggap suci dan objek puja-puji..bener2 para manusia bodoh yg tidak tau diri..Mahluk Devanya dihina, di rendahkan oleh mereka..eh pelakunya malah di puja-puji..sementara orang yg bermaksud baik mempublikasikan agar berhati2 dan tidak tersesat jalan..malah di curigai dan dianggap melecehkan..salah alamat, bung!

    disamping itu,
    di atas udah saya sampaikan beberapa BISA yg berasal stlh jaman Rig Veda & bbrp abad stlh Wafatnya Buddha Gautama [+/- dikisaran 300 an SM dst], dimana Brahmana2 campur aduk ngga jelas melakukan ini yg justru merusak ajaran Hindu, melecehkan Jainism dan Buddhism sekaligus.

    Jadi lebih cocok kamu tujukan pd kalangan SENDIRI

    Anda katakan:
    Apa benar hanya ajaran Anda yang menganjurkan seperti itu? [ttg 5 sila, dana, dll]

    Saya:
    Ya, Buddhisme menganjurkan umat awam melakukan 5 Sila, Biksunya hrs menjalankan 227 sila [pria], jg dianjurkan melepaskan kemelekatan, dgn banyak ber-DANA [sedekah] pada orang sejenis Buddha s/d binatang..kemudian ada PELIMPAHAN JASA agar semua leluhur yg berada di alam atas dan bawah iktu mendapatkan berkahnya/ikut berbahagia, kemudian dianjurkan lakukan MEDITASI agar konsetrasi, kebijakan lebih meningkat

    Anda:
    Jika benar, maka anda mestinya menganjurkan vegetarian,

    Saya:
    Ah ini lagi campur aduk ngga jelas lha kamu baca aja disini:

    http://wirajhana-eka.blogspot.com/2010/05/vegetarian-makanan-religius-bukan-ia.html

    silaprabu aja plin-plan..membolehkan jg makan sapi [daging] asal udah mati.

    Bahkan banyak vegetarian wataknya BENGIS dan keji diantaranya [POLPOT, ADOLF HITLER, Charles mansion,Volkert van der Graafspt dll]..Ini mengindikasikan bhw vegetarian tidak membawa manusia menjadi suci..justru pengendalian diri yang membuat manusia menjadi suci..

    Masalah sepele ini aja kamu keliru..bener2 katak dalam tempurung.

    Anda katakan:
    Catur asrama?

    saya:
    4 Jenjang kehidupan itu ngga WAJIB berjalan seperti itu..bisa di loncati contoh: beberapa dijaman sang Buddha dari umur 7 tahunan telah menjadi calon Yogi dan Ia di tasbihkan jadi Biksu saat berumur 20 tahun..jadi ini tergantung pada kesiapan mental dan kumpulan karmanya sendiri..buat apa menyia2kan waktu kalo siap, bukan?!..

    Nah, yg tidak siap dapat lakukan dengan banyak2 berbuat karma baik sbg orang biasa dgn berdana, dan melakukan 5 sila di atas!..

    Anda katakan:
    mengikuti parampara (menerima dan merujuk otoritas).

    saya:
    aduh..ngga penting banget..yang penting itu MENELITI apakah bermanfaat bagi diri sendiri/orang lain..tidak merugikan diri sendiri/orang lain..mengajak menuju kebahagiaan dan menghindari LOBHA, MOHA dan DOSA..ya ikuti..kalo yang dikuti jelas buta..ngapain ngikutin orang buta..mo nyemplung ke jurang?

    Anda:
    Kalau tidak begitu berarti kodok ngorek...

    saya:
    salah alamat lagi..makanya jangan jadi orang buta dan atau kodok dalam tempurung..baca yang banyak ya biar punya pengetahuan dan mampu memisahkan mana dharma mana campuraduk..

    Pikiran itu bekerja seperti parasut..makin terbuka makin baik..

    BalasHapus
  23. Anda: Kamu ini lucu..Lha Hindu saja memaksakan bahwa Buddha sebagai Reikarnasi Visnu..koq malah KTP HINDU saya yg kamu permasalahkan.

    Kecuali,
    HINDU menghapus/membakar pembodohannya kepada masyarakat dunia dan menghilangkan semua strota, PURANA2 tambal sulam campur aduk dengan motif numpang beken, ingin ikut diakui, politik.etc [banyak motif dan yg pasti negatif] yang memaksakan Buddha tercantum di kitab Hindu sbg reinkarnasi Visnu, diantaranya:
    SAYA: Oh begitu, jadi anda masih senang ber KTP Hindu ya… saya pikir Bapak lebih bangga ber KTP Budha. Silakan pak, saya tidak mempermasalahkannya. Hanya saya pikir Bapak tidak suka jadi orang palsu sehingga saya sarankan itu (bukan komplain kok). Mengenai banyaknya Budha disinggung dalam Purana, ya wajar saja karena memang itu kenyataannya. Bapak mau membantah bagaimana caranya? Tulisan Bapak dan mungkin tokoh-tokoh agama Budha yang lain tidak akan mampu membantah otoritas. Mencak-mencak mengatakan kitab Purana campur aduk, yah buang-buang energi saja. Bapak akan lemas sendiri. Pikiran material yang “samben” tidak akan mampu mengurai percampuran rasa lila dalam purana-purana. Otak kusut dan lemah hanya akan berspekulasi dan sesat dalam menangkap apa yang diuraikan dalam Purana yang merupakan Lila Tuhan dan rekan-rekanNya.
    Anda: Ah udahlah capek, masih buaanyak purana yang campuraduk jadi ngga jelas dibuat dan ditambal sulam setelah beberapa abad Buddhisme berkembang..makin ngga karuan2 juntrungnya maunya mengajarkan apa? Pembodohan? Penipuan? ketidakjujuran? Irihati? ketakutan akan tunjangan umat?..kesian amat ya..
    SAYA: Siapa yang patut dikasihani? Filsafat Budha yang seperti interpretasi Bapak tidak akan bertahan. Begitu juga yang lain. Hanya gerakan Harinama Sankirtanlah yang akan membahana di seluruh dunia. Inkarnasi keemasan dari Krishna yakni Sri Chaitanya Mahaprabhu lebih dari 500 Tahun yang lalu sudah meramalkan akan hal itu.

    Anda: Kesian amat..Bagusnya pelajari agama sendiri dulu dengan sebaik2nya..agar tdk jadi katak dalam tempurung..
    SAYA: Terimakasih sarannya, saya memang harus terus belajar supaya tidak jadi katak dalam sumur. Kalau sudah belajar, semoga tidak menjadi kodok ngorek yang banyak membual.

    Anda: bicara ttg BISA, lebih tepat kamu tujukan ke kalanganmu sendiri...Purana campuraduk ngga jelas telah MELECEHKAN DEVA dengan menggambarkan hal-hal yg tidak tepat spt seksual massal dst..JElas2 itu adalah PELECEHAN bagi DEVA..Saya hanya mengutip & menunjukan ke khalayak umum bagaimana tingkah BRAHMANA yg mengaku2 hindu malah merusak agamanya sendiri…
    SAYA: Inilah kalau otak settingnya butek mau mencoba memahami cerita tentang rasa lila dalam Purana, yang pasti dapatnya hanya erotik. Tapi kalau guru-guru yang kualifaid Beliau akan menikmati kisah itu dengan rasa rohani, bukan nafsu material seperti dalam otak butek itu. Para senior sering menasihati agar hati-hati dalam membaca Purana. harus perlahan-lahan dari awal, sambil tetap melakukan disiplin rohani. Hanya karunia Guru dan Krishna yang akan membuat seseorang bisa memahami isi Purana dengan rasa Rohani. Tanpa itu, seseorang akan terbawa rasa erotic dan mendapatkan ego palsu atau kesesatan.
    BERSAMBUNG

    BalasHapus
  24. Anda: Konyolnya brahmana2 campur aduk ngga jelas ini malah dihormati, dijadikan guru, dianggap suci dan objek puja-puji..bener2 para manusia bodoh yg tidak tau diri..Mahluk Devanya dihina, di rendahkan oleh mereka..eh pelakunya malah di puja-puji..sementara orang yg bermaksud baik mempublikasikan agar berhati2 dan tidak tersesat jalan..malah di curigai dan dianggap melecehkan..salah alamat, bung!
    SAYA: Bedanya, Rsi2 itu berkualifikasi untuk menguraikan Lila Tuhan dan rekan-rekanNya, sedangkan Bapak tidak mampu memahami secuilpun Lila dari kisah-kisah itu. Hanya para acarya agung dan penyembah murni yang bisa menguraikan kisah seperti itu. Mereka mampu terserap dalam rasa Lila. Kalau pikiran butek hanya akan memikirkan hal2 yang erotisnya saja.

    Anda: disamping itu, di atas udah saya sampaikan beberapa BISA yg berasal stlh jaman Rig Veda & bbrp abad stlh Wafatnya Buddha Gautama [+/- dikisaran 300 an SM dst], dimana Brahmana2 campur aduk ngga jelas melakukan ini yg justru merusak ajaran Hindu, melecehkan Jainism dan Buddhism sekaligus.

    Jadi lebih cocok kamu tujukan pd kalangan SENDIRI
    SAYA: Tentang campur aduk yang bapak maksudkan kelihatannya memang seperti itu, karena Pustaka Veda diperuntukkan tidak hanya untuk satu golongan saja. Ada banyak orang yang menempuh jalan yang berbeda. Secara garis besar ada Pravrti Marga dan Nirvrti Marga.

    Anda: Ya, Buddhisme menganjurkan umat awam melakukan 5 Sila, Biksunya hrs menjalankan 227 sila [pria], jg dianjurkan melepaskan kemelekatan, dgn banyak ber-DANA [sedekah] pada orang sejenis Buddha s/d binatang..kemudian ada PELIMPAHAN JASA agar semua leluhur yg berada di alam atas dan bawah iktu mendapatkan berkahnya/ikut berbahagia, kemudian dianjurkan lakukan MEDITASI agar konsetrasi, kebijakan lebih meningkat.
    SAYA: Oh ya itu bagus: Pelimpahan jasa seperti apa? Meditasi kepada siapa? Siapa objek meditasinya?


    Anda: Ah ini lagi campur aduk ngga jelas lha kamu baca aja disini:
    http://wirajhana-eka.blogspot.com/2010/05/vegetarian-makanan-religius-bukan-ia.html
    silaprabu aja plin-plan..membolehkan jg makan sapi [daging] asal udah mati.
    Bahkan banyak vegetarian wataknya BENGIS dan keji diantaranya [POLPOT, ADOLF HITLER, Charles mansion,Volkert van der Graafspt dll]..Ini mengindikasikan bhw vegetarian tidak membawa manusia menjadi suci..justru pengendalian diri yang membuat manusia menjadi suci..
    Masalah sepele ini aja kamu keliru..bener2 katak dalam tempurung.
    SAYA: Makanan vegetarian juga masih mengandung reaksi dosa. Kalau Cuma vegetarian kambing dan unta juga vegetarian Pak. Jadi kalau sekedar vegetarian apa bedanya dengan kedua binatang itu? Veda menjelaskan supaya tidak terkena reaksi dosa, maka makanan vegetarian itu harus dipersembahkan dulu kepada Tuhan. Setelah itu, barulah makanan itu dimakan.

    Anda: 4 Jenjang kehidupan itu ngga WAJIB berjalan seperti itu..bisa di loncati contoh: beberapa dijaman sang Buddha dari umur 7 tahunan telah menjadi calon Yogi dan Ia di tasbihkan jadi Biksu saat berumur 20 tahun..jadi ini tergantung pada kesiapan mental dan kumpulan karmanya sendiri..buat apa menyia2kan waktu kalo siap, bukan?!..
    Nah, yg tidak siap dapat lakukan dengan banyak2 berbuat karma baik sbg orang biasa dgn berdana, dan melakukan 5 sila di atas!.
    SAYA: Saya setuju tahapan itu bisa diloncati, bahkan mungkin seseorang tidak akan mampu menerapkan keempat tahap itu. Anda mencontohkan Budha, tapi sebenarnya banyak yang bisa loncat kayak itu. Sankaracharya, Sri Chaitanya, dan keperibadian-keperibadian agung yang lain. Ya, berkarma baik tentu saja akan mengantarkan orang menjadi saleh. Kesalehan ini akan mengantarkan dia mencapai surga. Tapi, surga hanya sementara. Mereka harus lahir kembali setelah menikmati pahala dari karma baiknya di surga. Hanya bhakti yang murni kepada Tuhan Yang Maha esa yang akan memotong rantai kelahiran dan kematian dan menempatkan seseorang menjadi pelayan kekal Tuhan Yang Maha Esa. Untuk zaman kaliyuga ini tidak ada cara lain yang lebih baik daripada sankirtan maha yadnya.
    BERSAMBUNG

    BalasHapus
  25. Anda: aduh..ngga penting banget..yang penting itu MENELITI apakah bermanfaat bagi diri sendiri/orang lain..tidak merugikan diri sendiri/orang lain..mengajak menuju kebahagiaan dan menghindari LOBHA, MOHA dan DOSA..ya ikuti..kalo yang dikuti jelas buta..ngapain ngikutin orang buta..mo nyemplung ke jurang?
    SAYA: Loba, moha dan dosa? Ya ketiganya memang harus dihindari supaya masuk surga. Tapi bagi bhakta sejati Tuhan, ketiganya itu sudah tidak perlu digembar-gemborkan. Kalau hanya menghindari itu hanya karena takut neraka, dan ingin surga, maka itu adalah kekanak-kanakan. Mestinya bagi orang yang beragama secara dewasa, tidak perlu lagi menggembar-gemborkan untuk menghindari tiga hal itu. Pelajaran TK.

    Anda: salah alamat lagi..makanya jangan jadi orang buta dan atau kodok dalam tempurung..baca yang banyak ya biar punya pengetahuan dan mampu memisahkan mana dharma mana campuraduk..
    Pikiran itu bekerja seperti parasut..makin terbuka makin baik..
    SAYA: Mengembangkan parasut juga harus cerdas. Tidak setiap saat parasut dikembangkan. Perlu saat yang tepat. Pikiran itu kalau tidak diarahkan ke jalan bhakti akan menjadi liar. Keliaran pikiran akan membuat seseorang bingung. Kebingungan akan membuat seseorang lupa akan jati dirinya sebagai pelayan Tuhan. Keliaran yang paling liar adalah menganggap Tuhan tidak ada. Puncak dari keliaran pikiran adalah atheis. Salam…..

    BalasHapus
  26. Putera,
    Purana2 yg memasukan Buddha jadi reinkarnasi Vishnu emang merupakan purana TAMBAL SULAM dan ia di buat RATUSAN tahun setelah Buddha wafat..hingga abad SETELAH masehi..dan yang buat itu emang BRAHMANA campur aduk ngga karuan2 juntrungnya maunya mengajarkan apa..yang jelas pendangkalan pemikiran, pembodohan, penipuan, ketidakjujuran, irihati, motif sokongan uang..intinya itikad kotor..Nah itulah guru2 yang kamu puja sebagai guru yang kualified dan bonafit..diantara mereka juga menuliskan kebohongan lain dengan penghinaan terhadap DEVA dengan kisah2 erotisnya..bahkan kekotoran pikiran..cilakanya itupun menurun pada kamu spt yang kamu demonstrasikan di artikel saya yang ini:

    http://wirajhana-eka.blogspot.com/2010/06/rahwana-lebih-patut-di-idola-kan.html?showComment=1289803482483#c5057433888913168731

    dari ribuan kata dan ratusan kalimat pada artikel itu..kamu ternyata emang tertarik pada masalah seksnya aja..

    Kamu berargumentasi bhw yg membedakan vegetarian kambing dan kelompokmu adalah karena mempersembahkan makanannya pada tuhan..hehehehe..ngga ngaruhhhhh,tuh.. BUANYAKKKKKKKK guru2 aliran HARE KRESNA malah berkelakuan BINATANG..nih saya kasih bacaannya biar kamu sadar..apa itu MOHA [kekeliruan tahu]:

    1. Gauri Das, terbukti melakukan kekerasan pemukulan pada anak didik tahun 1991-2001 [Borehamwood & Elstree Times, UK/January 5, 2009]
    2. Kirtananda Swami Bhaktipada, yang dihukum karena terbukti melakukan Racketeering [pemerasan, pencucian uang, ngijon] dan perintah pembunuhan pada 2 devotee [The New York Times/July 11, 2004; Charleston Daily Mail/June 17, 2004]
    3. child Abuse [pelecehan termasuk, pemerkosaan di: http://www.rickross.com/reference/krishna/krishna25.html]
    4. dll, baca aja sendiri..

    hehehehe..Mempersembahkan makanan sebelum makan kepada tuhan ANTAH BERANTAH manapun TERBUKTI tetep aja bertingkah laku bak binatang vegetarian, bukan?

    Ya persis spt yg dikatakan Buddha, mempersembahkan makanan pada tuhan, menyembah tuhan, tunggang tungging sembahyang, teriak2 nyanyi..ngga membuat diri jadi suci..namun justru pengendalian diri sendiri yang buat diri menjadi suci/tidak!

    O ya kebetulan Buddha udah bilang kalo ajarannya cuma bertahan 5000an tahun..jadi jangan khawatir..ajaran ini akan lenyap dengan sendirinya..dan cilakanya ini kelihatanya satu2nya ajaran dimuka bumi yang mengatakan dengan tegas bahwa ajarannya tidak kekal dan akan lenyap dari muka bumi..sementara ajaran lainnya sibuk menyatakan ajarannya akan kekal dan malah memberikan penyesatan..hehehehe

    Mmhhh..dulu saya kaya kamu..terjebak di iskcon..ajaran ini lumayan bagus..sama2 lumayan bagusnya dengan jainism dan beberapa aliran india lainnya dan jika dibandingkan aliran abrahamic manapun jauh lebih bagus-lah..namun buat saya itu ajaran2 itu masih kurang bagus..

    Jadi pikiran itu bekerja seperti parasut..ngga perlu cerdas..banyak aja membaca..lama2 kamu juga tau bermutu atau tidaknya ajaran itu dan ngga dibodoh2i lagi..

    BalasHapus
  27. Pak Wirajhana, saya tidak tahu apakah tulisan tentang kejahatan yang dilakukan oleh guru2 Hare Krishna benar atau tidak. Di antara guru-guru kerohanian di ISKCON, saya lihat tidak ada nama itu. Juga tidak ada nama Anand Krishna he he he... ini daftar guru-guru ISKCON


    1. A. C. Bhaktivaibhava Swami
    2. Amiyavilasa Swami
    3. Atmanivedana Swami
    4. Bhanu Swami
    5. Bhakti Bhusana Swami
    6. Bhakti-Bhrnga Govinda Swami
    7. Bhakti Caitanya Swami
    8. Bhakti Caru Swami
    9. Bhakti Dhira Damodara Swami
    10. Bhakti Gaurava Narayan Swami
    11. Bhaktimarg Swami
    12. Bhakti Narasimha Swami
    13. Bhakti Pursottama Swami
    14. Bhakti Raghava Swami
    15. Bhaktisiddhanta Swami
    16. Bhakti Sharan Shanta Swami
    17. Bhakti Vidya Purna Swami
    18. Bhakti Vijnana Goswami
    19. Bhakti Vijaya Parivarjak Swami
    20. Bhakti Vikash Swami
    21. Bhakti Vishramba Madhava Swami
    22. Bhakti Vrajendranandana Swami
    23. Bhakti Vyasa Tirtha Swami
    24. Bharati Swami
    25. Bir Krsna Goswami
    26. BVV Nrsimha Swami
    27. Candra Mauli Swami
    28. Candra Mukha Swami
    29. Candra Sekhara Swami
    30. Danavir Goswami
    31. Devamrta Swami
    32. Dhanvantari Swami
    33. Ganapati Swami
    34. Gauranga Prema Swami
    35. Giridhari Swami
    36. Giriraja Swami
    37. Gopala Krsna Goswami
    38. Gunagrahi Goswami
    39. Guru Prasada Swami
    40. Hanumat Presaka Swami
    41. Hrdayananda Goswami
    42. Indradyumna Goswami
    43. Janananda Goswami
    44. Jayadvaita Swami
    45. Jayapataka Swami
    46. Kadamba Kanana Swami
    47. Kavicandra Swami
    48. Kesava Bharati Goswami
    49. Krsna dasa Swami
    50. Lokanatha Swami
    51. Maha Visnu Goswami (Indian)
    52. Maha Visnu Swami (English)
    53. Mahanidhi Swami
    54. Mukunda Goswami
    55. Niranjana Swami
    56. Navayogendra Swami
    57. Paramgati Swami
    58. Partha Sartha Goswami
    59. Prabhavisnu Swami
    60. Prabhodananda Sarasvati Swami
    61. Prahladananda Swami
    62. Purnacandra Goswami
    63. Purusatraya Swami
    64. Radha Govinda Swami
    65. Radha Ramana Swami
    66. Radhanatha Swami
    67. Ramai Swami
    68. Romapada Swami
    69. Rtadhvaja Swami
    70. Sacinandana Swami
    71. Satsvarupa dasa Goswami
    72. Sivarama Swami
    73. Smita Krsna Swami
    74. Subhag Swami
    75. Sukadeva Swami
    76. Svayambhu Swami
    77. Tatpara Swami
    78. Trivikrama Swami
    79. Umapati Swami
    80. Varsana Swami
    81. Vedavyasa Priya Swami

    Pak Wirajhana, saya tidak mengatakan bahwa guru-guru Hare Krishna tidak mungkin bisa jatuh. Kemungkinan jatuhnya tetap ada walau dia sudah sangat maju di bidang kerohanian. Makanya semuanya disarankan untuk tetap waspada terhadap godaan maya. Di antara godaan itu, nafsu birahi yang paling hebat. Karena itulah mereka yang total di bidang kerohanian harus menjaga jarak dengan yang namanya perempuan. Inilah etikanya.

    Ya, tentu saja ajaran Budha memang tidak kekal, karena sifatnya temporer. Missi Budha sudah selesai, bahkan udah tamat sebelum Sri Sankaracharya muncul untuk menghancurkan filsafat Budha ini. Lucunya orang-orang yang tertipu sampai sekarang masih banyak. Dari ketidak kekalan ajaran ini saja sudah jelas seperti apa ajarannya. Lalu kalau menurut Anda ini ajaran yang paling baik, setelah 5000 an tahun ajaran apa yang akan menyelamatkan roh-roh setelah kurun waktu itu? Tolong jawabannya Pak....

    BalasHapus
  28. Wow, jika benar saya terjebak di ISKCON alangkah beruntungnya. Dari beberapa tahun saya memang berusaha menjebakkan diri di ISKCON. Saya bercita-cita menjadi penyembah pelayan dari pelayannya Tuhan. Intelektual saya mengatakan inilah yang terbaik! Btw, Saya tidak percaya kalau Bapak pernah terjebak di ISKCON, sebab jika benar, pastilah ada cerita menarik dari Bapak yang sudah pasti bapak ekspos di blog ini. Dan Bapak akan menikmati testimoni bapak ketika dibaca orang, Bapak kan tipe orang yang mengagumi kecerdasan diri sendiri he he he....

    BalasHapus
  29. Putera,
    Dari statement terakhir anda saya baru tau kalo menjadi pengikut HARE KRESHNA mungkin jidadnya ada tatonya sehingga akan ketahuan pasti ia itu pengikut ato bukan...

    Di komentar2 sebelumnya, telah kita buktikan bersama Vegetarian cuma pola makan..ngga ada urusannya dengan kesucian

    Telah kita buktikan juga mempersembahkan makanan bahkan pada tuhan antah berantah tidak juga membuat manusia mencapai kesucian

    Telah kamu sampaikan juga bahwa kewaspadaan dan pengendalian diri adalah MUTLAK untuk mencapai kesucian..dan semua nama2 yang kamu sebutkan beberapa nama YANG TEBUKTI BERSALAH telah dikeluarkan dari ISKCON..

    Penjahat adalah penjahat..berjubah maupun tidak.

    Perlu kamu ketahui..bahkan sebelum KRISHNA wafat saja kejahatan masih menumpuk tuh..sebelum Sankararcharya wafat aja kejahatan masih menumpuk tuh..

    Siapapun Bos ajarannya..KEJAHATAN tetep masih menumpuk..setelah mereka wafat kejahatan masih menumpuk..

    Ngga ada cara lain untuk menyelamatkan diri anda sendiri kecuali melakukan perbuatan2 baik yang kamu lakukan sendiri..

    Saat ini ajaran Buddha belumlah hilang..buktinya masih terdapat kumpulan kitab yang bernama TIPITAKA..para BIKSU Buddhis yang menjalankan 227 sila BELUM TENTU orang SUCI. Yang pasti benar adalah mereka sedang menuju kekehidupan SUCI..

    Utk umat awam cukup jalankan saja 5 sila, RAJIN BERDANA dan sukur2 ditambah dengan MEDITASI...dengan dasar tersebut ia telah memupuk KARMA BAIK atau PARAMI..

    Setelah ajaran BUDDHA tidak ada, sama saja cara terbaiknya adalah menjalankan 5 sila dan BERDANA..

    sesederhana itu..utk lebih jelasnya anda bisa buka situs2 Buddhis, baca, bandingkan dan buktikan sendiri..

    ngga rumit koq.

    BalasHapus
  30. Pak Wirajhana, terimakasih atas jawabannya. Maafkan saya yang sudah ikut mengotori blog bapak. Dan maafkan juga kalau ada kata-kata saya yang salah. Selamat beraktivitas Pak... Salam

    BalasHapus
  31. Wirajhana:
    "Sementara Pembunuhan oleh Kalki pada semua pemeluk Buddhisme BELUM TERJADI [dan bisa jadi ngga akan terjadi karena Buddhisme tetep akan punah kelak setelah 5000 tahun sejak Buddha Sakyamuni WAFAT]"

    Bang, Buddhisme tetep akan punah kelak setelah 5000 tahun sejak Buddha Sakyamuni WAFAT, dasar perhitungannya apa?
    Sebelumnya Ane juga pernah denger "pernyataan ini" dari orang-orang di tempat ibadah, tapi ketika ane tanya dasar perhitungannya apa, mereka engga tahu. Barangkali Bang Wirajhana bisa memberikan penjelasan diatas.

    mohon pencerahannya,
    Salam,
    DWD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ditthi Wirya Dharma:
      Bang, Buddhisme tetep akan punah kelak setelah 5000 tahun sejak Buddha Sakyamuni WAFAT, dasar perhitungannya apa?

      GW:
      Saya juga mo koreksi yg saya tulis..yaitu LENYAPNYA/PUNAHNYA BUKAN 5000 tahun TAPI HANYA SAMPAI 500 TAHUN saja setelah wafatnya sang Buddha.

      Bagaimana cara kelenyapannya?

      Baca di: Ringkasan Ajaran Buddha, kemudian cari: "Bagaimana PROSES LENYAPNYA DHAMMA SEJATI?" + CATATAN KAKINYA.

      Perlu anda ketahui,
      sampe detik ini..masih banyak Buddhis (termasuk para biksu) yg tidak dapat menerima atau bahkan menolak kenyataan pait ini.

      Hapus
    2. Bang Wirajhana Eka:
      Oh, maksud abang yang lenyap itu "Dhamma Sejati", ane baru paham.
      Trims, udah memberikan sedikit pencerahan.

      Salam,
      DWD

      Hapus
  32. dr yg kita ketahui Bhagavata purana disabdakan pada jaman Parikshit (cucunya Arjuna)
    https://en.wikipedia.org/wiki/Bhagavata_Purana

    apa yg dmaksud abad 13 dst.. di artikel diatas itu nulis buku / lontar nya ya?
    demikian pula tahun pembuatan BG dlm artikel diatas.
    kalau percetakan cetak BG tahun 2015 apakah ajaran BG muncul th 2015 ?

    ---------------
    Sekarang, tanpa diragukan lagi, kita dapat menyatakan bahwa Bhagavad Gita ada setelah jaman ...
    ---------------
    kita sama2 tdk pasti tahu dg melihat sendiri ,kenapa disebutkan "tanpa keraguan"
    hanya dg kata2 dr si anu kemudian bisa merubah kejadian masa lalu?
    misalnya si umat x bilang manusia pertama adalah si z dan y, dan mengklaim agama manusia pertama adalah agama si x.

    BalasHapus
  33. Bhagavata purana itu tidak otentik, Acharya besar Advaita, Adi Sankharacharya serta pendiri Sri Vaisnava Sampradaya, Ramanujacharya tidak pernah menyinggung pirana ini, kecuali Devi Bhagavantam, itu yg lebih otentik.

    BalasHapus
  34. Semasih kita berdebat tentang keyakinan yang tidak bisa kita buktikan akan menambah kotoran batin... keyakinan baik itu logika atau imajinasi adalah hak asasi manusia... asal membuat diri kita bahagia dan tidak mengganggu mahluk lain disekitar kita keyakinan dan kitab suci apa pun semua menuju sang pencipta yang tak terpikirkan. Buddha memiliki jalan menghilangkan duka, Islam memiliki jalan menuju Surga, Hindu memiliki jalan Catur Asrama... semua jalan pada akhirnya menuju Tuhan. Lebih baik jalani keyakinanmu tanpa terlalu diperlihatkan apalagi diperdebatkan... karena disini tampak kesombongan daripada kebijaksanaan.

    BalasHapus
  35. Thanks pak, menambah pengetahuan

    BalasHapus
  36. Menarik sekali, sbg umat Buddha sy kadang mendapat pertanyaan apakah Sang Buddha Avatar dr Whisnu di Hindu. Disini bgmn jika sy ingin mengenal pak Wira lbh lanjut? Terima kasih sebelumnya 🙏

    BalasHapus