Bayangkan bahwa anda menjadi atlet Olimpiade dan berhasil memenangkan medali perunggu nomor lari atletik. Tentu Anda akan senang, gembira berbunga-bunga. Bayangkan tahun berikutnya Anda kembali mengikuti lomba atletik dan kali ini meraih medali perak. Tentu Anda semakin gembira.
Betul demikian?
Ternyata tidak. Riset menunjukkan bahwa atlit peraih medali perunggu lebih merasa puas dibandingkan dengan peraih perak. Mengapa demikian? Peraih medali perak relatif kurang puas karena merasa ‘dengan sedikit usaha lagi’ dia bisa meraih emas. Sedangkan peraih medali perunggu merasa sangat puas karena ‘untung tidak kurang usaha’ sehingga akhirnya masih bisa mendapat medali.
Ada seorang Pramugari bernama Patricia. Salah satu penerbangannya terpaksa berhenti sementara karena ada penumpang mabuk dan bertindak kasar. Penerbangan lainnya tersambar petir. beberapa minggu kemudian penerbangannya terpaksa mendarat darurat. Patricia ini benar-benar pembawa sial dan juga sial. Dia juga berkali-kali putus dengan pacarnya, dan sepertinya selalu berada di waktu dan tempat yang salah.
Hal-hal tersebut diatas akhirnya menimbulkan minat Professor Richard Wiseman, seorang Propesor bidang Psikologi dari University of Hertfordshire Inggris, Ia kemudian meneliti hal-hal yang membedakan orang-orang beruntung dengan orang-orang yang sial. Wiseman kemudian merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu untung, dan sekelompok lain yang hidupnya selalu sial.
Jadi, di dalam salah satu penelitian tentang the Luck Project ini, Wiseman memberikan tugas untuk menghitung berapa jumlah foto dalam koran yang dibagikan kepada dua kelompok tadi. Orang2 dari kelompok sial memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk menyelesaikan tugas ini. Sementara mereka dari kelompok si Untung hanya perlu beberapa detik saja!
Lho kok bisa?
Ya, karena sebelumnya pada halaman ke dua Wiseman telah meletakkan tulisan yang tidak kecil berbunyi "berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini". Kelompok sial melewatkan tulisan ini ketika asyik menghitung gambar.
Bahkan, lebih iseng lagi, di tengah-tengah koran, Wiseman menaruh pesan lain yang bunyinya: "berhenti menghitung sekarang dan bilang ke peneliti Anda menemukan ini, dan menangkan $250!" Lagi-lagi kelompok sial melewatkan pesan tadi! Mereka memang benar2 sial!!.
Ternyata memang benar bahwa orang-orang yang beruntung bertindak berbeda dengan mereka yang sial. Penelitian Wiseman menunjukkan bahwa orang beruntung menggunakan ‘counter-factual thinking’ untuk meredam dampak dari kejadian buruk. Psikolog menyebut ‘counter-factual’ sebagai kemampuan imajinasi untuk membayangkan kejadian lain yang mungkin terjadi sebagai kemungkinan alternatif kejadian sesungguhnya yang kita alami.
Menurut Profesor Richard Wiseman, keberuntungan bukan hanya sekedar tentang menciptakan dan menangkap peluang namun juga prinsip penting lainnya yaitu bagaimana cara kita menyikapi nasib buruk.
Singkatnya, dari penelitian yang diklaimnya "scientific" ini, Wiseman menemukan 4 (empat) faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial:
Sikap terhadap peluang.
Orang beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka lebih peka terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak ketika peluang datang.
Bagaimana hal ini dimungkinkan?
Ternyata orang-orang yg beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan jaringan-jaringan sosial baru. Orang yang sial lebih tegang sehingga tertutup terhadap kemungkinan- kemungkinan baru (klik!)
Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York hendak menjual toko permata nya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: "Mr. Buffet!" Hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang beruntung.
Tapi Helzber berpikir lain. Ia berpikir jika pria di sebelahnya ternyata adalah Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di Amerika, maka dia berpeluang menawarkan jaringan toko permata nya. Maka Helzberg segera menyapa pria di sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah Warren Buffet. Perkenalan pun terjadi dan Helzberg yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal Warren Buffet, berhasil menawarkan bisnisnya secara langsung kepada Buffet, face to face. Setahun kemudian Buffet setuju membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Betul-betul beruntung.
Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan.
Orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika. Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan "hati nurani" (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tapi final decision umumnya dari "gut feeling". Yang barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi akan sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang tak berkesudahan.
Ada metoda untuk mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur.
Pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi kita juga akan semakin tajam. Intuisi itu sering muncul dalam berbagai bentuk, misalnya: - Isyarat dari badan. Anda pasti sering mengalami. "Gue kok tiba2 deg-deg an ya, mau dapet rejeki kali", semacam itu. Badan kita sesungguhnya sering memberi isyarat2 tertentu yang harus Anda maknakan. Contohnya, merasa tiba-tiba excited setiap kali melintasi kantor perusahaan tertentu. Beberapa tahun kemudian ternyata bekerja di kantor tersebut.
Selalu berharap kebaikan akan datang.
Orang yang beruntung ternyata selalu “Ge-eR” terhadap kehidupan. Selalu berprasangka baik bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap mental yang demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa mereka, dan akan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain. Coba saja Anda lakukan tes sendiri secara sederhana, tanya orang sukses yang Anda kenal, bagaimana prospek bisnis kedepan. Pasti mereka akan menceritakan optimisme dan harapan.
Mengubah hal yang buruk menjadi baik.
Orang-orang beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan merubahnya menjadi kebaikan. Bagi mereka setiap situasi selalu ada sisi baiknya.
Dalam salah satu tesnya, Prof Wiseman meminta tanggapan kepada kelompok orang beruntung dan orang yang merasa sial atas suatu kejadian imajinatif di bank. Mereka diminta membayangkan sedang berada di bank saat tiba-tiba terjadi perampokan. Tanpa sengaja perampok menembakkan senjata sehingga mengenai lengan tangan dan menyebabkan luka parah. Para partisipan percobaan diminta memberikan tanggapan tentang hal itu.
Apakah kejadian ini untung atau sial?
Kelompok orang yang merasa tidak beruntung cenderung mengatakan bahwa mereka sial karena berada di bank pada saat yang salah. Kelompok orang yang beruntung sebaliknya mengatakan bahwa situasi bisa lebih buruk dari yang mereka alami. "Untung cuma kena tangan, coba kalau kena kepala…" demikian komentar partisipan yang masuk kelompok orang-orang beruntung. Partisipan lain bahkan mampu membalik nasib buruk itu menjadi kemungkinan nasib baik. "Kamu bisa jual ceritamu ke koran dan mendapat uang… ",ujarnya.
Orang beruntung cenderung mambayangkan kejadian yang mungkin lebih buruk, sehingga mereka merasa beruntung dengan kejadian yang telah menimpa mereka. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik tentang nasib mereka, membuat mereka tetap optimis dengan masa depan, dan meningkatkan kemungkinan untuk menikmati kehidupan yang beruntung di kemudian hari.
Setelah 10 tahun meneliti faktor keberuntungan, Profesor Richard Wiseman mengambil kesimpulan bahwa keberuntungan lebih disebabkan pikiran dan perilaku. Lebih penting lagi bahwa setiap orang mempunyai kesempatan meningkatkan peruntungan di dalam hidupnya.
(klik!) Untuk meningkatkan keberuntungan, menurut dia, bukanlah merupakan hal mistis.
Latihan yang diberikan Wiseman adalah dengan membuat "Luck Diary", buku harian keberuntungan. Awalnya setiap murid diminta untuk menggambarkan berapa beruntung dia dan berapa puas mereka dalam enam hal utama di kehidupannya.
Setiap hari, peserta harus mencatat hal-hal positif atau keberuntungan yang terjadi. Mereka dilarang keras menuliskan kesialan mereka.
Awalnya mungkin sulit, tapi begitu mereka bisa menuliskan satu keberuntungan, besok-besoknya akan semakin mudah dan semakin banyak keberuntungan yang mereka tuliskan.
Setelah itu mereka diajari empat prinsip keberuntungan dan dijelaskan bagaimana orang-orang yang beruntung menggunakan hal itu dalam kehidupannya. Dijelaskan pula bagaimana kiat sederhana untuk berperilaku seperti orang beruntung, misalnya menggunakan berbagai cara untuk menciptakan peluang, mengubah rutinitas dengan mencoba hal baru, dan berimajinasi kejadian yang lebih buruk daripada yang sedang ia hadapi sekarang.
Para murid diminta menggunakan kiat itu selama beberapa bulan.
Hasilnya dramatis. Sebanyak 80% murid menjadi lebih bahagia, lebih puas dengan kehidupannya, dan menjadi lebih beruntung. Yang awalnya sial berubah menjadi beruntung, dan yang awalnya beruntung menjadi lebih beruntung lagi.
Dan ketika mereka melihat beberapa hari kebelakang Lucky Diary mereka, mereka semakin sadar betapa beruntungnya mereka. Dan sesuai prinsip "law of attraction", semakin mereka memikirkan betapa mereka beruntung, maka semakin banyak lagi lucky events yang datang pada hidup mereka.
Masih ingat pramugari "sial" Praticia di atas?
Nah, Patricia merupakan salah satu partisipan “sial” yang ikut dalam program latihan yang diberikan oleh Prof Wiseman dan setelah ikut pelatihan tersebut, Patricia akhirnya menjadi orang yang berbeda. Segala kesialannya lenyap, tak lagi mengalami penerbangan bermasalah, dan menjadi lebih bahagia dengan hidupnya. Murid yang lain menemukan pasangan hidup lewat pertemuan tak sengaja, dan ada juga yang mendapat promosi pekerjaan lewat suatu kesempatan tak disangka.
Digubah dari sumber asli:
Betul demikian?
Ternyata tidak. Riset menunjukkan bahwa atlit peraih medali perunggu lebih merasa puas dibandingkan dengan peraih perak. Mengapa demikian? Peraih medali perak relatif kurang puas karena merasa ‘dengan sedikit usaha lagi’ dia bisa meraih emas. Sedangkan peraih medali perunggu merasa sangat puas karena ‘untung tidak kurang usaha’ sehingga akhirnya masih bisa mendapat medali.
Ada seorang Pramugari bernama Patricia. Salah satu penerbangannya terpaksa berhenti sementara karena ada penumpang mabuk dan bertindak kasar. Penerbangan lainnya tersambar petir. beberapa minggu kemudian penerbangannya terpaksa mendarat darurat. Patricia ini benar-benar pembawa sial dan juga sial. Dia juga berkali-kali putus dengan pacarnya, dan sepertinya selalu berada di waktu dan tempat yang salah.
Hal-hal tersebut diatas akhirnya menimbulkan minat Professor Richard Wiseman, seorang Propesor bidang Psikologi dari University of Hertfordshire Inggris, Ia kemudian meneliti hal-hal yang membedakan orang-orang beruntung dengan orang-orang yang sial. Wiseman kemudian merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu untung, dan sekelompok lain yang hidupnya selalu sial.
Jadi, di dalam salah satu penelitian tentang the Luck Project ini, Wiseman memberikan tugas untuk menghitung berapa jumlah foto dalam koran yang dibagikan kepada dua kelompok tadi. Orang2 dari kelompok sial memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk menyelesaikan tugas ini. Sementara mereka dari kelompok si Untung hanya perlu beberapa detik saja!
Lho kok bisa?
Ya, karena sebelumnya pada halaman ke dua Wiseman telah meletakkan tulisan yang tidak kecil berbunyi "berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini". Kelompok sial melewatkan tulisan ini ketika asyik menghitung gambar.
Bahkan, lebih iseng lagi, di tengah-tengah koran, Wiseman menaruh pesan lain yang bunyinya: "berhenti menghitung sekarang dan bilang ke peneliti Anda menemukan ini, dan menangkan $250!" Lagi-lagi kelompok sial melewatkan pesan tadi! Mereka memang benar2 sial!!.
Ternyata memang benar bahwa orang-orang yang beruntung bertindak berbeda dengan mereka yang sial. Penelitian Wiseman menunjukkan bahwa orang beruntung menggunakan ‘counter-factual thinking’ untuk meredam dampak dari kejadian buruk. Psikolog menyebut ‘counter-factual’ sebagai kemampuan imajinasi untuk membayangkan kejadian lain yang mungkin terjadi sebagai kemungkinan alternatif kejadian sesungguhnya yang kita alami.
Menurut Profesor Richard Wiseman, keberuntungan bukan hanya sekedar tentang menciptakan dan menangkap peluang namun juga prinsip penting lainnya yaitu bagaimana cara kita menyikapi nasib buruk.
Singkatnya, dari penelitian yang diklaimnya "scientific" ini, Wiseman menemukan 4 (empat) faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial:
Sikap terhadap peluang.
Orang beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka lebih peka terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak ketika peluang datang.
Bagaimana hal ini dimungkinkan?
Ternyata orang-orang yg beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan jaringan-jaringan sosial baru. Orang yang sial lebih tegang sehingga tertutup terhadap kemungkinan- kemungkinan baru (klik!)
- Hilangkan Stres Dengan Kendali Gelombang Otak
Oleh Yoddy Hendrawan
Pernahkah Anda mengalami bencana yang datang beruntun dalam satu hari. Sebagai contoh, ketika Anda harus memberikan presentasi penting bagi kemajuan karier, tiba-tiba datang telepon dari rumah yang mengabarkan bahwa anak Anda yang masih kecil dilarikan ke rumah sakit karena mendadak badannya panas tinggi.
Lalu ketika berusaha menenangkan diri dengan meneguk secangkir kopi, tanpa sengaja tangan tersenggol pinggiran meja sehingga sebagian kopi tumpah ke baju.
Bisa juga saat itu Anda sedang berkonsentrasi penuh karena sedang menghadapi deadline pekerjaan. Tiba-tiba datang teman atau kerabat yang butuh pertolongan segera, atau ada berita menyedihkan yang datang dari orang yang paling kita sayangi. Tapi mungkin juga, kita memang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang "berbakat" mengubah suasana kerja atau suasana rumah menjadi tidak menyenangkan.
Di saat muncul banyak masalah, baik di kantor maupun di rumah, kita cenderung bereaksi dengan panik dan memunculkan emosi negatif. Padahal kepanikan justru membuat kita semakin sulit berkonsentrasi. Jika konsentrasi buyar, kita menjadi semakin cemas.
Apa yang bisa dilakukan dalam kondisi demikian?
Sebenarnya hal-hal semacam itu akan lebih mudah diatasi kalau kita memahami cara bekerjanya otak. Kita perlu memiliki ketrampilan mengendalikan gelombang otak yang bisa memudahkan kita menenangkan diri di saat panik.
Dengan memahami posisi gelombang otak, kita bisa mengatur mood sehingga selalu merasa bahagia, juga sukses dengan setiap hal yang kita lakukan. Untuk mencapai kebahagiaan lewat kendali gelombang otak, kita bisa belajar dari anak-anak. Pernahkah Anda memperhatikan anak-anak ketika sedang bermain dengan teman-temannya? Lihatlah betapa mudahnya mereka tertawa bahagia. Meskipun mungkin baru saja saling mencakar dan sama-sama menangis, tapi beberapa menit kemudian mereka seolah sudah melupakan tangisan dan sudah kembali bermain bersama dengan kompaknya.
Menurut Erbe Sentanu dari Katahani Institute, hal itu karena anak-anak masih mudah menyetel gelombang otaknya memasuki frekuensi alpha-theta. Frekuensi alpha-theta ini normalnya kita alami ketika sedang rileks, melamun dan berimajinasi. Berbeda dengan kondisi beta yang dominan ketika kita dalam kondisi sadar sepenuhnya dan lebih banyak menggunakan akal pikiran.
Memasuki frekuensi alpha-theta itu sebenarnya merupakan ketrampilan manusia yang alami. Namun, ketika mulai sekolah, kita dikondisikan menyetel gelombang otak yang dominan beta. Jadi, begitu menjadi orang dewasa , keterampilan memasuki kondisi alpha-theta itu hilang.
Apalagi tuntutan kehidupan modern membuat pikiran orang terfokus untuk bekerja keras demi tuntutan materi dan kehidupan yang konsumtif meskipun terpaksa mengurangi waktu tidur dan istirahat. Padahal saat tidur manusia seharusnya merasakan keempat frekuensi.(klik!)
- Tidur Siang Tingkatkan Kreativitas Kerja
JAKARTA - Jangan sepelekan tidur. Sebuah penelitian terbaru menyimpulkan bahwa manusia bisa bekerja lebih kreatif justru dengan menambah jam tidurnya. Studi yang dilakukan ilmuwan asal Inggris membuktikan bahwa 30 persen orang bisa mendapatkan ide-ide terbaiknya di tempat tidur.
Sedangkan mereka yang bisa mendapatkan ide cemerlang di balik meja hanya 11 persen saja, demikian berdasar riset yang dilakukan East of England Development Agency (EEDA).
Studi yang lumayan menggembirakan para karyawan ini seolah-olah menyerukan agar perusahaan menyediakan tempat tidur di tempat kerjanya. Dengan memberi kesempatan para pekerja tidur lebih banyak maka diharap mereka bisa bekerja lebih baik.
Menggelikan?
Tidak juga. Bill dan Camile Anthony, penulis buku The Art of Napping At Work atau Seni Tidur Siang di Sela Kerja, selama ini kita hidup dalam budaya napaphobic, yakni ketakutan atas tidur siang. Namun kebiasaan tersebut bisa diubah dengan mulai membiasakan tidur siang atau tidur sesaat di sela kesibukan kerja.
”Tidur siang secara sembunyi-sembunyi sebenarnya sudah banyak terjadi di kalangan pekerja, sementara tidur siang sebagai bagian dari istirahat dan jam kerja akan segera menjadi tren baru,” komentar Bill Anthony yang juga profesor di Boston University. Ia berpendapat bahwa tidur siang merupakan peristiwa alami, bahkan sama sekali tidak merugikan perusahaan dari sisi produktivitas. Dengan cara memberi waktu untuk tidur siang maka perusahaan tak perlu lagi sibuk mengawasi pekerjanya yang tidur siang dengan cara sembunyi-sembunyi.
Richard Wiseman, seorang profesor psikologi menyatakan bahwa riset membuktikan otak kita lebih bekerja kreatif saat kita dalam kondisi rileks dan nyaman dibanding di bawah tekanan. Bahkan mimpi pada saat tidur menghasilkan kombinasi luar biasa antara ide-ide dan hal-hal yang suril. Keduanya menghasilkan solusi yang menakjubkan bagi sejumlah problem yang dihadapi saat bekerja.
Tapi untuk bisa tidur siang dengan lelap, kita butuh situasi yang nyaman secara psikologis. Maka perlu didesain tempat khusus untuk tidur bagi karyawan di tempat kerja yang cukup nyaman pula. Dengan kenyamanan ini maka para pekerja bisa istirahat dengan rileks dan tak ubahnya dengan ”mengisi ulang” pikirannya.
Fasilitas Tidur
Usul pengadaan fasilitas untuk tidur siang ini didukung oleh Derk-Jan Dik, direktur Sleep Research Centre yang bermarkas di Surrey. Menurutnya usul ini bukan suatu hal yang tidak masuk akal. ”Yang menjadi masalah adalah bagaimana mengatur jadwal istirahat mereka. Sejumlah orang punya kebiasaan tidur yang berbeda dengan orang lain. Ada yang bisa tidur dalam waktu singkat, ada pula yang tidak,” ujarnya.
Jam kerja dengan pola yang saat ini berlaku di banyak negara, yakni pukul sembilan hingga pukul lima dianggap tidak sesuai dengan pola tidur yang sehat bagi manusia. Maka diproposalkan untuk sedikit mengubah jam kerja. Survei ihwal kebiasaan tidur dilakukan selama dua tahun melalui internet. Berlaku bukan hanya di Inggris, namun secara global. Ditemukan bahwa mayoritas orang bisa menghasilkan kerja terbaiknya pada sore hari, yakni berjumlah 38 persen dari seluruh responden. Atau jika ingin yang lebih baik lagi adalah di pagi hari yang mencakup 40 persen responden.
Pemimpin riset tersebut, Dr Chris Idzikowski, menyataan apabila hari-hari kerja dibuat lebih fleksibel sehingga membuat karyawan bisa mengikuti pola tidur yang berbeda-beda maka perusahaan bisa memperleh keuntungan. Hak tersebut bisa dilakukan dengan mengubah jam kerja menjadi pagi hari atau sore hari saja, disesuaikan dengan jam-jam terbaik mereka. Sedangkan apabila diusulkan pengadaan fasilitas untuk tidur siang, mau tak mau perusahaan harus memperpanjang jam kerja karyawannya.
Ternyata sebagian perusahaan di Inggris dan Amerika menyambut baik usulan pengadaan fasilitas tidur tersebut. Seperti perusahaan akuntansi Deloitte Consulting di Pittsburgh, Amerika Serikat (AS) yang sudah mendesain ruangan tidur siang bagi karyawannya. Hasilnya cukup memuaskan. Perusahaan tersebut masuk ke dalam 100 besar perusahaan AS yang baik versi majalah Fortune tahun lalu.
Sementara karyawan di seantero perkantoran New York yang tidak disediakan fasilitas tidur siang oleh perusahaannya bisa menikmati fasilitas di Empire State Building yang disediakan oleh MetroNaps. Dengan membayar 14 dolar AS, mereka bisa tidur nyenyak selama 20 menit, ditambah dengan pijatan lembut oleh alat elektrik serta sehelai handuk beraroma lemon untuk menyegarkan diri ketika hendak kembali bekerja. Kapan ya fasilitas macam itu bisa dinikmati oleh para karyawan di Jakarta atau Indonesia? (SH/merry magdalena)
Alfa-Theta, membuat tenang, bahagia dan kreatif. Kemampuan untuk secara temporer mengubah kesadaran diri satu frekuensi ke frekuensi yang lain adalah keterampilan yang sangat penting, karena efeknya akan membantu menyeimbangkan otak, hati, dan jiwa. Keterampilan itu membuat seseorang menjadi pandai membaca situasi dan pandai menempatkan diri dalam suasana apapun sehingga seolah-olah sellau berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Tentunya hal itu sangat penting untuk mendaki tangga kesuksesan dan mencapai kebahagiaan.
Ketika masalah berdatangan dan mulai merasa stres, itulah saat yang tepat untuk mulai rileks,menurunkan vibrasi otak dan memasuki frekuensi alpha-theta. Begitu juga ketika pekerjaan kita membutuhkan pikiran-pikiran kreatif. Memasuki kedua frekuensi itu akan membantu memunculkan inspirasi yang kita butuhkan.
Menarik lagi, kedua frekuensi tersebut juga merupakan pintu gerbang menuju pikiran bawah sadar yang dibutuhkan untuk melakukan self hypnosis, mendapatkan intuisi dan melakukan penyembuhan. Masalahnya bagaimana caranya memasuki frekuensi alpha-theta dengan cepat?
Sebenarnya usaha untuk memasuki level alpha-theta secara sadar telah dilakukan orang sejak lama, yaitu dengan kebiasaan berdzikir yang membuat doa makin khusyuk, latihan-latihan meditasi, yoga, atau taichi.
Latihan-latihan itu bisa sangat membantu meningkatkan kemampuan kita untuk mengubah kesadaran otak. Para penyembuh yang menggunakan energi dan tenaga dalam, karena tuntutan pekerjaannya umumnya telah menuai ketrampilan ini secara otomatis.
Menurut Erbe Sentanu, selain cara-cara tersebut, otak juga bisa dilatih dengan teknologi audio yang disebutnya digital prayer. Teknologi berupa CD ini berisi bunyi-bunyian yang menimbulkan gelombang tertentu yang dengan mudah akan diterima otak.
Caranya yaitu dengan melakukan entertainment. Yaitu istilah yang digunakan untuk melatih belahan otak kiri dan otak kanan agar mau bekerja sama dengan baik. Otak dengan tingkat kerjasama yang tinggi, umumnya akan membuat orang melihat kehidupan dengan lebih objektif, tanpa ketakitan dan kecemasan.
Selain lebih mudah memasuki kondisi khusuk atau rileks yang dalam, juga memiliki kemampuan memfokuskan konsentrasi yang lebih baik. Selain itu karena kondisinya lebih sinkron dan seirama, otak akan mengeluarkan senyawa kimia penyebab rasa nyaman dan nikmat dalam jumlah besar sehingga terjadi relaksasi secara alami. Nampaknya mereka yang tidak terbiasa dengan latihan-latihan meditasi, yoga, tai chi, dan lainnya cara ini bisa membantu.
Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York hendak menjual toko permata nya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: "Mr. Buffet!" Hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang beruntung.
Tapi Helzber berpikir lain. Ia berpikir jika pria di sebelahnya ternyata adalah Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di Amerika, maka dia berpeluang menawarkan jaringan toko permata nya. Maka Helzberg segera menyapa pria di sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah Warren Buffet. Perkenalan pun terjadi dan Helzberg yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal Warren Buffet, berhasil menawarkan bisnisnya secara langsung kepada Buffet, face to face. Setahun kemudian Buffet setuju membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Betul-betul beruntung.
Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan.
Orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika. Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan "hati nurani" (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tapi final decision umumnya dari "gut feeling". Yang barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi akan sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang tak berkesudahan.
Ada metoda untuk mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur.
Pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi kita juga akan semakin tajam. Intuisi itu sering muncul dalam berbagai bentuk, misalnya: - Isyarat dari badan. Anda pasti sering mengalami. "Gue kok tiba2 deg-deg an ya, mau dapet rejeki kali", semacam itu. Badan kita sesungguhnya sering memberi isyarat2 tertentu yang harus Anda maknakan. Contohnya, merasa tiba-tiba excited setiap kali melintasi kantor perusahaan tertentu. Beberapa tahun kemudian ternyata bekerja di kantor tersebut.
Selalu berharap kebaikan akan datang.
Orang yang beruntung ternyata selalu “Ge-eR” terhadap kehidupan. Selalu berprasangka baik bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap mental yang demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa mereka, dan akan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain. Coba saja Anda lakukan tes sendiri secara sederhana, tanya orang sukses yang Anda kenal, bagaimana prospek bisnis kedepan. Pasti mereka akan menceritakan optimisme dan harapan.
Mengubah hal yang buruk menjadi baik.
Orang-orang beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan merubahnya menjadi kebaikan. Bagi mereka setiap situasi selalu ada sisi baiknya.
Dalam salah satu tesnya, Prof Wiseman meminta tanggapan kepada kelompok orang beruntung dan orang yang merasa sial atas suatu kejadian imajinatif di bank. Mereka diminta membayangkan sedang berada di bank saat tiba-tiba terjadi perampokan. Tanpa sengaja perampok menembakkan senjata sehingga mengenai lengan tangan dan menyebabkan luka parah. Para partisipan percobaan diminta memberikan tanggapan tentang hal itu.
Apakah kejadian ini untung atau sial?
Kelompok orang yang merasa tidak beruntung cenderung mengatakan bahwa mereka sial karena berada di bank pada saat yang salah. Kelompok orang yang beruntung sebaliknya mengatakan bahwa situasi bisa lebih buruk dari yang mereka alami. "Untung cuma kena tangan, coba kalau kena kepala…" demikian komentar partisipan yang masuk kelompok orang-orang beruntung. Partisipan lain bahkan mampu membalik nasib buruk itu menjadi kemungkinan nasib baik. "Kamu bisa jual ceritamu ke koran dan mendapat uang… ",ujarnya.
Orang beruntung cenderung mambayangkan kejadian yang mungkin lebih buruk, sehingga mereka merasa beruntung dengan kejadian yang telah menimpa mereka. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik tentang nasib mereka, membuat mereka tetap optimis dengan masa depan, dan meningkatkan kemungkinan untuk menikmati kehidupan yang beruntung di kemudian hari.
Setelah 10 tahun meneliti faktor keberuntungan, Profesor Richard Wiseman mengambil kesimpulan bahwa keberuntungan lebih disebabkan pikiran dan perilaku. Lebih penting lagi bahwa setiap orang mempunyai kesempatan meningkatkan peruntungan di dalam hidupnya.
(klik!) Untuk meningkatkan keberuntungan, menurut dia, bukanlah merupakan hal mistis.
- Jimat Bisa Membawa Keberuntungan
Selasa, 06 Jan 2004
Hasil studi tim peneliti dari Inggris menemukan bahwa jimat keberuntungan bisa benar-benar membawa keberuntungan, tapi hanya dalam pikiran orang yang membawanya. Dalam realitas, peluang sebenarnya memang sudah ada di sana, bukan karena adanya jimat tersebut.
Walau begitu, mereka yang membawa jimat kebanyakan merasa amat beruntung dan merasa lebih percaya diri. Studi tersebut dilakukan oleh tim peneliti dari Psychology Departmen, University of Hertfordshire, yang dipimpin oleh Profesor Richard Wiseman.
Hasil studi menunjukkan membawa jimat keberuntungan saat mengambil nomor lotere, sama sekali tak membantu untuk menang. Akan tetapi, 30% dari mereka yang membawa jimat mengaku keberuntungan mereka meningkat dengan mendapatkan nomor-nomor yang ‘menyerempet’.
“Intinya, jika dipakai untuk hal-hal yang amat tergantung dari peluang, seperti mendapatkan nomor lotere, jimat tidak ada efeknya,” kata Profesor Richard Wiseman. “Namun untuk keberuntungan dalam sisi kehidupan lainnya, jimat membantu orang bersangkutan memperbesar kesempatan untuk mendapatkannya.”
Hal itu disebabkan pembawa jimat umumnya merasa lebih percaya diri, aman, dan optimis akan masa depan mereka, tambahnya.
Dalam studi tersebut, tim peneliti meminta sekitar 100 orang yang tersebut di Inggris untuk membawa ulang logam jaman Ratu Victoria yang selama banyak yang menganggapnya sebagai jimat keberuntungan.
Partisipan diminta untuk membawa jimat tersebut dan mencacat keberuntungan mereka dalam hal kesehatan dan keuangan. Mereka yang melaporkan jimat tersebut ada efeknya, mengatakan bahwa keberuntungan mereka naik sampai 50%.
Ketika studi berakhir, 70% dari partisipan mengatakan mereka akan terus membawa koin keberuntungan tersebut.
Setiap hari, peserta harus mencatat hal-hal positif atau keberuntungan yang terjadi. Mereka dilarang keras menuliskan kesialan mereka.
Awalnya mungkin sulit, tapi begitu mereka bisa menuliskan satu keberuntungan, besok-besoknya akan semakin mudah dan semakin banyak keberuntungan yang mereka tuliskan.
Setelah itu mereka diajari empat prinsip keberuntungan dan dijelaskan bagaimana orang-orang yang beruntung menggunakan hal itu dalam kehidupannya. Dijelaskan pula bagaimana kiat sederhana untuk berperilaku seperti orang beruntung, misalnya menggunakan berbagai cara untuk menciptakan peluang, mengubah rutinitas dengan mencoba hal baru, dan berimajinasi kejadian yang lebih buruk daripada yang sedang ia hadapi sekarang.
Para murid diminta menggunakan kiat itu selama beberapa bulan.
Hasilnya dramatis. Sebanyak 80% murid menjadi lebih bahagia, lebih puas dengan kehidupannya, dan menjadi lebih beruntung. Yang awalnya sial berubah menjadi beruntung, dan yang awalnya beruntung menjadi lebih beruntung lagi.
Dan ketika mereka melihat beberapa hari kebelakang Lucky Diary mereka, mereka semakin sadar betapa beruntungnya mereka. Dan sesuai prinsip "law of attraction", semakin mereka memikirkan betapa mereka beruntung, maka semakin banyak lagi lucky events yang datang pada hidup mereka.
Masih ingat pramugari "sial" Praticia di atas?
Nah, Patricia merupakan salah satu partisipan “sial” yang ikut dalam program latihan yang diberikan oleh Prof Wiseman dan setelah ikut pelatihan tersebut, Patricia akhirnya menjadi orang yang berbeda. Segala kesialannya lenyap, tak lagi mengalami penerbangan bermasalah, dan menjadi lebih bahagia dengan hidupnya. Murid yang lain menemukan pasangan hidup lewat pertemuan tak sengaja, dan ada juga yang mendapat promosi pekerjaan lewat suatu kesempatan tak disangka.
Digubah dari sumber asli:
0 KOMENTAR ANDA:
Posting Komentar