Jumat, 30 Desember 2011

Kemusnahan Umat Buddha, Kebangkitan Umat Bhikkhu. Case: Ashin Jinarakkhita (vs LuangTa Maha Bua)


Mungkin sudah terlalu sering anda dengar/baca bahwa ajaran sang Buddha akan lenyap dari muka bumi.

Kalimat itu tidaklah benar!

Yang benar adalah SadDhamma (Dhamma sejati) bertahan hingga 500 tahun[1] saja dari setelah penahbisan ibu tiri yang mengasuh Sidharta Gautama waktu kecil, yaitu: Mahapajapati Gotami menjadi Bhikkhuni.

So,
Apa sih Dhamma sejati itu?
Bagaimana Dhamma sejati hanya berumur hingga 500 tahun sejak penahbisan Mahapajapati Gotami menjadi Bhikkuni?
Jika Dhamma sejati telah lenyap, mengapa ajaran Buddha masih ada?

Untuk memahami ini,
Maka perlu kita ketahui peristiwa yang terjadi di kota Veranja pada tahun ke-12 masa keBuddhaan Beliau. Ketika itu, YM Sariputta bertanya pada sang Buddha, "Pada Masa Buddha siapakah kehidupan suci bertahan lama dan masa Buddha siapakah tidak bertahan lama?”. Sang Buddha memberikan jawaban sebagai berikut:
  1. Pada masa Buddha Vipassī, Sikhī and Vessabhū tidak membabarkan khotbah Dhamma secara terperinci, peraturan latihan bagi para siswa (vinaya) tidak dipermaklumkan dan kumpulan peraturan tidak dirumuskan (Pàtimokkha, inti peraturan). Setelah Para Buddha, generasi para siswanya parinibanna, ajaran itu lenyap dengan cepat.
  2. Pada masa Buddha Kakusandha, Konāgamana and Kassapa membabarkan khotbah Mereka secara terperinci, menetapkan Vinaya dan Pàtimokkha. Setelah Mereka dan para siswa langsung Parinibanna, generasi-generasi berikutnya menjaga ajaran itu hingga bertahan.
Ketika mendengar itu,
YM Sariputta kemudian memohon kepada sang Buddha agar berkenan menetapkan vinaya dan patimokkha. Sang Buddha berkata padanya bahwa itu belumlah saatnya karena puluhan ribu anggota sangha (kelompok para Bhikku) yang ada saat itu, 500nya saja sudah mencapai sotapanna [Tingkat kesucian ke-1] dan kelak ketika jumlah anggota sangha semakin membesar maka akan terjadi kecenderungan berpikir, berucap dan berbuat yang mengakibatkan menjauh dari jalan kesucian, di saat itulah vinaya dan patimokkha baru dapat ditetapkan[2]. [Tentang apa itu sangha dan kegunaannya bagi pelestarian Dhamma sejati, silakan baca di sini]

Patimokkha pertama yang ditetapkan sang Buddha merujuk pada kasus yang dilakukan oleh Suddina.

Pentahbisan Suddina menjadi Bhikkhu terjadi di setelah berakhirnya masa vassa ke-12 Sang Buddha di kota Veranja. Ketika itu Sang Buddha berada di Vesali. Setelah ditahbishkan, Sudinna menetap di Vajji selama 8 tahun[2]. Pada tahun itu, Vajji mengalami paceklik besar sehingga sulit bagi bhikkhu untuk berpindapatta (mengumpulkan dàna makanan dengan mangkuk di tangan mereka). Oleh karena kejadian itu, Suddina bermaksud untuk menggantungkan hidup pada sanak keluarganya yang hidup makmur di Vesali. Alasan pembenaran untuk keputusannya itu adalah seperti ini, "Karena aku mereka dapat mempersembahkan dàna dan melakukan kebajikan. Dan para bhikkhu akan memperoleh keuntungan secara materi, dan aku tidak akan dipersulit dalam hal makanan”.

Setelah di Vesali, keluarganya berusaha membujuknya dengan harta agar Ia kembali kepada kehidupan umat awam. Namun Ia tidak bergeming. Tidak mempan dengan dengan cara itu, Sang Ibu kemudian memintanya agar dapat memberikan keturunan sebagai pewaris harta keluarga agar kelak tidak direnggut oleh kaum licchavi. Permohonan sang ibu dikabulkannya dan Ia kemudian melakukan hubungan seksual dengan istrinya yang dulu. Atas kejadian itulah, kemudian Sang Buddha menetapkan aturan untuk pertama kalinya bahwa Barang siapa yang melakukan percabulan maka ia sudah kalah (parajika), tidak lagi dalam persekutuan (sangha)[2]

Setelah itu, hingga parinibannanya Sang Buddha, terdapat 227 Kasus (Bhikkhu)[↓] dan 311 kasus (Bhikkhuni) yang kemudian ditetapkan sebagai aturan mendisiplinkan [Vinaya dan Patimokkha].

Terdapat pertanyaan menarik dari YM Maha Kassapa kepada Sang Buddha, "Apa alasan dan bergantung pada kondisi apa ketika dulu sedikit aturan ditetapkan (pubbe appatarāni ceva sikkhāpadāni), banyak bhikkhu (bahutarā ca bhikkhū) dalam keyakinan/pengetahuan/pemahaman kokoh, namun sekarang, banyak aturan ditetapkan, sedikit bhikkhu dalam keyakinan/pengetahuan kokoh (aññāya saṇṭhahantī)?"

Sang Buddha: Ketika para mahluk merosot [sattesu hayamanesu], Dhamma sejati memudar, aturan ditetapkan banyak, sedikit bhikkhu dalam keyakinan kuat namun itu tidak membuat Dhamma sejati lenyap hingga kemudian dhamma tiruan bermunculan di dunia. Ketika Dhamma tiruan bermunculan di dunia maka dhamma sejati akan lenyap..Adalah orang yang kosong melompong spiritualitasnya (mogha purisa) yang bermunculan di sini yang menyebabkan Dhamma sejati melenyap..Terdapat 5 faktor yang menyebabkan menurunnya Dhamma sejati, yaitu Bhikkhu, Bhikkhuni dan umat awam bersikap tidak hormat dan melawan pada: Guru, dhamma, sangha, pelatihan dan samadhi [SN 16.13/Saddhamma Patirūpaka Sutta]

Di menjelang Parinibannanya,
bertempat di RajaGaha, Sang Buddha menyampaikan 7 faktor kemajuan bukan kemunduran (Aparihāniyā dhammā), yaitu selama para Bhikkhu:
  1. sering mengadakan pertemuan-pertemuan rutin,
  2. bertemu dalam damai, berpisah dalam damai, dan melakukan tugas-tugas mereka dalam damai,
  3. tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan sebelumnya, dan tidak meniadakan apa yang telah ditetapkan, melainkan meneruskan apa yang telah ditetapkan,
  4. menghormati para senior yang lebih dulu ditahbiskan, ayah dan pemimpin dari Sangha,
  5. tidak menjadi mangsa dari keinginan yang muncul dalam diri mereka dan mengarah menuju kelahiran kembali,
  6. setia menjalani kehidupan dalam kesunyian hutan dan
  7. menjaga perhatian mereka masing-masing
kemudian, ketika berada di Bhojanegara, Sang Buddha menyampaikan kreteria/standar (Maha Padesa) untuk menilai klaim suatu Dhamma dan dibandingkan dengan Dhamma sejati:
  1. Buddha. Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagavā sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru,” maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan di bandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari, Jika kata-katanya, dibandingkan terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, maka kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini,” dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.” Ini adalah kriteria pertama.
  2. Sangha. Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Di tempat-tempat ini terdapat komunitas para bhikkhu dengan bhikkhu-bhikhu senior dan guru-guru terkemuka. Aku telah mendengar dan menerima ini dari komunitas tersebut,” maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya ... (seperti di atas) Ini adalah kriteria ke dua.’
  3. Para Bhikkhu Senior. Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Di tempat-tempat ini terdapat banyak bhikkhu senior yang terpelajar, pewaris tradisi, yang mengetahui Dhamma, disiplin, peraturan-peraturan ...” (seperti di atas). Ini adalah kriteria ke tiga.’
  4. Seorang Bhikkhu Senior. Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Di tempat-tempat ini terdapat seorang bhikkhu senior yang terpelajar ... aku telah mendengar dan menerima ini dari bhikkhu senior tersebut ...” (seperti di atas). Ini adalah kriteria ke empat.'[MahaParinibanna sutta(DN 16) dan Maha Padesa Sutta]
Kemudian, di 3 (tiga) bulan setelah wafatnya beliau, 84.000 pokok Dhamma ajaran beliau di ulang kembali oleh 500 Arahat yang dipimpin oleh Maha Kassapa.

Itulah yang kemudian dikenal sebagai Dhamma dan Vinaya sebagai kelengkapan dari Dhamma sejati agar kehidupan kesucian ke-1 s.d ke-4 (arahat) menjadi memungkinkan hingga 500 tahun dari setelah parinibannanya sang Buddha. [Detail lanjutan ttg Dhamma Sejati berunsur 8, tingkat kesucian dan juga konsili ke-1 s.d ke-4, lihat di sini]

Demikianlah upaya yang dilakukan agar Dhamma sejati berusia hingga 500 tahun lamanya.

Ajaran Buddha menyatakan bahwa segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal dan tidak memuaskan dan itu berlaku pada segala hal baik itu Alam, Mahluk dan Ajaran sehingga semua hal tersebut hanya merupakan fenomena ato perubahan yang tidak berinti/berlandaskan. Untuk memperjelas, saya sampaikan contoh lain misalnya tentang semesta:
    Semesta ini telah berulang kali ada, mengembang, menyusut dan hancur. Permulaan 1 Kappa semesta ini dibagi dalam 4 periode. Periode ke-1, tidak ada apapun. Mahluk2 dari alam Abhassara muncul kembali di alam bawahnya yaitu alam Brahma dan yang pertama muncul dinamakan MahaBrahma. Periode ke-2, dengan kemunculan mahluk-mahluk berikutnya. Periode ke-3 waktunya penghancuran, sampai kemudian hujan tidak turun selama ratusan ribu tahun, kematian benih kehidupan dan tumbuh-tumbuhan, tanaman obat-obatan, rerumputan, dan pepohonan besar di dalam hutan menjadi layu dan mengering dan menjadi tidak ada lagi. kemunculan matahari ke-2, ke-3..berlanjut sampai Periode ke-4, dengan kemunculan matahari ke-7 bumi (mahāpathavī) dan Sineru, meledak terbakar, menyala terang, dan menjadi kumpulan api besar, bumi dan Sineru menyala dan terbakar, hingga ke alam brahmā dan berakhirnya kehidupan MahaBrahma. Demikianlah putaran bagai lingkaran itu terjadi berulang-ulang. Jika kita melihat lingkaran, maka menentukan titik awalnya adalah tidak relevan dan/atau tidaklah dapat ditentukan kecuali melalui suatu konsensus/kesepakatan tertentu.
Nah, siklus lingkaran: ada-mengembang-menyusut-hancur yang berulangkali itu terjadi pula pada Dhamma sejati.

Rupanya,
Komunitas buddhis di awal milenium pertama abad ini tersadar bahwa kisaran waktu 500 tahun sudah lewat, sehingga maraklah bermunculan tradisi-tradisi baru yang memperpanjang sendiri batasan umur Dhamma sejati tersebut[3] [4], diantaranya:
  1. Di peride SETELAH 500 tahun dari Parinibana-nya Sang Buddha ["paścimāyāṁ pańacaśatyām", Sūtra Intan, dan Sūtra Teratai]
  2. 700 tahun [Sūtra Mahāparinirvāṇa dan Sūtra 7 mimpi Ananda (Taisho 49, no. 2034, p. 116, c4)]
  3. 1000 tahun [Bhadrakalpika Sūtra dan komentar dari Prajńāpāramitā Sūtra, dibagi per 500 tahun]
  4. 1500 tahun [Candragarbha Sūtra, Mahāsaṃnipata Sūtra, Karunapundarīka Sutra, Mahāmāyā Sūtra]
  5. Setelah 2500 tahun yang dibagi per 500 tahun. [Mahāsaṃnipata Sūtra, dalam Abhidharma Mahāvibhāṣa Śāstra: dibagi per 500 tahun setelah parinibanna Sang Buddha terakhir 3500 tahun.]
  6. 5000 tahun [dengan tabel waktu dalam: Komentar Buddhagosa pada Aṅguttara Nikāya, juga di Maitreya Sūtra(sumber tibet)]
  7. 5104 tahun [Kalacakra tantra, tibetan]
  8. ≥ 10.000 tahun [translasi dari Samantapasadika ch. 18 merubah dari 5000 menjadi 10.000 dengan perincian 1000 tahun Saddharma, 5000 tahun mirip dhamma dan terus hingga batas 10.000 tahun juga di Ju She Lun Bao, ch.29 Shu ; juga ada yg menyatakan 11.500 tahun (Taisho no.1933, 46.786c4-6); kemudian 12000 tahun (Taisho T42, no. 1824,.p. 18, b2-5, T47, no. 1960, p. 48, c7-8 dan T35, no. 1709,p. 520, c10)], dll
  9. Kitab komentar Aliran Theravada abad ke-5 M, melakukan penciptaan sendiri perpanjangan batasan hingga 5000 tahun dengan urutan kelenyapannya: (1) Pencapaian Tingkat Kesucian; (2) Pelaksanaan-Benar (Jhana, pandangan terang, Jalan dan Buah (Magga dan Phala), empat kemurnian perilaku (Catuparisuddhi Sīla: Sila kebhikkhuan, indera, penghidupan dan yang berhubungan dengan empat kebutuhan pokok). Kemudian perlahan hanya menjaga diri dari 4 Parajika/pelanggaran berat, hingga Bhikkhu terakhir wafat dan lenyaplah pelaksanaan benar); (3) Ajaran (dengan urutan: Abhidhamma (dengan urutan: Patthana, Yamaka, Katha-vatthu, Pugala-pannatti, Dhatu-katha, dst), Sutta Pitaka (dengan urutan: AN, SN, MN, DN), Jataka (dengan urutan: Vessantara Jataka, Apannaka Jataka, dst), Vinaya Pitaka dan terakhir lenyap: 4 syair Dhammapada no.183); Simbol/Bentuk Luar (Berjubah, berjubah sepotong, berjubah dan menunjang anak Istri, tidak jubah dan berburu binatang) dan (5) Relik (mulai tahun ke-5000, sampai tidak menghormati relik sang Buddha, tidak ada penghormatan dan pemujaan terhadap relik)
Lengkaplah terjadi...ditambah dengan kemunculan Dhamma tiruan [dari kalangan dalam maupun luar ajaran Buddha sendiri].

Perlahan tapi pasti, Umat Buddha berubah menjadi umat Bhikkhu.

Jika anda google,
akan anda temukan banyak ulasan dan klaim alasan mengapa SadDhamma belum lenyap dan bahwa masih terdapat banyak orang yang mencapai tingkat kesucian tertentu di setelah kurun waktu 500 tahun Parinibannanya sang Buddha dan bahkan hingga jaman sekarang!

Demikianlah sabda dari banyak klaim yang beredar tersebut.

Para pengulas dan pengklaim ini lupa bahwa di literatur awal Buddhism sendiri terdapat satu kisah yang menegaskan bahwa mencapai tingkat kesucian tidaklah mudah dengan merujuk kisah Raja Pukkusàti/Pushracarin, penguasa negeri Gandhara, dengan ibu kotanya Takkasilà [sekarang di Pakistan, 35 km, barat laut Rawalpindi]. Ia menerima hadiah kain emas yang berisi tulisan tentang Buddhisme. Hadia ini kiriman Raja Bimbisàra, Penguasa negeri Maghada [wilayah tengah - Majjhima Desa]. Raja Pukkusati kemudian membacanya, menjadi mengenal Dhamma, mempraktekan meditasi dan mencapai jhana Rupavacara.

Hanya sedemikian saja hasil yang dicapai Pukkusati, Ia tidak mampu mencapai tingkat kesucian apapun ketika itu.

Baru setelah bertemu dengan sang Buddha, yang memberikan penjelasan dan pengertian lanjutan sesuai dengan karakter sang raja, Pukkusati akhirnya dapat mencapai tingkat kesucian ke-3, yaitu Anagami. [detail tentang ini silakan baca di sini]

Anda bisa bayangkan, seorang dengan parami [kesempurnaan/kebajikan yang sangat besar] seperti raja Pukkusati saja, setelah membaca, mengenal Dhamma dan mempraktekannya tanpa mendapatkan bimbingan lanjutan dari seorang Arahat, tingkat kesucianpun TIDAK diperolehnya.

Disamping itu,
Di (Ahitāya) Thera Sutta, sang Buddha juga menyatakan bahwa Bhikkhu (atau guru) yang mempunyai pandangan salah dan visi menyimpang, setelah membuat pengikutnya berpaling dari Dhamma sejati, dia menenggelamkan mereka dalam Dhamma yang palsu.

Sehingga tidaklah mengherankan, 500 tahun setelah parinibanna Sang Buddha, ada saja orang yang NEKAT tidak tahu malu mengaku-ngaku [atau diakui] arahat/orang suci dan itupun masih saja di percaya.

Gilanya lagi,
SETELAH 2500 tahun berlalu, masih ada juga yang NEKAT TOTAL TIDAK TAHU MALU menyematkan label ARAHAT pada orang-orang di jaman ini :).  Berikut saya sampaikan 2 (dua) sampel:
    Sample ke-1: Ashin Jinarakkhita
    Waduh..bhikkhu ini ternyata bandel banget. Masa sudah lama menjadi Bhikkhu masih tidak memahami bahwa berjanggut, berkumis dan berewokan merupakan pelanggaran dukkhata[5]..cilakanya bhikkhu ini melakukannya dengan sengaja berkali2, kali2 dan kali2 lagi.

    Jika masalah seperti ini saja sudah dilanggar tanpa malu-malu maka bagaimana mungkin ia dapat berhasil menapak kehidupan suci dan berhasil MEWARISI DHAMMA?!

      “Sekarang, para bhikkhu, misalkan aku telah makan, menolak makanan tambahan, sudah kenyang, selesai, sudah cukup, telah memakan apa yang Kubutuhkan, dan ada makanan tersisa dan akan dibuang.

      Kemudian dua orang bhikkhu tiba lapar dan lemah, dan Aku berkata kepada mereka: ‘Para bhikkhu, aku telah makan … telah memakan apa yang Kubutuhkan, tetapi masih ada makanan tersisa dan akan dibuang. Makanlah jika kalian menginginkan; jika kalian tidak memakannya maka Aku akan membuangnya ke mana tidak ada tumbuh-tumbuhan atau membuangnya ke air di mana tidak ada kehidupan.’

      [contoh dari sang Buddha membandingkan 2 Bhikkhu]

      Biku ke-1:
      Kemudian seorang bhikkhu berpikir: ‘Sang Bhagavā telah makan … telah memakan apa yang Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan dibuang; jika kami tidak memakannya maka Sang Bhagavā akan membuangnya … Tetapi hal ini telah dikatakan oleh Sang Bhagavā: “Para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi.”

      Sekarang, makanan ini adalah salah satu benda materi.

      Bagaimana jika seandainya tanpa memakan makanan ini aku melewatkan malam dan hari ini dalam keadaan lapar dan lemah.’[6]

      Dan tanpa memakan makanan itu ia melewatkan malam dan hari itu dalam keadaan lapar dan lemah.

      Biku ke-2:
      Kemudian bhikkhu ke dua berpikir: ‘Sang Bhagavā telah makan … telah memakan apa yang Beliau butuhkan, tetapi masih ada makanan Sang Bhagavā yang tersisa dan akan dibuang …

      Bagaimana jika seandainya aku memakan makanan ini dan melewatkan malam dan hari ini tanpa merasa lapar dan lemah.

      Dan setelah memakan makanan itu ia melewatkan malam dan hari itu tanpa merasa lapar dan lemah.

      [PENILAIAN SANG BUDDHA ttg 2 Bhikkhu ini]:

      Sekarang walaupun bhikkhu itu dengan memakan makanan itu melewatkan malam dan hari itu tanpa merasa lapar dan lemah, namun bhikkhu ke-1 lebih terhormat dan dipuji olehKu.

      Mengapakah?

      Karena hal itu dalam waktu lama akan berdampak pada keinginannya yang sedikit, kepuasan, pemurnian, kemudahan dalam disokong, dan membangkitkan kegigihannya.

      Oleh karena itu, para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi. Demi belas kasihKu kepada kalian Aku berpikir: ‘Bagaimanakah agar para siswaKu dapat menjadi pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam benda-benda materi?’” [Dhammadāyāda Sutta]

    Berkumis dan brewokan barulah masalah yang sangat, sangat sepele yang hanya bersangkutan dengan dirinya sendiri, namun ada lagi perbuatan keliru yang sangat mendasar dilakukannya, yaitu mengajarkan pandangan salah pada banyak orang dengan menyatakan adanya tuhan dan paham ketuhanan Sang Hyang Adi Buddha pada Ajaran Buddhisme!

      Bikkhu Jinnarakkhita mengungkapkan kepada TEMPO, "tapi saya memang berpegang kepada prinsip", katanya,..yaitu "bahwa Buddha di Indonesia adalah Buddha yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang dalam ajaran Buddha disebut Sang-Hyang di Buddha. Saya berpendirian ummat Buddha Indonesia harus berkiblat ke Borobudur. Karena Borobudur -- aliran Mahayana adalah Buddis yang mengenal Sang Hyang Adi Buddha..Yang atheis-pun di kalangan Bhikkhu ada". Mungkin ini mengejutkan. Tapi sang Bikkhu menyatakan "kata-kata saya bukan main-main. Karena seorang Buddhis tidak mengakui Sang Hyang Adi Buddha sama saja dengan atheist."[Tempo Interaktif]

    Sang Hyang Adi Buddha dan/atau keberadaan tuhan dan ketuhanan dalam Buddhisme, merupakan produk pemikiran setelah Masehi[7] dan BUKAN ajaran sang Buddha.

    Bukan cuma itu!

    Ia pun sudah mempertuhankan manusia yang disebut sebagai Sai Baba (Sample foto Sai baba dan beliau disamping ini pemberian orang, sayangnya bukan foto Sai baba yang berpakaian putih). Berikut pengakuan seorang yang bernama Phoa Krishnaputra, ketika bertemu dengan Ashin Jinarakkhita:

      Disekitar Juni 1988, Ketika aku mengunjungi Mahasthavira Ashin Jinarakkhita yang biasa aku panggil Sukong di Vihara Sakya Vanaram, berlokasi di sisi gunung di Pacet, JaBar. Ketika kami berbincang2, Ia menunjukan padaku Poto besar dan cantik dari Bhagavan Sri Sathya Sai Baba yang mengenakan kain putih. Sukong menyatakan padaku bahwa Ia ingin menempatkan poto itu di satu tempat di area Vihara Sakya Vanaram Vihar. Aku terkejut dan berkata pada Sukong, "Engkau kan pemimpin dari para Buddhis Indonesia, Jika engkau tempatkan poto Bhagawan Baba di sini, gak bikin masalah dengan komunitas Buddhisr?" Ia melihatku dengan senyum diwajahnya dan berkata, "Saya sudah biasa menghadapi masalah. Nambah 1 lagi tidak masalah bagiku" [Saibabaofindia]

    Pengakuan Ashin Jinarakhita sendiri sebagai berikut:

      Di bulan Oktober 1989, Aku pergi bertemu Sri Sathya Sai Baba untuk menunjukan ketulusanku atas pertolongan yang dilakukannya...Pengalamanku (bersama dengan 8 Bhikkhu dan 1 orang Bhikkhuni) adalah wahyu kasih seketika...Hubunganku dengan Bhagawan Sathya Sai tidaklah dualistik. Aku terima beliau sebagai Bhagavan dan Baba menerimaku juga.. Interview yang di ikuti tak dapat digambarkan dengan kata. Bhagawan berkata, "Tempatku adalah tempatmu, tempatmu adalah tempatku, dan Aku akan hadir bersamamu setiap Kamis di Ashrammu" [Sathya Sai, The Eternal Charioteer, 1990]

    Di tahun 2000, seorang dengan nama Mrs. P. Padma Sastry, menyampaikan:

      Kami merasa sangat bergembira melihat foto dari Bhagawan Sri Sathya Sai Baba bersama dengan patung Venkateswara dari Tirupati, India di ruang puja Pendeta Su Kong...Ia (Jimmy) bercerita pada kamu bahwa Su Kong mengalamatkan Sai Baba sebagai Jagath Guru (Guru Dunia)...Dan Nasihat terbaik yang disampaikan Pendeta Su Kong pada kamu dan semua orang adalah ini: "Kamu, Imani Sai Baba dan ikuti perintahnya 100%!" [saidevotee]

    Ashin juga berpendapat bahwa Grand Master Lu Sheng Yen adalah titisan Dewa, sebagaimana tercantum dalam buku "Bagaimana aku bertemu dengan Avatara shri Sai Baba" oleh Truth seeker-Joseph Tardjan jilid ke-2, pada halaman ke-26 alinea ke-2:

      "Reputasi Master Lu, ku dengar juga dari Yang mulia pendeta Ashin pernah mengatakan kepadaku bahwa Master Lu adalah titisan dewa dari alam Sukawati.Pendeta Ashin adalah mengikut Satya sai baba.[wihara]

    Bukan Cuma itu!

    Di samping mengajarkan mempertuhankan manusia, Ashin-pun mengajarkan mempertuhankan mahluk halus, berupa petilasan dengan nama Eyang Surya kencana, sebagai objek pemujaan, yang ada di Vihara Mahacetya Dhanagun, Jalan Surya Kencana No.1, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Timur:

      Vihara Mahacetya Danagun..Dikenal juga dengan nama Hok Tek Bio, nama ini berasal dari kata Hok yang berarti rejeki, Tek berarti kebajikan, yang semuanya berarti ‘rumah ibadah rejeki dan kebaikan’.

      Meskipun saat ini Hok Tek Bio merupakan suatu vihara namun di dalamnya tetap diizinkan praktek-praktek kepercayaan masyarakat Cina, seperti Konfusianisme, dan Taoisme. Dewa utama yang dipuja di vihara ini adalah Hok Tek Cing Sien (Dewa Bumi), namun ditempatkan pula panteon Buddhisme yaitu Maitreya, Buddha Gautama dan Avalokiteswara. Selain itu terdapat pemujaan terhadap Eyang Raden Surya Kencana, yaitu leluhur penguasa wilayah Bogor. [DisParBud Prov. JaBar]

    Juga terdapat kejadian menarik terkait Vihara Dhanagun, yang melibatkan Jinarakhita dalam politik praktis berbau rebutan umat dengan menggunakan pengaruh kekuasaannya di tahun 1978.

      Bhikkhu Surya Karma Chandra Sampai 1976 memimpin upacara di vihara Ceya Dhanagun di Bogor itu. Menurut Bikkhu Surya, vihara tersebut "50% milik Jinarakkhita."

      Di tahun 1976 diadakan peraturan, kalau mau mengadakan upacara harus ada izin Jinarakkhita.

      Latihan silat (yang menurut sang biksu sebenarnya atas permintaan Yayasan), dihentikan. Sembahyangan dibatasi sampai jam 7 malam, dengan alasan peristiwa Sawito dan Pemilu.

      "Karena pembatasan-pembatasan itu, saya keluar di bulan Oktober," katanya kepada Bachrun Suwatdi dari TEMPO.

      Setelah itu, menurut Bikkhu Surya pula, yang sembahyang di vihara tersebut makin berkurang.

      Bikkhu Surya, yang lalu tinggal di Jakarta, mengumpulkan sumbangan -- dan didapatlah izin baik dari Departemen Agama maupun Walikota Bogor buat mendirikan Vajra Bodhi di kota itu -- "sebab pengikut saya kebanyakan di Bogor," katanya. [Tempo Interaktif]

    Kemudian pada tanggal, 21 juli 1978 vihara Bhikkhu surya ternyata di Bredel, dengan alasan:

      Kepala Kejaksaan Negeri Bogor dalam surat keputusan yang kedua, dituliskan bahwa Sangha Agung Indonesia, majelis tertinggi para biksu berpendapat baha Bikkhu Surya tersebut "tidak menerima doktrin Ketuhanan Yang Maha Esa".

      Kajari Bogor, Alfian Husin SH, menambahkan kepada Klarawijaya dari TEMPO bahwa di vihara itu ternyata patung Budha diletakkan di bawah patung lain -- dan yang dimaksudnya adalah patung Awalokiteshwara alias Kwan Im, yang lebih sepuluh kali lebih besar dari patung Budha sendiri. Menurut yang didengar Kajari, hal seperti itu "bisa menimbulkan keresahan di kalangan umat Budha di Bogor."

      Secara lisan Kajari menuturkan: di situ terdapat "pemusatan pemuda-pemuda" untuk latihan kungfu. Tetapi yang sebenarnya bisa dianggap paling penting tak lain adanya pernyataan dari Yayasan Dhanagun Bogor, tentang "pernyataan umat Budhis Bogor" -- yang keberatan terhadap didirikannya vihara tersebut. [Grup: Dhammacitta atau Tempo Interaktif]

    Tahun berlalu dan di sekitar akhir Maret dan awal April 2002, Ashin Jinarakhita masuk rumah sakit, dan mengalami KOMA hingga wafatnya di 18 April 2002.

    Kemudian oleh pengikutnya, mayatnya dibentuk dalam postur meditasi duduk sebelum dikremasi.

    Perlu di catat,
    Di samping TIDAK ADA pengakuan Jinarakhita bahwa dirinya arahat,  kemudian dari memperhatikan cara wafatnya saja, yaitu dalam keadaan koma, maka TIDAK MUNGKIN ia mencapai tingkat kesucian manapun juga, karena bahkan kesadaran dirinya sendiri pun tidak dapat ia kendalikan.

    Terlepas daripada itu semua,
    Silakan simak syair-syair dari Sang Buddha yang menyatakan bahwa PENGANUT PANDANGAN SALAH akan terlahir di ALAM-ALAM APAYA (Alam sengsara):

      Mereka yang merasa malu terhadap apa yang sebenarnya tidak memalukan, dan sebaliknya tidak merasa malu terhadap apa yang sebenarnya memalukan; maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara.

      Mereka yang merasa takut terhadap apa yang sebenarnya tidak menakutkan, dan sebaliknya tidak merasa takut terhadap apa yang sebenarnya menakutkan; maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara.

      Mereka yang menganggap tercela terhadap apa yang sebenarnya tidak tercela, dan menganggap tidak tercela terhadap apa yang sebenarnya tercela; maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara.

      Mereka yang mengetahui apa yang tercela sebagai tercela, dan apa yang tidak tercela sebagai tidak tercela; maka orang yang menganut pandangan benar seperti itu akan masuk ke alam bahagia. [Dhammapada Bab 22, Neraka, syair 316-319]

      "Bagi yang berpandangan benar TIDAK MUNGKIN:...memecahbelah sangha, berguru pada yang lainnya NAMUN MUNGKIN bagi Puthujjana/bukan orang suci". [AN 1.268-276/AN 1.15.1−9/Aṭṭhāna sutta]

    Sekarang,
    Bandingkan Bhikkhu di atas itu dengan sample ke-2:
    Luang Ta Maha Boowa[8] (lahir: 12 Agustus 1913), berasal dari keluarga kaya. Beliau menjadi Bhikkhu di usia 21 dan Wafat di usia 97 (30 Januari 2011).

    Pada paruh ke-2 tahun 1997, krisis ekonomi melanda Asean. Pada bulan Agustus 1997, Thailand mendapat "bantuan" IMF sebesar 16 miliar dolar AS (Posisi tahun 2010: 1.14 trilliun baht).

    Setelah tahun 1997, Luangta Mahaboowa ber-inisiatif membantu negaranya dengan berkampanye mengajak masyarakat bahu membahu menyelamatkan negara.

    Pada tanggal 9 January 2010, Luangta Maha boowa menyerahkan seluruh hasil kampanyenya melalui Bank of Thailand, sebesar 13 ton emas dan uang 10.2 JUTA USD! Kejadian ini, ramai menjadi pembicaraan yang tak putus-putusnya bagi publik Thailand.

    Pada tanggal 7 May 2010, 7 bulanan menjelang wafatnya, Luangta Mahaboowa, menyatakan secara tertulis agar sumbangannya dijadikan sebagai Cadangan Negara.

    Btw,
    Seberapa besar sih, bantuan Maha boowa pada negaranya dalam bentuk emas itu?

      Emas: 13 metrik tons = 458561 oz (di bulatkan ke bawah dari 458561.507)
      Kurs emas Desember tahun 1997: $290/oz.
      Kurs emas Desember tahun 2011: $1600/oz.

      Tahun 1997 = $132,982,690 ato 3,989,480,700 Baht
      Tahun 2011 = $733,697,600 ato 22,010,928,000 Baht

    + Uang Tunai US$10.2 JUTA!

    Bahkan setelah wafatnyapun, masih mengalir uang sumbangan tanda kepercayaan masyarakat pada beliau. Hanya dalam tempo 10 hari, telah terkumpul uang 35 Juta Bath (US$ 1.2 million) dan kesemuanya disumbangkan dan dijadikan Cadangan negara.

    Total sumbangan per Maret 2011, yang berasal dari para donatur SETELAH wafatnya beliau dan ditujukan pada Biaranya adalah 330.5 juta baht (tunai dan check) + 78kg emas yang lagi, lagi dan lagi diserahkan seluruhnya pada negara untuk cadangan negara!

    Namun perlu di ketahui,
    Di Vinaya, para bhikkhu dilarang untuk menerima dan mengumpulkan emas dan uang [Jātarūpa-rajataṁ, Nissaggiya Pācittiya ke-18/19].

    Terlepas dari itu, yang dilakukannya tetap luarbiasa bagi bangsa, negara dan seluruh rakyat Thailand!

    Kalo aja Indonesia punya 1 yang kaya gini..

Sebagai penutup,
Walaupun Dhamma Sejati sudah lenyap dan Dhamma tiruan meraja lela, namun sisa remah-remah ajaran Dhamma sejati yang telah lenyap masihlah terpelihara hingga kini, yaitu sutta dan vinaya yang berasal dari konsili ke-1.

Pukkusati-pun tidak membaca seluruh Dhamma sejati, yaitu hanya yang ditulis dan dikirim oleh Raja bimbisara saja. Dengan membaca itu saja, walaupun belum mencapai tingkat kesucian tertentu, namun sudah membuatnya dapat mengenal Dhamma dan memperoleh hasil pencapaian jhana meditasi.

Pencapaian itu adalah berkat buah dari Paraminya (kesempurnaan dalam melakukan kebajikan dan latihan)!
Bertemu Buddha dan mendapatkan bimbingan lanjutan sehingga mencapai Anagami adalah juga berkat buah dari Paraminya!
Mengenal Dhamma, Mencapai jhana, mendapat bimbingan dan menjadi suci adalah buah dari Parami.

Parami menghindarkan kita muncul di alam-alam sengsara dan membuat kita mampu menapak tangga-tangga kesucian di suatu saat di masa depan.

Cara mengumpulkan parami pun sangatlah mudah yaitu dengan dimulai dengan menghentikan SEGALA perbuatan tidak baik, perbanyak perbuatan baik (misal: berdana, menjalankan 5 sila [dan 8 sila di waktu tertentu] dan Meditasi) dan sertai itu dengan pikiran yang murni.

Kabar terbaiknya adalah tidak adanya batas waktu maksimum dalam mengumpulkan Parami! Bisa dilakukan setiap saat oleh siapapun tanpa mempedulikan umur, jenis kelamin, suku, agama dan juga golongan darah.

Jadi, selalu masih ada yang dapat dilakukan dari sedikit remah tersisa, bukan?!

Pustaka:
  1. “Jika, Ānanda, perempuan tidak memperoleh pelepasan keduniawian kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma-disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, maka penghidupan BRAHMA/SUCI (brahmacariya) Ānanda, akan bertahan lama, dhamma sejati akan bertahan selama 1000 tahun (vassasahassaṃ saddhammo tiṭṭheyya). Tetapi karena, Ānanda, perempuan telah memperoleh pelepasan keduniawian … dhamma-disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, Sekarang, Ānanda, penghidupan BRAHMA/SUCI menjadi tidak bertahan lama. Sekarang, Ānanda, DHAMMA SEJATI hanya bertahan 500 tahun (na dāni, ānanda, brahmacariyaṃ ciraṭṭhitikaṃ bhavissati. Pañceva dāni, ānanda, vassasatāni saddhammo ṭhassati)..[AN 8.51/Gotami Sutta dan Vinaya Pitaka, Cullavagga X.1.6; Juga di "Theories on the Foundation of the Nuns' Order – A Critical Evaluation", ANĀLAYO, hal.134, catatan:

    "2 Vinaya Dharmaguptaka, T 1428 at T XXII 923c9 tertulis: 若女人不於佛法出家者, 佛法 當得久住五百歲, dimana tampaknya yang dimaksudkan adalah ajaran buddha akan bertahan 500 tahun lebih lama jika perempuan tidak menjadi petapa ajaran buddha... Vinaya 'Haimavata' (Indentifikasi aliran oleh Lamotte (1958: 212) adalah benar), Vinaya Mahīśāsaka dan Vinaya (Mūla-)Sarvāstivāda di posisi sama dalam istilah berbeda, menurut mereka karena terbentuknya sangha bhikkhuni umur dharma sejati akan berkurang 500 tahun .., T 1463 at T XXIV 803b16: 汝今為女人求出家, 後當減吾五百歲正法, (menggunakan 宋, 元 dan 明 varian 歲 bukan 世);...Vinaya (Mūla-)Sarvāstivāda dalam bahasa tibet menyebutkan bahwa ajaran buddha tidak lagi tidak rusak selama 1000 tahun, tanpa, namun, mengacu pada 500 tahun, Q dul ba phran tshegs kyi gzhi, ne 116b5 (D da 121a6): bud med rnams legs par bshad pa'i chos kyi (D: kyi) 'dul ba la rab tu ma byung na ni da yang (D: dung) nga'i bstan pa lo stong tshang bar nyes pa med cing nyams pa med par gnas par 'gyur ro.
    3 MĀ 116 di T I 607b8 menunjukan bahwa jika wanita tidak ditahbiskan, dharma sejati akan bertahan 1000 tahun, sekarang umurnya berkurang 500 tahun, hanya selama 500 tahun, 若女人不得於此正法、律中,至信、捨家、無家、學道者,正法當住千年,今失五百歲,餘有五百年"

    Juga di T 60: "若女人不於此法律信樂出家、...遺法當住千歲,今已五百歲減,餘有五百歲" (jika wanita tidak di tahbiskan..warisan ajaran, sekarang umurnya 500 tahun, hanya selama 500 tahun)
    Juga di "Milanda Panha", Bab 8.7: "Raja Milanda: 'Setelah pentahbisan para wanita, Sang Buddha berkata bahwa ajaran yang murni itu hanya akan bertahan selama 500 tahun...Bhikkhu Nagasena: 'O, baginda,..Yang satu berhubungan dengan umur ajaran yang murni..Pada saat berkata tentang 500 tahun itu Beliau memberikan batasan kepada agama..'"] [↑]

  2. Riwayat Agung Para Buddha (RAPB), buku ke-2, Cetakan I, Mei 2008. hal 1451 s/d. 1489 Juga di Suttavibhanga Vin.I.3, 2-4 [↑]

  3. List sutta dan sutra berasal dari: "An Analytical Study on Buddhist Eschatology" – Prophecy of Decline of Dharma Based on the Sūtra on the Seven Dreams of Ānanda, Shih You Zhi, Graduate School of Buddhist Studies, Fo Guang University, 2008] dan Macmillian- Encylopedia of Buddhism, Vol.1, A-L, Robert E. Buswell, Jr., Editor in Chief, 2004. hal.210-213. [↑]

  4. Tahun penyusunan sutta dan sutra dari list di atas:

    • Vinaya [konsili ke-1, 3 bulan setelah wafatnya Buddha Gautama ± 480 SM [tanggal ini bervariasi karena banyak hal, disamping kepentingan RAMALAN PUNAH yg 500 tahun dan berdampak pada ajaran mereka akan dikategorikan sesat maka banyak aliran mempunyai tanggal wafatnya sang Buddha. Disamping itu banyak sejarahwan menghitung berdasarkan masa pemerintahan raja asokha [268-232 SM],utk jelasnya lihat di sini
    • Menurut Macmillian- Encylopedia of Buddhism, tahun Penyusunan sutra-sutra Mahayana dan Vajrayana:

      • Sutra Intan [Vajracchedika- prajñaparamita-sutra] dan Sutra teratai [SADDHARMAPUNDARIKA-SUTRA], abad ke-2 M s/d 4 M [hal. 227, 332, 442, 471]
      • Sutra Mahāparinirvāṇa, abad ke-3 Masehi dan ekstensinya hinga 421 Masehi [hal.605]
      • Sisa sutra Mahayana lainnya [juga Vajarayana], komentar Angutara Nikaya, berasal dari abad ke- 4 lebih. [↑]

  5. Khuddakakhanda, cullavagga: Di saat itu kelompok enam bikkhu merias jenggot, membuat jenggot tumbuh (panjang), dibentuk seperti jenggot kambing, dibentuk menjadi persegi, ditumbuhkan di wajah, di dada, di perut, menumbuhkan kumis..Tersebar dimasyarakat tentang ini: "Seperti perumah tangga yang menikmati kesenangan indiya", disampaikan kepada sang Bhagava. Sang Bhagava berkata: "Na, bhikkhave, massu kappāpetabbaṃ (Para bhikkhu, tidak merias jenggot).. na massu vaḍḍhāpetabbaṃ (tidak memanjangkan janggut).. na golomikaṃ kārāpetabbaṃ (tidak membentuknya seperti jenggot kambing).. na caturassakaṃ kārāpetabbaṃ (tidak membentuknya menjadi persegi).. na parimukhaṃ kārāpetabbaṃ (tidak ditumbuhkan di wajah)..di dada.. di perut.. na dāṭhikā ṭhapetabbā (tidak menumbuhkan kumis).. Yo saṃharāpeyya, āpatti dukkaṭassā”ti (Siapa pun harus membuangnya, ini pelanggaran perbuatan salah)" [pelanggaran minor, Vin.ii.134]. Dalam Vinayalankāra vaḍḍhāpetabbaṃ, dikelompokan sebagai dīghaṃ kārenti ["yang dapat memanjang"] [↑]

  6. ekabhattikā rattūparatā viratā vikālabhojanā, (makan 1x sehari, tidak di malam hari, tidak makan di luar waktu layak: vikāla = majjhanhike vītivatte yāva aruṇuggamanā/lewat tengah hari sampai (warna kemerahan sebelum) matahari terbit - Ibid, hal.388. Tengah hari: bayangan lewat 2 jari - Khandhaka 22).

    Para Arahat, sepanjang hidup [Yāvajīvaṃ] makan 1 x SEHARI [ekabhattikā], tidak di malam hari [rattūparatā], tidak makan di luar waktu layak [virataṃ vikālabhojanā]. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan MAKAN 1x SEHARI, tidak di malam hari dan tidak makan di luar waktu layak. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ [AN 8.41-42/Uposatha Sutta. Juga di AN 3.70 dan AN 8.43, kepada umat awam PEREMPUAN, Visākhā Migāramātā]
    Umat awam bernama Gavessi jaman Buddha Kassapa: makan 1x sehari, tidak di malam hari, tidak makan di luar waktu layak (ekabhattikaṁ..rattūparataṁ virataṁ vikālabhojanā)" [AN 5.180]
    Ghaṭīkāra, umat awam jaman Buddha Kassapa (anagami): makan 1x sehari (ekabhattiko) [MN 81]

    Jika umat awam melatih makan 1x, selayaknya para bhikkhu berlaku demikian:

    Sang Buddha kepada Para Bhikkhu: Mereka para samana dan brahmin (ye te samaṇabrāhmaṇā) makan 1 x sehari (ekabhattikā), tidak di malam hari (rattūparatā), tidak makan di luar waktu layak (viratā vikālabhojanā) [AN 5.228]
    "Seorang Tathāgata muncul di dunia ini,....Seorang perumah-tangga..mendengarkan Dhamma itu..ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Setelah meninggalkan keduniawian demikian, memiliki latihan dan GAYA HIDUP KEBHIKKHUAN...Ia berlatih makan 1x sehari, tidak di malam hari, tidak makan di luar waktu layak" (ekabhattiko..rattūparato virato vikālabhojanā) [DN 1: Sang Buddha makan 1x sehari; DN 2: Sang Buddha kepada Raja Ajātasattu; AN 4.18, AN 10.99; MN 27, 38, 51, 112, Di MN 94: Yang Mulia Udena kepada Brahmana Ghoṭamukha; di MN 101 Sang Buddha kepada para Bhikkhu]
    YM Mahākaccāna kepada Soṇa Koḷivisa (tentang menjadi Bhikkhu): "Seumur hidup (yāvajīvaṁ Makan 1x sehari (),... " [Ud 5.6, Vinaya Mahavagga Kd 5/Cammakkhandhaka]
    YM Mahā Kaccāna kepada Raja Avantiputta dari Madhurā, tentang gaya hidup kebhikkhuan: tidak di malam hari, makan 1x sehari (rattūparato, ekabhattiko) [MN 84]
    Devata kepada Sang Buddha: "...makan 1x sehari (ekabhattaṁ bhuñjamānānaṁ.." [SN 1.10]
    Angulimala-pun setelah menjadi Bhikkhu, makan 1x sehari (ekabhattikaṁ) [MN 86]

    Makan 1x sehari di waktu layak bagi para bhikkhu adalah vinaya/disiplin:

    Sang Bhagavā kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, pernah terjadi suatu peristiwa di mana para bhikkhu memuaskan pikiranKu. Di sini Aku berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Para bhikkhu, Aku MAKAN 1x SEHARI [ekāsanabhojanaṃ]. Dengan melakukan hal itu, Aku terbebas dari penyakit dan penderitaan, dan Aku menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Ayo, para bhikkhu, MAKAN 1x SEHARI. Dengan melakukan hal itu, kalian akan terbebas dari penyakit....’

    Dan Aku tidak perlu terus menerus memberikan INSTRUKSI SEHARUSNYA (anusāsanī karaṇīyā) kepada para bhikkhu itu; Aku hanya perlu MEMBANGKITKAN INGATAN SEHARUSNYA (satuppādakaraṇīya) di diri mereka....Oleh karena itu, para bhikkhu, tinggalkanlah hal tidak bermanfaat dan tekunilah hal bermanfaat (Tasmātiha, bhikkhave, tumhepi akusalaṁ pajahatha, kusalesu dhammesu āyogaṁ karotha), karena kalian dalam DHAMMA DISIPLIN ini (evañhi tumhepi imasmiṁ dhammavinaye) mencapai kemajuan, peningkatan dan pemenuhannya (vuddhiṁ virūḷhiṁ vepullaṁ āpajjissatha)" [MN 21]

    Sang Buddha: “Para bhikkhu, Aku MAKAN 1x SEHARI [ekāsanabhojanaṃ: makan 1x sehari pada 1x duduk - Vinaya VI, ITC, cetakan 3, cat kaki 882, hal.455, 636]. Dengan melakukan demikian, Aku bebas dari penyakit dan kesengsaraan, dan Aku menikmati kediaman yang ringan, kuat, dan nyaman. Marilah, para bhikkhu, MAKAN 1x SEHARI. Dengan melakukan demikian, kalian juga akan bebas dari penyakit dan kesengsaraan,..."

    Yang Mulia Bhaddāli: “Yang Mulia, Aku tidak mau MAKAN 1x SEHARI; karena jika aku melakukan demikian, aku akan merasa cemas dan khawatir akan hal itu.”

    Sang Buddha: “Kalau begitu, Bhaddāli (Tena hi tvaṁ, bhaddāli), makan disana 1 bagian di mana ENGKAU DI UNDANG (yattha nimantito assasi tattha ekadesaṁ bhuñjitvā), lagi 1 bagiannya dimakan nanti (ekadesaṁ nīharitvāpi bhuñjeyyāsi). Dengan memakan demikian, engkau akan memelihara tubuhmu.”

    Yang Mulia Bhaddāli:“Yang Mulia, Aku tidak mau makan dengan cara itu juga; karena jika aku melakukan demikian, aku akan merasa cemas dan khawatir akan hal itu.”

    Kemudian, Yang Mulia Bhaddāli (Atha kho āyasmā bhaddāli), terhadap aturan latihan yang ditetapkan Sang Bhagavā kepada bhikkhu sangha untuk menjalaninya (bhagavatā sikkhāpade paññāpiyamāne bhikkhusaṅghe sikkhaṁ samādiyamāne), menyatakan penolakan (nussāhaṁ pavedesi). Kemudian Yang Mulia Bhaddāli tidak menghadap Sang Bhagavā selama 3 bulan [masa vassa], seperti yang terjadi pada seseorang yang tidak memenuhi latihan dalam Pengajaran Sang Guru.

    [..]

    Kemudian Yang Mulia Bhaddāli mendatangi para bhikkhu..mereka berkata kepadanya: “...di akhir 3 bulan [masa vassa], Sang Bhagavā akan melakukan pengembaraan. Mohon, teman Bhaddāli, perhatikanlah nasihat ini. Jangan biarkan hal ini mempersulitmu kelak.”

    Yang Mulia Bhaddāli:: “Baik, teman-teman,” ia menjawab, dan ia menghadap Sang Bhagavā, dan setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan berkata: “Yang Mulia, suatu pelanggaran menguasaiku, seperti seorang dungu, bingung, dan melakukan kesalahan besar, aku, terhadap aturan latihan yang ditetapkan Sang Bhagavā kepada bhikkhu sangha untuk menjalaninya, menyatakan penolakan. Yang Mulia, sudilah Yang Mulia memaafkan pelanggaranku dilihat seperti demikian demi pengendalian di masa depan.”[..]

    Sang Buddha: “Tentu saja, Bhaddāli, suatu pelanggaran menguasaimu, seperti seorang dungu, bingung, dan melakukan kesalahan besar, terhadap aturan latihan yang ditetapkanKu...menyatakan penolakan, tetapi sejak engkau, Bhaddāli (yato ca kho tvaṁ, bhaddāli), melihat pelanggaran lalumu dan memperbaikinya sesuai Dhamma (accayaṁ accayato disvā yathādhammaṁ paṭikarosi), maka kami menerimanya (taṁ te mayaṁ paṭiggaṇhāma), karena adalah kemajuan dalam DISIPLIN YANG MULIA (vuddhihesā, bhaddāli, ariyassa vinaye), jika seseorang melihat pelanggaran lalunya dan memperbaikinya sesuai Dhamma (yo accayaṁ accayato disvā yathādhammaṁ paṭikaroti) agar mencapai pengendalian di masa depan (āyatiṁ saṁvaraṁ āpajjati)... [MN65/Bhaddali sutta]

    Sang Buddha menyatakan Bhikkhu tertentu sebagai SESAT [moghapurisā], ketika tidak mengindahkan INSTRUKSI makan 1x sehari (yaitu sebelum tengah hari) di waktu layak:

    Yang Mulia Udāyin kepada Sang Buddha: "Yang Mulia, SEBELUMNYA kami terbiasa makan DI SENJA/MALAM HARI (sāya), DI PAGI HARI (pāto), DAN SIANG (divā) di luar waktu layak (vikāle). Kemudian..Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, MAKAN DI SIANG HARI DI LUAR WAKTU LAYAK (divāvikālabhojanaṁ) TINGGALKANLAH (pajahathā’ti) .’ Yang Mulia, aku kecewa dan sedih, dengan pikiran: ‘Para perumah-tangga yang berkeyakinan memberikan berbagai jenis makanan kepada kami di siang hari di luar waktu layak (divā vikāle), namun Sang Bhagavā meminta kami meninggalkannya, Yang Sempurna meminta kami melepaskannya.’ Demi cinta kasih dan penghormatan kepada Sang Bhagavā, dan karena malu dan takut akan pelanggaran, kami meninggalkan makan disiang hari diluar waktu layak.

    Kemudian kamu hanya makan dimalam hari dan dipagi hari. Kemudian..Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, MAKAN DI MALAM HARI DI LUAR WAKTU LAYAK (rattiṁvikālabhojanaṁ) TINGGALKANLAH (pajahathā’ti).’ Yang Mulia, aku kecewa dan sedih, dengan pikiran: ‘KEMUDiAN JUGA TIDAK PADA MAKAN 2X KAMI YANG BAIK (yampi no imesaṁ dvinnaṁ bhattānaṁ paṇītasaṅkhātataraṁ), Sang Bhagava meminta kami meninggalkannya (tassapi no bhagavā pahānamāha), Yang Sempurna meminta kami melepaskannya (tassapi no sugato paṭinissaggamāhā’ti) ’...Demi cinta kasih dan penghormatan kepada Sang Bhagavā, dan karena malu dan takut akan pelanggaran, KAMI MENINGGALKAN MAKAN dI MALAM HARI DI LUAR WAKTU LAYAK.

    “Pernah terjadi, Yang Mulia, para bhikkhu itu mengembara untuk menerima dana di malam hari yang gelap gulita telah terperosok ke lubang kakus, jatuh ke saluran air kotor, menabrak semak berduri, dan menabrak sapi yang sedang tertidur; mereka telah bertemu dengan para penjahat yang telah melakukan kejahatan dan yang sedang merencanakan kejahatan, dan mereka digoda secara seksual oleh perempuan-perempuan. Suatu ketika, Yang Mulia, aku sedang berjalan untuk menerima dana makanan di malam yang gelap gulita. Seorang perempuan yang sedang mencuci panci melihatku melalui cahaya kilat halilintar dan ia berteriak ketakutan: ‘Kasihanilah aku, setan telah datang padaku!’ Aku memberitahunya: ‘Saudari, aku bukan setan, aku adalah seorang bhikkhu yang sedang mengumpulkan dana makanan.’—‘Maka, engkau adalah seorang bhikkhu yang ibu dan ayahnya telah mati! Lebih baik, bhikkhu, engkau membelah perutmu dengan pisau daging yang tajam daripada berkeliaran mencari dana makanan demi perutmu di malam yang gelap gulita ini!’ Yang Mulia, ketika aku teringat hal itu aku berpikir: ‘Betapa banyaknya kondisi menyakitkan yang telah disingkirkan oleh Sang Bhagavā untuk kami!.. Betapa banyaknya kondisi menyenangkan yang telah dibawa oleh Sang Bhagavā untuk kami! Betapa banyaknya kondisi tidak bermanfaat yang telah disingkirkan...Betapa banyaknya kondisi bermanfaat yang telah dibawa oleh Sang Bhagavā untuk kami!’”

    Sang Buddha: “Demikian pula, Udāyin, TERDAPAT ORANG-ORANG SESAT di sini yang, ketika Aku mengatakan: ‘Tinggalkan ini,’ mengatakan: ‘Apalah hal kecil dan remeh seperti ini? Petapa ini terlalu cerewet!’ DAN MEREKA TIDAK MENINGGALKAN HAL ITU (Te tañceva nappajahanti) DAN MEREKA MENUNJUKAN SIKAP TIDAK SOPAN TERHADAPKU (mayi ca appaccayaṁ upaṭṭhāpenti), SERTA PADA PARA BHIKKHU LAIN YANG MENYUKAI LATIHAN (Ye ca bhikkhū sikkhākāmā tesaṁ taṁ)... [MN 66/Perumpamaan burung Puyuh]

    Aturan makan 1x sehari, dijabarkan lebih detail dalam vinaya/patimokkha [Vinaya II, ITC, 2012, hal. 347-398], ringkasnya:

    Āvasathapiṇḍasikkhāpadaṃ/Tempat derma makan untuk umum: Menerima makanan (dan makan) di tempat pemberian dana makan untuk umum/siapa saja, hanya boleh 1x, kecuali jika sakit, jika tidak sakit dan lebih dari 1x, pelanggara Pacittiya, jika ragu sedang sakit atau tidak, lebih dari 1x, pelanggaran dukkata [hal.347-350]

    Gaṇabhojanasikkhāpadaṃ/makan secara berkelompok: makan bersama oleh para bhikkhu (yaitu 4 Bhkkhu atau lebih), setelah berulang-ulang meminta di antara para perumah tangga, kecuali waktu layak (yaitu sedang sakit; waktu pemberian jubah; waktu pembuatan jubah; waktu bepergian dengan para pria lainnya; waktu sedang di atas perahu; waktu ada mahāsamaya/rombongan besar para bhikkhu yang jarang terjadi dan waktu makan samaṇabhattasamaya/perkumpulan petapa lainnya) adalah pelanggaran Pacittiya, jika ada niat terjadi di luar waktu layak, pelanggaran dukkata. [hal.350 - 362]

    Paramparabhojanasikkhāpadaṃ/undangan makan: Pekerja miskin bawahan Kirapatika hendak berdana makan kepada sang Buddha dan bhikhu sangha, Ia berkata kepada Bhagawan, “Bhante, semoga Bhagawan, bersama Sangha Bhikkhu, berkenan menerima makanan dari saya besok.” Sang Buddha: “Tetapi, Saudara,..Sangha Bhikkhu banyak.” Pekerja miskin: “Bhante, semoga Sangha Bhikkhu banyak. Saya akan menyiapkan buah bidara cina yang banyak, akan lengkap dengan jus buah bidara cina untuk diminum.”

    ....Para bhikkhu setelah mendengarnya: “Sangha Bhikkhu, pimpinan Sang Buddha diundang besok oleh seorang pekerja miskin. Akan dilengkapi dengan jus buah..”. Orang-orang yang mendengarnya: “Sangha Bhikkhu...diundang (makan) oleh pekerja miskin itu.” Orang-orang ini membawa makanan pendamping dan makanan utama yang banyak untuk pekerja miskin itu...pekerja miskin itu,..pun telah menyiapkan makanan pendamping dan makanan utama yang mewah. (tapi) Para bhikkhu ini makan, setelah berjalan mengumpulkan derma makanan pagi itu.

    Kepada Bhagawan, ia memaklumkan waktunya, “Sudah waktunya, Bhante, makanan telah siap.”

    Sang Buddha, membawa patta, menuju rumah pekerja miskin bersama Sangha Bhikkhu,..pekerja miskin melayani para bhikkhu di ruang makan.

    Beberapa bhikkhu: “Saudara, berikan sedikit saja” Pekerja miskin: “Bhante, janganlah mengambil begitu sedikit dengan berkata, ‘Ini adalah seorang pekerja miskin.’ Banyak makanan pendamping dan makanan utama disiapkan orang untuk saya. Terimalah sebanyak yang disukai”. Beberapa Bhikkhu: “Saudara, bukan karena hal ini kami mengambil sedikit, tetapi, karena kami telah makan setelah mengumpulkan derma makanan pagi ini..”

    Pekerja miskin itu memandang rendah, mencela, protes, “Mengapa para Yang Mulia, setelah diundang saya, makan di tempat lain? Apakah saya tidak mampu memberi sebanyak yang disukai?” Para bhikkhu pun mendengar pekerja miskin ini...menyebarluaskannya. Para bhikkhu yang bersahaja...protes, “Mengapa beberapa bhikkhu ini, setelah diundang di suatu tempat, makan di tempat lain?” ...

    "Benarkah, para bhikkhu, bahwa setelah diundang di suatu tempat, makan di tempat lain?"
    “Benar, Bhagawan.”
    Sang Buddha mengecam mereka.... Aturan: Makan di luar giliran (bukan di tempat yang mengundang), pelanggaran pacittiya.” [hal.362-365]

      Note:
      Paraṃparabhojane. Vin. Text i. 38, “pelanggaran pacittiya menerima makanan bergiliran,” dengan catatan (q.v.), “Yaitu, dalam memilih makanan atau undangan-undangan berbeda. Para bhikkhu seyogianya makan berdasarkan apa yang diberikan, dan menerima undangan berurutan yang mereka terima.” P.E.D. menerjemahkan frasa seperti “menerima makanan berurutan”, pemberian derma makanan secara berurutan. Gogerly, J.R.A.S.,1862, hlm. 445, mengambil intisari tanpa ketepatan sesuai kenyataan, “Jika seorang bhikkhu makan makanan biasanya (hasil pindapata) ketika ada sebuah undangan makan, kecuali waktu layak, adalah pelanggaran pacittiya.” Juga Dickson, J.R.A.S., 1876, hlm. 112, “Sebuah pelanggaran terjadi ketika seorang bhikkhu menerima makanan di urutan yang lain yang ditawarkan kepadanya.” Huber, J. As., Nov. – Des., 1913, tidak mencoba menerjemahkan. Path of Purity i. 76 menyebutnya “makanan berikutnya setelah penerimaan makanan sebelumnya”. Makanan jenis ini tidak boleh diterima oleh piṇḍapātika, orang yang mengumpulkan derma makanan.

    Seorang bhikhu sakit, bhikkhu lainnya setelah pindapatta (mengumpulkan derma makanan), mengunjunginya: “Makanlah, Awuso”, Bhikkhu sakit: "..tetapi ada undangan makan untuk saya.”. Di malam hari, derma makanan dikumpulkan untuk si sakit. Bhikkhu sakit itu tidak makan. Aturan: "tidak ada kesalahan, waktu layak, makan diluar giliran (tidak makan di tempat pengundang), karena sakit, waktu pemberian derma jubah, waktu pembuatan jubah.. [hal. 365 -366]
    Sang Buddha bersama Ananda mendatangi seorang perumah tangga,..orang-orang memberikan makanan kepada Bhagawan dan Ananda. Ananda menolak makan di tempat itu, karena telah menerima undangan makan ditempat lain, sang buddha: Setelah memberikan (undangan itu ke bhikkhu lainnya), agar menerima makanan ini. Aturan: "Diizinkan, setelah memberikan (undangan makan ke bhikkhu lain), makan makanan di luar giliran (tidak makan ditempat undangan)" [hal. 367]
    Bukan pelanggaran jika pada waktu layak; Ia makan, SETELAH memberikan (undangan makan ke bhikkhu lain); jika ada 2/3 undangan makan sekaligus (VA. 817, 2 atau 3 keluarga mengundangnya, dan ia memasukkan makanan itu ke dalam 1 patta, memakannya di satu tempat) [hal. 368-369]

    Kāṇamātusikkhāpadaṃ/Tentang ibu Kana: Ibu Kana memberikan kue kepada 1 bhikkhu (membawa mangkok/patta), bhikkhu tersebut memberitahukan kepada yang ke-2 (bawa patta), yang ke-2 memberitahukan kepada yang ke-3 (bawa patta); Seorang umat sedang membawa karavan dagang, Seorang Bhikkhu (bawa patta) mendatanganinya, Upasaka ini memberikannya sattu/makanan terbuat dari tepung (barli), bhikkhu tersebut memberitahukan kepada yang ke-2 (bawa Patta), yang ke-2 kepada yang ke-3 (bawa Patta), yang ke-3 kepada yang ke-4 (bawa patta). Aturannya: Jika seorang bhikkhu, setelah mendatangi sebuah keluarga, setelah diundang untuk menerima kue/bubu, boleh menerima sampai sejumlah 2 atau 3 patta penuh (Setelah menerima 2 atau 3 patta, kembali dari sana, kepada bhikkhu lain agar diberitahukan, ‘2/ 3 patta diterima dari tempat itu, janganlah ke sana lagi’, Apabila menerima lebih dari itu, pelanggaran pacittiya. Setelah menerima 2/3 patta, kembali dari sana, harus dibagikan ke para bhikkhu (VA. 820: dari 2/3 patta, 1 bagian untuk dirinya, 1 atau 2 bagian diberikan ke Sangha). Inilah cara yang benar” [hal.369 - 375]

    Paṭhamapavāraṇāsikkhāpadaṃ/setelah cukup makan: Para Bhikkhu menerima undangan makan dari seorang Brahmana, setelah makan mereka menyatakan cukup, beberapanya pergi makan ke tempat lain, beberapa lainnya berpindapata ke tempat lain. Aturan: Bhikkhu manapun, setelah makan, setelah puas dengan makan, apabila makan atau ikut menikmati makanan utama/pendamping (ditempat lainnya), pelanggaran pacittiya. [hal.375 - 376].
    Beberapa bhikkhu pulang ke arama dengan makanan (setelah cukup makan, membawa yang sejauh jangkauan tangannya) untuk para bhikkhu sakit. Para bhikkhu sakit makan sedikit, sisanya dibuang. Aturan: Bhikkhu manapun, setelah cukup makan, apabila makan/ikut menikmati makanan utama/pendamping yang tidak disisakan (oleh bhikkhu sakit atau tidak sakit: makanan itu tidak diizinkan/tidak diterima/tidak terserahkan; tidak dalam jangkauan tangan; tidak disisakan bhikkhu yang belum makan/telah makan, telah bangkit duduk tapi tidak berkata, ‘Ini cukup,’), pelanggaran pacittiya. Bukan pelanggaran jika makan apa yang sisa (dari bhikkhu sakit/tidak sakit: dari yang dibawanya pulang; makanan itu diizinkan/diterima/diserahkan; dalam jangkauan tangan; disisakan bhikkhu yang telah makan/belum bangkit duduk dan berkata ‘Ini cukup,’) [hal. 376 - 382]

    Dutiyapavāraṇāsikkhāpadaṃ/Setelah cukup makan II: 2 bhikkhu bepergian ke Savatthi, Bhikkhu ke-1 berperilaku tidak baik; bhikkhu ke-2 menasehatinya, bhikkhu ke-1 menggerutu padanya. Keduanya tiba dan makan di tempat makanan untuk Sangha yang disiapkan paguyuban di sana, Bhikkhu ke-2, sudah makan, sudah dipuaskan (dengan makanan). Bhikkhu ke-1, setelah mendatangi kerabatnya (mungkin kerabatnya juga anggota paguyuban), membawa makanan derma, menghampiri bhikkhu ke-2: “Makanlah, Awuso.” Bhikkhu ke-2: “Tidak perlu, saya sudah kenyang, Awuso.” Bhikkhu ke-1: “Awuso, makanan ini lezat, makanlah.” Bhikkhu ke-2 karena dipaksa Bhikkhu ke-1 memakannya. Bhikkhu ke-1: “Awuso, Anda berpikir saya harus dinasihati, sedangkan Anda, setelah makan, setelah dipuaskan, makan makanan utama yang tidak disisakan?” Bhikkhu ke-2: “Awuso, bukankah hal ini seharusnya diberitahukan sebelumnya?..seharusnya ditanyakan sebelumnya?” Lalu bhikkhu ke-2 melaporkan kejadian kepada para bhikkhu. Para bhikkhu yang bersahaja... mengajukan protes, “Mengapa seorang bhikkhu (bhikhhu ke-1), menawarkan seorang bhikkhu (ke-2) yang telah makan, yang telah dipuaskan, menawarinya makanan utama yang tidak disisakan?” ...Dilaporkan ke sang Buddha, Bhikkhu ke-1 dikecam. Aturan: Bhikkhu manapun, menawarkan seorang bhikkhu yang telah makan, yang telah dipuaskan (dengan makanan), apabila menawarinya makanan pendamping/utama yang belum disisakan, sambil berkata, “Mari, bhikkhu, makanlah/ikutlah menikmati,’ (Ia) mengetahui (tahu sendiri, atau orang lain atau yang ditawari memberitahukan), hendak mencari kesalahan karena makan, pelanggaran pacittiya. Bukan pelanggaran jika (bhikhu yang menawari) berpikir bahwa yang ditawari, belum dipuaskan, (tidak tahu ternyata) yang ditawari telah dipuaskan. Bhikkhu yang menawari menyebabkan makanan disisakan dan memberikannya, berkata makanlah atau bawa kepada lainnya, atau memberikan pada bhikkhu yang sakit [hal.382-386]

    Vikālabhojanasikkhāpadaṃ/Makan di luar waktu layak: Kelompok 17 bhikkhu diberi derma makanan oleh sekelompok orang, setelahnya diberikan makanan pendamping. Ini dibawa pulang ke arama dan ditawarkan ke kelompok 6 bhikkhu. Kelompok 17 Bhikkhu akui bahwa mereka makan di luar waktu layak. Aturan: Bhikkhu manapun apabila makan/ikut makan makanan pendamping/utama di luar waktu layak, pelanggaran pacittiya [hal.386-388]

    Sannidhikārakasikkhāpadaṃ/makanan yang disimpan: YM Belatthasisa, Upajjhaya bhikkhu Ananda, menetap di hutan, setelah pindapatta, membawa nasi ke arama, mengeringkan dan menyimpannya, saat membutuhkannya, Ia basahi air dan dimakan, setelah beberapa lama, Ia ke dusun untuk mengumpulkan derma makanan. Ketika ditanya para bhikkhu mengapa lama baru ke dusun, YM Belatthasisa menceritakan dan akui bahwa Ia makan makanan yang disimpan. Aturan: Bhikkhu manapun apabila makan/ikut menikmati makanan pendamping/utama yang disimpan, pelanggaran pacittiya. Bukan pelanggaran: Jika menyimpan sementara dan dimakan pada waktu itu, jika menyimpan untuk dimakan saat yāmakālikaṃ (penggal akhir malam/belum fajar meskipun sudah pagi, lawannya yāvakālika: lewat tengah hari sedikit tapi belum batas 2 jari), disimpan selama 7 hari dan memakannya dalam 7 hari, jika ada alasan memakannya selama hidup, jika pelakunya tidak waras atau jika pelakunya adalah yang pertama yang melakukan kesalahan [hal. 388-391]

    Paṇītabhojanasikkhāpadaṃ/Makanan mewah: Kelompok 6 bhikkhu, setelah meminta makanan mewah untuk diri mereka (atthāya viññāpetvā), memakannya. Aturan: Makanan mewah apa saja, ghee, mentega segar, minyak, madu, sari tebu/air gula, ikan, daging, susu, dadih susu—Bhikkhu manapun, yang tidak sakit, yang meminta dan makan makanan mewah ini untuk diri sendiri, pelanggaran pacittiya.” [hal 391-394]

    Dantaponasikkhāpadaṃ/Sikat gigi: seorang bhikkhu, menetap di pekuburan, tidak mau menerima derma dari orang-orang, tapi mengambil makanan yang diletakan untuk yang meninggal di pekuburan, kaki pohon, ambang pintu. Aturan: Bhikkhu manapun apabila makan makanan yang tidak diberikan, kecuali air dan pembersih/tusuk gigi (udakadantapona), pelanggaran pacittiya.” [hal 395 - 398] [↑]

  7. Kata Sanghyang merupakan gabungan dari kata sang + hyang. KBBI sendiri tidak terdapat arti/persamaan dari "hyang" dan juga "sanghyang".

    "Sang" dalam KBBI dinyatakan sbg kata yg dipakai di depan nama orang, binatang, atau benda yg dianggap hidup atau dimuliakan dan kata yg dipakai di depan nama benda untuk berolok-olok.

    "Hyang", berarti divinity [Deva, allah, tuhan], juga di ucapkan "hiang" yang artinya menghilang.[A dictionary of the Sunda language of Java, Jonathan Rigg.hal.147 dan 153]

    Sanghyang menurut Platt artinya adalah deva yg dihormati [plates 23, 24, 25; Dance & drama in Bali, Walter Spies,Beryl De Zoete, hal.70.]

    Adi-buddha (Sanskrit) Ādi-buddha [dari ādi pertama, asli + akar verbal budh sadar, tahu] Buddha yang pertama; Mahluk tertinggi diatas semua Buddha dan boddhisatva dalam Mahayana Buddhism of Tibet, Nepal, Jawa, dan Jepang. Dalam tulisan theosophy, Aspek tertinggi or kesatuan dari mahluk menakjubkan tertinggi dari jagat raya kita, hadir sebagai yang paling agung dalam kondisi dharmakaya.

    Aisvarika (Sanskrit) Aiśvarika [dari īśvara raja/tuan/tuhan, pangeran, pemilik dari akar verbal īś menjadi sah, berkuasa, ahli dalam] Berkenaan dengan arti raja; Hirarkhi dari jiva tertinggi. Dalam aliran ini adi-buddha adalah individu sebagai jiva kosmis dari hirarkhi kita, perhatian mahluk pada terpusat pada pengindividuan ini menjadi tingkat yang luarbisa dalam Buddhim. isvara ato hirarkhi tertenggi dalam hirarkhi kosmis kita sendiri.

    Kitab-kitab yang memuat kata AdiBuddha adalah kitab2 Mahayana dan vajrayana. kitab Mahayana misalnya Karandavyuha Sutra, di buat di atas abad ke-4 Masehi. Kemudian di Indonesia terdapat Sanghyang kahamayanikam yang dibuat di abad ke-10 Masehi di jaman raja Empu Sindok [↑]

  8. LuanTa Maha Boowa: BangkokPost, buddhistchannel, isaan-bog-blog dan wikipedia [↑]
Aturan untuk Calon Bikkhu/Samanera sikkhā
Sepuluh sikkhā samanera
Anuññāsi kho bhagavā (Diperkenankan oleh Sang Bhagava) sāmaṇerānaṃ dasasikkhāpadāni (Sepuluh latihan bagi para samana kecil) tesu ca sāmaṇerehi sikkhituṃ: (sebagai pokok latihan kesamanera yaitu:)

  1. pāṇātipātā veramaṇī, (Menahan diri dari membunuh mahluk hidup)
  2. adinnādānā veramaṇī, (Menahan diri dari mengambil yang tidak diberikan)
  3. abrahmacariyā veramaṇī, (Menahan diri dari prilaku yang tidak murni)
  4. musāvādā veramaṇī, (menahan diri dari menyatakan yang tidak benar)
  5. surāmerayamajjapamādaṭṭhānā veramaṇī, (Menahan diri dari mengkonsumsi yang memabukan dan membuat lengah/sembrono)
  6. vikālabhojanā veramaṇī, (menahan diri makan diwaktu yang tidak tepat: setelah tengah hari, lebih dari 1x)
  7. naccagītavāditavisūkadassanā veramaṇī, (menahan diri dari menari, menyanyi, bermain musik, pergi melihat tontonan)
  8. mālāgandhavilepanadhāraṇamaṇḍanavibhūsanaṭṭhānā veramaṇī, (menahan diri dari memakai bunga, wangi-wangian, kosmetik dengan tujuan menghias/memperindah diri)
  9. uccāsayanamahāsayanā veramaṇī, (Menahan diri dari penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan lebar/besar)
  10. jātarūparajatapaṭiggahaṇā veramaṇī. (Menahan diri dari menerima emas, perak dan uang)
Penghancuran sepuluh sikkhā samanera
Anuññāsi kho bhagavā (Diperkenankan oleh Sang Bhagava) dasahaṅgehi samannāgataṃ sāmaṇeraṃ nāsetuṃ (penghancuran kesamanan bagi samanera yang melakukan salah satu dari 10 hal) Katamehi dasahi? (Apakah sepuluh hal itu?)

  1. Pāṇātipātī hoti, (Melakukan pembunuhan mahluk hidup)
  2. adinnādāyī hoti, (mengambil yang tidak diberikan)
  3. abrahmacārī hoti, (berprilaku yang tidak murni)
  4. musāvādī hoti, (menyatakan yang tidak benar)
  5. majjapāyī hoti, (melakukan mabuk)
  6. buddhassa avaṇṇaṃ bhāsati, (mengucapkan celaan terhadap Buddha)
  7. dhammassa avaṇṇaṃ bhāsati, (mengucapkan celaan terhadap Dhamma)
  8. saṅghassa avaṇṇaṃ bhāsati, (mengucapkan celaan terhadap Sangha)
  9. micchādiṭṭhiko hoti, (mempunyai pandangan keliru)
  10. bhikkhunidūsako hoti (mengganggu Bhikkhuni)
Anuññāsi kho bhagavā (Diperkenankan oleh Sang Bhagava) imehi dasahaṅgehi samannāgataṃ sāmaṇeraṃ nāsetunti (penghancuran kesamanan bagi samanera yang melakukan salah satu dari 10 hal)

Dandakamma
Anuññāsi kho bhagavā (Diperkenankan oleh Sang Bhagava) pañcahi aṅgehi samannāgatassa sāmaṇerassa daṇḍakammaṃ kātuṃ. (denda kerja bagi samanera yang melakukan salah satu dari lima hal) Katamehi pañcahi? (apakah lima hal itu?)

  1. Bhikkhūnaṃ alābhāya parisakkati, (berupaya agar para bhikku tidak beruntungan)
  2. bhikkhūnaṃ anatthāya parisakkati, (berupaya agar para bhikku celaka)
  3. bhikkhūnaṃ anāvāsāya parisakkati, (berupaya agar para bhikku tidak betah berdiam)
  4. bhikkhū akkosati paribhāsati, (mengumpat dan mencela para bhikkhu)
  5. bhikkhū bhikkhūhi bhedeti. (menimbulkan perselisihan diantara para bhikkhu)
Anuññāsi kho bhagavā (Diperkenankan oleh Sang Bhagava) imehi pañcahi aṅgehi samannāgatassa sāmaṇerassa daṇḍakammaṃ kātun'ti. (denda kerja bagi samanera yang melakukan salah satu dari lima hal)

Ajjhācāra (perbuatan rendah)

  1. Sengaja mengeluarkan airmani, ini adalah perbuatan kotor
  2. Terangsang birahi, menyentuh tubuh wanita
  3. Terangsang birahi, merayu wanita dengan kata-kata yang mengarah pada persetubuhan
  4. Terangsang birahi, kepada wanita, menyatakan pujian terhadap kegunaan pelayanan persetubuhan untuknya
  5. Menjadi comblang pria atau wanita untuk mendapatkan wanita atau pria sebagai istri/suami, selir, atau hubungan sesekali bagi pria atau wanita itu
Anācāra. (Tingkah Laku Yang Tidak Layak)

  1. Meyuruh wanita yang bukan batih [orang yang hubungan sedarah] untuk mencuci, mewarna, atau memukul (menyeterika) sarung atau jubah bekas pakai,
  2. Meminta sarung atau jubah kepada perumah-tangga yang bukan batih atau yang tidak menawari, kecuali pada masa yang tepat,
  3. Menerima sarung atau jubah yang didanakan melebihi keperluan,
  4. Menyarankan perumah-tangga yang bukan batih atau yang tidak menewari untuk iuran membeli sarung atau jubah yang lebih baik untuk diberikan (kepadanya),
  5. Berbicara menagih sarung atau jubah terhadap veyyāvaccakara melebihi tiga kali atau berdiri menagih melebihi enam kali,
  6. Membeli atau menjual barang dengan uang,
  7. Melakukan barter dengan perumah-tangga,
  8. Mengambil atau menyuruh mengambil balik sarung atau jubah yang telah ia berikan kepada bhikkhu atau sāmaṇera lain,
  9. Mengarahkan keuntungan yang akan disampaikan kepada bhikkhu atau sāmaṇera lain untuk dirinya,
  10. Berbicara kasar terhadap bhikkhu, sāmaṇera, atau perumah-tangga
Pāpasamācāra (Tingkah Laku Buruk)

  1. Bermain gelitis, seperti: berlari-lari, berlomba lari, bermain sembunyian, berdendang ria, memanjat-manjat, berenang bermain-main, bermain air, dsb
  2. Bermain pertandingan, seperti: main catur, main kartu, dsb
  3. Bermain olah-raga, seperti: main bola, tinju, gulat, dsb
  4. Bermain menyiksa binatang, seperti: mengadu ikan gigit, menyabung ayam, memancing ikan, memperangkap binatang, dsb
  5. Bermain gelak tawa, seperti: berjingkrak-jingkrak, main tarik tambang, berteriak menjerit, dsb
  6. Mengendarai kereta atau memacu binatang.
75 Sekkhiya

Chabbiṭsati Sāruppā (26 hal tindak tanduk yang pantas)

  1. Parimaṇḍalaṃ nivāsessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Meliputi diri dengan jubah dalam, seharusnya kulatih)
  2. Parimaṇḍalaṃ pārupissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Meliputi diri dengan jubah luar,...)
  3. Suppaṭicchannā antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā (Dengan jubah tertutup rapi, menuju rumah penduduk,...)
  4. Suppaṭicchannā antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Dengan jubah tertutup rapi, duduk di tempat penduduk,...)
  5. Susaṃvutā antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Dengan berpengendalian diri, menuju rumah penduduk,...)
  6. Susaṃvutā antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Dengan berpengendalian diri, duduk di tempat penduduk,...)
  7. Okkhittacakkhunī antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Dengan mata tertuju ke bawah, menuju rumah penduduk,...)
  8. Okkhittacakkhunī antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Dengan mata tertuju ke bawah, duduk di tempat penduduk,...)
  9. Na ukkhittakāya antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan jubah disingsingkan, menuju rumah penduduk,...)
  10. Na ukkhittakāya antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan jubah disingsingkan, duduk di tempat penduduk,...)
  11. Na ujjagghikāya antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan tertawa keras, menuju rumah penduduk,...)
  12. Na ujjagghikāya antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan tertawa keras, duduk di tempat penduduk,...)
  13. Appasaddā antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Dengan sedikit suara, menuju rumah penduduk,...)
  14. Appasaddā antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Dengan sedikit suara, duduk di tempat penduduk,...)
  15. Na kāyappacālakaṃ antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan badan bergoyang-goyang, menuju rumah penduduk,...)
  16. Na kāyappacālakaṃ antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan badan bergoyang-goyang, duduk di tempat penduduk,...)
  17. Na bāhuppacālakaṃ antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan lengan dilambaikan, menuju rumah penduduk,...)
  18. Na bāhuppacālakaṃ antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan lengan dilambaikan, duduk di tampat penduduk,...)
  19. Na sīsappacālakaṃ antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan kepala digeleng-gelengkan, menuju rumah penduduk,...)
  20. Na sīsappacālakaṃ antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan kepala digeleng-gelengkan, duduk di tempat penduduk,...)
  21. Na khambhakatā antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan bertolak pinggang, menuju rumah penduduk,...)
  22. Na khambhakatā antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan bertolak pinggang, duduk di tempat penduduk,...)
  23. Na oguṇṭhitā antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan menutupi kepala, menuju rumah penduduk,...)
  24. Na oguṇṭhitā antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan menutupi kepala, duduk di tempat penduduk,...)
  25. Na ukkuṭikāya antaraghare gamissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan berjalan jingkit, menuju rumah penduduk,...)
  26. Na pallatthikāya antaraghare nisīdissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan lutut dirangkul, duduk di tempat penduduk, seharusnya kuLatih)
Samatiṁsa bhojanapaṭisamyuttā (30 hal yang berkaitan dengan makanan)

  1. Sakkaccaṃ piṇḍapātaṃ paṭiggahessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Menerima makanan dengan perhatian, seharusnya ku latih)
  2. Pattasaññinī piṇḍapātaṃ paṭiggahessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Menerima makanan dengan memperhatikan patta,...)
  3. Samasūpakaṃ piṇḍapātaṃ paṭiggahessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Menerima makanan dengan jumlah lauk sebanding (nasi),...)
  4. Samatittikaṃ piṇḍapātaṃ paṭiggahessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Menerima makanan sampai batas bibir patta,...)
  5. Sakkaccaṃ piṇḍapātaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Menyantap makanan dengan perhatian,...)
  6. Pattasaññinī piṇḍapātaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Menyantap makanan dengan memperhatikan patta,...)
  7. Sapadānaṃ piṇḍapātaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Menyantap makanan merata di seluruh sisi,...)
  8. Samasūpakaṃ piṇḍapātaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Menyantap makanan dengan lauk sebanding (nasi -> 1:4),...)
  9. Na thūpakato omadditvā piṇḍapātaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak menyuap dari arah puncak/tengah-tengah saat bersantap,...)
  10. Na sūpaṃ vā byañjanaṃ vā odanena paṭicchādessāmi bhiyyokamyataṃ upādāyāti sikkhā karaṇīyā (Tidak menyembunyikan lauk dibalik nasi agar mendapat lebih banyak,...)
  11. Na sūpaṃ vā odanaṃ vā agilānā attano atthāya viññāpetvā bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak meminta lauk atau nasi (tidak sedang sakit) bagi diri sendiri untuk dimakan,...)
  12. Na ujjhānasaññinī paresaṃ pattaṃ olokessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak memandang patta orang lain untuk mencari kesalahan,...)
  13. Nātimahantaṃ kabaḷaṃ karissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak membuat suapan besar,..)
  14. Parimaṇḍalaṃ ālopaṃ karissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Dengan suapan berbentuk bulatan,...)
  15. Na anāhaṭe kabaḷe mukhadvāraṃ vivarissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak membuka mulut, sebelum suapan nasi datang,...)
  16. Na bhuñjamānā sabbahatthaṃ mukhe pakkhipissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak memasukan seluruh jari ke mulut ketika menyuap,...)
  17. Na sakabaḷena mukhena byāharissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak berbicara, saat mulut berisi makanan,...)
  18. Na piṇḍukkhepakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak melempar bongkahan nasi ke mulut, saat bersantap,...)
  19. Na kabaḷāvacchedakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak menggigit bongkahan nasi, saat bersantap,...)
  20. Na avagaṇḍakārakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā (Tidak membuat pipi menggembung, saat bersantap,...)
  21. Na hatthaniddhūnakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak mengibaskan tangan, saat bersantap,...)
  22. Na sitthāvakārakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak menjatuhkan butiran nasi, saat bersantap,...)
  23. Na jivhānicchārakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak mensilap lidah, saat bersantap,...)
  24. Na capucapukārakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā.(Tidak berdecap, saat bersantap,...)
  25. Na surusurukārakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak bersruput, saat bersantap,...)
  26. Na hatthanillehakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak menjilati tangan, saat bersantap,...)
  27. Na pattanillehakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak menjilati patta saat bersantap,...)
  28. Na oṭṭhanillehakaṃ bhuñjissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak menjilati bibir saat bersantap,...)
  29. Na sāmisena hatthena pānīyathālakaṃ paṭiggahessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak menerima cangkir minum dengan tangan berisi butiran makanan,...)
  30. Na sasitthakaṃ pattadhovanaṃ antaraghare chaḍḍessāmīti sikkhā karaṇīyā (Tidak membuang air cucian patta yang berisi butiran nasi di tempat penduduk, seharusnya ku latih)
Soḷasa dhammadesanā paṭisaṁyuttā (16 hal terkait dengan pembabaran dhamma)

  1. Na chattapāṇissa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak kepada yang memegang payung, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan, seharusnya ku latih)
  2. Na daṇḍapāṇissa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak kepada yang memegang tongkat, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  3. Na satthapāṇissa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak kepada yang memegang pisau, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  4. Na āvudhapāṇissa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak kepada yang memegang senjata, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  5. Na pādukārūḷhassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā (Tidak kepada yang bersendal, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  6. Na upāhanārūḷhassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak kepada yang bersepatu, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  7. Na yānagatassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak kepada yang sedang berada di kendaraan, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  8. Na sayanagatassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak kepada yang sedang dipembaringan, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  9. Na pallatthikāya nisinnassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak kepada yang duduk merangkul lutut, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarka,...)
  10. Na veṭhitasīsassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā (Tidak kepada yang berserban di kepala, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  11. Na oguṇṭhitasīsassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā (Tidak kepada yang berpenutup di kepala, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  12. Na chamāyaṃ nisīditvā āsane nisinnassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak kepada yang duduk di atas alas duduk, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  13. Na nīce āsane nisīditvā ucce āsane nisinnassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak ketika saya duduk di alas rendah kepada yang duduk di alas yang besar dan tinggi, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  14. Na ṭhitā nisinnassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak ketika saya sedang berdiri kepada yang sedang duduk, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  15. Na pacchato gacchantī purato gacchantassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak ketika saya berjalan dibelakang kepada yang berjalan didepan, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan,...)
  16. Na uppathena gacchantī pathena gacchantassa agilānassa dhammaṃ desessāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak ketika saya berjalan di sisi luar jalan kepada yang berjalan disisi dalam jalan, kecuali sedang sakit, dhamma dibabarkan, seharusnya ku latih)
Tayo pakiṇṇakā (3 hal lainnya).

  1. Na ṭhitā agilānā uccāraṃ vā passāvaṃ vā karissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak dengan berdiri, kecuali sedang sakit, membuang air kecil dan besar, seharusnya ku latih)
  2. Na harite agilānā uccāraṃ vā passāvaṃ vā kheḷaṃ vā karissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak di tetumbuhan, kecuali sedang sakit, membuang air kecil, besar dan ludah,...)
  3. Na udake agilānā uccāraṃ vā passāvaṃ vā kheḷaṃ vā karissāmīti sikkhā karaṇīyā. (Tidak di air, kecuali sedang sakit, membuang air kecil, besar dan ludah, seharusnya ku latih) [Kembali ke SEKHIYA ↓]
227 Peraturan tentang KeBhikkuan:

PARAJIKA (4)

  1. Apabila seorang bhikkhu yang telah menerima peraturan latihan dan cara hidup kebhikkhuan dan tidak menyatakan ketidaksanggupan untuk menjalankannya, melakukan hubungan kelamin sekalipun dengan binatang betina, maka bhikkhu itu terkalahkan dan tidak boleh lagi berada dalam Sangha
  2. Apabila seorang bhikkhu dengan maksud untuk mencuri, mengambil apa yang tidak diberikan dari daerah yang berpenduduk atau dari hutan, sedemikian rupa sehingga akan menyebabkan raja akan menangkap dan atau menghukum, memenjarakan atau membuang, dengan kata-kata: “Kamu perampok, kamu bodoh, kamu pencuri”, maka bhikkhu itu terkalahkan dan tidak boleh lagi berada dalam Sangha
  3. Apabila seorang bhikkhu dengan sengaja membunuh seseorang atau memberikannya senjata tajam untuk membunuh diri atau menyatakan bahwa kematian lebih baik atau menganjurkannya membunuh diri, dengan berkata: “Saudara, apa gunanya hidup yang susah ini bagimu? Kematian lebih baik bagimu daripada hidup”, maka bhikkhu itu terkalahkan dan tidak boleh lagi berada dalam Sangha
  4. Apabila seorang bhikkhu yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa menyatakan bahwa ia memiliki kesaktian/kesucian yang sebenarnya tidak dimilikinya dengan mengatakan: “Saya tahu ini, saya lihat ini” dan setelah itu pada kesempatan lain baik diperiksa atau tidak, terjatuh dalam kesalahan dan ingin membersihkan diri lalu berkata: “Teman, tidak tahu saya katakan ‘Saya tahu’; tidak melihat, Saya katakan ‘Saya melihat’; apa yang Saya akan katakan adalah berlebihan dan salah, maka kecuali hal itu karena salah perkiraan, maka bhikkhu itu terkalahkan dan tidak boleh lagi berada dalam Sangha
SANGHADISESA (13)

  1. Apabila seorang bhikkhu mengeluarkan air mani dengan sengaja kecuali dalam mimpi, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa
  2. Apabila seorang bhikkhu dengan pikiran menyeleweng karena nafsu menyentuh tubuh atau memegang tangan, rambut, atau menyentuh anggota tubuh seorang wanita, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa
  3. Apabila seorang bhikkhu dengan pikiran menyeleweng karena nafsu berbicara pada seorang wanita dengan kata-kata mengandung nafsu seperti yang dikatakan oleh seorang pemuda kepada seorang gadis untuk mengajak mengadakan hubungan kelamin, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa
  4. Apabila seorang bhikkhu dengan pikiran menyeleweng karena nafsu berbicara di hadapan seorang wanita untuk memuaskan nafsunya dan mengajak mengadakan hubungan kelamin, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa
  5. Apabila seorang bhikkhu bertindak sebagai perantara untuk menyampaikan maksud dari seorang pria kepada seorang wanita atau maksud dari seorang wanita kepada seorang pria, baik mengenai perkawinan atau di luar perkawinan, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa
  6. Apabila seorang bhikkhu mendirikan pondok (kuti) atas kemauannya sendiri dan tidak ada (orang awam) pemilik (yang membuatkan dan memberikannya) dan diperuntukkan untuk dirinya sendiri, maka harus dibuatnya menurut ukuran yang telah ditentukan. Ukurannya adalah: panjang 12 span (vidatthi) sugata, lebar 7 span sugata dari sebelah dalam. [Ket: 1 sugata span versi hitungan modern Thailand = 13.3 inci. 1 inchi = 2.54 Cm. Panjang: 4.05 M x lebar: 2.4 M atau 1 span = 8.5 - 9 inch, Panjang: 2.6 - 2.74 M x Lebar: 1.51 M - 1.6 M]. Para bhikkhu harus berkumpul untuk menunjukkan letaknya (pondok) dan menunjukkan tempat yang tidak dipergunakan dengan batas daerahnya. Apabila tidak demikian, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa.
  7. Apabila seorang bhikkhu membuat tempat tinggal yang luas dengan orang awam sebagai pemilik (yang membuat dan memberikannya) dan diperuntukkan untuk dirinya sendiri, para bhikkhu harus berkumpul untuk menunjukkan letaknya dan menunjukkan daerah yang tidak dipergunakan dengan batas daerahnya. Apabila tidak demikian, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa
  8. Apabila seorang bhikkhu karena marah ingin melampiaskan amarahnya dan merasa tidak senang, menuduh bhikkhu lain tanpa dasar akan suatu pelanggaran parajika dengan niat: “Barangkali dengan demikian ia akan gugur dari kebhikkhuan”, dan setelah itu pada kesempatan lain baik diperiksa atau tidak ternyata hal itu tidak beralasan dan bhikkhu itu marah, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa.
  9. Apabila seorang bhikkhu karena marah, ingin melampiaskan amarahnya dan merasa tidak senang, menuduh bhikkhu lain melakukan pelanggaran parajika, mempergunakan alasan yang dicari-cari untuk dihubungkan dengan pelanggaran lain, dengan niat: “Barangkali dengan demikian ia akan gugur dari kebhikkhuan”, dan setelah itu pada kesempatan lain baik diperiksa atau tidak ternyata hal tersebut berhubungan dengan pelanggaran lain, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa.
  10. Apabila seorang bhikkhu mencoba untuk menyebabkan perpecahan Sangha yang berada dalam keadaan akur dan damai, dan tetap berusaha untuk mencobanya sesudah dinasihati oleh bhikkhu-bhikkhu lain untuk tidak mencoba menyebabkan perpecahan Sangha yang berada dalam keadaan akur dan damai, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa.
  11. Apabila bhikkhu-bhikkhu pengikut dari bhikkhu tersebut (No.14) misalnya satu atau dua atau tiga yang membelanya dan berkata : “Janganlah sekali-kali bhante menasihati bhikkhu tersebut, karena bhikkhu tersebut adalah juru bicara Dhamma dan Vinaya, dan perkataannya sesuai dengan keinginan dan pilihan kami, ia mengetahui (pikiran kita) dan berbicara (untuk kita) dan itu adalah keinginan kita”. Bhikkhu-bhikkhu itu harus dinasihati oleh bhikkhu-bhikkhu lain untuk tidak berbuat demikian. Apabila setelah dinasihati sebanyak tiga kali bhikkhu-bhikkhu itu tetap demikian, maka bhikkhu itu melanggar peraturan sanghadisesa
  12. Seorang bhikkhu mungkin sukar untuk diberi nasihat dan bila diberi nasihat oleh bhikkhu-bhikkhu lain secara seharusnya mengenai peraturan latihan, bhikkhu itu membuat dirinya tidak mau menerima nasihat dengan berkata : “Harap bhante tidak memberi nasihat kepada saya mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, dan saya pun tidak akan memberi nasihat kepada bhante mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik. Harap bhante tidak memberi nasihat lagi kepada Saya”. Maka bhikkhu itu harus diberi nasihat oleh bhikkhu-bhikkhu lain sebagai berikut : “Harap bhante tidak membuat diri bhante tidak mau menerima nasihat, lebih baik bhante membuat diri bhante dapat menerima nasihat. Bhante dapat memberi nasihat kapada bhikkhu-bhikkhu lain secara seharusnya, dan bhikkhu-bhikkhu lain dapat memberi nasihat kepada bhante secara seharusnya, karena Dhamma akan berkembang dengan saling memberi nasihat dan dengan saling memperbaiki diri”. Apabila bhikkhu itu sesudah diberi nasihat sebanyak tiga kali tetap demikian, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa.
  13. Apabila seorang bhikkhu penerima suap dan berkelakuan buruk yang hidupnya ditunjang oleh penduduk suatu desa atau kota dan kedua sifat itu terlihat dan terdengar, maka bhikkhu itu harus diberi nasihat: “ Bhante adalah penerima suap dan berkelakuan tidak baik. Kedua perbuatan itu telah terlihat dan terdengar. Harap bhante meninggalkan tempat (vihara) ini. Bhante sudah tinggal di tempat ini terlalu lama”. Apabila bhikkhu itu setelah dinasihati sebanyak tiga kali tetap demikian, maka ia melanggar peraturan sanghadisesa).
ANIYATA (2)

  1. Apabila seorang bhikkhu duduk bersama dengan seorang wanita berdua saja di tempat tertutup sedemikian rupa sehingga seorang Upasika yang kata-katanya dapat dipercaya yang melihat mereka mengatakan bahwa bhikkhu itu melakukan pelanggaran Parajika atau Sanghadisesa atau Pacittiya, maka bhikkhu itu harus diperiksa sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Upasika itu. Ini adalah pelanggaran peraturan aniyata
  2. Apabila seorang bhikkhu duduk bersama dengan seorang wanita berdua saja di tempat yang tidak terdengar pembicaraannya oleh orang lain sedemikian rupa sehingga seorang Upasika yang kata-katanya dapat dipercaya yang melihat mereka mengatakan bahwa bhikkhu itu melakukan pelanggaran Sanghadisesa atau Pacittiya maka bhikkhu itu harus diperiksa sesuai dengan apa yang dikatakan oleh upasika itu. Ini adalah pelanggaran peraturan aniyata
NISSAGIYA PACITTIYA (30)

I. Tentang Civara (Civara Vagga)

  1. Seorang bhikkhu boleh menyimpan jubah ekstra paling lama 10 hari. Apabila lebih dari 10 hari, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya)
  2. Apabila seorang bhikkhu terpisah dari 1 dari 3 civara (jubah) meskipun hanya satu malam tanpa persetujuan para bhikkhu, maka bhikkhu itu melanggar peraturan nissagiya pacittiya
  3. Apabila seorang bhikkhu mandapat bahan jubah, tetapi bahan ini tidak cukup untuk dibuat satu jubah dan kalau ia mengharapkan untuk mendapatkan lagi, maka ia boleh menyimpan paling lama 1 bulan. Apabila lebih dari satu bulan, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya
  4. Apabila seorang bhikkhu meminta tolong kepada seorang bhikkhuni yang bukan sanak keluarganya untuk mencuci atau mencelup jubah lamanya (yang pernah dipakai), maka bhikkhu itu melanggar peraturan nissagiya pacittiya
  5. Apabila seorang bhikkhu menerima jubah dari tangan seorang bhikkhuni yang bukan sanak keluarganya kecuali bhikkhu itu memberikan penggantinya, maka bhikkhu itu melanggar peraturan nissagiya pacittiya
  6. Apabila seorang bhikkhu meminta jubah (bahan) dari umat awam yang tidak termasuk sanak keluarganya, kecuali pada kesempatan yang tepat, maka bhikkhu itu melanggar peraturan nissagiya pacitttiya
  7. Apabila ada umat awam yang bukan sanak keluarga seorang bhikkhu menawarkan jubah kepada bhikkhu tersebut, maka bhikkhu itu paling banyak boleh meminta jubah dalam dan jubah atas. Apabila bhikkhu itu menerima lebih, maka ia melanggar peraturan nissagiya
  8. Apabila seorang orang umat awam yang bukan sanak keluarga seorang bhikkhu berniat membeli bahan cita untuk bhikkhu tersebut, dan bhikkhu itu kemudian datang tanpa diundang untuk meminta dibelikan bahan cita ini atau itu dengan keinginan untuk mendapatkan bahan yang bermutu baik, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  9. Apabila beberapa orang umat yang bukan sanak keluarga seorang bhikkhu berniat membeli bahan cita untuk bhikkhu tersebut dan bhikkhu itu kemudian datang tanpa diundang untuk meminta dibelikan bahan cita ini atau itu dengan keinginan untuk mendapatkan bahan yang bermutu baik, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  10. Apabila umat awam mengirimkan uang untuk membeli jubah kepada seorang bhikkhu, maka bhikkhu itu harus menunjuk seorang dayaka (pendamping bhikkhu) untuk menerima uang itu. Bilamana bhikkhu tersebut membutuhkan jubah maka ia harus memintanya kepada dayaka itu. Apabila belum didapatnya maka ia dapat memintanya sampai tiga kali. Bila masih belum didapat juga maka bhikkhu itu dapat berdiri diam sampai enam kali untuk maksud tersebut. Apabila ia melakukannya lebih dari itu maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya. Bila jubah tidak didapatkan setelah bhikkhu tersebut melakukan hal-hal di atas maka ia harus memberitahu kepada si pemberi uang bahwa uang tersebut tidak dapat digunakan dan memberitahu untuk meminta kembali uang tersebut kalau uangnya hilang.
Bagian II. Tentang Sutra (Kosiya Vagga)

  1. Apabila seorang bhikkhu menerima permadani yang terbuat dari wool yang dicampur dengan sutra, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  2. Apabila seorang bhikkhu menerima permadani yang seluruhnya terbuat dari wool hitam, ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  3. Apabila seorang bhikkhu ingin membuat permadani yang baru maka ia harus menggunakan 2 bagian wool hitam dan 1 bagian wool putih dan 1 bagian wool merah. Bilamana digunakan wool hitam lebih dari 2 bagian, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  4. Apabila seorang bhikkhu telah mendapatkan permadani baru, maka harus digunakan selama 6 tahun. Bilamana tanpa izin para bhikkhu (sangha), bhikkhu itu mendapatkan permadani baru lagi dalam jangka 6 tahun, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu ingin membuat permadani duduk, maka ia harus mengambil sepotong dari permadani lama 1 sugata span (sugata vidatthi = 8.5 - 9 Inchi atau 13.3 inchi) persegi dan menyatukannya dengan permadani yang baru itu. Bilamana bhikkhu itu tidak melakukan hal ini, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  6. Apabila seorang bhikkhu sedang bepergian, maka ia boleh menerima pemberian wool bila ia mau. Bila tak ada seorang pembantu yang membawakannya, maka ia boleh membawanya sendiri sejauh 3 Yojana (1 Yojana = 15 km). Bila ia membawanya lebih dari 3 Yojana, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  7. Apabila seorang bhikkhu meminta tolong kepada seorang bhikkhuni yang bukan sanak keluarga untuk mencucikan atau mewarnai wool, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  8. Apabila seorang bhikkhu menerima, atau menyebabkan diterimanya, atau merasa senang dengan uang (yang disimpannya), maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  9. Apabila seorang bhikkhu terlibat dalam berbagai macam jual beli dengan uang, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  10. Apabila seorang bhikkhu terlibat dalam berbagai macam tukar menukar barang (jual beli), maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
Bagian III. Tentang Mangkuk (Patta Vagga)

  1. Mangkuk ekstra dapat disimpan untuk paling lama sepuluh hari; bila lebih dari sepuluh hari; maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  2. Apabila seorang bhikkhu mengganti mangkuknya yang kurang dari lima tambalan dengan mangkuk yang baru, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  3. Apabila seorang bhikkhu menerima obat yaitu mentega, minyak, madu, gula cair, ghee, maka ia dapat menyimpannya dan menggunakannya selama paling lama tujuh hari. Apabila lebih dari waktu itu, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  4. Seorang bhikkhu boleh mendapatkan pakaian/bahan untuk musim hujan apabila masih ada satu bulan dalam musim panas, dan boleh dipakainya apabila musim panas masih berlangsung setengah bulan. Apabila ia mendapatkan atau memakainya sebelum waktu yang ditentukan, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu memberikan jubahnya kepada bhikkhu lain dan kemudian bhikkhu itu marah dan merasa tidak senang lalu mengambil kembali atau meminta seseorang untuk mengambil kembali jubah itu, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  6. Apabila seorang bhikkhu meminta bahan pakaian untuk dibuat menjadi jubah oleh penjahit, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  7. Apabila seorang umat awam yang bukan sanak keluarga meminta penjahit membuatkan jubah untuk seorang bhikkhu, dan bhikkhu itu tanpa diundang datang ke penjahit itu untuk meminta agar jubah itu dibuat lebih baik lalu setelah itu memberikan sedikit hadiah, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  8. Apabila suatu jubah diberikan dalam keadaan tergesa-gesa dalam waktu sepuluh hari sebelum hari Kathina, maka seorang bhikkhu dapat menerima jubah itu dan menyimpannya sampai saat tersebut. Apabila ia menyimpannya lebih lama daripada itu, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  9. Apabila seorang bhikkhu yang telah menjalankan vassa di tempat sedemikian seperti hutan yang berbahaya ingin menyimpan salah satu dari tiga jubahnya di rumah umat, maka ia dapat melakukannya dengan alasan yang cukup untuk paling lama enam malam. Apabila ia menyimpannya lebih dari enam malam hari tanpa izin para bhikkhu, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
  10. Apabila seorang bihikkhu dengan sadar menyebabkan suatu pemberian diberikan kepada dirinya, yang sebenarnya seharusnya diberikan kepada Sangha, maka ia melanggar peraturan nissagiya pacittiya.
PACITTIYA 92
Untuk membedakannya dengan Nissagiya Pacittiya, maka sebenarnya peraturan disiplin itu disebut Sudhika Pacittiya yang artinya pacittiya murni. Namun, dalam bahasa Pali cukup disebut pacittiya saja.

I. Tentang Bicara Bohong (Mussavada Vagga)

  1. Bicara bohong dengan penuh kesadaran menyebabkan melanggar peraturan pacittiya.
  2. Bicara kasar (menyakitkan hati) menyebabkan melanggar peraturan pacittiya. (Catatan : Sumber pembicaraan kasar ini al : tingkat kelahiran, nama pribadi, nama suku, kesenian, penyakit, bentuk tubuh, kotoran batin dan kesalahan-kesalahan).
  3. Memfitnah seorang bhikkhu menyebabkan melanggar peraturan pacittiya.
  4. Apabila seorang bhikkhu menghafalkan Dhamma bersama dengan seorang umat awam, maka ia melanggar peraturan pacitiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu tidur lebih dari 3 malam dengan seorang umat awam, maka ia melanggar peraturan pacittiya. (Catatan : yang dimaksudkan dengan orang biasa ialah seorang laki-laki).
  6. Apabila seorang bhikkhu tidur di bawah satu atap dengan seorang wanita, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  7. Apabila seorang bhikkhu mengajar Dhamma lebih dari enam kalimat kepada seorang wanita tanpa hadirnya seorang laki-laki yang mengerti apa yang dikatakan, meka ia melanggar peraturan pacittiya.
  8. Apabila seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang umat awam tentang kemampuan gaib yang dimilikinya, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  9. Apabila seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang umat awam tentang kesalahan berat dari seorang bhikkhu kecuali mendapat izin dari para bhikkhu, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  10. Apabila seorang bhikkhu menggali tanah atau meminta kepada seseorang untuk menggali tanah, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
II. Tentang Tumbuh-tumbuhan (Bhutagama Vagga).
  1. Apabila seorang bhikkhu menyebabkan kerusakan pada tanaman, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  2. Apabila seorang bhikkhu menjawab secara menghindar atau menyebabkan kesulitan dengan berdiam diri, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  3. Apabila seorang bhikkhu menghina dan merendahkan seseorang (secara pribadi), maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  4. Apabila seorang bhikkhu mengambil tempat tidur, bangku, kasur atau kursi milik Sangha dan meletakkannya di tempat terbuka dan kemudian ia terus pergi tanpa mengembalikan barang-barang tersebut atau menyuruh orang lain mengembalikan atau ia pergi tanpa memberitahukan kepada bhikkhu yang bertugas mengurus/bertanggung jawab atas barang-barang tersebut, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu mengambil perlengkapan untuk tidur milik Sangha dan menempatkannya di sebuah bilik (gubuk) milik sangha, kemudian pergi tanpa mengembalikan perlengkapan tersebut, atau menyuruh orang lain mengembalikannya atau ia pergi tanpa memberitahukan kepada bhikkhu yang bertanggung jawab atas perlengkapan tersebut, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  6. Apabila seorang bhikkhu mengetahui bahwa sebuah gubuk milik Sangha telah didiami oleh bhikkhu yang lain yang datang lebih dahulu, lalu secara sengaja berbaring di situ dengan harapan supaya bhikkhu yang lain itu karena melihat tak ada cukup ruangan akan pergi ke tempat lain, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  7. Apabila seorang bhikkhu karena marah tidak senang mengusir keluar bhikkhu lain dari gubuk milik Sangha, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  8. Apabila seorang bhikkhu dengan tak mengindahkan berat tubuhnya (secara tiba-tiba) duduk di atas bangku atau berbaring di atas tempat tidur yang kakinya tidak begitu kokoh, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  9. Apabila seorang bhikkhu bermaksud untuk melapis atap sebuah gubuk yang besar, ia harus melapis atap itu sebanyak/setebal tiga lapis saja. Bila ia melapis lebih dari jumlah tersebut, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  10. Apabila seorang bhikkhu yang mengetahui adanya makhluk-makhluk hidup dalam air menuangkan air tersebut di atas tanah atau rumput, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
III. Tentang Cara Mengajar (Ovada Vagga)
  1. Apabila seorang bhikkhu mengajar para bhikkhuni tanpa izin Sangha, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  2. Sekalipun memperoleh izin dari Sangha, apabila seorang bhikkhu mengajar para bhikkhuni setelah matahari terbenam, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  3. Apabila seorang bhikkhu pergi mengunjungi tempat tinggal bhikkhuni dan mengajar mereka kecuali ada seorang bhikkhuni yang sakit, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  4. Apabila seorang bhikkhu berkata demikian : “Bhikkhu mengajar bhikkhuni untuk keuntungan materi”, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu memberikan jubah kepada seorang bhikkhuni yang bukan sanak keluarga, kecuali bila merupakan pertukaran, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  6. Apabila seorang bhikkhu menjahit jubah seorang bhikkhuni yang bukan sanak keluarga, atau menyuruh orang lain untuk menjahitkannya, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  7. Apabila seorang bhikkhu mengajak seorang bhikkhuni berjalan bersama meskipun melalui sebuah desa, kecuali bila jalan yang akan ditempuhnya itu berbahaya, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  8. Apabila seorang bhikkhu mengajak seorang bhikkhuni naik perahu dengannya bepergian ke hulu atau ke hilir sungai, maka ia melanggar peraturan pacittiya. (Kecuali apabila mereka hanya menyeberang ke tepi yang lain saja).
  9. Apabila seorang bhikkhu makan makanan yang diperoleh melalui seorang bhikkhuni yang meminta umat awam untuk memberikannya, kecuali bila umat tersebut telah berniat untuk memberikan makanan kepada bhikkhu tersebut, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  10. Apabila seorang bhikkhu duduk di suatu tempat bersama dengan seorang bhikkhuni tanpa ada orang lain, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
IV. Tentang Makanan (Bhojjana Vagga)
  1. Seorang bhikkhu yang tidak sakit diperbolehkan makan sekali di tempat makan umum yang menyediakan makanan kepada siapa saja. Apabila ia makan lebih dari itu, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  2. Makan dalam kelompok (empat atau lebih di antara keluarga) menyebabkan melanggar peraturan pacittiya kecuali sedang sakit, waktu pemberian jubah, waktu pembuatan jubah, waktu menempuh perjalanan jauh, waktu bepergian dengan kapal, pada kesempatan istimewa (dimana seratus atau seribu bhikkhu berkumpul), waktu menerima makanan dari para pertapa.
  3. Apabila seorang bhikkhu telah menerima undangan makan tetapi tidak makan di tempat tersebut melainkan di tempat lain, maka ia melanggar peraturan pacittiya, kecuali sedang sakit, waktu pemberian jubah, waktu pembuatan jubah.
  4. Apabila umat awam mengundang bhikkhu untuk menerima kue atau biskuit, maka bhikkhu itu dapat menerima tiga mangkuk penuh bila ia mau. Apabila ia menerima lebih, maka ia melanggar peraturan pacittiya. Makanan yang diterima itu harus pula dibagi kepada bhikkhu lain.
  5. Apabila seorang bhikkhu yang telah selesai makan dan menolak untuk makan lagi, makan makanan bhikkhu lain yang belum dimakan, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  6. Apabila seorang bhikkhu mengundang bhikkhu lain yang telah selesai makan dan menolak untuk makan lagi, untuk makan makanan bhikkhu lain yang belum dimakan dengan niat mencari kesalahan bhikkhu itu, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  7. Apabila seorang bhikkhu makan di luar jangka waktu yang telah ditentukan, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  8. Apabila seorang bhikkhu makan makanan yang telah diberikan pada hari sebelumnya, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  9. Apabila seorang bhikkhu yang tidak sakit minta salah satu dari makanan berikut: nasi, mentega, minyak, madu, air gula tebu, ikan, daging, susu sapi dari seorang umat awam dan memakannya, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  10. Jika seorang bhikkhu makan makanan yang tidak diserahkan secara langsung ke tangannya/kepada bhikkhu lain, kecuali air murni dan tusuk gigi, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
V. Tentang Pertapa Telanjang (Acelaka Vagga).
  1. Apabila seorang bhikkhu memberikan makanan dengan tangannya sendiri kepada pertapa telanjang atau orang yang ditahbiskan menurut agama lain, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  2. Apabila seorang bhikkhu mengajak bhikkhu lain pergi pindapatta dengannya kemudian timbul keinginan untuk berbuat sesuatu yang tidak pantas lalu mengusir bhikkhu lain itu, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  3. Apabila seorang bhikkhu duduk bersama (bercampur) dengan keluarga yang sedang makan, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  4. Apabila seorang bhikkhu duduk bersama dengan seorang wanita di suatu tempat tertutup, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu duduk dengan seorang wanita secara pribadi, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  6. Apabila seorang bhikkhu yang telah mendapat undangan makan pagi (sebelum tengah hari) baik sebelum atau sesudah makan ke tempat lain tanpa memberitahukan kepada seorang bhikkhu yang berada di dalam vihara tempat ia tinggal, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  7. Seorang bhikkhu yang tidak sakit yang menerima paravana mengenai empat kebutuhan pokok bhikkhu dapat menerima kebutuhan tersebut dalam jangka waktu empat bulan. Apabila ia menerima salah satu kebutuhan tersebut lebih dari jangka waktu itu, kecuali tawaran itu diulang atau untuk seumur hidup, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  8. Apabila seorang bhikkhu melihat pasukan tentara berbaris menyiapkan diri untuk berperang, kecuali terdapat alasan yang kuat, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  9. Seandainya ada alasan yang mendesak untuk pergi atau tinggal dengan tentara, seorang bhikkhu diperbolehkan tinggal dengan pasukan itu selama tiga hari. Apabila ia tinggal lebih dari tiga hari, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  10. Apabila sementara tinggal dengan tentara, ia pergi melihat pertempuran, melihat mereka berlatih, melihat persiapan mereka untuk berperang, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
VI. Tentang Minuman Keras (Surapana Vagga)
  1. Apabila seorang bhikkhu minum minuman yang disuling dan diragi, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  2. Apabila seorang bhikkhu menggelitik bhikkhu lain dengan jari, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  3. Apabila seorang bhikkhu berenang di air untuk bersenang-senang, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  4. Apabila seorang bhikkhu bersikap keras kepala (tidak menghormat), maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu menakut-nakuti bhikkhu lain, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  6. Apabila seorang bhikkhu tidak sakit menyalakan api atau menyuruh orang lain untuk menyalakan api dengan maksud menghangatkan tubuhnya, maka ia melanggar peraturan pacittiya, kecuali bila terdapat alasan yang tepat.
  7. Apabila seorang bhikkhu (yang tinggal di Majjhima Desa – daerah yang sulit air) mandi dalam jangka waktu kurang dari 15 hari, maka ia melanggar peraturan pacittiya, kecuali pada musim panas, demam, kerja jasmani, dalam perjalanan, waktu badai.
  8. Apabila seorang bhikkhu menerima jubah yang baru, ia harus memberi tanda pada kain tersebut dengan salah satu dari warna-warna yang diizinkan. Warna-warna yang diperbolehkan adalah : hijau, coklat tua atau warna lumpur. Apabila ia tidak memberi tanda sebelum mempergunakannya, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  9. Apabila seorang bhikkhu menggabungkan sebuah jubahnya dengan bhikkhu yang lain, lalu memakainya tanpa bhikkhu lain tersebut melepaskan haknya atau memberi izin, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  10. Apabila seorang bhikkhu menyembunyikan mangkok, jubah, kain untuk duduk, jarum dan ikat pinggang bhikkhu lain, sekalipun hanya untuk bermain-main, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
VII. Tentang Makhluk-makhluk Hidup (Sapana Vagga).
  1. Apabila seorang bhikkhu dengan sengaja membunuh makhluk hidup, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  2. Apabila seorang bhikkhu mengetahui ada makhluk-makhluk hidup di dalam air dan ia tetap menggunakan air itu, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  3. Apabila seorang bhikkhu yang telah mengetahui bahwa suatu proses yang sah dalam Sangha telah diselesaikan menurut cara yang benar, membicarakannya lagi dengan maksud agar dirundingkan kembali, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  4. Apabila seorang bhikkhu mengetahui akan suatu apatti yang berat dari bhikkhu lain dan menyembunyikan hal itu, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu secara sadar memberikan upasampada pada seorang pemuda yang belum berusia 20 tahun, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  6. Apabila seorang bhikkhu secara sadar dan dengan perjanjian melakukan perjalanan bersama kafilah pedagang penyelundup/pencuri sekalipun hanya sejauh jarak satu desa, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  7. Apabila seorang bhikkhu dengan perjanjian melakukan perjalanan bersama seorang wanita sekalipun hanya sejauh jarak satu desa, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  8. Apabila seorang bhikkhu mengucapkan kata-kata yang bertentangan dengan khotbah yang diucapkan Sang Buddha dan walaupun bhikkhu lain melarangnya berbuat demikian tetapi ia tetap tidak memperdulikannya, dan bila Sangha mengumumkan kammavaca sebanyak 3 kali, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  9. Apabila seorang bhikkhu bergaul rapat dengan bhikkhu tersebut (no. 117), yaitu makan bersama, menjalankan Uposatha Sanghakamma bersama atau tinggal di tempat tinggal (tidur) yang sama, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  10. Apabila seorang bhikkhu bergaul rapat dengan seorang samanera yang telah dicela dan diusir oleh bhikkhu lain karena samanera tersebut telah membicarakan hal-hal yang bertentangan dengan Dhammadesana Sang Buddha (bergaul rapat di sini berarti bhikkhu tersebut menyuruh samanera melakukan semua tugas-tugasnya (Upathaka) atau mereka makan bersama ataupun tidur bersama), maka ia melanggar peraturan pacittiya.
VIII. Tentang Hal-hal yang sesuai dengan Dhamma (Sahadhamika Vagga).
  1. Apabila seorang bhikkhu yang ditegur oleh bhikkhu lain sesuai dengan Dhamma akan perbuatannya dalam peraturan latihan, mengatakan tidak mau mentaati peraturan latihan sampai ia menanyakan pada bhikkhu lain yang ahli dalam vinaya, maka ia melanggar peraturan pacittiya. Bhikkhu yang masih dalam bimbingan apabila menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya harus segera menanyakan hal tersebut kepada bhikkhu lain yang ahli vinaya.
  2. Apabila seorang bhikkhu dalam pembacaan Patimokkha mengatakan bahwa tiada gunanya peraturan latihan itu diulang, maka perbuatan merendahkan peraturan latihan itu menyebabkan bhikkhu melanggar peraturan pacittiya.
  3. Apabila seorang bhikkhu yang telah melakukan apatti pada saat pembacaan Patimokkha pura-pura berkata : “Baru sekarang ini saya ketahui apabila ada peraturan demikian itu dalam Patimokkha”, dan apabila bhikkhu yang lain mengetahui bahwa sesungguhnya ia telah mengetahui peraturan tersebut, maka ia segera mengumumkan Kammavaca untuk menyelesaikan persoalan itu. Bila Sangha telah mengumumkan ini, ternyata masih tetap berpura-pura tidak tahu lagi, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  4. Apabila seorang bhikkhu yang merasa marah memukul bhikkhu lain, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu yang merasa marah mengangkat tangan seolah-olah untuk memukul bhikkhu lain, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  6. Apabila seorang bhikkhu tanpa dasar menuduh bhikkhu lain melanggar sanghadisesa, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  7. Apabila seorang bhikkhu dengan sengaja menimbulkan kekuatiran/kecemasan pada bhikkhu lain, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  8. Apabila seorang bhikkhu mendengarkan secara diam-diam pertengkaran sekelompok bhikkhu dengan maksud mengetahui apa yang dikatakan, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  9. Apabila seorang bhikkhu yang telah memberikan suara persetujuan penuh dalam suatu pengumuman resmi Sangha sesuai dengan Dhamma, kemudian berbalik dan mengeritik/mencela hal tersebut, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  10. Apabila seorang bhikkhu tidak memberikan suara, bangun dari tempat duduknya dan pergi ketika Sangha sedang mengadakan musyawarah untuk meneliti suatu persoalan, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  11. Apabila seorang bhikkhu setelah bersama-sama dengan bhikkhu-bhikkhu yang lain membentuk suatu kelompok yang rukun memberikan sebuah jubah sebagai hadiah kepada seorang bhikkhu dan kemudian ia berbalik mencela dan mengeritik bhikkhu-bhikkhu lain dalam kelompok itu dengan mengatakan : “Mereka memberikan jubah dengan suatu maksud”, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  12. Apabila seorang bhikkhu dengan sengaja mengatur pemberian hadiah kepada seseorang, sedangkan seharusnya diberikan untuk Sangha, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
IX. Tentang Kekayaan (Ratana Vagga)
  1. Apabila seorang bhikkhu tanpa izin memasuki suatu ruangan di mana seorang raja dan ratu berada di dalamnya, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  2. Apabila seorang bhikkhu mengambil atau menyuruh seorang mengambil barang berhaga yang tercecer di tanah, kecuali di dalam viharanya atau tempat tinggalnya, maka ia melanggar peraturan pacittiya. Apabila diambilnya di dalam viharanya atau tempat tinggalnya, barang itu harus disimpan untuk dikembalikan kepada pemiliknya, bila tidak maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  3. Apabila seorang bhikkhu tanpa memberitahukan kepada bhikkhu lain yang tinggal di Vihara yang sama, pergi ke suatu desa di luar waktu yang tepat, maka ia melanggar peraturan pacittiya, kecuali ada urusan yang tiba-tiba dan sangat mendesak yang harus segera dilakukan.
  4. Apabila seorang bhikkhu membuat sendiri atau menyuruh untuk dibuatkan sebuah tempat penyimpanan jarum yang terbuat dari tulang, gading atau tanduk binatang, maka ia melanggar peraturan pacittiya.
  5. Apabila seorang bhikkhu akan mempergunakan sebuah tempat tidur atau bangku, maka tingginya tidak boleh lebih dari 8 jari sugata (aṭṭhaṅgulapādakaṃ kāretabbaṃ sugataṅgulena, 1 span/jengkal = 12 jari, utk 1 span = 9 inchi: 8/12 x 2.54 x 9 = 15.2 cm atau 1 span = 13.3 inchi: 8/12 x 2.54 x 13.3 = 22.52 CM); jika tingginya melebihi ini, maka ia melanggar peraturan pacittiya dan kaki barang tersebut harus dipotong sesuai dengan ketentuan.
  6. Apabila seorang bhikkhu memiliki sebuah tempat tidur atau bangku yang dilapisi dengan kapuk, maka ia melanggar peraturan pacittiya dan kapuk tersebut harus dibuang.
  7. Apabila seorang bhikkhu membuat kain tempat duduk/nisidana maka kain itu harus dibuat dengan ukuran sebagai berikut: dīghaso dve vidatthiyo sugatavidatthi (panjang 2 span/jengkal sugata), tiriyaṃ diyaḍḍhaṃ (lebar 1.5), sisi dengan batas 1 span sugata. Apabila ukurannya melebihi dari ukuran tersebut, maka ia melanggar peraturan pacittiya dan kain tersebut harus dipotong sesuai dengan ketentuan.
  8. Apabila seorang bhikkhu membuat kain untuk menutupi luka, maka kain itu harus dibuat dengan ukuran sebagai berikut: dīghaso catasso vidatthiyo sugatadatthiyā (panjang 4 jengkal sugata), tiriyaṃ dve vidatthiyo (lebar 2 jengkal sugata). Apabila dibuat melebihi ukuran tersebut maka ia melanggar peraturan pacittiya dan kain tersebut harus dipotong sesuai dengan ketentuan.
  9. Apabila seorang bhikkhu membuat kain untuk mandi selama musim vasa/hujan, maka kain itu harus dibuat dengan ukuran sebagai berikut: dīghaso cha vidatthiyo sugatavidatthiyā (panjang 6 jengkal sugata), tiriyaṃ aḍḍhayyā (lebar 2,5). Apabila melebihi ukuran yang ditentukan, maka ia melanggar peraturan pacittiya dan kain tersebut harus dipotong sesuai dengan ketentuan.
  10. Apabila seorang bhikkhu membuat jubah yang sama atau lebih besar dari ukuran jubah sugata, maka ia melanggar peraturan pacittiya dan kain tersebut terlebih harus dipotong. Ukuran jubah sugata adalah sebagai berikut: dīghaso nava vidatthiyo sugatavidatthiyā (panjang 9 jengkal Sugata), tiriyaṃ cha vidatthiyo (lebar 6 jengkal Sugata)
PATIDESANIYA 4
  1. Apabila seorang bhikkhu menerima makanan secara langsung dengan tangannya sendiri dari seorang bhikkhuni yang tak mempunyai hubungan keluarga dengannya dan kemudian memakannya, maka ia melanggar peraturan patidesaniya.
  2. Apabila sekelompok bhikkhu sedang makan di suatu tempat atas undangan umat awam, kemudian seorang bhikkhuni muncul dan memerintahkan memindahkan makanan itu dari tempat ini ke tempat yang lain, maka mereka harus memerintahkan bhikkhuni itu menghentikan tindakan itu. Bila mereka tidak melakukan hal ini, maka mereka melanggar peraturan patidesaniya.
  3. Apabila seorang bhikkhu yang tidak sakit menerima makanan tanpa diundang dari suatu keluarga yang dianggap oleh Sangha sebagai Sekha (telah mencapai tingkat kesucian tertentu/ariya tapi masih dalam latihan) dan makan makanan yang diberikan, maka ia melanggar peraturan patidesaniya.
  4. Apabila seorang bhikkhu yang tinggal di suatu hutan berbahaya (oleh perampok dsb.) dalam keadaan tidak sakit menerima makanan dari umat awam dengan tangannya sendiri dan memakannya tanpa memberitahukan terlebih dahulu keadaan tersebut (sehingga dapat membahayakan umat awam yang membawakan makanan itu), maka ia melanggar peraturan patidesaniya.
SEKHIYA 75 (lihat aturan untuk: SAMANERA DI ATAS ↑) [146 - 220]

ADHIKARANA SAMATHA 7
  1. Penyelesaian Adhikarana tersebut di atas di hadapan Sangha, di hadapan seseorang, di hadapan benda yang bersangkutan dan di hadapan Dhamma.
  2. Pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha bahwa seseorang yang telah mencapai Arahat, adalah orang yang penuh kesadaran, agar tak seorang pun menuduhnya melakukan apatti.
  3. Pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha bagi seorang bhikkhu yang sudah sembuh dari sakit jiwa agar tidak seorang pun menuduhnya melakukan apatti yang mungkin ia lakukan ketika ia masih sakit jiwa.
  4. Penyelesaian suatu apatti sesuai dengan pengakuan yang diberikan oleh si tertuduh yang mengakui secara jujur apa yang telah dilakukannya.
  5. Keputusan dibuat sesuai dengan suara terbanyak.
  6. Pemberian hukuman kepada orang yang melakukan kesalahan.
  7. Pelaksanaan perdamaian antara dua pihak yang berselisih tanpa terlebih dahulu dilakukan penyelidikan tentang perselisihan itu. [↑]


58 komentar:

  1. Namaste.

    Luar biasa pembahasan bro eka. Ada suatu hal yang mengganjal yang mungkin bro eka bisa terangkan.


    1.Sapa pernah membaca riwayat bhante ashin yang di tabhiskan 2x dalam tradisi mahayana dan theravada. bagaimana didalam ajaran sendiri baik theravada maupun mahayana apakah ada pembahasan mengenai kasus seperti ini?


    2. Mengenai sang hyang adi buddha yang pernah saya baca dalam suatu sumber. Bukankah hal tersebut diperlukan agar buddhisme bisa berkembang diindonesia karena apabila tidak dilakukan maka akan bertentangan dengan pancasila ketuhanan yang maha esa sehingga tidak diakui sebagai agama resmi diindonesia. Menurut saya langkah yang diambil oleh bhante ashin walaupun sedikit menyimpang merupakan hal yang perlu dilakukan. Bagaimana tanggapan bro eka mengenai hal ini?

    BalasHapus
  2. Ryan Adrianto,
    pertanyaan no:
    1. ttg Adi Buddha kah maksud anda?
    Buddha sendiri tidak mengajarkan tuk menggantungkan pada sosok ttt. Dan menyatakan tidak ada sosok maha pencipta ato TUHAN dalam persepsi Ajaran ABRAHAMIC.

    Sosok tuhan dan Ketuhanan spt itu tidak dikenal di Theravada dan seluruh aliran Buddha yg hadir di SEBELUM MASEHI.

    Untuk Aliran SETELAH MASEHI, maka mahayana dan vajarayana menyatakan ada Adi Buddha.

    Disini saja seharusnya sudah jelas aliran mana yg NYELENEH dan tidak sesuai dengan Buddhism awal alias mengubah2 dan menambah2i yg tidak disampaikan sang Buddha.

    bersambung..

    BalasHapus
  3. Lanjutan..

    Pertanyaan no.2 Ryan:
    bhw sang hyang adi buddha diperlukan agar buddhisme bisa berkembang diindonesia, apabila tidak maka akan bertentangan dengan pancasila sila ke-1 sehingga tidak diakui sebagai agama resmi diindonesia + langkah yang diambil oleh bhante ashin walaupun sedikit menyimpang merupakan hal yang perlu dilakukan.

    Gw:
    Pertama tama,
    Gak perlu dobel2 menuliskan kata "BHANTE ASHIN". Krn kedua arti BHANTE dan ASHIN adalah sama, yaitu: Yang MULIA. Jadi cukup Ashin Jinarakhita saja [AJ]

    Agama Buddha sudah ada sebelum INDONESIA ADA, sebelum MAJAPAHIT ADA, tidak pernah PUNAH sejak keruntuhan MAJAPAHIT, Saat DIJAJAH, sebelum kemerdekaan, setelah kemerdekaan, sebelum ORBA dan setelah ORBA.

    Ada/tidak negara Indonesia,AGAMA BUDDHA tetep ada. sehingga sama sekali tidak ada gunanya menyelipkan hal nyeleneh ttg SangHyang Adi Buddha [SAB].

    Desas desus Kebangkitan Buddhi setelah 500 tahun runtuhnya Majapahit adalah dongeng. karena secara fakta tidak pernah agama Buddha, hindu, Animisme hilang dari Indonesia.

    Salah satu buktinya Vihara Setia Buddha di Binjai didirikan Tahun 1885.

    Di Vihara Bodhi Jl.Irian Barat Medan, seorang Bhiksuninya bernama Chuan Sim adalah seorang asli Indonesia yang ditahbiskan bahkan sebelum AJ ditahbiskan jadi Bhikkhu!.

    Tahun 1934,seorang bhikkhu Theravada Srilangka bernama Narada MahaThera [14 Juli 1898 – 2 Oktober 1983] datang di Indonesia, Dia 49x Bolak balik ke Indonesia [4 Maret 1934 - Maret 1982]

    Kemudian,
    Tanpa keberadaan AJ-pun BUDDHISM adalah AGAMA RESMI INDONESIA:

    Transkrip Pidato BK di Sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, 1 Juni 1945:

    "orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. " [Transkrip:http://wibisr.multiply.com/journal/item/1]

    Pada, penetapan hari raya keagamaan no.2/oem tahun 1946, tanggal 18 Juni 1946, saja Agama konghucu mendapatkan persetujuan 4 tanggal sebagai hari raya, maka apalagi agama buddha.

    Tahun 1951, di BUKU, "Filsafat Pancasila menurut Bung karno", Oleh Soekarno...dalam PENGUKUHAN HONORIS CAUSA ilmu HUKUM, tanggal 19 September 1951..Lagi-lagi tanpa BANTUAN JINARAKHITA, Soekarno berpidato dan SFESIFIK menyebutkan kata "AGAMA BUDHA" sebanyak: 3 (tiga) kali, yaitu di hal.94, 156, 230...[http://books.google.co.id/books?id=O3q4wbZqIDcC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q=budha&f=false]

    bersambung..

    BalasHapus
  4. lanjutan..

    PENJELASAN PENPRES 1/1965, sudah terang benderang menyatakan:

    quote>
    Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan khong Cu (Confusius). Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan Agama-agama di Indonesia. [http://www.facebook.com/groups/dhammacitta/191058354319294/]

    Sejarah pembentukan dirjen hindu dan Buddha, terjadi sebelum diciptakannya istilah sanghyang adi buddha:

    quote>
    KMA Nomor 47 Tahun 1963, Bagian Urusan Hindu Bali ditingkatkan menjadi Biro Urusan Hindu Bali. Kemudian pada tahun 1966 dikeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor 170 Tahun 1966, Biro Urusan Hindu Bali ditingkatkan menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Beragama Hindu Bali dan Buddha, dan diikuti dengan perpindahan kantor ke Jl. MH. Thamrin Nomor 6 Jakarta. Sedangkan susunan organisasinya sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 56 Tahun 1967.

    Pada tahun 1969 dikeluarkan kembali KEPPRES RI Nomor 39 Tahun 1968, Direktorat Jenderal Bimas Beragama Hindu Bali dan Buddha berubah menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha, yang disertai dengan pengembangan struktur meliputi: Direktur Jenderal, Sekretaris Direktorat Jenderal, dan Direktorat Urusan Agama Hindu dan Buddha.
    <unquote

    Jumlah Wihara di tahun 1968 adalah 520 [http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6540/]

    Fakta bhw pengaruh non tionghoa thd Buddhisme emang tinggi:

    Maka agama Budhapun memantjar kembali keseluruh pendjuru, setelah berabad hening bagai dalam samadi. Sudah tentu diluar kalangan Sam Kauw. dikalangan penduduk pribumi di Djawa atau Bali atau Nusa Tenggara, potensi-potensi kebangkitan, kembali Budhisme ini sudah bertumpuk. [Tempo, 26 FEBRUARI 1972
    [http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1972/02/26/AG/mbm.19720226.AG59024.id.html]

    Sehingga,
    Ada/tidak Ashin Jinarakhita..Buddhisme tetep tumbuh dan berkembang di Indonesia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu sama dengan anda mengatakan tanpa Sidharta Gautama ajaran Budha (yang tercerahkan) bisa tetap berkebang didunia ini, Sidaharta Gautama sendiri mengatakan sebelum Beliau juga ada Budha dan setelah Beliau Wafat juga ada Budha jadi apakah menurut anda ada tidaknya Beliau ajaran Budha akan tetap ada diDunia ini?. Ini adalah kemunafikan anda. Anda sebagai seorang Budhisme hanya tahu TEORI BELAKA, seperti kamus berjalan atau kitab suci.Seharusnya kita suci itu sendiri yang lebih dulu mencapai nibana tetapi kenyataannya tidak bisa, anda bahkan belum mencicipi inti Buhisme(jantung Budhisme), apakah anda sudah menjadi pemenag arus? apakah anda sudah melewati jhana ke 3? atau bahkan mungkin anda tidak pernah melakukan meditasi vipasana. Pikiran anda masih masih dipengaruhi hal berkondisi, sangat lemah sehingga tidak ada kebijaksanaan dalam pikiran.
      Hanya karena mendengar isu negatif anda langsung memvonis seseorang itu negatif. Anda belum mengalami langsung, melihat langsung. Itu karena pikiran anda belum mencapai kebijaksanaan.
      Kebijaksanaan tidak bisa didapat hanya dari kitab suci dan buku, itu harus lewat pengalaman langsung melalui jantungnya ajaran Budhisme --MEDITASI--.

      Ashin J secara tidak langsung merupakan duta dhamma di Indonesia, peran beliau sangat berjasa untuk penyebaran Dhamma di Indonesia pertama kali. Jika anda membaca sejarah bagaimana Beliau pergi kepelosok pelosok daerah diseluruh nusantara terpencil untuk menyebarkan Dhamma dengan berbagai kesulitan. Beliau adalah pemenang arus, hanya sedikit orang yang tahu termasuk guru beliau di Burma. Secara kasat mata kita hanya menyaksikan beliau meninggalkan ribuan relik suci setelah beliau wafat.
      Bahkan seandainya Sang Budha sendiri hadir disini saya yakin 100% Beliau sendiri akan menyetujui ajatan Ashin J. Mereka mereka yang melewati dan mengalami jhana jhana yang lebih tinggi sama sekali tidak lagi berpatokan pada kitab suci (yang bias) krn mereka bisa mengalami dan melihat langsung.

      Sebenarnya semua kitab suci dari semua agama sudah bias,itu karena periode waktu yang sangat lama, karena perbedaan kondisi, tempat, banyak dan faktor lainnya. Lihatlah semua agama agama lain terpecah menjadi banyak aliran sehingga semua mengklim bahwa ajarankulah yang asli, ajrankulah yang paling benar. Seperti ajaran Budha terpecah menjadi beberapa aliran mereka masing masing memeliki persepsi yang berbeda. Hanya mereka yang mengalami dan melihat langsunglah yang melihat kitab suci yang sebenarnya, yang lainnya hanyalah penonton. Apakah ada Adi Budha atau tidak anda samasekali tidak mengetahuinya.Aliran ini dan aliran itu mengaatakan hal itu tidak ada jadi anda langsung mengambil kesimpulan tidak ada, ini bukan pengalaman langsung. Sidharta Gautama sendiri mengatakan kebenaran itu SANGAT LUAS, beliau hanya menunjukkan yaNG SEGENGGAM daun dari rimbunan pohon. Anda tidak bisa memvonis hanya ada daun segenggam dan pohon tidak ada. Ingatlah HANYA yang mengalami langsunglah yang mengetahuinya bukan hanya membaca atau mendengar..

      Jika ada seseorang yang menghina seorang suci baik dalam pikiran, perkataan atau perbuatan maka berhati hatilah! dia akan mendapatkan karma yang buruk. Maka juga dengan sebaliknya. Untuk itu kita harus menghormati mereka mereka yang menekuni Dhamma/spiritual, kita tidak tahu kualifikasi kesuciannya, kearahatannya. Jangan mempercayai begitu saja apa yang orang lain katakan tentang hal yang jelek dari para pelaku Dhamma.

      Hapus
  5. @Eka Wirajhana

    Anda telah menulis :
    “Cara mengumpulkan parami pun sangatlah mudah yaitu dengan menghentikan perbuatan tidak baik, melakukan perbuatan baik dengan berdana, menjalankan 5 sila [dan 8 sila di waktu2 tertentu] dan murnikan batin dengan melakukan latihan meditasi.”

    Saya ingin menanyakan pada anda :

    1) Apakah yang dimaksud perbuatan baik dan tidak baik itu ?
    2) Mengapa harus ada pembedaan antara perbuatan baik dan tidak baik ?
    3) Atas otoritas siapa ada pembedaan antara perbuatan baik dan tidak baik ?
    4) Apakah otoritas diatas berupa suatu kuasa sepihak dari semacam kekuatan adi kodrati, atau dirumuskan melalui konsesus bersama dari seluruh komponen yg hidup di alam semesta ini ?
    4) Mengapa kita manusia harus menurut pada pembedaan perbuatan baik dan tidak baik yg dibuat oleh ototitas tersebut ?
    5) Kata anda, alam semesta selalu dalam siklus menyusut dan mengembang (ada dan tidak ada), dibagian mana dari siklus tak berkesudahan itu dimulainya rumusan dan pembedaan perbuatan baik dan tidak baik ?


    Berikutnya :

    Jika menurut anda, dhamma yang benar-benar sejati hanya akan mampu bertahan 500 tahun saja, setelah itu akan muncul dhamma2 palsu,
    bagaimana cara anda membedakan diantara ajaran2 sekarang ini yg merupakan sisa2 dari dhamma sejati di jaman Buddha dan 500 tahun setelah parinibananya tersebut?
    Bukankah jika anda saja mudah untuk menguraikan yg sejati dari yg palsu, akan sangat mudah pula bagi para bhikku (yg notabene adalah kaum paling terpelajar dalam keilmuan agama Buddha baik teori maupun prakteknya) untuk melakukannya ?
    sehingga kesimpang siuran dari ajaran2 agama Buddha sebenarnya gampang saja untuk dihindarkan.
    Tetapi mengapa tetap menjadi carut marut dalam rentang ribuan tahun seperti sekarang ini ?

    Mohon penjelasannya

    BalasHapus
  6. WB,
    no.1 perbuatan baik dan tidak baik itu ?

    jawab:
    jika perbuatan itu dilakukan maka akan bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Jika perbuatan itu dilakukan maka akan tidak merugikan diri sendiri dan/atau bagi orang lain [Kalama sutta].

    Quote:
    “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami yang tidak bermanfaat dan akar dari yang tidak bermanfaat, yang bermanfaat dan akar dari yang bermanfaat, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

    “Dan apakah, teman-teman, yang tidak bermanfaat, apakah akar dari yang tidak bermanfaat, apakah yang bermanfaat, apakah akar dari yang bermanfaat?

    Membunuh makhluk-makhluk hidup adalah tidak bermanfaat;
    mengambil apa yang tidak diberikan adalah tidak bermanfaat;
    perilaku salah dalam kenikmatan indria adalah tidak bermanfaat;
    kebohongan adalah tidak bermanfaat; berkata-kata jahat adalah tidak bermanfaat;
    berkata-kata kasar adalah tidak bermanfaat; bergosip adalah tidak bermanfaat;
    ketamakan adalah tidak bermanfaat;
    niat buruk adalah tidak bermanfaat;
    pandangan salah adalah tidak bermanfaat.

    Ini disebut dengan yang tidak bermanfaat.

    “Dan apakah akar dari yang tidak bermanfaat?

    Keserakahan adalah akar dari yang tidak bermanfaat;
    kebencian adalah akar dari yang tidak bermanfaat;
    kebodohan adalah akar dari yang tidak bermanfaat.

    Ini disebut dengan akar dari yang tidak bermanfaat.

    “Dan apakah yang bermanfaat?

    Menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup adalah bermanfaat;
    menghindari mengambil apa yang tidak diberikan adalah bermanfaat;
    menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria adalah bermanfaat;
    menghindari kebohongan adalah bermanfaat;
    menghindari berkata-kata jahat adalah bermanfaat;
    menghindari berkata-kata kasar adalah bermanfaat;
    menghindari bergosip adalah bermanfaat;
    ketidak-tamakan adalah bermanfaat;
    tidak-bermusuhan dalah bermanfaat;
    pandangan benar adalah bermanfaat.

    Ini disebut dengan yang bermanfaat.

    “Dan apakah akar dari yang bermanfaat?
    Ketidak-serakahan adalah akar dari yang bermanfaat;
    ketidak-bencian adalah akar dari yang bermanfaat;
    ketidak-bodohan adalah akar dari yang bermanfaat.

    Ini disebut dengan akar dari yang bermanfaat.

    “Ketika seorang siswa mulia telah memahami yang tidak bermanfaat dan akar dari yang tidak bermanfaat, yang bermanfaat dan akar dari yang bermanfaat, maka ia sepenuhnya meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu, ia menghapuskan kecenderungan tersembunyi pada ketidak-senangan, ia memadamkan kecenderungan tersembunyi pada pandangan dan keangkuhan ‘Aku,’ dan dengan meninggalkan kebodohan dan membangkitkan pengetahuan sejati ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara ini juga seorang siswa mulia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.” [samaditthi sutta, MN.9]

    no.2, Mengapa harus ada pembedaan antara perbuatan baik dan tidak baik ?

    jawab:
    lihat definisi jawaban 1.

    no.3, Atas otoritas siapa ada pembedaan antara perbuatan baik dan tidak baik ?

    jawab:
    lihat definisi jawaban no.1. Orang yg memadamkan keinginan, dan tidak terlahir di 31 alam dan yg menemukan jalan kearah itu yg menyampaikan.

    no.4, Apakah otoritas diatas berupa suatu kuasa sepihak dari semacam kekuatan adi kodrati, atau dirumuskan melalui konsesus bersama dari seluruh komponen yg hidup di alam semesta ini ?

    jawab:
    setelah melihat jawaban no,1 s.d 3, silakan jawab sendiri apakah itu merupakan hal yg sepihak, dari adi kodrati ato konsensus bersama..

    no.4) Mengapa kita manusia harus menurut pada pembedaan perbuatan baik dan tidak baik yg dibuat oleh ototitas tersebut ?

    Jawab:
    tidak ada keharusan menurut..jika tau bermanfaat maka kenapa tidak melakukan.

    bersambung...

    BalasHapus
  7. lanjutan...

    no.5, Kata anda, alam semesta selalu dalam siklus menyusut dan mengembang (ada dan tidak ada), dibagian mana dari siklus tak berkesudahan itu dimulainya rumusan dan pembedaan perbuatan baik dan tidak baik ?

    Jawab:
    siklus tersebut merupakan lingkaran sebabmusabab yg berkaitan. Sebuah lingkaran tidak dapat ditentukan titik awalnya kecuali dengan konsensus atas masing2.

    Buddhisme menyatakan jalan keluar dari lingkaran itu merupakan titik awal dan akhir dari ketidaktahuan, yang merupakan pemunculan (dan penghentian) yang saling berkaitan [Paticcasamuppada]. Detailnya silakan baca:
    http://dhammacitta.org/perpustakaan/paticcasamuppada-kemunculan-yang-dependen/


    pertanyaan:
    bagaimana cara anda membedakan diantara ajaran2 sekarang ini yg merupakan sisa2 dari dhamma sejati di jaman Buddha dan 500 tahun setelah parinibananya tersebut?

    jawab:
    di artikel di atas ini juga telah disampaikan caranya yaitu setiap klaim agar dibandingkan dengan dhamma dan vinaya.

    Pertanyaan:
    Bukankah jika anda saja mudah untuk menguraikan yg sejati dari yg palsu, akan sangat mudah pula bagi para bhikku (yg notabene adalah kaum paling terpelajar dalam keilmuan agama Buddha baik teori maupun prakteknya) untuk melakukannya ?

    jawab:
    belum tentu. Tuh buktinya banyak Bhikkhu2 melanggar vinaya dan mengajarkan yg tidak tercantum, menambahkan yg tidak ditetapkan dan mengubah yg telah ditetapkan.

    Melihat perbedaan adalah hal simple,namun melaksanakan bukan hal simple, karena terkait dengan akar tidak bermanfaat yaitu keserakahan, ketidaksukaan dan kekeliruan tahu.

    Pertanyaan:
    Tetapi mengapa tetap menjadi carut marut dalam rentang ribuan tahun seperti sekarang ini ?

    jawab:
    kepentingan atas nama: keserakahan,ketidaksukaan, kekeliruan tau

    BalasHapus
  8. Namo buddhaya bro eka.

    Terima kasih atas penjelasan bro eka mengenai konsep sang hyang adi buddha, juga mau melampirkan banyak refrensi2 perkembangan agama buddha di indonesia.

    Saya akan melanjutkan membaca artikel2 lain. bila ada pertanyaan lain mohon berkenan ditanggapi.

    Semoga dengan adanya blog seperti ini makin banyak orang yang baru belajar seperti saya bisa memahani dhamma. Sadhu3x.

    BalasHapus
  9. eit baru sadar wongbejo ini yang diikan paus itu ya? debatnya keputus ditengah2. padahal lagi seru2nya.

    BalasHapus
  10. @Eka Wirajhana

    *********WJ :
    no.1 perbuatan baik dan tidak baik itu ?

    jawab:
    jika perbuatan itu dilakukan maka akan bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Jika perbuatan itu dilakukan maka akan tidak merugikan diri sendiri dan/atau bagi orang lain [Kalama sutta].


    =======SAYA :

    jawaban anda tidak substansial !

    nilai kemanfaatan itu subyektif, tergantung kepentingan pelaku
    agar nilai2 tersebut punya obyektifitas sehingga tidak disalah artikan oleh pihak2 tertentu dibutuhkan perumusan yg lebih kongkrit dan diterima oleh semua orang.
    Tanpa konsesus tersebut, semua orang akan berbuat menurut kepentingan2nya sendiri, yg terjadi kemudiaan adalah kekacauan / chaos

    Jawaban Kalama Sutta tidak spesifik, bahkan bisa ditafsirkan secara bias,
    Contoh :
    1) Perampok bisa menganggap baik perbuatannya, karena perbuatan itu bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain, mis : anak istrinya, atau orang2 lain yg dibantunya dari harta rampokan itu.
    Sementara korbannya menganggap perbuatannya tidak baik karena dia yg dirugikan.

    2) Berderma itu bisa dipandang perbuatan tidak baik, karena diri penderma (dan keluarganya) dirugikan, yaitu berkurangnya harta. Sementara yg menerima derma bilang itu perbuatan baik, karena dia yg diuntungkan.

    Dari dua contoh diatas, menurut kalama sutta, setiap perbuatan itu bersifat mendua, bisa dianggap perbuatan baik sekaligus juga tidak baik ! tergantung siapa yg punya kepentingan !

    Padahal untuk menentukan baik atau tidaknya suatu perbuatan diperlukan suatu ketegasan yg terukur, yg berpihak pada suatu kepentingan / kemashalatan umum.
    Sekedar membawa manfaat bagi sejumlah pihak, belum tentu bisa dianggap perbuatan baik
    Sekedar mengakibatkan kerugian bagi sejumlah pihak, belum tentu juga dianggap perbuatan tidak baik
    Diperlukan parameter2 lainnya untuk mengkatagorikan suatu perbuatan itu baik atau tidak baik.

    Itulah yg menjadi dasar saya untuk memberikan pertanyaan dari no 1 sampai 5 diatas kepada anda !
    Dan saya lihat anda belum menjawab apa2 yg menyentuh substansinya !

    Silahkan perjelas lagi jawaban anda atas pertanyaan no. 1 sampai 5 diatas ….

    BalasHapus
  11. **********WJ :
    “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami yang tidak bermanfaat dan akar dari yang tidak bermanfaat, yang bermanfaat dan akar dari yang bermanfaat, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

    “Dan apakah, teman-teman, yang tidak bermanfaat, apakah akar dari yang tidak bermanfaat, apakah yang bermanfaat, apakah akar dari yang bermanfaat?

    Membunuh makhluk-makhluk hidup adalah tidak bermanfaat;
    mengambil apa yang tidak diberikan adalah tidak bermanfaat;
    perilaku salah dalam kenikmatan indria adalah tidak bermanfaat;
    kebohongan adalah tidak bermanfaat; berkata-kata jahat adalah tidak bermanfaat;
    berkata-kata kasar adalah tidak bermanfaat; bergosip adalah tidak bermanfaat;
    ketamakan adalah tidak bermanfaat;
    niat buruk adalah tidak bermanfaat;
    pandangan salah adalah tidak bermanfaat.

    Ini disebut dengan yang tidak bermanfaat.

    …..dan seterusnya …..bla……bla…bla….. “

    [samaditthi sutta, MN.9]


    ========= SAYA :
    Dari ajaran sang Buddha diatas, terlihat jelas Buddha sedang mengulang dari pemisahan perbuatan baik dan tidak baik, yg pemisahan itu sendiri telah ada jauh sebelumnya.
    Ini berkaitan dengan pertanyaan no 3 sampai 5 diatas yg tidak anda jawab.

    Pengajaran Buddha tentang perbuatan2 itu menunjukkan pembedaan perbuatan baik dan buruk diatas bukan berasal dari inisiatif sang Buddha sendiri, tetapi Buddha hanya mengulang pembedaan yg telah ada dan diketahui oleh umum.

    Dari otoritas siapa pembedaan perbuatan baik dan buruk tsb dimulai ??



    ************ WJ :
    lihat definisi jawaban no.1. Orang yg memadamkan keinginan, dan tidak terlahir di 31 alam dan yg menemukan jalan kearah itu yg menyampaikan


    ============ SAYA :
    Padahal yg saya tanyakan adalah SIAPA YG MEMBEDAKAN, bukan SIAPA YANG MENYAMPAIKAN !
    Kalo sekedar yg menyampaikan, semua orang juga pernah menyampaikan hal tsb, tidak perlu menunggu padamnya keinginan dan tidak terlahir lagi di 31 alam.
    Anda toh juga pernah mengajarkan tentang baik buruk pada anak anda kan ??



    ************** WJ :
    jawab:
    setelah melihat jawaban no,1 s.d 3, silakan jawab sendiri apakah itu merupakan hal yg sepihak, dari adi kodrati ato konsensus bersama..



    ===========SAYA :
    Saya bahkan melihat jawaban anda masih bermasalah, lalu bagaimana caranya menyimpulkan itu adi kodrati atau konsesus bersama ??



    ************WJ :
    Jawab:
    tidak ada keharusan menurut..jika tau bermanfaat maka kenapa tidak melakukan.


    ============SAYA :

    Jawaban anda tidak berdasar !
    Jika tidak ada keharusan untuk menurut, mengapa gara2 itu setiap makhluk harus dipaksa untuk menjalani kewajiban reinkarnasi berkepanjangan hingga mereka bisa memadamkan keinginan ???

    Anda bisa beranggapan gak perlu mempedulikan hukum, tapi kalo anda ketangkap tangan sedang nyopet, anda tetep akan dijebloskan ke penjara.
    Jadi apakah anggapan anda itu berguna ???


    =========

    BalasHapus
  12. @Eka Wirajhana :

    *************WJ :
    Jawab:
    siklus tersebut merupakan lingkaran sebabmusabab yg berkaitan. Sebuah lingkaran tidak dapat ditentukan titik awalnya kecuali dengan konsensus atas masing2.



    ============SAYA :
    Anda mengabaikan fakta bahwa tidak ada lingkaran yg bisa ada dengan sendirinya !
    Apakah anda pernah melihat ada lingkaran yg bisa terjadi dengan sendirinya tanpa ada yg menggambarkannya ???
    Kalo anda bisa menunjukkan lingkaran yg seperti itu cukup beralasan anda bisa mengatakan lingkaran itu tidak bisa ditentukan dimana titik awal dan titik akhirnya !

    Tapi faktanya adalah semua lingkaran berasal dari proses pembentukan / menggambar.
    Dimana titik awalnya jelas dan titik akhirnya juga jelas, yaitu titik dimana pertama kita mulai menggoreskan yg merupakan titik terakhir pula kita menggoreskan pensil
    Tidak ada alasan untuk mengatakan lingkaran tidak ada titik awal dan akhirnya !



    *************WJ :
    Buddhisme menyatakan jalan keluar dari lingkaran itu merupakan titik awal dan akhir dari ketidaktahuan, yang merupakan pemunculan (dan penghentian) yang saling berkaitan [Paticcasamuppada]. Detailnya silakan baca:
    http://dhammacitta.org/perpustakaan/paticcasamuppada-kemunculan-yang-dependen/



    =============SAYA :

    pertama :
    itu tidak menjawan pertanyaan dimana letak awalnya pembedaan perbuatan baik dan tidak baik dalam siklus alam semesta.

    Kedua :
    Ada perbedaan perspektif dalam mengamati sesuatu.

    Orang Buddha melihat sesuatu itu sudah dalam bentuk jadi. Mereka gak ambil pusing dengan bagaimana awalnya bentuk2 itu bisa terjadi.
    Kalo melihat gambar lingkaran dalam satu billboard dipinggir jalan, mereka bilang itu adalah bentuk siklus yg berputar, tidak bisa ditentukan titik awal dan akhirnya.

    Sementara orang beragama lain melihat lingkaran yg sama itu sebagai suatu bentuk jadi, yg memiliki proses kejadian secara historisnya.
    Bahwa lingkaran tsb, ada disitu karena digambar oleh artistnya, dimulai dari coretan kuas dari satu titik dan berakhir di titik yg sama pula, sehingga terbentuk gambar lingkaran utuh

    BTW, tahu atau tidak tahu proses pembuatan gambar lingkaran dalam billboard tadi, seharusnya tidak membuat sesorang berkeyakinan bahwa artist pembuat gambar lingkaran di billboard itu tidak ada !
    karena tidak ada seorangpun yg bisa membuktikan bahwa gambar lingkaran dalam billboard tsb tiba2 ada secara ajaib tanpa campur tangan seorang pembuat !




    **************WJ :
    jawab:
    di artikel di atas ini juga telah disampaikan caranya yaitu setiap klaim agar dibandingkan dengan dhamma dan vinaya.


    ================SAYA :
    Justru itulah maksud pertanyaan saya Bung !
    Bagaimana dhamma dan vinaya itu bisa diyakini bagian dari dhamma sejati, sedangkan yg dhamma sejatinya sendiri telah divonis tidak berumur panjang, hanya 500 tahun, dan setelahnya akan muncul dhamma2 palsu ??
    Padahal ini sudah berjalan berapa ribu tahun ??

    Kalo jawabannya semudah itu, tentulah kekisruhan dalam agama Buddha tidak akan berlanjut hingga jaman sekarang ini, bukan ??
    Gampang saja, tinggal cocokkan dengan damma dan vinaya !
    Masing2 sekte Buddha pasti mengklaim bahwa ajaran mereka sesuai dengan damma dan vinaya !
    Hanya pertanyaannya, damma dan vinaya nya siapa ??

    mengapa tetap kisruh kalo sudah ada damma dan vinaya yg telah baku ??

    jika alasan anda “kepentingan atas nama: keserakahan,ketidaksukaan, kekeliruan tau”
    maka bisa dipastikan umat Buddha adalah sekumpulan orang2 bodoh yg tidak tahu ajaran agamanya sendiri sehingga lebih suka kepada kepentingan atas nama: keserakahan,ketidaksukaan, kekeliruan tau, seperti alasan anda diatas !

    BalasHapus
  13. WB: perbuatan baik dan tidak baik itu ?

    gw:
    jika perbuatan itu dilakukan maka akan bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Jika perbuatan itu dilakukan maka akan tidak merugikan diri sendiri dan/atau bagi orang lain [Kalama sutta].

    WB:
    jawaban anda tidak substansial !

    nilai kemanfaatan itu subyektif, tergantung kepentingan pelaku
    agar nilai2 tersebut punya obyektifitas sehingga tidak disalah artikan oleh pihak2 tertentu dibutuhkan perumusan yg lebih kongkrit dan diterima oleh semua orang.
    Tanpa konsesus tersebut, semua orang akan berbuat menurut kepentingan2nya sendiri, yg terjadi kemudiaan adalah kekacauan / chaos

    Jawaban Kalama Sutta tidak spesifik, bahkan bisa ditafsirkan secara bias,
    Contoh :
    1) Perampok bisa menganggap baik perbuatannya, karena perbuatan itu bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain, mis : anak istrinya, atau orang2 lain yg dibantunya dari harta rampokan itu.
    Sementara korbannya menganggap perbuatannya tidak baik karena dia yg dirugikan.

    2) Berderma itu bisa dipandang perbuatan tidak baik, karena diri penderma (dan keluarganya) dirugikan, yaitu berkurangnya harta. Sementara yg menerima derma bilang itu perbuatan baik, karena dia yg diuntungkan.

    gw:
    lah bikin bantahan aja ngawur:
    1.perampokan anggap baik buat pelaku, tidak baik buat korban
    2.berderma pelaku anggap tidak anggap baik, penerima anggap baik

    -> gak MATCH tuh dgn persyaratan kalama sutta, yaitu KEDUA BELAH PIHAK menerima MANFAAT ato TIDAK DIRUGIKAN

    Dengan contoh ngawur anda, lantas apa yg mau anda bantah?

    BW:
    Dari dua contoh diatas, menurut kalama sutta, setiap perbuatan itu bersifat mendua, bisa dianggap perbuatan baik sekaligus juga tidak baik ! tergantung siapa yg punya kepentingan !

    Padahal untuk menentukan baik atau tidaknya suatu perbuatan diperlukan suatu ketegasan yg terukur, yg berpihak pada suatu kepentingan / kemashalatan umum.
    Sekedar membawa manfaat bagi sejumlah pihak, belum tentu bisa dianggap perbuatan baik
    Sekedar mengakibatkan kerugian bagi sejumlah pihak, belum tentu juga dianggap perbuatan tidak baik
    Diperlukan parameter2 lainnya untuk mengkatagorikan suatu perbuatan itu baik atau tidak baik.

    gw:
    Merampok menguntungkan keduabelah pihak?
    Kalo berderma masih anggap merasa rugi? menguntungkan kedua belah pihak?
    berderma masih merugi ya itu bukan berderma tapi diperes ato ditodong

    gak match dan gak nyambung, ah!

    BalasHapus
  14. gw:
    bla..bla yg merupakan SEPOTONG KUTIPAN dari Samaditthi sutta

    WB:
    Dari ajaran sang Buddha diatas, terlihat jelas Buddha sedang mengulang dari pemisahan perbuatan baik dan tidak baik, yg pemisahan itu sendiri telah ada jauh sebelumnya.

    gw:
    o ya dari siapa? ayo kasih bukti jangan cuma statement kosong.

    WB:
    Ini berkaitan dengan pertanyaan no 3 sampai 5 diatas yg tidak anda jawab.

    gw:
    dah dijawab tuh..kalo anda yg tidak memahami bhw ajaran itu emang sederhana,jelas dan dapat dilakukan..ya itu masalah andalah.

    WB:
    Pengajaran Buddha tentang perbuatan2 itu menunjukkan pembedaan perbuatan baik dan buruk diatas bukan berasal dari inisiatif sang Buddha sendiri, tetapi Buddha hanya mengulang pembedaan yg telah ada dan diketahui oleh umum.

    gw:
    o ya dari siapa? ayo kasih bukti jangan cuma statement kosong.

    WB:
    Dari otoritas siapa pembedaan perbuatan baik dan buruk tsb dimulai ??

    gw:
    kan dah dijawab, yaitu dari Orang yg SUDAH PADAM nafsu keinginannya dan TAU CARA memadamkan keinginan, dan tidak terlahir di 31 alam dan yg menemukan jalan kearah itu yg menyampaikan.
    apa lagi?

    WB:
    Padahal yg saya tanyakan adalah SIAPA YG MEMBEDAKAN, bukan SIAPA YANG MENYAMPAIKAN !

    gw:
    sama aja jawabannya [baik yg membedakan dan MENYAMPAIKAN]

    WB:
    Kalo sekedar yg menyampaikan, semua orang juga pernah menyampaikan hal tsb, tidak perlu menunggu padamnya keinginan dan tidak terlahir lagi di 31 alam.

    gw:
    Waduh kalo ya...koq di ajaran lain gak sama ya malah ditambah2i dengan kata tuhan lah, kalo gak nyembah tuhan dan gak mengakui gak bakal diterima lah? koq beda ya?

    WB:
    Anda toh juga pernah mengajarkan tentang baik buruk pada anak anda kan ??

    gw:
    ya trus?

    WB:
    Saya bahkan melihat jawaban anda masih bermasalah, lalu bagaimana caranya menyimpulkan itu adi kodrati atau konsesus bersama ??

    gw:
    waduh..jawaban yg diberikan gak bermasalah tuh..cilakanya anda malah yang sangat bermasalah dengan penyampaian perbuatan baik/tidak yg sangat sederhana itu jadi ya sangat wajar anda gak mampu menyimpulkannya

    WB:
    Jawaban anda tidak berdasar !
    Jika tidak ada keharusan untuk menurut, mengapa gara2 itu setiap makhluk harus dipaksa untuk menjalani kewajiban reinkarnasi berkepanjangan hingga mereka bisa memadamkan keinginan ???

    gw:
    lah kenapa jadi marah2 dan mengatakan tidak berdasar? kalo anda mo bolak balik sendiri di 31 alam ya siapa yg bisa melarang?
    lagian anda percaya/tidak kelahiran kembali tidak masalah..toh anda tetep kan terlahir kembali.

    bagusnya sebelum nyerocos gak mutu..buka dulu samaditthi sutta.

    WB:
    Anda bisa beranggapan gak perlu mempedulikan hukum, tapi kalo anda ketangkap tangan sedang nyopet, anda tetep akan dijebloskan ke penjara.
    Jadi apakah anggapan anda itu berguna ???

    gw:
    lah anda yg nulis sendiri koq saya yg anda tuduh beranggapan?

    tulisan anda makin gak jelas juntrungannya

    BalasHapus
  15. WB:
    Anda mengabaikan fakta bahwa tidak ada lingkaran yg bisa ada dengan sendirinya !

    GW:
    ah masa? ingat yg sy tulis "siklus tersebut merupakan lingkaran"

    WB:
    Apakah anda pernah melihat ada lingkaran yg bisa terjadi dengan sendirinya tanpa ada yg menggambarkannya ???

    gw:
    Siklus musim panas/dingin
    Daur karbon-nitrogen-oksigen [KNO] pada energi bintang merupakan siklus melingkar, semakin tinggi temperatur, semakin cepat reaksi berlangsung, dan semakin cepat reaksi berlangsung, semakin tinggi temperatur.

    WB:
    Kalo anda bisa menunjukkan lingkaran yg seperti itu cukup beralasan anda bisa mengatakan lingkaran itu tidak bisa ditentukan dimana titik awal dan titik akhirnya !

    GW:
    Udah tuh

    WB:
    Tapi faktanya adalah semua lingkaran berasal dari proses pembentukan / menggambar.

    gw:
    gak tuh..kalo nalar anda terbatas ya jangan menggeneralisasi dong.

    WB
    Dimana titik awalnya jelas dan titik akhirnya juga jelas, yaitu titik dimana pertama kita mulai menggoreskan yg merupakan titik terakhir pula kita menggoreskan pensil
    Tidak ada alasan untuk mengatakan lingkaran tidak ada titik awal dan akhirnya !

    GW:
    Yah, kalo manusia menggambar lingkaran emang begitu dan cilakanya gak match tuh ama yg gw bilang yaitu "siklus tersebut merupakan lingkaran"

    Lagian kalo mo make CONTOH ANDA MAKA diri sendirilah yg membuatnya mulai dan berputar2 di seluruh alam gak berkesudahan, So, anda yang mulai dan anda yg mengakhiri..ngapain juga ngomel2 gak karuan?

    tentunya anda bertanya siapa yg menciptakan diri anda?

    krn kamu gak tau [ato akan berkata: tuhan] jelas menuduh sembarangan..So, SEBELUM NYEROCOS lebih lanjut..baca SAMADITTHI SUTTA, anda akan tau Siapa anda? darimana anda? kenapa anda yg mulai dan yg bisa mengakhiri. Silakan.

    WB:
    pertama :
    itu tidak menjawan pertanyaan dimana letak awalnya pembedaan perbuatan baik dan tidak baik dalam siklus alam semesta.

    gw:
    dah dijawab tuh.masa yg sederhana gak mampu kamu liat?

    WB:
    Kedua :
    Ada perbedaan perspektif dalam mengamati sesuatu.

    gw:
    cocok..buktinya anda bertanya berulang2 yg pada hal2 yg sederhana dah dijawab:

    WB:
    Orang Buddha melihat sesuatu itu sudah dalam bentuk jadi. Mereka gak ambil pusing dengan bagaimana awalnya bentuk2 itu bisa terjadi.

    gw:
    Ngawur..Buddhism ada kelahiran kembali berulang2 di SEBELUMNYA dan juga SESUDAHNYA [jika tak dapat keluar] shg melingkar tak berkesudahan.

    WB:
    Kalo melihat gambar lingkaran dalam satu billboard dipinggir jalan, mereka bilang itu adalah bentuk siklus yg berputar, tidak bisa ditentukan titik awal dan akhirnya.

    gw:
    trus?

    WB:
    Sementara orang beragama lain melihat lingkaran yg sama itu sebagai suatu bentuk jadi, yg memiliki proses kejadian secara historisnya.

    gw:
    loh koq malah jadi kebingungan sendiri dan buat statement saling membunuh sendiri..kamu bilang orang Buddha "melihat sesuatu itu sudah dalam bentuk jadi" sekarang kamu bilang, "orang beragama lain melihat lingkaran yg sama itu sebagai suatu bentuk jadi"

    WB:
    Bahwa lingkaran tsb, ada disitu karena digambar oleh artistnya, dimulai dari coretan kuas dari satu titik dan berakhir di titik yg sama pula, sehingga terbentuk gambar lingkaran utuh

    gw:
    trus?

    WB:
    BTW, tahu atau tidak tahu proses pembuatan gambar lingkaran dalam billboard tadi, seharusnya tidak membuat sesorang berkeyakinan bahwa artist pembuat gambar lingkaran di billboard itu tidak ada !

    gw:
    tau..lantas?

    WB:
    karena tidak ada seorangpun yg bisa membuktikan bahwa gambar lingkaran dalam billboard tsb tiba2 ada secara ajaib tanpa campur tangan seorang pembuat !

    gw:
    cocok...makanya bolak balik statement mu ngawur..karena dah dikasih tau juga bawah diri sendirilah yg membuatnya! Gak ada campur tangan namun diri sendiri yg memulainya siklus itu.

    Siapa diri anda? darimana diri anda? silakan BACA samaditthi sutta.

    WB:
    justru itulah maksud pertanyaan saya Bung !

    gw:
    Hah! Lohhh apan dah dijawab dari atas tuh.

    BalasHapus
  16. WB:
    Bagaimana dhamma dan vinaya itu bisa diyakini bagian dari dhamma sejati, sedangkan yg dhamma sejatinya sendiri telah divonis tidak berumur panjang, hanya 500 tahun, dan setelahnya akan muncul dhamma2 palsu ??
    Padahal ini sudah berjalan berapa ribu tahun ??

    gw:
    Gampang..krn orang yg menyatakan selama 45 tahun itu tau caranya memadamkan keinginan..dia TELAH MEMBIMBING ratusan juta hingga tak terhingga [selain manusia] yg mencapai pemadaman yg sama..yang asalnya TIDAK PERCAYA karena sangat simplenya dan setelah KONSISTEN MENCOBA mengalami yg sama menyatakan yg sama!

    Jadi:
    ADA AJARAN + BUANYAK yg MEMAKAI AJARAN ITU TERBUKTI BENAR BISA = DHAMMA SEJATI!

    Disampaikan jg oleh beliau bhw umur dhamma sejati itu 500 tahun artinya setelah itu AJARANNYA ADA tapi tidak ada yg BISA jadi orang SUCI

    Kemudian di 3 bulan setelah wafatnya..diadakan konsili ke-1. Mereka yg PADAM itu mengumpulkan semuanya dan itulah dhamma sejati alias dhamma dan vinaya.

    Kenapa tidak bisa?

    loh kan diartikel diatas juga TELAH DI SEBUTKAN KENAPANYA..utk itu BACALAH biar gak bolak balik nanya!

    WB:
    Kalo jawabannya semudah itu, tentulah kekisruhan dalam agama Buddha tidak akan berlanjut hingga jaman sekarang ini, bukan ??

    gw:
    emang!. Kesisruhan itu terjadi karena KEPENTINGAN [dah disampaikan diatas] Gak semua terima kenyataannya [buktinya kan kamu sendiri gak terima kenyataan sederhana ini]

    Kenapa?
    sekalilagi KEPENTINGAN dan daya NALAR

    WB:
    Gampang saja, tinggal cocokkan dengan damma dan vinaya !

    gw:
    TEPAT!

    WB:
    Masing2 sekte Buddha pasti mengklaim bahwa ajaran mereka sesuai dengan damma dan vinaya !

    gw:
    sok tau ah, Seluruh sekte menerima tuh hasil konsili ke-1, kalo mereka merubah2nya ya itu masalahnya sendiri, tuh?

    WB:
    Hanya pertanyaannya, damma dan vinaya nya siapa ??

    gw:
    loh kan dah disebutkan DIARTIKEL! dan ya itu tadi jawabnya dhamma vinaya konsili ke-1...

    Lagian kamu ngomong gini juga gak ngerti tuh apa itu dhamma vinaya..cuma modal nyerocos tanpa pengetahuan..lebih baik kamu cari tau dulu deh..biar gak asbun.

    WB:
    mengapa tetap kisruh kalo sudah ada damma dan vinaya yg telah baku ??

    gw:
    Yah..apan dah disebutin dari atas juga..Ya mereka ini sama seperti kamu..gak terima kenyataan kalo dah lewat..karena KEPENTINGAN atas nama keserakahan,ketidaksukaan, kekeliruan tau

    WB:
    jika alasan anda “kepentingan atas nama: keserakahan,ketidaksukaan, kekeliruan tau”
    maka bisa dipastikan umat Buddha adalah sekumpulan orang2 bodoh yg tidak tahu ajaran agamanya sendiri sehingga lebih suka kepada kepentingan atas nama: keserakahan,ketidaksukaan, kekeliruan tau, seperti alasan anda diatas !

    gw:
    tepat sekali! dan jangan lupa bukan cuma umat buddha yg BODOH.TETAPI sekali gus NON BUDDHIS yg gak ngeh spt kamu yg gak ngeh..kalo masih diliputi KESERAKAHAN, KETIDAKTAHUAN dan KETIDAKSUKAAN.

    Jika kamu gak mau termasuk si BODOH itu, silakan BUKA dan bandingkan dengan ajaranmu..kamu juga akan tau..kalo ajaran yg kamu anut tidak ada apa2nya

    kenapa saya tau..karena saya telah baca ajaranmu :) makanya saya tau mana emas mana loyang..dan karena saya tidak diagamamu..makanya itu adalah loyang.

    simple,kan?!

    BalasHapus
  17. Wah bro eka dah mulai on line lagi...

    Jangan lupa bro eka jawab pertanyaan saya mengenai kelahiran kembali dalai lama ya...!!! Saya Tunggu!!!

    Soalnya masih penarasan nich..

    BalasHapus
  18. @Wirajhana :

    gw:
    lah bikin bantahan aja ngawur:
    1.perampokan anggap baik buat pelaku, tidak baik buat korban
    2.berderma pelaku anggap tidak anggap baik, penerima anggap baik

    -> gak MATCH tuh dgn persyaratan kalama sutta, yaitu KEDUA BELAH PIHAK menerima MANFAAT ato TIDAK DIRUGIKAN

    Dengan contoh ngawur anda, lantas apa yg mau anda bantah?

    ==========SAYA :
    Saya tidak ngawur bung !
    Memang demikianlah biasnya apa yg dikatakan kalama sutta anda !
    Padahal kenyataannya didunia ini TIDAK ADA satu perbuatanpun yg ketika dilakukan benar2 menguntungkan semua pihak, tanpa ada satupun pihak yg dirugikan !
    Coba kalo anda bisa menunjukkan salah satu saja, silahkan dituliskan disini.
    Bisa gak ???

    Definisi anda tentang perbuatan baik dan tidak baik masih ngambang !



    ***************************************

    gw:
    Merampok menguntungkan keduabelah pihak?
    Kalo berderma masih anggap merasa rugi? menguntungkan kedua belah pihak?
    berderma masih merugi ya itu bukan berderma tapi diperes ato ditodong

    gak match dan gak nyambung, ah!

    ==========SAYA :
    Ha..ha….ha…. baca kembali kalama sutta anda bung ! Apakah ada ketentuan harus berlaku pada dua pihak ??
    Karena itu saya berani bilang : kalama sutta itu memberikan statement yg bias !
    Suatu perbuatan bisa dianggap perbuatan baik sekaligus tidak baik, tergantung kepentingan yg melihatnya !
    Kalo dalam dunia hukum itu namanya pasal karet, bisa molor mungsret tergantung kepentingan yg bersangkutan !

    Coba bikin definisi yg lebih jelas !

    ******************************************
    WB:
    Dari ajaran sang Buddha diatas, terlihat jelas Buddha sedang mengulang dari pemisahan perbuatan baik dan tidak baik, yg pemisahan itu sendiri telah ada jauh sebelumnya.

    gw:
    o ya dari siapa? ayo kasih bukti jangan cuma statement kosong.

    =========SAYA :
    Masihkah saya perlu membuktikannya ?? Atau anda yg gak mau tahu dengan kenyataan ??
    Ok ! Buktinya :
    sebelum agama Buddha ada terlebih dulu ada agama yg sekarang disebut Hindu, dalam agama tsb, setiap perbuatan baik dan tidak baik telah dipilah2kan.
    Coba anda Tanya orang Hindu, siapa kira2 yg memilah2 antara perbuatan baik dan tidak baik itu ??
    Pasti mereka bisa menjawab dengan mudah dan tanpa berfikir lagi pertanyaan sederhana seperti itu,
    Itu beda dengan anda yg mbulet gak karuan kalo mendapat pertanyaan semacam itu, karena pada dasarnya agama anda memang gak punya dasar keyakinan yang kuat !
    dan kebodohan spt itulah yg anda bela mati2an bahkan kalo perlu memfitnah orang lain !

    BalasHapus
  19. *****************************************************


    WB:
    Pengajaran Buddha tentang perbuatan2 itu menunjukkan pembedaan perbuatan baik dan buruk diatas bukan berasal dari inisiatif sang Buddha sendiri, tetapi Buddha hanya mengulang pembedaan yg telah ada dan diketahui oleh umum.

    gw:
    o ya dari siapa? ayo kasih bukti jangan cuma statement kosong.

    ==========SAYA :
    Apa yg diajarkan Buddha itu sudah dikenal secara umum sebagai ajaran moralitas yg terpuji.
    Itu bukan ajaran baru, tetapi hanya menekankan kembali pada nilai2 moralitas yg sudah lebih dulu ada !
    Kalo mau bukti lebih lanjut,
    jaman sang Buddha masih jadi putra mahkota seorang raja pun, kalo orang membunuh orang lain tanpa alasan yg diperbolehkan, mencuri atau merampok orang lain, sudah dihukum berdasarkan hukum kerajaan yg berlaku di kerajaan ayahnya sang Buddha !
    Moralitas seperti itu bukan barang baru bung !
    Itu bukan penemuan orisinil sang Buddha !
    Kecuali anda mau mengingkarinya dengan mengatakan leluhur dan ayahanda sang Buddha adalah orang2 barbar yg gak ngerti moralitas sama sekali, kayak binatang !

    *************************************


    WB:
    Padahal yg saya tanyakan adalah SIAPA YG MEMBEDAKAN, bukan SIAPA YANG MENYAMPAIKAN !

    gw:
    sama aja jawabannya [baik yg membedakan dan MENYAMPAIKAN]


    ================SAYA :
    Jelas gak sama lah ! Jangan berpaham ngawurisme dan goblokisasi!
    Tukang sortir tidak harus merangkap jadi kurir !
    Seorang Guru Fisika juga gak perlu harus menemukan sendiri hukum2 alam agar bisa jadi pengajar !

    ****************************************

    WB:
    Kalo sekedar yg menyampaikan, semua orang juga pernah menyampaikan hal tsb, tidak perlu menunggu padamnya keinginan dan tidak terlahir lagi di 31 alam.

    gw:
    Waduh kalo ya...koq di ajaran lain gak sama ya malah ditambah2i dengan kata tuhan lah, kalo gak nyembah tuhan dan gak mengakui gak bakal diterima lah? koq beda ya?

    ===========SAYA :
    Gak terbalik tuh bung ??
    Justru sebelum ada agama Buddha, agama yg ada terlebih dahulu – yg sekarang disebut Hindu – telah mengkaitkkan hal perbuatan baik dan tidak baik ini dengan keyakinan pada Tuhan !
    Kok akhirnya ajaran yg begini disunat oleh Buddha ??
    Padahal dalam agama2 yg datang belakanganpun, hal tentang perbuatan selalu terkait dengan ajaran tentang Tuhan.
    Emang Buddha dapat wangsit dari mana tuh ?? nganeh-anehi saja !


    *******************************************
    WB:
    Saya bahkan melihat jawaban anda masih bermasalah, lalu bagaimana caranya menyimpulkan itu adi kodrati atau konsesus bersama ??

    gw:
    waduh..jawaban yg diberikan gak bermasalah tuh..cilakanya anda malah yang sangat bermasalah dengan penyampaian perbuatan baik/tidak yg sangat sederhana itu jadi ya sangat wajar anda gak mampu menyimpulkannya

    ===========SAYA :
    Saya gak mampu menyimpulkan dari jawaban anda terdahulu karena memang jawaban anda tidak memadai untuk disimpulkan !
    Coba deh anda pikir ulang, apa hubungannya dengan orang yg telah padam keinginan dan tidak terlahir lagi di 31 alam dengan pembedaan perbuatan baik dan tidak baik, dan itu kemudian menjadi hukum yg mengikat semua makhluk ??
    Bagaimana cara dia bisa menempa diri hingga mampu memadamkan keinginan terhadap apa yg BARU AKAN ia bedakan setelah dia menjadi padam dan tak terlahir di 31 alam lagi ???
    Apa mau pake mesin waktu ???

    Coba anda jelaskan kalo memang itu punya hubungan !

    BalasHapus
  20. *****************************************

    WB:
    Jawaban anda tidak berdasar !
    Jika tidak ada keharusan untuk menurut, mengapa gara2 itu setiap makhluk harus dipaksa untuk menjalani kewajiban reinkarnasi berkepanjangan hingga mereka bisa memadamkan keinginan ???

    gw:
    lah kenapa jadi marah2 dan mengatakan tidak berdasar? kalo anda mo bolak balik sendiri di 31 alam ya siapa yg bisa melarang?
    lagian anda percaya/tidak kelahiran kembali tidak masalah..toh anda tetep kan terlahir kembali.

    bagusnya sebelum nyerocos gak mutu..buka dulu samaditthi sutta.

    =========SAYA :
    Lho kok jadi anda yg malah marah2 gak karuan ??
    Anda udah gak menjawab, malah nyerocos yg menggelikan kayak diatas !
    Lucu tenan …..!!


    ****************************************

    WB:
    Anda bisa beranggapan gak perlu mempedulikan hukum, tapi kalo anda ketangkap tangan sedang nyopet, anda tetep akan dijebloskan ke penjara.
    Jadi apakah anggapan anda itu berguna ???

    gw:
    lah anda yg nulis sendiri koq saya yg anda tuduh beranggapan?

    tulisan anda makin gak jelas juntrungannya

    ================SAYA :
    Jangan suka melempar batu sembunyi tanganlah Bung !
    Kan anda sendiri yg bilang, ‘gak harus menurut’ …. Ya Toh ??
    Tulisan anda = anggapan anda ……..ya toh ??
    Kok sekarang mau mengingkari ?? edaannn tenan !!

    *******************************************
    WB:
    Anda mengabaikan fakta bahwa tidak ada lingkaran yg bisa ada dengan sendirinya !

    GW:
    ah masa? ingat yg sy tulis "siklus tersebut merupakan lingkaran"

    ===========SAYA :
    dan ingat juga yg anda tulis “Sebuah lingkaran tidak dapat ditentukan titik awalnya kecuali dengan konsensus atas masing2.”

    Kata siapa tuh ??
    Kalo saya yg menggambar lingkaran, saya bisa dengan mudah menunjukkan kepada anda letak titik awal dan titik akhirnya kepada anda, tanpa menunggu hasil konsesus siapapun !

    Kan ketahuan gak masuk akalnya tulisan2 anda bung !


    *************************************

    WB:
    Apakah anda pernah melihat ada lingkaran yg bisa terjadi dengan sendirinya tanpa ada yg menggambarkannya ???

    gw:
    Siklus musim panas/dingin
    Daur karbon-nitrogen-oksigen [KNO] pada energi bintang merupakan siklus melingkar, semakin tinggi temperatur, semakin cepat reaksi berlangsung, dan semakin cepat reaksi berlangsung, semakin tinggi temperatur.


    =================SAYA :
    Lho kan tetap ada titik awal dan akhirnya kan ?
    Titik Awalnya adalah lahirnya bintang yg anda maksud
    Dan titik akhirnya adalah matinya bintang yg anda maksud

    Ayo cari contoh yg lebih cerdas lagi !!

    BalasHapus
  21. *************************************

    WB:
    Tapi faktanya adalah semua lingkaran berasal dari proses pembentukan / menggambar.

    gw:
    gak tuh..kalo nalar anda terbatas ya jangan menggeneralisasi dong.

    ==========SAYA :
    Tidak mengeneralisasi kok, nyatanya anda juga belum mampu untuk menunjukkan bentuk yg mewakili pendapat anda itu !
    Iya toh ???

    *******************************************

    WB
    Dimana titik awalnya jelas dan titik akhirnya juga jelas, yaitu titik dimana pertama kita mulai menggoreskan yg merupakan titik terakhir pula kita menggoreskan pensil
    Tidak ada alasan untuk mengatakan lingkaran tidak ada titik awal dan akhirnya !

    GW:
    Yah, kalo manusia menggambar lingkaran emang begitu dan cilakanya gak match tuh ama yg gw bilang yaitu "siklus tersebut merupakan lingkaran"

    ==============SAYA :
    Dan cilakanya lagi anda sudah terlanjur bilang : “Sebuah lingkaran tidak dapat ditentukan titik awalnya kecuali dengan konsensus atas masing2.”
    Padahal kan gak begitu !!

    *********************************

    WB :
    Lagian kalo mo make CONTOH ANDA MAKA diri sendirilah yg membuatnya mulai dan berputar2 di seluruh alam gak berkesudahan, So, anda yang mulai dan anda yg mengakhiri..ngapain juga ngomel2 gak karuan?

    tentunya anda bertanya siapa yg menciptakan diri anda?

    krn kamu gak tau [ato akan berkata: tuhan] jelas menuduh sembarangan..So, SEBELUM NYEROCOS lebih lanjut..baca SAMADITTHI SUTTA, anda akan tau Siapa anda? darimana anda? kenapa anda yg mulai dan yg bisa mengakhiri. Silakan.

    ================SAYA :
    Ketahuan dengan jelas bahwa anda sangat dikuasai oleh avijja (ketidaktahuan) anda itu
    Sanaditthi sutta sesuai dengan kata pengantarnya mengatakan sutta itu bukan sedang membahas tentang asal usul (awal) keberadaan, karena bagian itupun termasuk dalam avijja itu sendiri.
    Avijja mempunyai dua bagiannya terhadap seorang pengamat, yaitu intern dan ekstern. Yang dibahas dalam ebook rekomendasi anda itu adalah sisi internnya terhadap keadaan seorang pengamat.
    Sementara yg saya persoalkan disini adalah sisi ekstern avijja dari seorang pengamat, yg bagi orang Buddha seperti anda, hal tsb akan selamanya menjadi avijja (ketidak tahuan) yg kekal, kecuali jika anda telah mampu mencapai keadaan nibbana. Dimana anda bisa mendapatkan kehidupan bahagia yg kekal abadi tidak berubah lagi untuk selamanya (dan itu yg dimaksud Islam dengan pencapaian surga)
    Kecuali anda berkeyakinan bahwa setelah mencapai nibbana (padam) anda tidak dilahirkan kembali di alam apapun, atau dengan kata lain anda musnah / punah selamanya. Dan pasti itu adalah bentuk pikiran yg sangat jorok, karena jika musnah selamanya, ngapain orang Buddha memuja2 sang Buddha (yg telah mencapai nibbana) sepanjang hidup mereka ! ya gak ???

    Avijja dari sisi eksternnya selalu digambarkan oleh Buddha sebagai “kurun waktu lampau yg sangat lama” Dan dengan modal tsb anda merasa berhak untuk menyatakan tidak ada apa2 dibalik “kurun waktu lampau yg sangat lama”
    Sementara dalam agama2 lain, eksistensi yg ada dibalik apa yg disebut orang Buddha sebagai avijja (saya sebut avijja sisi ekstern) itu berkenan membuka sebagian hakikatNya kepada mereka. Terus ngapain orang2 Buddha pada rame2 mengingkarinya ?? Mau bertahan pada status avijja terus ya ??
    Seperti orang goblok lagi salah jalan, ketika ditunjukkan jalan yg benar,……..eehh malah mencak2 gak karuan pada yg menunjukkan jalan !
    He..he… Puas jadi avijja terus nih ye ??

    BalasHapus
  22. *************************

    WB:
    Kedua :
    Ada perbedaan perspektif dalam mengamati sesuatu.

    gw:
    cocok..buktinya anda bertanya berulang2 yg pada hal2 yg sederhana dah dijawab:

    =============SAYA :
    Ya cocok ………. Saya menanyakan tentang ada apa dibalik avijja disisi luarnya, anda pikirannya avijja hanya ada sisi dalam aja !
    Ngotot gak ada disisi luarnya avijja.

    *****************************

    WB:
    Orang Buddha melihat sesuatu itu sudah dalam bentuk jadi. Mereka gak ambil pusing dengan bagaimana awalnya bentuk2 itu bisa terjadi.

    gw:
    Ngawur..Buddhism ada kelahiran kembali berulang2 di SEBELUMNYA dan juga SESUDAHNYA [jika tak dapat keluar] shg melingkar tak berkesudahan.

    =================SAYA :
    Itu salah satu sifat gak konsistennya ajaran Buddha !
    Diluar lingkaran kelahiran kembali ada awal dan akhir (lihat ittivitaka dlm diskusi yg lalu), tapi yg awal dan akhir itu malah gak dibahas, padahal itu bagian yg sama2 penting !
    Jadinya kayak beli kucing didalam karung !

    *****************************************



    WB:
    Sementara orang beragama lain melihat lingkaran yg sama itu sebagai suatu bentuk jadi, yg memiliki proses kejadian secara historisnya.

    gw:
    loh koq malah jadi kebingungan sendiri dan buat statement saling membunuh sendiri..kamu bilang orang Buddha "melihat sesuatu itu sudah dalam bentuk jadi" sekarang kamu bilang, "orang beragama lain melihat lingkaran yg sama itu sebagai suatu bentuk jadi"

    ==============SAYA :
    Bacanya diterusin dong : “Sementara orang beragama lain melihat lingkaran yg sama itu sebagai suatu bentuk jadi, yg memiliki proses kejadian secara historisnya.”

    Memiliki kejadian secara historisnya !
    Buddha kan gak melihat kejadian itu, yg ada bagi mereka siklus yg memutar-mutar sampe pusing sendiri !
    Karena gak melihat, buat gampangnya disebut TIDAK ADA aja ! …….Walahh !
    Kayaknya orang Buddha sudah melupakan ajarannya sendiri soal angin yg karena tidak bisa dijelaskan secara inderawi, tidak berarti angin itu tidak ada !
    Ini tidak bisa menjelaskan pencipta, gampangnya dibilang pencipta itu tidak ada !
    Ha..ha…gak konsisten tau !

    BalasHapus
  23. ***********************************

    WB:
    karena tidak ada seorangpun yg bisa membuktikan bahwa gambar lingkaran dalam billboard tsb tiba2 ada secara ajaib tanpa campur tangan seorang pembuat !

    gw:
    cocok...makanya bolak balik statement mu ngawur..karena dah dikasih tau juga bawah diri sendirilah yg membuatnya! Gak ada campur tangan namun diri sendiri yg memulainya siklus itu.



    ==================SAYA :
    Nah kan cocok lagi…..
    Dalam ilustrasi diatas, dalam agama lain seorang pengamat selalu dipisahkan dari pembuat gambar lingkaran dalam billboard tadi. Karena itu mereka sadar bahwa tidak akan ada gambar kalo tidak diciptakan oleh yg menciptakan, dan yg pasti mereka tidak ikut terlibat dalam penciptaan gambar.

    Tapi sekali lagi dalam Buddha, pengamat diikut sertakan dalam pembuatan gambar tadi ! Dia mengamati sekalian merasa pernah menciptakan gambar tsb !
    Luar biasa anehnya adalah, kalo merasa pernah ikut andil membuat gambar tsb, namun bila ditanya dimana letaknya titik awal dan titik akhir ketika membuat gambar tsb, mereka bilang gak tahu, karena tidak bisa ditentukan letak titiknya melainkan nunggu konsensus dari masing2 orang !
    Walaaaahhhh !……… mana tahan!!

    ************************************
    WJ :
    Siapa diri anda? darimana diri anda? silakan BACA samaditthi sutta.

    ===========SAYA :
    Membaca samaditthi sutta sama dengan membaca buku teori doang !
    Gak ada gunanya kalo gak dipraktekkan !

    Dan saya setuju POINT dari tulisan dalam buku tsb di hal 14, bahwa tanpa kehendak untuk terus hidup ini tidak akan ada lagi kehidupan di masa mendatang, dan pembebasan akan ditemukan dari lingkaran kelahiran kembali dari siklus samsara tanpa henti.
    Karena itu reinkarnasi gak perlu diajarkan, karena hanya bikin orang menunda2 berbuat baik, sebab waktu yg tersedia masih panjang !
    Kan jauh lebih baik menekankan pada setiap orang, berbuat baiklah semenjak sekarang, jangan buang2 waktu dalam hidup ini, karena kalo tidak begitu anda akan terlambat dan sangat menyesali kehiduapan anda yg telah lalu.
    Karena itu dalam islam dijanjikan surga yg bila berhasil mendapatkannya, dijamin mendapatkan hidup yg penuh kebahagian dan tidak ada kesia-siaan didalamnya selama2nya, alias kekal abadi !
    Ngapain mikir kesempatan kedua, ketiga dan seterusnya kalo memang itu bikin hidup tambah sengsara ???
    Mangkanya gak usah pusing kepala mencerna teori2 yg rumit, tapi langsung praktek aja sesuai panduan yg ada !
    Toh anda bisa mencapai nibbana bukan karena semakin banyaknya teori yg anda kuasai, melainkan hasil praktek kerja anda bukan??
    Tul gak ??
    Makanya gak usah terlalu serius mikiri samaditthi sutta, langsung prakteknya aja bisa gak ???
    Rasanya anda gak bakal bisa, blog ini jadi buktinya kegagalan hidup anda !!
    He..he….he….

    BalasHapus
  24. *******************************************
    WB:
    Bagaimana dhamma dan vinaya itu bisa diyakini bagian dari dhamma sejati, sedangkan yg dhamma sejatinya sendiri telah divonis tidak berumur panjang, hanya 500 tahun, dan setelahnya akan muncul dhamma2 palsu ??
    Padahal ini sudah berjalan berapa ribu tahun ??

    gw:
    Gampang..krn orang yg menyatakan selama 45 tahun itu tau caranya memadamkan keinginan..dia TELAH MEMBIMBING ratusan juta hingga tak terhingga [selain manusia] yg mencapai pemadaman yg sama..yang asalnya TIDAK PERCAYA karena sangat simplenya dan setelah KONSISTEN MENCOBA mengalami yg sama menyatakan yg sama!

    ===================SAYA :
    Ha..ha…ha….
    Jangan terlalu muluk2 lah bung kalo membual,
    Mana ada orang yg anda sebutkan diatas telah membimbing ratusan juta hingga tak terhingga (selain manusia) yg mencapai pemadaman yg sama
    Emang itu terbukti ??
    Bahkan yg pernah saya baca, sang Buddha ketika membandingkan dirinya dengan Maitreya yg akan datang, dia mengaku gak sebanding dengan Buddha masa depan itu, karena pengikutnya sendiri hanya puluhan atau ratusan, sedangkan pengikut Maitreya nantinya berjumlah ribuan.

    Dengan logika simple aja ketahuan kebohongan anda, mana ada penduduk negeri2 di wilayah Buddha berada di jaman itu telah mendekati jumlah ratusan juta ??
    apa sang Buddha sempat dakwah keliling dunia ??
    Kalo ratusan juta orang jaman itu dan tak terhingga makhluk selain manusia saat itu sudah mencapai pemadaman ala Buddha, jadi kosong dong harusnya dunia sekarang ?? kan kalo udah padam gak terlahir kembali ??

    Ha….ha….ha…. ada2 saja akal anda ini bung !!
    Ternyata anda gak pinter untuk mengalihkan topic pertanyaan dgn jawaban yg asal aja.
    Bagaimana dhamma dan vinaya sekarang bisa diyakini sebagai bagian dari sejati?

    ***********************************************

    WJ :
    Jadi:
    ADA AJARAN + BUANYAK yg MEMAKAI AJARAN ITU TERBUKTI BENAR BISA = DHAMMA SEJATI!

    ==============SAYA :
    Kesimpulan yg keliru !
    Lihat contoh kasus agama Kristen,
    Dengan jumlah pengikut yg jauh lebih buuanyak dibanding pengikut Buddha, apa menjamin ajaran Kristen sekarang adalah sama dengan yg diajarkan Yesus ??

    *****************************************************

    WJ :
    Disampaikan jg oleh beliau bhw umur dhamma sejati itu 500 tahun artinya setelah itu AJARANNYA ADA tapi tidak ada yg BISA jadi orang SUCI

    Kemudian di 3 bulan setelah wafatnya..diadakan konsili ke-1. Mereka yg PADAM itu mengumpulkan semuanya dan itulah dhamma sejati alias dhamma dan vinaya.

    Kenapa tidak bisa?

    ======================SAYA :
    Lho kan disebut akan muncul dhamma2 palsu setelah itu. nubuatannya kan begitu
    Sekarang udah berselang ribuan tahun, yg palsu jelas udah beranak pinak dan bercampur aduk dengan yg asli
    Anda belum jawab pertanyaan, bagaimana cara membedakan dhamma dan vinaya yg asli dengan yg palsu !
    Bagaimana caranya ??

    ***************************************



    gw:
    loh kan dah disebutkan DIARTIKEL! dan ya itu tadi jawabnya dhamma vinaya konsili ke-1...

    Lagian kamu ngomong gini juga gak ngerti tuh apa itu dhamma vinaya..cuma modal nyerocos tanpa pengetahuan..lebih baik kamu cari tau dulu deh..biar gak asbun.

    ================SAYA :
    Lha ya itu tadi, bagaimana caranya percaya kumpulan tulisan yg ada sekarang ini bisa diyakini sama persis dengan yg disusun dlm konsili 1, atau bahkan sesuai dengan ajaran sang Buddha sendiri ?
    Emang itu bisa dibuktikan bukan sekedar klaim saja ??
    Buktinya ada saja kekisruhan !
    Contoh paling gampang, memuja2 di depan arca Buddha itu apa bener berasal dari ajaran asli Sang Buddha ???
    Apa sang Buddha menyuruh membuatkan patung dirinya ??

    BalasHapus
  25. **************************************************



    WJ ::
    tepat sekali! dan jangan lupa bukan cuma umat buddha yg BODOH.TETAPI sekali gus NON BUDDHIS yg gak ngeh spt kamu yg gak ngeh..kalo masih diliputi KESERAKAHAN, KETIDAKTAHUAN dan KETIDAKSUKAAN.

    Jika kamu gak mau termasuk si BODOH itu, silakan BUKA dan bandingkan dengan ajaranmu..kamu juga akan tau..kalo ajaran yg kamu anut tidak ada apa2nya

    ==============SAYA :
    Jadi anda termasuk golongan umat Buddha yg bodoh juga kan ??
    Kan anda juga masih diliputi apa2 yg anda sebutkan diatas ??

    ************************8*******************
    WJ :

    kenapa saya tau..karena saya telah baca ajaranmu :) makanya saya tau mana emas mana loyang..dan karena saya tidak diagamamu..makanya itu adalah loyang.

    simple,kan?!

    ===============SAYA :
    Membaca kan tidak selalu berarti memahami kan ??
    Jadi kalo anda membaca ajaran agama saya tapi tetap gak bisa paham, ya gak masalahlah…… itukan urusan anda sendiri.
    Anda tidak diagama saya juga terserah…..itu kan urusan anda sendiri juga.
    Urusan saya dengan anda kan sekedar anda mampu menjawab pertanyaan2 saya apa gak !
    Tapi gak kunjung ada jawaban kongkrit juga nih kayaknya …………….

    BalasHapus
  26. WB:
    [Ngawurnya WB ketika memberikan contohnya yaitu PERAMPOKAN dan PENDERMA yg anggap tidak baik yg dilakukan adalah sesuai KALAMA SUTA :)]
    Saya tidak ngawur bung !
    Memang demikianlah biasnya apa yg dikatakan kalama sutta anda !
    Padahal kenyataannya didunia ini TIDAK ADA satu perbuatanpun yg ketika dilakukan benar2 menguntungkan semua pihak, tanpa ada satupun pihak yg dirugikan !
    Coba kalo anda bisa menunjukkan salah satu saja, silahkan dituliskan disini.
    Bisa gak ???
    Definisi anda tentang perbuatan baik dan tidak baik masih ngambang !

    gw:
    Hahahahaha..gak MATCH tuh dgn persyaratan kalama sutta, yaitu KEDUA BELAH PIHAK menerima MANFAAT ato TIDAK DIRUGIKAN...lah orang di RAMPOK apa manfaatnya? orang merasa DIPAKSA BERDEMA apa manfaatnya?

    mempertahankan bantahann ngaco hanya menunjukan kamu gak mampu mengartikan arti sepele yaitu keduabelah pihak yg sama2 menerima manfaat dan/atau sama2 tidak menerima kerugian..
    kalo masalah sepele ini saja gak mampu apalagi yg lebih rumitan dikit.. :)

    Contoh?
    Mudah koq gw, Nih gw suruh anak gw yg kelas 6 SD jawab dan ini jawabanya: :)
    1. menyumbang dan/atau pergi menolong korban bencana.
    2. Menolong ibu2 tua yg menyeberang jalan
    Anak kecil kelas 6 SD aja mampu..koq kamu malah gak mampu..xixixixi..
    ***************************************

    WB:
    [Permintaan Bukti atas statement: Buddha sedang mengulang dari pemisahan perbuatan baik dan tidak baik, yg pemisahan itu sendiri telah ada jauh sebelumnya.]
    Masihkah saya perlu membuktikannya ?? Atau anda yg gak mau tahu dengan kenyataan ??
    Ok ! Buktinya :
    sebelum agama Buddha ada terlebih dulu ada agama yg sekarang disebut Hindu, dalam agama tsb, setiap perbuatan baik dan tidak baik telah dipilah2kan.
    Coba anda Tanya orang Hindu, siapa kira2 yg memilah2 antara perbuatan baik dan tidak baik itu ??
    Pasti mereka bisa menjawab dengan mudah dan tanpa berfikir lagi pertanyaan sederhana seperti itu,
    Itu beda dengan anda yg mbulet gak karuan kalo mendapat pertanyaan semacam itu, karena pada dasarnya agama anda memang gak punya dasar keyakinan yang kuat !
    dan kebodohan spt itulah yg anda bela mati2an bahkan kalo perlu memfitnah orang lain !

    Gw:
    Hahahaha...masa itu adalah BUKTI ? Ayo tuliskan BUKTINYA yg NYATA spt yg BUDDHA SAMPAIKAN DONG! Kalo cuma statement kosong..xixixixi..semua orang termasuk anak SD kelas 3 juga bisa...silakan.
    *****************************************************

    WB:
    [Permintaan BUKTI atas STATEMENT: Pengajaran Buddha tentang perbuatan2 itu menunjukkan pembedaan perbuatan baik dan buruk diatas bukan berasal dari inisiatif sang Buddha sendiri, tetapi Buddha hanya mengulang pembedaan yg telah ada dan diketahui oleh umum.]
    Apa yg diajarkan Buddha itu sudah dikenal secara umum sebagai ajaran moralitas yg terpuji.
    Itu bukan ajaran baru, tetapi hanya menekankan kembali pada nilai2 moralitas yg sudah lebih dulu ada !
    Kalo mau bukti lebih lanjut,
    jaman sang Buddha masih jadi putra mahkota seorang raja pun, kalo orang membunuh orang lain tanpa alasan yg diperbolehkan, mencuri atau merampok orang lain, sudah dihukum berdasarkan hukum kerajaan yg berlaku di kerajaan ayahnya sang Buddha !

    gw:
    xixixixi lagi2 statement kosong!
    NIh tak kasih tau ya: Dalam BUDDHISM, MEMBUNUH ORANG apapun alasan PEMBUNUHAN ITU maka itu adalah melanggar SILA ke-1 dari ajaran BUDDHA.
    xixixixi..sok taunya ketauan..xixixi

    WB:
    Moralitas seperti itu bukan barang baru bung !
    Itu bukan penemuan orisinil sang Buddha !
    Kecuali anda mau mengingkarinya dengan mengatakan leluhur dan ayahanda sang Buddha adalah orang2 barbar yg gak ngerti moralitas sama sekali, kayak binatang !

    GW:
    xixixixi..tuh dah dikasih contoh kalo MEMBUNUH apapun alasannya adalah pelanggaran sila ke-1. Jadi kalo menurut mu Ayahanda Buddha barbar melanggar itu..maka tentunya kamu dah tau sendiri sekarang kalo ajaranmu dan pendiri agamamu itu sebarbar apa, bukan?! :)
    *************************************

    BalasHapus
  27. WB:
    [Tanggapan atas jawaban bahwa BUDDHA yg membedakan dan MENYAMPAIKAN]
    Jelas gak sama lah ! Jangan berpaham ngawurisme dan goblokisasi!
    Tukang sortir tidak harus merangkap jadi kurir !
    Seorang Guru Fisika juga gak perlu harus menemukan sendiri hukum2 alam agar bisa jadi pengajar !

    Gw:
    Lah...koq malah ngotot..xixixi..
    Dah dibilang kalo Sang Buddha itu yg menemukan jalan dan dia juga yang menyampaikan. Bahkan mereka 2 yg asalnya tidak percaya [tanpa paksaan, ancaman dan iming2 hasil rampokan loh] mengikuti jalan, mempraktekan jalan dan juga menyampaikan yang sama..xixixixi..Kalo lo gak percaya ya baca aja sendiri sutta2nya.
    ****************************************

    WB:
    [Tanggapan atas: bhw Ajaran sang Buddha gak sama dengan ajaran lain dan malah ada yg MENAMBAH2i dengan tuhan, kalo gak nyembah tuhan dan gak mengakui gak bakal diterima]
    Gak terbalik tuh bung ??
    Justru sebelum ada agama Buddha, agama yg ada terlebih dahulu – yg sekarang disebut Hindu – telah mengkaitkkan hal perbuatan baik dan tidak baik ini dengan keyakinan pada Tuhan !
    Kok akhirnya ajaran yg begini disunat oleh Buddha ??
    Padahal dalam agama2 yg datang belakanganpun, hal tentang perbuatan selalu terkait dengan ajaran tentang Tuhan.
    Emang Buddha dapat wangsit dari mana tuh ?? nganeh-anehi saja !

    Gw:
    Hahahaha...gak tuh..
    BUDDHA-BUDDHA sebelum sang Buddha Gautama, ngajari juga sama bahwa TUHAN emang gak dibutuhkan untuk dapat berbuat baik dan tidak berbuat jahat.

    Wangsit?

    Hah! Bos, ini bukan nabimu yang ngaku2 dapat wahyu dari mahluk gak jelas..yang cilakanya malah mengajari MEMBUNUHI, MERAMPOKI HARTA, MENGAWINI dan/atau MENCABULI wanita2 setelah menyerang daerah dan juga MENGAJARKAN BERDUSTA..Serem banget wangsit nganeh-nganehin kaya gitu..
    *******************************************

    WB:
    [tanggapan atas jawabam penjelasan yg diminta tidak bermasalah, WB sendiri yg bermasalah dengan penyampaian perbuatan baik/tidak yg sangat sederhana dan gak MAMPU menyimpulkan]
    Saya gak mampu menyimpulkan dari jawaban anda terdahulu karena memang jawaban anda tidak memadai untuk disimpulkan !

    gw:
    Anak kecil kelas 6 SD aja bisa ngasih contoh..yang anda sendiri gak mampu..ya kebayang banget sih daya nalar anda itu sampe dimana..gak heran, koq.
    ------------------

    BalasHapus
  28. WB:
    Coba deh anda pikir ulang, apa hubungannya dengan orang yg telah padam keinginan dan tidak terlahir lagi di 31 alam dengan pembedaan perbuatan baik dan tidak baik, dan itu kemudian menjadi hukum yg mengikat semua makhluk ??
    Bagaimana cara dia bisa menempa diri hingga mampu memadamkan keinginan terhadap apa yg BARU AKAN ia bedakan setelah dia menjadi padam dan tak terlahir di 31 alam lagi ???
    Apa mau pake mesin waktu ???
    Coba anda jelaskan kalo memang itu punya hubungan !

    Gw:
    Mmmhh, gini ya..memperhatikan cara2mu dalam menjawab dan bahkan memberikan contoh yg sama sekali gak match, gak nyambung dan malah mempertahankan kekonyolan itu yang padahal anak kelas 6 SD saja mampu memberikan contoh yg baik dan sesuai persyaratan..maka ini menunjukan beberapa kemungkinan:

    1. kamu belum mampu mencerna dan mengerti untuk masalah sederhana jadi untuk meningkat pada pemahaman yg lebih dalam maka ini hanya akan membebani pikiranmu saja atau
    2. Karena penjelasan sudah diberikan dan cross check sudah dilakukan pada anak SD kelas 6 yg ternyata mampu memahami dan memberikan contoh akurat, maka tujuanmu jelas bukan memohon penjelasan dan mencari pencerahan. atau
    3. Jika saja argument mu berbobot, maka saya pandang masih cocok untuk sekedar membantumu melihat dari sisi lain, cilakanya daya nalar dan pengetahuanmu untuk ini belum mencukupi.

    Jadi bener-bener buang waktu dan energi.

    Kasus mu ini cocok spt peringatan dari sebuah nasihat yaitu jangan mengalungkan mutiara pada babi, Ia gak akan mengerti manfaatnya dan malah akan menyerudukmu.

    Kira-kira demikian.

    bersambung..

    BalasHapus
  29. Ah, mungkin anda kurang paham apa yang saya maksudkan..Baiklah sebagai penutup diskusi bersama anda saya sampaikan contohnya, yaitu ketika anda menanggapi:

    Lagian kalo mo make CONTOH ANDA MAKA diri sendirilah yg membuatnya mulai dan berputar2 di seluruh alam gak berkesudahan, So, anda yang mulai dan anda yg mengakhiri..ngapain juga ngomel2 gak karuan?

    tentunya anda bertanya siapa yg menciptakan diri anda?

    krn kamu gak tau [ato akan berkata: tuhan] jelas menuduh sembarangan..So, SEBELUM NYEROCOS lebih lanjut..baca SAMADITTHI SUTTA, anda akan tau Siapa anda? darimana anda? kenapa anda yg mulai dan yg bisa mengakhiri. Silakan.

    Anda menjawab:
    Ketahuan dengan jelas bahwa anda sangat dikuasai oleh avijja (ketidaktahuan) anda itu
    Sanaditthi sutta sesuai dengan kata pengantarnya mengatakan sutta itu bukan sedang membahas tentang asal usul (awal) keberadaan, karena bagian itupun termasuk dalam avijja itu sendiri.
    Avijja mempunyai dua bagiannya terhadap seorang pengamat, yaitu intern dan ekstern. Yang dibahas dalam ebook rekomendasi anda itu adalah sisi internnya terhadap keadaan seorang pengamat.
    Sementara yg saya persoalkan disini adalah sisi ekstern avijja dari seorang pengamat, yg bagi orang Buddha seperti anda, hal tsb akan selamanya menjadi avijja (ketidak tahuan) yg kekal, kecuali jika anda telah mampu mencapai keadaan nibbana. Dimana anda bisa mendapatkan kehidupan bahagia yg kekal abadi tidak berubah lagi untuk selamanya (dan itu yg dimaksud Islam dengan pencapaian surga)
    Kecuali anda berkeyakinan bahwa setelah mencapai nibbana (padam) anda tidak dilahirkan kembali di alam apapun, atau dengan kata lain anda musnah / punah selamanya. Dan pasti itu adalah bentuk pikiran yg sangat jorok, karena jika musnah selamanya, ngapain orang Buddha memuja2 sang Buddha (yg telah mencapai nibbana) sepanjang hidup mereka ! ya gak ???

    Avijja dari sisi eksternnya selalu digambarkan oleh Buddha sebagai “kurun waktu lampau yg sangat lama” Dan dengan modal tsb anda merasa berhak untuk menyatakan tidak ada apa2 dibalik “kurun waktu lampau yg sangat lama”
    Sementara dalam agama2 lain, eksistensi yg ada dibalik apa yg disebut orang Buddha sebagai avijja (saya sebut avijja sisi ekstern) itu berkenan membuka sebagian hakikatNya kepada mereka. Terus ngapain orang2 Buddha pada rame2 mengingkarinya ?? Mau bertahan pada status avijja terus ya ??
    Seperti orang goblok lagi salah jalan, ketika ditunjukkan jalan yg benar,……..eehh malah mencak2 gak karuan pada yg menunjukkan jalan !
    He..he… Puas jadi avijja terus nih ye ??

    Gw:
    hehehehe..lucu juga kalo ketemu orang ASBUN..Kalo di bilang gak nyampe malah ngamuk2..dan malah menambah2i yg tidak saya sampaikan dan memelintri yg disampaikan.

    Ya sudahlah, Saya sudah malas membahas lanjutan percakapan ini..

    Sekarang, Silakan anda bandingkan sendiri ASBUN mu dengan KENYATAAN yg disampaikan di SAMADITTHI SUTTA [Yg saya sampaikan ini adalah ringkasannya sebagai OLEH-OLEH dari akhir percakapan bersama anda]:

    bersambung..

    BalasHapus
  30. 1. Arti dari Samaditthi Sutta itu adalah sutta tentang pandangan benar yaitu memahami yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, akar dari yang bermanfaat/tidak bermanfaat.

    Dengan cara ini seorang menjadi berpandangan benar, lurus, memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini [*]


    2. Bermanfaat/tidak itu adalah Sesuai/tidak seperti sila [latihan pengendalian] dalam Buddhism yaitu : Menyakiti/tidak, mengambil/tidak yg bukan hak, menjaga/tidak 6 Indriya dari perbuatan tidak patut, Menyatakan/tidak yg benar dan patut, dan memasukan/tidak cairan/makanan yg dapat melemahkan kesadaran. Akar dari perbuatan itu adalah ada/tidaknya: KEKELIRUAN TAHU, KEMELEKATAN dan KETIDAKSUKAAN

    Dengan memahami itu maka Ia sepenuhnya meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu, ketidak-senangan, memadamkan kecenderungan tersembunyi pada pandangan dan keangkuhan ‘Aku,’ dan dengan meninggalkan kekeliruan tahu, Ia membangkitkan pengetahuan sejati dan mengakhiri penderitaan. [**]


    3. Cara dan contoh lainnya agar berpandangan benar yaitu:

    a. Memahami: AHARA [penyokong/landasan/makanan] dari kemunculan, kelangsungan dan kemunculan lanjutan

    Apa itu?
    Makanan, kontak, Kehendak pikiran dan Kesadaran. Dengan munculnya keinginan maka muncul pula ahara.

    Asal dan Lenyapnya?
    Dengan lenyapnya keinginan maka lenyap pula ahara. Jalan menuju lenyapnya ahara adalah :

    Jalan menuju Lenyapnya?
    8 jalan Mulia, yaitu: pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. [***]
    (ulangi [**] & [*])


    b. Memahami: DUKKHA [4 Kesunyataan mulia]:

    Apa itu?
    Kelahiran, penuaan, sakit, kematian, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan, tidak memperoleh apa yang diinginkan; singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan adalah penderitaan.

    asal-mula?
    Keinginan, yang memperbarui penjelmaan, disertai oleh kenikmatan dan nafsu, dan kenikmatan akan ini dan itu; yaitu, keinginan akan kenikmatan indria, keinginan untuk menjelma, dan keinginan untuk tidak menjelma. Ini disebut asal-mula penderitaan.

    lenyapnya?
    Yaitu peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya, terhentinya, terlepasnya, tertinggalnya, dan tertolaknya keinginan yang sama itu. Ini disebut lenyapnya penderitaan.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])


    c.Memahami: PENUAAN dan KEMATIAN

    Apa itu?
    Penuaan makhluk-makhluk dalam berbagai urutan penjelmaan, usia tua, gigi tanggal, rambut memutih, kulit keriput, kehidupan menurun, indria-indria melemah – ini disebut penuaan. Berlalunya makhluk-makhluk dalam berbagai urutan makhluk-makhluk, kematiannya, terputusnya, lenyapnya, sekarat, selesainya waktu, hancurnya kelompok-kelompok unsur kehidupan, terbaringnya tubuh – ini disebut kematian. Maka penuaan ini dan kematian ini adalah apa yang disebut dengan penuaan dan kematian.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya kelahiran maka muncul pula penuaan dan kematian. Dengan lenyapnya kelahiran maka lenyap pula penuaan dan kematian.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])



    d.KELAHIRAN

    Apa itu?
    berbagai urutan penjelmaan, akan terlahir, berdiam [dalam rahim], pembentukan, perwujudan kelompok-kelompok unsur kehidupan, memperoleh landasan-landasan kontak - ini disebut kelahiran.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya penjelmaan maka muncul pula kelahiran. Dengan lenyapnya penjelmaan maka lenyap pula kelahiran.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    BalasHapus
  31. e. PENJELMAAN

    apa itu?
    penjelmaan di alam: indria, Materi dan tanpa Materi.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya kemelekatan maka muncul pula penjelmaan. Dengan lenyapnya kemelekatan maka lenyap pula penjelmaan.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    f.KEMELEKATAN

    Apa itu?
    kemelekatan pada : kenikmatan indria, pandangan-pandangan, aturan dan upacara, dan doktrin diri/atta/jiwa.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya keinginan maka muncul pula kemelekatan. Dengan lenyapnya keinginan maka lenyap pula kemelekatan.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    g.KEINGINAN

    Apa itu?
    keinginan akan: bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa kecapan, obyek-obyek sentuhan dan pikiran.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya perasaan maka muncul pula keinginan. Dengan lenyapnya perasaan maka lenyap pula keinginan.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    h.PERASAAN

    Apa itu?
    perasaan yang muncul dari kontak: Mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya kontak maka muncul pula perasaan. Dengan lenyapnya kontak maka lenyap pula perasaan.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    i. KONTAK

    Apa itu?
    kontak: mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya enam landasan maka muncul pula kontak. Dengan lenyapnya enam landasan maka lenyap pula kontak.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    j.ENAM LANDASAN

    Apa itu?
    landasan: mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya MentalMateri maka muncul pula enam landasan. Dengan lenyapnya MentalMateri maka lenyap pula enam landasan.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    K. MENTALMATERI

    Apa itu?
    Mental: Perasaan, persepsi, kehendak, kontak, dan perhatian
    Materi: 4 elemen utama dan bentuk materi yang diturunkan dari 4 elemen utama
    4 Elemen: Padat/Landasan; Cair/Perekat; Getar/Gerak/Tekatan; Temperatur/Gelombang partikel/Penyusutan

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya kesadaran maka muncul pula batin-jasmani. Dengan lenyapnya kesadaran maka lenyap pula batin-jasmani.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    L.KESADARAN

    Apa itu?
    kesadaran: mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya bentukan-bentukan maka muncul pula kesadaran. Dengan lenyapnya bentukan-bentukan maka lenyap pula kesadaran.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    M.BENTUKAN-BENTUKAN

    Apa itu?
    bentukan-bentukan dari: jasmani, ucapan dan pikiran.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya kekeliruan tau maka muncul pula bentukan-bentukan. Dengan lenyapnya kekeliruan tau maka lenyap pula bentukan-bentukan.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    N.KEKELIRUAN TAHU

    Apa itu?
    Tidak tau DUKKHA, asal-mula, lenyapnya dan tidak mengetahui jalan menuju adalah kekeliruan tahu.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan munculnya noda-noda maka muncul pula kebodohan. Dengan lenyapnya noda-noda maka lenyap pula bentukan kebodohan.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    N.NODA-NODA

    Apa itu?
    noda keinginan indria, noda penjelmaan, dan noda kekeliruan tahu.

    Asal dan lenyapnya?
    Dengan lenyapnya Kekelirian tahu maka lenyap pula noda-noda.

    Jalan menuju Lenyapnya?
    (ulangi: [***], [**] dan [*])

    ---
    BEDA BUMI LANGIT antara GAYA ASBUN-MU dengan PENJELASAN yg tertera di SAMADITTHI SUTTA, BUKAN?!

    Jadi, kalo gak tau dan gak ngerti, udah..gak perlu memaksakan diri dengan sok tau..malah akan terlihat sangat konyol dan lucu. tau.

    Kalo benar-benar ingin tau..pelajari dari dasar sekali dan Gak perlu berlagak cerdas kalo toh ternyata masih juga bergumul dengan ajaran2 loyang.

    Okeh?!

    BalasHapus
  32. @WIRAJHANA :


    OK lah kalo anda mau menutup diskusi dengan menyisakan pertanyaan yg selamanya TIDAK AKAN PERNAH BISA DIJAWAB oleh orang2 Buddha maupun oleh sang Budhha sendiri.


    PERTAMA :

    Apa yg dibahas dalam kitab SAMADITTHI SUTTA (SS) anda tidak lebih sekedar bahasan dari sisi aspek mental yg berhubungan sebab akibat.
    Ia tidak menjawab ataupun memberikan informasi sedikitpun kepada anda tentang aspek fisik dari adanya kehidupan di alam ini.
    Padahal segala sesuatu yg berwujud memerlukan aspek materi.

    Contoh saja dalam penjelasan SS anda :
    - kemelekatan yg timbul dari suatu kesadaran,
    - keinginan yg timbul dari suatu kesadaran,
    - rasa yg juga timbul dari suatu kesadaran,
    - atau bahkan kesadaran itu sendiri.

    Semuanya itu tidak cukup memuaskan dahaga kebenaran, bila hanya dijelaskan dengan aspek mental semata, tetapi akan lebih bermakna bila sekalian dijelakan dari segi aspek fisiknya, aspek materinya, dll yg semacam itu.

    Ngerti gak yg saya maksud ???

    Kalo gak ngerti tak kasih gambaran spt ini :
    “RASA” sebagai permulaan dari timbulnya problematika setiap makhluk apapun, berbentuk seperti impuls atau sinyal2 listrik, yg artinya ia adalah energi.
    Dimana2 yg namanya energi itu terbentuk dari gabungan partikel2 penyusunnya, yg bisa berupa atom atau apapun yg lebih kecil dari itu.
    Itu yg saya sebut Aspek2 fisik ataupun aspek2 materi.

    Dari mana asalnya aspek2 fisik / materi pembentuk segala hal yg menciptakan adanya aspek2 mental yg diceritakan oleh kitab SS anda itu ???

    Apakah yg dijelaskan sebagai aspek2 mental itu membangun aspek2 fisik / materi yg paling mendasar itu ??
    Atau justru sebaliknya, aspek2 fisik / materi yg membangun aspek2 mental ??

    Ibaratnya :
    Apakah karena roti maka tepung menjadi ada ?
    Atau karena telah ada tepung maka roti bisa dibikin menjadi ada ?

    Untuk pertanyaan seperti itu orang2 buddhist segera ndlosor terkapar tak berdaya untuk memberikan jawabannya, karena mereka memang gak ada modal untuk menjawab pertanyaan2 seperti itu !

    Penolakan mereka pada adanya Tuhan yg mengawali penciptaan membuat pertanyaan2 seperti diatas tetap menjadi AVIJJA TERBESAR dalam perjalanan hidup seorang Buddhist , biarpun ada diantara mereka yg mengklaim diri sudah sampai nibbana !!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. WB:

      Apa yg dibahas dalam kitab SAMADITTHI SUTTA (SS) anda tidak lebih sekedar bahasan dari sisi aspek mental yg berhubungan sebab akibat.
      Ia tidak menjawab ataupun memberikan informasi sedikitpun kepada anda tentang aspek fisik dari adanya kehidupan di alam ini.
      Padahal segala sesuatu yg berwujud memerlukan aspek materi. +DST:

      gw:
      Baru di satu sutta ini saja anda BAHKAN TIDAK MAMPU menemukan bagaimana KEMUNCULAN MENTALMATERI.

      WB:
      Penolakan mereka pada adanya Tuhan yg mengawali penciptaan membuat pertanyaan2 seperti diatas tetap menjadi AVIJJA TERBESAR dalam perjalanan hidup seorang Buddhist , biarpun ada diantara mereka yg mengklaim diri sudah sampai nibbana !!!

      GW:
      hehehehe..Anda yang punya problem bukan orang lain.

      Hapus
  33. KEDUA :

    Dari penjelasan anda diatas, bisa ditangkap kesan, seakan2 hidup ini ditentukan secara penuh oleh pribadi2 kita sendiri.
    Seakan2 dengan kemampuan kita mengelola diri sendiri, kita bisa me-manage nasib kita se-enak udel sendiri.
    Mau lahir lagi kapanpun, dimanapun, bagaimanapun ? …. OK ! bisa diatur dengan perbuatan kita sendiri !
    Udah capek hidup ? Mau tidak lahir lagi ? ……..OK ! bisa diatur dengan perbuatan kita sendiri juga !

    Kesannya kayak gitu !

    Maka Buddhist dengan kesombongannya yg tidak terkira2 lagi itu , merasa tidak butuh pada pemikiran eksistensi Tuhan Sang Pencipta !
    Padahal dalam kenyataannya, mereka sama sekali tidak bisa menolak benteng takdir / sunatullah / hukum alam !

    Untuk dapat hidup, mutlak dibutuhkan, oksigen, jantung, paru2, ginjal, hati, darah, dll
    Untuk dapat bergerak, mutlak diperlukan tulang, otot, energi, zat2 nutrisi, dll.
    Untuk dapat melihat, mutlak diperlukan, cahaya, mata, otak, warna, dll
    Untuk dapat mendengar, mutlak diperlukan bunyi, telinga, otak, gelombang electromagnet, dll
    Dll, dll, dll

    Apakah itu semua diciptakan dari keinginan kita manusia ??
    Apakah kita semua manusia pernah secara gotong royong menciptakannya ??

    Ataukah justru itu semua yg jadi pemicu timbulnya rasa2 dan keinginan2 kita manusia ??
    Yang kalo itu semua tidak pernah ada, rasa2 dan keinginan2 manusia mungkin juga gak akan pernah ada ??

    Mungkin anda bisa bilang, tubuh dan organ manusia, diciptakan (dibawa) oleh manusia sendiri dari keinginan untuk lahir kembali,……….
    Tapi mengapa kok bentuk dan fungsinya seragam ??

    Mengapa anda tidak bisa mengubah kepala anda jadi berbentuk kubus ato kayak keleng krupuk aja ??
    Mengapa anda tidak melengkapi system pernafasan anda sekalian dengan insang agar bisa hidup di dalam air tanpa perlu membawa peralatan selam yg berat dan mahal ??

    Kenapa manusia seperti anda tidak bisa mendobrak pintu takdir / sunatullah / hukum alam seperti itu ??

    Lalu oksigen, cahaya, gelombang elektromagnetik, nada2 suara, dll…..apakah manusia juga yg membawanya ??



    Sekali lagi, Buddha TIDAK PERNAH memberi jawaban apa2 !!

    OK, …..
    anda boleh menutup pembicaraan kita sekarang, dengan tetap menyisakan pertanyaan menggantung yg tidak akan sanggup anda (baca : Buddhist) menjawabnya.

    Atau anda boleh melanjutkan pembicaraan kita, kalo sekiranya anda punya jawaban yg lebih mencerahkan !!


    Wassalam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. WB:
      Dari penjelasan anda diatas, BISA DITANGKAP KESAN, SEAKAN2 HIDUP INI....SEAKAN2 dengan kemampuan....KESANNYA KAYA GITU!

      GW:
      WADUH kalo semua SEMUA KESAN dan PEMIKIRAN suka2 anda mo dibahas..ya semakin gak relevan..Toh, anda sendiri tau kesalahan berpikirmu, makanya anda tulis kata: "KESAN".."SEAKAN2".."KESANNYA KAYA GITU".....

      Sekali lagi, itu problem anda bukan gw dan bukan juga buddhism

      WB:
      Maka Buddhist dengan kesombongannya yg tidak terkira2 lagi itu , merasa tidak butuh pada pemikiran eksistensi Tuhan Sang Pencipta !

      GW:
      Emang gak ada koq. kamu sendiri gak bisa membuktikan koq malah maksa harus ada.

      WB:
      Padahal dalam kenyataannya, mereka sama sekali tidak bisa menolak benteng takdir / sunatullah / hukum alam !

      GW:
      apanya? semua orang hidup, sakit, tua dan mati..semua tidak kekal, semua tidak memuaskan..semua yang berubah2 itu bukan diri. apa yg mengherankan?

      WB:
      Untuk dapat hidup, mutlak dibutuhkan, oksigen, jantung, paru2, ginjal, hati, darah, dll

      GW:
      Ada BINATANG yg mampu HIDUP TANPA OKSIGEN..tidak semua mahluk perlu JANTUNG, PARU2, hati, dll. Ini yg anda dan allah anda tidak tau.

      WB:
      Untuk dapat bergerak, mutlak diperlukan tulang, otot, energi, zat2 nutrisi, dll.

      GW:
      Angin bergerak tanpa tulang. Mahluk hidup? Cacing misalnya. Tanpa otot? sea sponge misalnya.

      WB:
      Untuk dapat melihat, mutlak diperlukan, cahaya, mata, otak, warna, dll

      GW:
      banyak juga mahluk hidup gak ada mata..dan tidak utuh inderanya, dll

      WB:
      Apakah itu semua diciptakan dari keinginan kita manusia ??

      GW:
      tidak.

      WB:
      Apakah kita semua manusia pernah secara gotong royong menciptakannya ??

      Tidak.

      WB:
      Ataukah justru itu semua yg jadi pemicu timbulnya rasa2 dan keinginan2 kita manusia ??

      GW:
      tidak.

      WB:
      Yang kalo itu semua tidak pernah ada, rasa2 dan keinginan2 manusia mungkin juga gak akan pernah ada ??

      GW:
      gak relevan, mahluk itu bukan cuma manusia.

      WB:
      Mungkin anda bisa bilang, tubuh dan organ manusia, diciptakan (dibawa) oleh manusia sendiri dari keinginan untuk lahir kembali,……….

      GW:
      gak perlu berkhayal dan berandai2.

      WB:
      Tapi mengapa kok bentuk dan fungsinya seragam ??

      GW:
      Relatif thdp sankhara, kamma dari perbuatan pikiran, ucapan dan jasmani mereka, saat cuti citta..bgmn PERASSAN, PERSEPSInya, dlll

      WB:
      Mengapa anda tidak bisa mengubah kepala anda jadi berbentuk kubus ato kayak keleng krupuk aja ??

      GW:
      Tubuh bukan diri [atta], sang Buddha memberikan contoh bahwa tubuh bukan milikMU maka tidak mungkin kamu perintah..juga bukan milik mahluk antah berantah yg kamu anggap tuhan..dirinya sendiri tidak mempunyai kepemilikan tubuh alias menjalani kammanya juga.

      WB:
      Mengapa anda tidak melengkapi system pernafasan anda sekalian dengan insang agar bisa hidup di dalam air tanpa perlu membawa peralatan selam yg berat dan mahal ??

      GW:
      gak relevan dan makin mengkhayal..lantas kenapa allahmu gak lakukan itu?

      WB:
      Kenapa manusia seperti anda tidak bisa mendobrak pintu takdir / sunatullah / hukum alam seperti itu ??

      GW:
      Di atas sunnatullah anda saja berantakan, tidak mampu menjawab 1 pertanyaan yg anak SD saja mampu menjawabnya. mo diapain?

      WB:
      Lalu oksigen, cahaya, gelombang elektromagnetik, nada2 suara, dll…..apakah manusia juga yg membawanya ??

      WB:
      Perlu juga ini ditanya ke allahmu.

      WB:
      Sekali lagi, Buddha TIDAK PERNAH memberi jawaban apa2 !!

      GW:
      hehehehe..problem pengetahuan mu di sini saja banyak..koq gegabah ambil kesimpulan..hehehehe

      Bagaimana mungkin melanjutkan pembicaraan..sementara jurang yg anda ketahaui dan saya semakin dalam..baik quran apalagi buddhism?

      berkacalah..lebih baik habiskan waktu anda dengan membaca..dan perbaiki pikiran anda..anda akan tau mengapa saya yg BERTUHAN sebelumnya tidak juga jadi MUSLIM dan malah meninggalkan SEMUA PRINSIP KETUHANAN yg emang gak ada gunanya itu

      gunakan pikiran anda secara baik..sayang kehidupan anda selagi ajaran Buddhism masih ada...jangan sia2kan.

      Hapus
  34. WJ :
    Baru di satu sutta ini saja anda BAHKAN TIDAK MAMPU menemukan bagaimana KEMUNCULAN MENTALMATERI.

    SAYA :
    Diubek-ubek kayak apapun, gak akan ketemu, karena memang gak ada
    Sudah, akui sajalah, Buddha lemah dalam hal2 begini……
    Anda tidak perlu menutup-nutupi dengan menyalahkan orang lain
    Ok ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe..lagi2 kamu menunjukan ketidakmampuanmu mencari dan menyalahkan selain diri sendiri..yup itu masalahmu bukan gw, kerena di situ tertulis sangat JUELAS..koq.

      Hapus
  35. ****
    WB:
    Dari penjelasan anda diatas, BISA DITANGKAP KESAN, SEAKAN2 HIDUP INI....SEAKAN2 dengan kemampuan....KESANNYA KAYA GITU!

    GW:
    WADUH kalo semua SEMUA KESAN dan PEMIKIRAN suka2 anda mo dibahas..ya semakin gak relevan..Toh, anda sendiri tau kesalahan berpikirmu, makanya anda tulis kata: "KESAN".."SEAKAN2".."KESANNYA KAYA GITU".....

    Sekali lagi, itu problem anda bukan gw dan bukan juga buddhism

    *****

    SAYA :
    Tidak sepenuhnya salah kan ?
    Toh ajaran anda yg menyatakan keadaan dlm hidup ini dan kehidupan2 selanjutnya, sepenuhnya ditentukan oleh apa yg anda buat sendiri bukan ??
    Ajaran anda menafikan campur tangan Tuhan, maka jelas sekali kesimpulannya bahwa hidup ini ditentukan oleh apa yg anda buat sendiri, tidak ada yg lain.

    Itu kesan saya, sekaligus menjadi KENYATAAN UMUM dalam ajaran agama anda.
    Terus mengapa anda anggap saya berfikir keliru ??

    Atau memang ajaran agama anda yg sebenarnya keliru ??

    Kalo begitu, mengapa anda tetap tidak bisa menjebol dinding takdir ??


    ******
    WB:
    Maka Buddhist dengan kesombongannya yg tidak terkira2 lagi itu , merasa tidak butuh pada pemikiran eksistensi Tuhan Sang Pencipta !

    GW:
    Emang gak ada koq. kamu sendiri gak bisa membuktikan koq malah maksa harus ada.

    *******

    SAYA :
    Anda sendiri yg tidak mampu membuktikan bahwa Tuhan tidak ada !

    Bagi saya mudah saja untuk membuktikan Tuhan itu ada :
    Adanya segala yg ada adalah bukti kuat adanya Tuhan Sang Pencipta

    Bahkan ketidak mampuan anda untuk menjebol dinding takdir, membuktikan pula bahwa Tuhan itu memang ada !


    **********
    WB:
    Padahal dalam kenyataannya, mereka sama sekali tidak bisa menolak benteng takdir / sunatullah / hukum alam !

    GW:
    apanya? semua orang hidup, sakit, tua dan mati..semua tidak kekal, semua tidak memuaskan..semua yang berubah2 itu bukan diri. apa yg mengherankan?

    **********
    SAYA :
    Tetap tidak bisa anda tolak bukan ??
    Memuaskan atau tidak, kekal atau tidak, setiap reinkarnasi sbg manusia yg anda percayai itu, anda tetap tidak bisa menolak POLA yg telah ditakdirkan / ditentukan, lahir, bayi, anak2, dewasa, tua, mati !
    Mengapa anda tidak bisa membolak-balik tahanpannya sesuai dengan kehendak anda sendiri ??

    Siapa yg mem-POLA- kan seperti itu ??
    Siapa yg bisa menetang POLA itu ??


    ********
    WB:
    Untuk dapat hidup, mutlak dibutuhkan, oksigen, jantung, paru2, ginjal, hati, darah, dll

    GW:
    Ada BINATANG yg mampu HIDUP TANPA OKSIGEN..tidak semua mahluk perlu JANTUNG, PARU2, hati, dll. Ini yg anda dan allah anda tidak tau.

    *********

    SAYA :
    Saya ngomong dengan anda yg saya yakini sebagai seorang manusia, bukan sejenis bakteri anaerob !

    Meskipun makhluk yg anda sebut itu ada, tetap mereka pun tetap tidak bisa menolak POLA yg telah ditakdirkan bagi mereka, yaitu hidup tanpa membuktuhkan oksigen, sebagaimana anda juga tidak bisa menolak telah ditakdirkan dalam POLA hidup butuh oksigen !

    Apakah anda telah mampu menolak suratan takdir ??


    **********
    WB:
    Untuk dapat bergerak, mutlak diperlukan tulang, otot, energi, zat2 nutrisi, dll.

    GW:
    Angin bergerak tanpa tulang. Mahluk hidup? Cacing misalnya. Tanpa otot? sea sponge misalnya.

    *********

    SAYA :
    Idem jawaban diatas !

    Makhluk2 yg anda sebutkan punya POLA2 khusus yg berlaku pada mereka, dan tidak dapat mereka tolak.

    Siapa yg menentukan POLA – POLA khusus tersebut ??
    Apakah keinginan makhluk2 itu sendiri ??


    *********
    GW:
    banyak juga mahluk hidup gak ada mata..dan tidak utuh inderanya, dll

    SAYA :
    Idem diatas !
    Siapa yg menentukan POLA – POLA khusus tersebut ??
    Apakah keinginan makhluk2 itu sendiri ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. WB:
      Tidak sepenuhnya salah kan ?

      gw:
      sepenuhnya salah..saat kamu tulis "seakan2", "kesannya"..maka kamu tau yg kamu tulis tidak benar..belajarlah jd orang jujur.

      WB:
      Toh ajaran anda yg menyatakan keadaan dlm hidup ini dan kehidupan2 selanjutnya, sepenuhnya ditentukan oleh apa yg anda buat sendiri bukan ??

      GW:
      betul. namun tidak nyambung dengan "seakan2" dan "KESANNYA"

      WB:
      Ajaran anda menafikan campur tangan Tuhan, maka jelas sekali kesimpulannya bahwa hidup ini ditentukan oleh apa yg anda buat sendiri, tidak ada yg lain.

      GW:
      Emang tuhan gak ada..dan gak ada gunanya..sekali lagi gak ada hubungannya dengan "seakan2" dan "kesannya"

      WB:
      Itu kesan saya, sekaligus menjadi KENYATAAN UMUM dalam ajaran agama anda.

      GW:
      pernyataan personal anda bukan kenyataan umum..anda yg bodoh bukan umum yg bodoh..buktinya anak SD saja mampu memberikan CONTOH dengan soal yg sama..dan kamu tidak.

      WB:
      Terus mengapa anda anggap saya berfikir keliru ??

      GW:
      tuh diatas alasannya.

      WB:
      Atau memang ajaran agama anda yg sebenarnya keliru ??

      GW:
      gak mungkin..kalo keliru pasti sy dah muslim sekarang ini.

      WB:
      Kalo begitu, mengapa anda tetap tidak bisa menjebol dinding takdir ??

      GW:
      apa maksudnya? bahwa gw gak bisa mati? gw gak bisa sakit? gak bisa tua?..sama sekali gak ada tuh statement itu..dan apa itu takdir?..buatan mahluk yg kamu puja yg bahkan menyatakan bumi ini datar dan matahari mengelilinginya? mahluk model itu? hehehehe..kalo itu saja salah..maka seluruh ucapannya adalah kibulan.

      WB:
      Anda sendiri yg tidak mampu membuktikan bahwa Tuhan tidak ada !

      GW:
      oh mengalihkan beban pembuktian pada yg bilang tuhan itu gak ada? emang gak ada..tuhanmu apa buktinya ada? selain menyatakan bumi itu datar dan matahari mengelilingi bumi..ini tuhan?

      WB:
      Bagi saya mudah saja untuk membuktikan Tuhan itu ada :
      Adanya segala yg ada adalah bukti kuat adanya Tuhan Sang Pencipta

      GW:
      Hah! seperti itu..lantas bagaimana menciptakan manusia detail perdetail dan BERBEDA 1 demi 1..ada yg kaya, miskin, ada yg buruk, tanpan..ada jenis ras disayang tuhan ada yg tidak, ada yg berumur panjang dan pendek..dll..jangan2 jawaban pamungkasmu "RAHASIA TUHAN" :)

      WB:
      Bahkan ketidak mampuan anda untuk menjebol dinding takdir, membuktikan pula bahwa Tuhan itu memang ada !

      GW:
      yah..bolak balik..emang gak ada tuh..kalo ada..gw suruh dia isep eek gw..

      WB:
      Tetap tidak bisa anda tolak bukan ??

      GW:
      siapapun tidak mampu menolak mati, tua, sakit dan lahir..tidak juga tuhan kamu..lantas apa yg mengherankan?

      WB
      Memuaskan atau tidak, kekal atau tidak, setiap reinkarnasi sbg manusia yg anda percayai itu, anda tetap tidak bisa menolak POLA yg telah ditakdirkan / ditentukan, lahir, bayi, anak2, dewasa, tua, mati !

      GW:
      tuhanmu bahkan ikut pusaran itu..[kalo dia bukan mahluk khayalan]..jadi apa yg diherankan?

      WB:
      Mengapa anda tidak bisa membolak-balik tahanpannya sesuai dengan kehendak anda sendiri ??

      GW:
      tuh dah dijawab, "bukan MILIKU, BUKAN AKU, BUKAN DIRIKU"

      WB:
      Siapa yg mem-POLA- kan seperti itu ??

      GW:
      Kamma yg diperbuat dia sebelumnya dan semasa dia hidup.

      WB:
      Siapa yg bisa menetang POLA itu ??

      GW:
      Tidak ada satupun yg mampu..bahkan tuhanmupun tak mampu [dengan catatan dia bukan mahluk khayalan.]...yang mampu keluar dari jebakan kelahiran kembali hanya Buddha dan pacceka Buddha..berikut murid2 nya yg mencapai arahat..selebihnya tetep terlahir kembali [dengan pengecualian tertentu]

      WB:
      Saya ngomong dengan anda yg saya yakini sebagai seorang manusia, bukan sejenis bakteri anaerob !

      Hapus
    2. GW:
      saat anda tulis tanpa oksigen anda gak bicara manusia..btw, itu bukan cuma BAKTERI tapi BINATANG yg bisa hidup tanpa oksigen..masalah SEPELE gini aja anda gak tau apa lagi bicara pembuktian tuhan..kampungan deh.

      WB:
      Meskipun makhluk yg anda sebut itu ada, tetap mereka pun tetap tidak bisa menolak POLA yg telah ditakdirkan bagi mereka, yaitu hidup tanpa membuktuhkan oksigen, sebagaimana anda juga tidak bisa menolak telah ditakdirkan dalam POLA hidup butuh oksigen !

      GW:
      hahahahaha..tau gak kenapa? hahahahaha..kesian tuhamu aja taunya bumi itu datar dan matahari mengelilingi bumi..yg kaya gini mana dia ngerti..

      WB:
      Apakah anda telah mampu menolak suratan takdir ??

      GW:
      apa itu takdir? di ajaran Buddhism lahir, tua, sakit dan mati adalah sesuatu yang nyata karena kelahiran kembali dan tersangkut kamma. jadi ya saya akan mati, tua, sakit dan mati..tuhan mu juga sama seperti saya [dengan catatan tuhanmu bukan mahluk khayal]

      WB:
      Makhluk2 yg anda sebutkan punya POLA2 khusus yg berlaku pada mereka, dan tidak dapat mereka tolak.

      Siapa yg menentukan POLA – POLA khusus tersebut ??
      Apakah keinginan makhluk2 itu sendiri ??

      GW:
      Kamma mereka sebelum dan berjalan.

      Hapus
  36. *********
    WB:
    Apakah itu semua diciptakan dari keinginan kita manusia ??

    GW:
    tidak.

    WB:
    Apakah kita semua manusia pernah secara gotong royong menciptakannya ??

    Tidak.

    WB:
    Ataukah justru itu semua yg jadi pemicu timbulnya rasa2 dan keinginan2 kita manusia ??

    GW:
    tidak.

    WB:
    Yang kalo itu semua tidak pernah ada, rasa2 dan keinginan2 manusia mungkin juga gak akan pernah ada ??

    GW:
    gak relevan, mahluk itu bukan cuma manusia.


    ************

    SAYA :
    Luar biasa ! Tidak ada jawaban !!

    Gak relevan ??
    Kitab SS dibuat untuk konsumsi manusia, bukan untuk dibaca kucing ato jerapah !
    Memang makhluk bukan Cuma manusia, tapi SS menjelaskan untuk pengetahuan manusia, bukan untuk non manusia.
    Anda bilang tidak relevan ??


    *********
    WB:
    Mungkin anda bisa bilang, tubuh dan organ manusia, diciptakan (dibawa) oleh manusia sendiri dari keinginan untuk lahir kembali,……….

    GW:
    gak perlu berkhayal dan berandai2.

    WB:
    Tapi mengapa kok bentuk dan fungsinya seragam ??

    GW:
    Relatif thdp sankhara, kamma dari perbuatan pikiran, ucapan dan jasmani mereka, saat cuti citta..bgmn PERASSAN, PERSEPSInya, dlll

    **********

    SAYA :
    Bagaimana sankhara, kamma dari perbuatan pikiran, ucapan dan jasmani mereka, saat cuti citta..bgmn PERASSAN, PERSEPSInya itu bisa menemukan POLA-POLA yg telah patent dan tidak bisa dipertukarkan atau dicampur adukkan satu dengan yg lainnya ??

    POLA manusia tidak bisa ditukar2 dengan POLA anjing, POLA kucing, POLA kangkung, POLA alien, POLA malaikat, POLA dewa, dll ???

    Bagaimana Buddha menjawab hal ini ???


    *********
    WB:
    Mengapa anda tidak bisa mengubah kepala anda jadi berbentuk kubus ato kayak keleng krupuk aja ??

    GW:
    Tubuh bukan diri [atta], sang Buddha memberikan contoh bahwa tubuh bukan milikMU maka tidak mungkin kamu perintah..juga bukan milik mahluk antah berantah yg kamu anggap tuhan..dirinya sendiri tidak mempunyai kepemilikan tubuh alias menjalani kammanya juga.

    ***********

    SAYA :
    “tubuh bukan milikMU”
    Kalo bukan milikMU (kita), lalu milik siapa ??

    Kalo tubuh saja bukan milik kita, mengapa mobil di garasi anda, anda klaim sebagai milik anda ? Biar saja mobil itu dicuri orang, toh itu bukan milik anda, bukan ??
    Yg terjadi adalah, setiap orang marah bila miliknya dicuri, padahal mereka menyatakan tidak memiliki apa2 dari alam materi ini, termasuk tubuh sendiri, suatu bentuk tidak konsistennya ajaran Buddha.


    “maka tidak mungkin kamu perintah”
    Lalu atas perintah siapa, tubuh itu mengikuti sunnahnya? Lahir, menua, dan mati ??

    Mengapa kita tidak bisa memerintah tubuh ??


    ********
    WB:
    Mengapa anda tidak melengkapi system pernafasan anda sekalian dengan insang agar bisa hidup di dalam air tanpa perlu membawa peralatan selam yg berat dan mahal ??

    GW:
    gak relevan dan makin mengkhayal..lantas kenapa allahmu gak lakukan itu?

    *********

    Dalam bahasan kita, itu sangat relevan !
    Allah menciptakan semuanya menurut takdirnya masing2, orang bernafas dengan paru2, ikan dengan insang.
    Dalam hal ini setiap makhluk mengikuti kondisi dimana mereka ditempatkan Allah dalam keadaan masing2.

    Itu beda dengan ajaran Buddha, yg menyatakan tidak ada Tuhan yg menciptakan, menentukan dan memilihkan kejadian tiap2 makhluk.
    Bahwa keinginan makhluk sendirilah yg melahirkan keadaan meraka masing2.

    Karena itu saya ingin mengetahui apa penjelasan anda dari ajaran Buddha tentang masalah ini !

    BalasHapus
    Balasan
    1. WB:
      Luar biasa ! Tidak ada jawaban !!

      GW:
      udah dijawab tuh: TIDAK, TIDAK, TIDAK, TIDAK RELEVAN. Kalo ini bukan jawaban..pantes kamu nyari apapun gak ketemu.

      WB:
      Gak relevan ??

      GW:
      YUP

      WB:
      Kitab SS dibuat untuk konsumsi manusia, bukan untuk dibaca kucing ato jerapah !

      GW:
      itu sutta bukan kitab..konsumsi buat yang MAMPU BACA dan BERPIKIR..kalo kamu gak mampu berpikir..apa bedanya kamu ama kucing dan jerapah?

      WB:
      Memang makhluk bukan Cuma manusia, tapi SS menjelaskan untuk pengetahuan manusia, bukan untuk non manusia.

      GW:
      baca ulang pertanyaan anda sendiri..kenapa jawabannya spt itu..MAMPU? ato ini pun perlu bantuan sy untuk tau lagi?

      WB:
      Anda bilang tidak relevan ??

      GW:
      yup.

      WB:
      Bagaimana sankhara, kamma dari perbuatan pikiran, ucapan dan jasmani mereka, saat cuti citta..bgmn PERASSAN, PERSEPSInya itu bisa menemukan POLA-POLA yg telah patent dan tidak bisa dipertukarkan atau dicampur adukkan satu dengan yg lainnya ??

      GW:
      Kata tidak bisa dipertukarkan ato di campuradukan satu dengan yang lannya tidak tepat..pola2 pola yg dipatenkan juga tidak tepat..anda tidak menggunakan pertanyaan yg tepat artinya anda sendiri tidak tau apa yg ditanya.

      WB:
      POLA manusia tidak bisa ditukar2 dengan POLA anjing, POLA kucing, POLA kangkung, POLA alien, POLA malaikat, POLA dewa, dll ???

      GW:
      Sekarang anda mencampurkan benda hidup dan mahluk hidup...bener2 tidak mengerti apa yg ditanya..sok tau bawa2 AVIJJA...kejauhan..belajar yg sederhana2 dulu..kamu masih bodoh..mulai dengan mengerti mengapa tuhanmu adalah mahluk khayalan..jika mampu itu baru kamu lanjutkan yg lain..jika tidak ya sial aja kamu di kehidupan ini.

      WB:
      Bagaimana Buddha menjawab hal ini ???

      GW:
      82.000 pokok2 dhamma di tipitaka menjawab semua urusan utk tidak terlahir kembali..satu nya saya postingkan diatas..itupun bagian yg ada hubungannya dengan materi tidak ada...belum waktunya buat kamu utk tau..kerugian mu emang.

      WB:
      “tubuh bukan milikMU”
      Kalo bukan milikMU (kita), lalu milik siapa ??

      GW:
      ya bukan milikMU..muncul karena apa itu pertanyaannya..kalo kamu sampe nanya itu..baru saya anggap kamu tau apa yg kamu tanya.

      WB:
      Kalo tubuh saja bukan milik kita, mengapa mobil di garasi anda, anda klaim sebagai milik anda ? Biar saja mobil itu dicuri orang, toh itu bukan milik anda, bukan ??

      GW:
      baik kalo mau main2..kalo kamu pikir tubuh milikmu..bisa kamu minta dia membesarkan diri ato memanjangkan hidung?

      Tuhanmu pun gak mampu berkutik utk urusan ini..dia itu objek dari kelahiran kembali [kalo bukan mahluk khayalan]

      WB:
      Yg terjadi adalah, setiap orang marah bila miliknya dicuri, padahal mereka menyatakan tidak memiliki apa2 dari alam materi ini, termasuk tubuh sendiri, suatu bentuk tidak konsistennya ajaran Buddha.

      GW:
      kalo tubuh milikmu..maka kenapa kamu gak bisa perintahkan dia GENDUT dan KURUS sesuka2 mu?...nah itulah buddhisme mengajarkan tubuh bukan milikMU

      WB:
      “maka tidak mungkin kamu perintah”
      Lalu atas perintah siapa, tubuh itu mengikuti sunnahnya? Lahir, menua, dan mati ??

      GW:
      pertanyaan keliru..gak nyambung..baca di atas.

      Hapus
    2. WB:
      Mengapa kita tidak bisa memerintah tubuh ??

      GW:
      yo coba suruh otakmu keluar..kemudian suruh idungmu memanajang bisa?

      WB:
      Dalam bahasan kita, itu sangat relevan !

      GW:
      Kita? kamu..yg tidak relevan..kamu tidak menguasai bahan dan sok tau..jadi tolong jangan gunakan kata kita..gak relevan.

      WB:
      Allah menciptakan semuanya menurut takdirnya masing2, orang bernafas dengan paru2, ikan dengan insang.

      GW:
      takdir?..LAHIR CACAT, BUNTUNG, MISKIN, BURUK dan GANTENG takdir? bagaimana pola2 itu dipatenkan supaya gw bisa punya anak ganteng kaya raya dan sempurna? mampu kamu tuliskan..ato suruh tuhanmu hari ini ngadep saya..saya ingin dengar ocehannya ttg itu.


      WB:
      Dalam hal ini setiap makhluk mengikuti kondisi dimana mereka ditempatkan Allah dalam keadaan masing2.

      GW:
      KOndisi apa maksudnya? menempatkan apa Allahmu? bahkan BUMI ini tidak DATAR aja dia gak tau..pengetahuan apa lagi yg dia tau?! terlalu banyak baca bacaan khayal kamu.

      WB:
      Itu beda dengan ajaran Buddha, yg menyatakan tidak ada Tuhan yg menciptakan, menentukan dan memilihkan kejadian tiap2 makhluk.

      GW:
      yup itu bedanya Buddhim melihat tuhanmu adalah mahluk yg terlahir kembali..sama sekali tidak layak sembah..dan juga akan terlahir kembali..[dengan catatan tuhanmu bukan mahluk khayalan]

      WB:
      Bahwa keinginan makhluk sendirilah yg melahirkan keadaan meraka masing2.

      GW:
      dimana tertulis ajaran Buddha spt itu?

      WB:
      Karena itu saya ingin mengetahui apa penjelasan anda dari ajaran Buddha tentang masalah ini !

      GW:
      mmmmhh, kalo niat belajar..mohonlah dengan baik..dan baca ulang sutta diatas..sampe kamu tau kesalahanmu dimana saat memulai percakapan ini lagi. PAHAM?!

      Hapus
  37. *********
    WB:
    Kenapa manusia seperti anda tidak bisa mendobrak pintu takdir / sunatullah / hukum alam seperti itu ??

    GW:
    Di atas sunnatullah anda saja berantakan, tidak mampu menjawab 1 pertanyaan yg anak SD saja mampu menjawabnya. mo diapain?

    ***********

    SAYA :
    Ya benar, anak SD dari sekolah Islam, Kristen, yahudi maupun Hindu, sudah pasti bisa dengan mudah menjawabnya !

    Yg tetap susah menjawabnya adalah murid dari sekolah2 Buddha, biarpun mereka sudah setingkat sarjana !
    Kayak anda kan yg belum menjawab sama sekali ??

    Takdir tidak bisa didobrak, boro2 mendobrak, bahkan anda juga tidak tahu apa dan bagaimana itu takdir, bukan ??


    ******
    WB:
    Lalu oksigen, cahaya, gelombang elektromagnetik, nada2 suara, dll…..apakah manusia juga yg membawanya ??

    WB:
    Perlu juga ini ditanya ke allahmu.

    ******

    SAYA :
    Buddhist tidak mampu menjawab sehingga minta bantuan pada Allahnya orang muslim untuk menjawab !
    Ha..ha….. Ha.......
    kan sudah saya bilang, untuk pertanyaan2 spt ini, dijamin buddhist2 langsung ndlosor terkapar tak sadarkan diri !
    Ha..ha…ha…


    *********

    WB:
    Sekali lagi, Buddha TIDAK PERNAH memberi jawaban apa2 !!

    GW:
    hehehehe..problem pengetahuan mu di sini saja banyak..koq gegabah ambil kesimpulan..hehehehe

    Bagaimana mungkin melanjutkan pembicaraan..sementara jurang yg anda ketahaui dan saya semakin dalam..baik quran apalagi buddhism?

    berkacalah..lebih baik habiskan waktu anda dengan membaca..dan perbaiki pikiran anda..anda akan tau mengapa saya yg BERTUHAN sebelumnya tidak juga jadi MUSLIM dan malah meninggalkan SEMUA PRINSIP KETUHANAN yg emang gak ada gunanya itu

    gunakan pikiran anda secara baik..sayang kehidupan anda selagi ajaran Buddhism masih ada...jangan sia2kan.


    **********

    SAYA :
    Jika berTuhan anda tidak kunjung menjadi orang baik, meninggalkan Tuhan menjadikan anda semakin jauh dari baik.
    Sebab nilai2 kebaikan dan moralitas itu mengikuti prinsip2 yg ditentukan Tuhan, bukan mengikuti kesepakatan orang.
    (setahu saya tidak pernah ada konggres umat manusia untuk merumuskan kebaikan dan keburukan itu apa2 saja)

    Yang pasti, andai toh memang Tuhan itu tidak ada seperti kata anda, besok2 setelah mati, saya mungkin hanya menyesal sesat, dan beberapa detik kemudian bisa melupakan rasa sesal itu selamanya.
    Dalam hal ini saya tidak rugi apa2.

    Tapi kalo ternyata Tuhan itu benar2 ada, dijamin setelah mati kerugian anda akan anda sesali selama-lamanya !



    WASSALAM

    BalasHapus
  38. WB:
    Ya benar, anak SD dari sekolah Islam, Kristen, yahudi maupun Hindu, sudah pasti bisa dengan mudah menjawabnya !

    Yg tetap susah menjawabnya adalah murid dari sekolah2 Buddha, biarpun mereka sudah setingkat sarjana !

    GW:
    Wah kesian lupa lo ya yg lo gak mampu jawab tapi anak SD aja MAMPU JAWAB!

    Quote>
    Contoh?
    Mudah koq gw, Nih gw suruh anak gw yg kelas 6 SD jawab dan ini jawabanya: :)
    1. menyumbang dan/atau pergi menolong korban bencana.
    2. Menolong ibu2 tua yg menyeberang jalan
    Anak kecil kelas 6 SD aja mampu..koq kamu malah gak mampu..xixixixi..
    <unquote

    Tuh bedanya anak2 SD dengan modelmu.

    WB:
    Kayak anda kan yg belum menjawab sama sekali

    Gw:
    sepanjang ini tanggapan adalah bukan jawaban? ...bagaimana anda mampu coba? pertanyaan remeh yg mampu dijawab anak2 SD yg berpikir murni saja tidak mampu anda cerna..apalagi yang anda mampu?


    WB:
    Takdir tidak bisa didobrak, boro2 mendobrak, bahkan anda juga tidak tahu apa dan bagaimana itu takdir, bukan ??

    GW:
    barang bulshit..gak penting lagi buat sy utk tau..semua jawaban dah ditulis diatas.

    WB:
    Buddhist tidak mampu menjawab sehingga minta bantuan pada Allahnya orang muslim untuk menjawab !
    Ha..ha….. Ha.......
    kan sudah saya bilang, untuk pertanyaan2 spt ini, dijamin buddhist2 langsung ndlosor terkapar tak sadarkan diri !
    Ha..ha…ha…

    GW:
    allah mu gak berharga 1 perak utk saya ketahui alasannya..apalagi pengetahuan ttg bumi saja dia cuma taunya datar dan matahari mengelilingi bumi..yg sepele gak tau apa lagi yg rumit..

    WB:
    Jika berTuhan anda tidak kunjung menjadi orang baik, meninggalkan Tuhan menjadikan anda semakin jauh dari baik.

    GW:
    tuhan itu gak ada urusannya dengan berbuat baik..anak2 SD dah mampu ngasih contoh tuh diatas.

    WB:
    Sebab nilai2 kebaikan dan moralitas itu mengikuti prinsip2 yg ditentukan Tuhan, bukan mengikuti kesepakatan orang.

    GW:
    lagakmu..contoh sederhana yg anak SD aja mampu jawab kamu bahkan tidak mampu..apa yg hebat dari penentuan tuhanmu yg gagal spt itu?

    WB:
    (setahu saya tidak pernah ada konggres umat manusia untuk merumuskan kebaikan dan keburukan itu apa2 saja)

    GW:
    kalo tidak ada mengapa tanpa tuhan Buddhisme mampu merumuskan apa itu baik dan buruk? makanya jangan terlalu banyak ngemut bacaan khayal..gak maju2.

    WB:
    Yang pasti, andai toh memang Tuhan itu tidak ada seperti kata anda, besok2 setelah mati, saya mungkin hanya menyesal sesat, dan beberapa detik kemudian bisa melupakan rasa sesal itu selamanya.
    Dalam hal ini saya tidak rugi apa2.

    GW:
    Siapa bilang anda tidak rugi..dengan berpandangan salah seperti ini..ditambah dengan melakukan pembunuhan, pencurian, menyatakan yg tidak benar[turut menyatakan yg tidak benar], maka kelahiran alam bawah terbuka lebar buat anda]

    tidak menyembah tuhan..akan terlahir kembali..jadi sama sekali tidak rugi karena sekurang2nya BERPANDANGAN SALAH tidak dilakukan dan memperkecil peluang lahir dialam bawah.

    itu bedanya.

    Tapi kalo ternyata Tuhan itu benar2 ada, dijamin setelah mati kerugian anda akan anda sesali selama-lamanya !

    BalasHapus
  39. Sangat menarik diskusi yang disampaikan oleh Wongbejo. Tetap semangat bung Wongbejo, tetaplah amar maruf nahi mungkar. Dari penjelasan anda, walaupun diskusi ini mungkin belum memberikan pencerahan terhadap lawan diskusi anda tapi Insya Allah bisa memberikan manfaat bagi orang yang membacanya seperti saya ini.

    Benar seperti yg anda katakan bahwa agama jangan hanya teori saja muluk2x tetapi prakteknya sulit dilaksanakan. Umat Buddha silahkan mengklaim sebagai umat yg penuh welas asih, tapi perlu kita buktikan. Contohnya adalah :
    - http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-17805202

    Sri Lanka government orders removal of Dambulla mosque

    Sri Lanka's government has ordered the removal of a mosque from an area it says is sacred to the country's majority Buddhists.

    The order comes two days after Buddhist monks led a crowd trying to storm the mosque in the central town of Dambulla....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Taliban Loe ngancurin Patung Buddha di Afganistan kita damai gan, kaum loe ngebom bali 2 kali aja masih damai, coba loe... lady gaga dateng aja pada demo dan ngancem" anarkis. Islam memang Damai!

      Hapus
  40. ini namanya debat kusir,yang satu gunain logika dan nalar... yang satu gunain keyakinan dan Tuhan... ikut nyimak aja gan

    BalasHapus
  41. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  42. Percayalah agama budha tdk akan musnah selama lucifer dan pengikutnya masih ada krn agama budha adalah agama setan agama gak jelas agama siluman andaikan budha masih ada aku ingin menyalibnya lalu aku kocok batang pelirnya lalu aku pantek jantungnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. kata2 mu mencerminkan keagamaan mu nol besar, dan hati2 aja ucapan mu adalah baik buruk bagi mu

      Hapus
  43. aku lihat biksu kepalanya botak baru keluar dari lokalisasi DOLI,menuju nirwana perlu pelepasan sperma wkwkwkwkwkwkw

    BalasHapus
  44. Sangat mudah bagi Allah untuk melenyapkan kekafiran dari muka bumi ini, kalau Allah sudha berkehendak. akan tiba masanya ketika seluruh manusia di bumi ini akan menjadi muslim semua, hal ini akan terjadi kelak sebelum kiamat tiba. Selama masih ada terdengar suara adzan, maka kiamat belum akan terjadi. Budha, hindu dan semua agama kafir itu sebenarnya penghambaan pada jin setan iblis, mau saja manusia-manusia kafir dikerjain oleh jin setan iblis itu.

    BalasHapus
  45. ~CAHAYA DIATAS CAHAYA~

    Kenalilah dirimu niscaya engkau akan mengenal Penciptamu!

    Ambilah sebuah buku tulis dan pena lalu tulislah dengan akurat setiap pikiran yang terlintas diotak kita, perasaan-perasaan yang terpapar, kata-kata hati yang terbesit dan gerakan-gerakan yang sengaja atau tidak sengaja yang terjadi secara rinci, akurat dan mendetail dalam 5 menit yang lalu dan 5 menit kedepan !

    Jawabnya : tidak bisa dan tidak tahu! Kenapa ? Bagaimana kalau menulis secara rinci semuanya dari semenjak lahir hingga wafat nanti?  Lalu makhluk mana kira-kira yang kita anggap bisa dan tahu (tentang itu), baik pada dirinya dan pada semua makhluk-makhluk yang ada baik pada masa lalu, saat ini dan kedepan?

    Jika setiap makhluk tidak mampu menulis secara mendetail rinci dan akurat setiap pikiran-pikiran yang terlintas, kata-kata hati yang terbesit, perasaan-perasaan yang terpapar, gerakan-gerakan yang terjadi pada dirinya sendiri baik masa yang lalu maupun yang depan? Bagaimana dengan Allah Swt Pencipta setiap makhluk-mahkluk itu, Mungkinkah DIA itu juga tidak tahu menahu?

    Jika begitu anggapannya jadi siapa yang tau persis (tentang itu semua secara rinci dan mendetail) dan yang mengendalikan segala mahkluk hidup dan segala sesuatu didalam semesta ini? Milik siapakah segala-galanya  itu, selain Allah Swt? Apakah kelebihan manusia-manusia padahal tidak tau semua yang telah terjadi dan yang akan terjadi pada dirinya sendiri selain kesesatan,  ketidaktahuan dan kesombongan?

    Pikirlah sejenak Jika ternyata hanya Allah Swt itu yang sesungguhnya mengetahui secara mendetail segala pikiran, perasaan, katahati dan gerakan kita,  baik yang dimasa lalu maupun kedepan , maka pikirkanlah, renungkanlah!, bagaimana dekatnya Allah Swt itu kepada kita?

    Dimanakah kita bisa sembunyi tanpa diketahuiNYA? atau kemanakah kita menghadap tanpa diketahuiNYA? Apa yang bisa kita sembunyikan dariNYA? Atau Apa yang bisa kita sombongkan dihadapanNYA? Apa yang akan terjadi atas kita dan segala sesuatunya yang tidak diketahuiNYA terlebih dahulu? Atau Siapakah yang bisa menolong kita tanpa ada IjinNYA terlebih dahulu?

    Jika saudara bisa “merasakannya” atas ijin Allah Swt, Inilah “Cahaya Hakikat Iman Yang Sejati! Terasa dekatnya tidak terucapkan bahkan “Tak terukur”, dan jauhnya juga tak terhingga “ Tak terjangkakan”! Dan tidak ada keimanan yang lebih tinggi dari ini, yang bisa lebih mendekatkankan kita lagi kepada Allah selain nanti bertemu dengan Allah swt kelak di akhirat itupun jika kita termasuk orang yang beruntung, yaitu orang-orang yang patuh dan setia kepadaNYA tanpa mensekutukanNYA dengan satu apapun serta sungguh-sungguh mencintai dan merindukan untuk bertemu denganNYA kelak. 
    Atau Adakah orang-orang yang lebih dungu dan sesat lagi dari pada orang-orang yang membenci dan memusuhi  Penciptanya sendiri? Tidakkah kita bisa lihat bahwa mereka tengah menganiaya dan menyiksa-nyiksa dirinya sendiri?

    Jika saja kita mau sedikit berpikir maka kita sadar dan betapa lemahnya kita demikian juga dengan makhluk semuanya , maka salahkah kita jika “menyerah, berserah diri” kepada Allah Swt Pencipta kita dan alam semesta ini yang mengetahui apa yang ada dibelakang “ semua yang telah terjadi dan kedepan “ yang akan terjadi” atas kita dan semua ciptaanNYA, seraya bersyukur dan bersabar atas semua ketetapanNYA dengan tetap mengabdi dan meminta PertolonganNYA?


    BalasHapus
  46. Menjadi cerdaslah! Dengan berpikir kenapa kita bisa berpikir? Demikian juga dengan seluruh manusia? dan Dimana tercatat dan tersimpan semua pikiran-pikaran  itu jika kita lupa atau otak kita sudah jadi tanah atau abu? dan Dimana pula perbendaharaan pikiran-pikiran, ide-ide, ilmu-ilmu pengetahuan itu  itu sebelum terlintas diotak-otak manusia selama ini padahal sebelumnya mereka-mereka tidak tau menahu?

    Jika saudara bisa menghayati bacaan ini, dan mendapat Bimbingan “Cahaya dari Allah, Insya Allah saudara akan paham tentang semua yang terjadi dimuka bumi ini, dan tidak ada tanya lagi kenapa? dan mengapa? dan pahamlah saudara makna kalimat Laa illaha Illallah = Tidak.ada Penguasa "Yang Kuasa" Kecuali Allah ! Dengan mengimani ini maka tidak ada khawatiran dan duka  yang tak berujung,

     Dan selanjutnya dengan akidah dan keimanan ini Insya Allah saudara akan lebih tenang, sabar, dan syukur sebab apapun keadaan  kita pastilah itulah yang terbaik bagi kita saat ini dan kedepan Insya Allah   saudara akan lebih mengerti dan lebih paham  ketika anda berdialog dengan Allah Swt via Al Qur’an, dan juga mengerti  tujuan Sunnah-sunnah Nabi Muhammad Saw, dan ungkapan-ungkapan keimanan dan kerinduan orang-orang takwa yang terdahulu! Sebab tidak mugkinlah Allah Swt dan Nabi Muhammad menyuruh sesuatu yang tidak ada maksud dan tujuannya, Pastilah sesuatu yang baik untuk kemaslahatan, sebagai pangkal hidup bahagia didunia, bahagia diakhirat dan selamat dari api neraka dan segala siksaan! Dan selanjutnya lagi Allah lah yang akan membimbing kepada orang yang DIA kehendaki!

    Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah paling mengetahui segala sesuatu. (QS.

    Wasalam.

    Oleh: Muhammad Dharmawan

    BalasHapus
  47. @wirajuana ,,berani bacot sekarang ,,coba u berani bacot pas jaman G30SPKI gak mau mengakui sang hyang adai buddha berani gak, dasar low u gak mau maengakui sang hyang adi buddha jgn tinggal diindonesia lah, tinggal aja di thailand sana, dasar gak tau diri, bacot aja gede,ngeluarin suta2 hanya bisa memahami secara esensinya saja, tapi secara kontekstual (0), @wirajhana taik....

    BalasHapus
  48. Menarik bahasan pak wira dan mas bejo.. Tetapi saya memang memilih untuk menentukan nasib sendiri.yg menggantungkan hidup pada sesembahan nya, ya silakan saja.

    BalasHapus