Jika anda membaca atau menonton kisah Ramayana, maka anda akan temukan sosok Rama, seorang ksatria utama, berbudi, super tampan dan pilih tanding beristrikan wanita setia super cantik bernama Sita yang berhasil diselamatkan dari genggaman Raja raksasa super jahat lagi kejam bernama Rahwana.
Percaya atau tidak, ternyata kata 'Raksasa' dari tempat kelahiran epik ini, memiliki arti yang justru sangat berlawanan dengan arti yang umum ketahui!
Raksasa, berasal dari kata "raksha" yang artinya melindungi/menjaga/memelihara [Vishnu Purana, Buku 1 bab V]. Di India, ada satu festival yang bernama 'Rakshabandhan' yang dirayakan di bulan Purnama ke-10 setiap tahunnya. Raksha adalah jiwa dari festival ini di mana seorang wanita [bisa sedarah, saudara angkat, Istri] mengikatkan seutas benang [Rakhi] di pergelangan tangan seorang lelaki [bisa sedarah, saudara angkat, teman baik atau suami] dan memintanya untuk melindunginya. Sang lelaki kemudian membalas dengan memberikan hadiah dan memperbaharui kembali sumpahnya untuk melindungi wanita itu.
Tradisi indah ini mempunyai sejarah yang panjang di India. Salah satu kisah menarik yang ada di sejarah adalah kisah Alexander, seorang Raja Yunani yang beristri seorang wanita India bernama Roxana (Roshanak).
Pada tahun 326 SM, ketika Alexander menginvasi India, Ia berperang dengan raja Puru [sekitar Punjab, sekarang] bernama Porus di sungai Hydapes. Porus dikenal sangat menghormati tradisi rakhi dan Roxana-pun mengetahuinya. Sehingga ketika Porus berhadapan dengan Alexander di suatu medan laga, melihat Rakhi terlilit di pergelangan tangannya, ini membuatnya menahan diri untuk tidak berhadapan langsung dengan Alexander.
Walaupun pada akhirnya raja Porus kalah, namun keberaniannya, kepiawaian seni perangnya dan sikapnya membuat kesan sangat mendalam di hati Alexander. Porus yang ketika itu terluka di bahu, ditanya Alexander bagaimana ia ingin diperlakukan, Porus menjawab, "Oh Alexander, perlakukan aku sebagai seorang raja". Alexander menghormatinya dan mempertahankan Porus untuk tetap memerintah di Hydaspes atas namanya. [Rogers, Guy (2004). Alexander: The Ambiguity of Greatness. New York: Random House.p.200]
Menarik, Bukan?!
Tahan dulu nafas anda! Masih banyak fakta mengejutkan yang akan anda temukan dan membuat anda mulai berpikir ulang mengenai apa sih "kebenaran" itu?!
Percaya atau tidak, ternyata variasi versi kisah Ramayana jumlahnya ratusan bahkan ribuan di seluruh dunianya!
Untuk menggambarkan betapa banyaknya versi Ramayana itu, mari kita ambil hasil penelitian Fr. Camille Bulke. Jumlah suku yang ada di seluruh India adalah 645 Suku, populasi penduduk keseluruhan suku itu hanyalah 8% dari total populasi penduduk India. Fr. Camille Bulke meneliti variasi kisah Ramayana terutama di 2 (dua) suku di India yaitu Birhors [populasi 10.000 orang] dan Mundas [populasi 2 juta orang]. Jumlah variasi Ramayana yang ditemukannya tidak kurang dari 107 versi berbeda! [The Dangi Ramakatha: An Epic acculturated?, Aruna Ravikant Joshi, Indian Folklore Research Journal, Vol.3, No.6, 2006: 13–37], dari ribuan versi epik tersebut, 99%-nya menggambarkan tokoh Rama, Sita dan Rahwana seperti yang saya sebutkan di atas. sample link kisah ramayana yang dikenal luas di masyarakat:
- Versi Valmiki [English]
- Versi Tulsidas [English]
- Buku Ramayana terbitan DepDikBud Republik Indonesia, atau
- Baca saja ringkasannya di Wikipedia Indonesia.
Percaya atau tidak, Ternyata variasi kelahiran Sita pun beragam!
Penelitian yang dilakukan S. SINGARAVELU, untuk 17 versi Ramayana, kelahiran Sita dikisahkan sebagai berikut:
- 12 versi menyatakan Sita adalah reinkarnasi dari:
- Dewi [Laksmi, istri dewa Visnu; Umi, isri dewa Siwa; Istri dewa Indra]
- Petapa wanita yang bersumpah membalas Rahwana dikelahiran berikutnya karena tapanya diganggu
- Beberapa versi Hindu menyatakan Sita lahir di sebuah bajak petani, ada yang mengatakan dari tanah. Ini semua berhubungan dengan legenda dewi Bumi atau dewi Agrikultur jaman Vedic
- Sita adalah anak Raja janaka
- Sita adalah anak yang diasuh raja Janaka atau seorang pertapa
- 13 versi menyatakan Sita adalah anak Rahwana. Dikisahkan bahwa para peramal meramalkan bahwa Sita akan menyebabkan kematian Rahwana sehingga Sita dibuang, Ia ditemukan dan diasuh oleh raja atau pertapa. Variasi tempat/cara Sita dibuang: dikubur di tanah [dalam versi Jainisme] atau dihanyutkan ke sungai/laut [versi ini kebanyakan berasal dari Asia Tenggara]
- Sita adalah anak Dasaratha [Sehingga Sita adalah adik dari Rama dan Laksmana]. Versi Laos [Luang Prabang] menyatakan Sita adalah anak Istri ke-4 Dasaratha, Peramal menyatakan bahwa Sita kelak akan membawa bencana sehingga Ia dihanyutkan ke laut, ditemukan dan diangkat anak oleh seorang Rsi/Pertapa.
- Dalam hikayat Sri Rama, Sita adalah anak raja Dasaratha setelah meniduri istri Rahwana [Mandodari], Sita kemudian dibuang ke laut dan diangkat anak oleh Raja Maharsi Kali, Jadi di versi ini, Sita adaah adik tiri Rama dan anak tiri Rahvana!
Percaya atau Tidak, Ternyata Rahwana itu orang yang Berbudi Baik dan Terpelajar?!
Pada literatur aliran Jainism setidaknya terdapat 3 kitab yang menyebutkan kisah Rama, Sita dan Ravana. Kisah Ramayana yang paling tua adalah Paumacariya (dalam bahasa Prakrit, untuk Sanskritnya adalah: Padma Carita) oleh Vimala Suri. Penulisnya menyatakan kisah ini ditulis 530 tahun setelah Mahavira Nirvana. Kitab ini berada di periode tahun yang sama dengan Ramayana versi Valmiki, yaitu di sekitar abad ke-1 SM [beberapa sumber mengatakan di abad ke-1 M s/d 3 M]. Paumacariya dibuat dalam rangka "menanggapi" apa yang tercantum diversi Valmiki. Kitab ini dimulai dengan rangkaian set pertanyaan yang ada dibenak Raja Srenika (dari Magadha):
"Bagaimana mungkin monyet-monyet itu bisa melumatkan ksatriya raksasa maha kuat seperti Rahvana? Bagaimana mungkin masyarakat terhormat pengikut Jaina seperti Ravana digambarkan makan daging dan minum darah? Bagaimana mungkin Kumbakarna tidur selama 6 bulan dalam setahunnya dan tidak terbangun bahkan ketika minyak panas dituangkan pada keretanya, gajah-gajah menginjak-injak tubuhnya dan terompet perang ditiupkan di sekeliling tubuhnya? Mereka jelas telah berdusta dan memutarbalikan alasan"
Dengan pertanyaan tersebut sang Raja kemudian menemui Rsi Gautama (Indrabhuti Gautama, murid utama Tirthankara ke-24, MahaVira) agar beliau berkenan menceritakan kisah sebenarnya. Gautama kemudian mengatakan, "Aku ceritakan padamu apa yang orang bijak Jain katakan. Rahvana itu bukanlah Iblis, Ia juga bukan kanibal dan pemakan daging. Ini adalah pemikiran keliru para penyair yang begitu bodohnya menceritakan sebuah kebohongan"
Sebelum melanjutkan kisah ini, ada beberapa keterangan yang perlu diketahui. Menurut tradisi Jainisme terdapat 63 para terhormat dan terkemuka [Triṣaṣṭi-śalākā-puruṣa], yang terdiri dari: 24 Jina (Tirthankara: Seorang yang sudah padam/mencapai Moksa/Nirvana), 12 Cakravartin (Raja Dunia) dan 27 (9 dari 3 pasang): Bala-Dewa (yang tertua), Narayana/Vasu-deva (Lahir hanya untuk membunuh pratiVasudeva) dan Prati-narayana/Prati-Vasu-deva (lawannya Vasudeva, selalu terbunuh oleh Vasudeva). Dalam Ramayana, 3 pasang Baladeva-Vasudeva-PratiVasudeva adalah Rama-Laksmana-Ravana. Sedangkan di Mahabharata Jainism: Balarama-Krishna-Jarasanda.
Para Raksa merupakan masyarakat berbudaya tinggi yang berasal dari ras Vidyadhara dan merupakan pemuja Jina. para Vanara dalam tradisi ini merupakan mahluk setengah manusia namun memuja Jina.
Tradisi Hindu menggambarkan para Raksa adalah Iblis dan tidak religius hanya karena menentang tradisi persembahan binatang yang dilakukan oleh para Rsi Hindu. Di saat bersamaan merekapun sudah terkalahkan dalam populeritas cerita, sehingga cap Iblis melekat turun temurun lewat tangan para penyair. F. E. Pargiter juga menyatakan bahwa para pengikut Jain dianggap sebagai asura [Ancient Indian Historical Tradition, P. 291].
Dalam versi hindu asura adalah mahluk jahat.
Vimala suri mulai kisah ini tidak dari lahirnya Rama namun mulai dari Rahvana/Ravana. Ravana karena merupakan satu diantara 63 pemimpin besar [salakapurusa] menurut tradisi Jaina maka merupakan seorang terhormat, berpendidikan dan mempunyai kesaktian dan senjata yang berasal dari Tapa yang keras. Ia adalah murid dari seorang guru Jain. Ia pernah bersumpah bahwa ia tidak akan memperdaya/memaksa/menyentuh perempuan manapun.
Pada suatu ketika, Ia berperang dengan satu negara yang ternyata tidak mampu ditaklukannya. Ratu dari kerajaan itu jatuh cinta pada Rahvana dan mengirimkan pelayannya sebagai kurir. Rahvana mengeksploitasi pengetahuan ratu itu tentang negaranya dan mengalahkan Raja kerajaan itu. Segera setelah menaklukan kerajaan itu. Ia kembalikan kerajaan kepada rajanya kembali dan menyarankan pada sang ratu untuk kembali pada suaminya.
Belakangan, Ravana terkejut ketika para peramal memberitahu bahwa ia akan menemui ajal melalui seorang wanita bernama Sita, anak dari raja Janaka. kitab Jainism lainnya yaitu Ramopakhyana (Mahabharatanya Jainism) menyatakan bahwa Sita adalah anak raja Janaka namun di versi Sanghadasa (Pengarang lain Ramayana aliran Jainisme, karya abad ke-5 Masehi), Sita adalah anak Ravana yang kemudian diadopsi raja Janaka. [Kulkarni 1952-1953: 129]
Walaupun mengetahui ramalan itu, setelah Ravana bertemu Sita, Ia jatuh hati [jika kita ambil versi bahwa Sita adalah anak Rahvana, maka karena Ravana tidak tahu Sita adalah anaknya, maka bisa jadi Ia sendiri tidak mampu menyebutkan alasan mengapa Ia jatuh hati], Ravana kemudian menculik Sita, mencoba mengambil hatinya namun sia-sia, Ia pun melihat dirinya jatuh dan akhirnya wafat di medan perang.
Wafatnya Rahvana bukan oleh Rama melainkan oleh Laksmana!
Rama di kitab ini digambarkan sebagai seorang yang mampu menaklukan dirinya sendiri, berpantang membunuh mahluk hidup sebagaimana yang dianjurkan dalam ajaran Jainism. Kehidupan Rama di saat itu merupakan kelahiran terakhirnya di dunia.
Laksmana dan Ravana (Vasudeva dan PratiVasudeva) dalam kisah ini adalah reinkarnasi ke-8 pasangan ini. Rahvana menyadari hal ini sesaat dipertempurannya melawan Laksmana, yaitu ketika senjata cakra yang ditujukan kepada Laksmana tidak dapat melukainya. Rahvana menyadari bahwa hidupnya segera berakhir sehingga ia menyerahkan dirinya pada Laksmana yang kemudian memenggalnya. [Sumber: Antiquity of jain dan Many Ramayana's atau juga di: The Culture Heritage of India]
Percaya atau tidak, ternyata ada kisah RAHWANA tanpa adanya sosok Rama, sita dan Hanuman?!
Rahwana, di kitab Lankavatara Sutra, bersama dengan para penduduk Lanka [Sri lanka], dikisahkan sebagai pemeluk Buddhis Mahayana yang saleh. Rahwana adalah pengikut Buddha sebelumnya, yaitu Buddha Kassapa. Berikut kutipan sebagian ringkasan bab pertama, Lankavatara Sutra sanskrit versi Daisetz Teitaro Suzuki:
Demikian yang saya dengar.
Yang terberkati [Buddha Gautama] bersama sekumpulan besar Biksu, Raja Dewa Indra [Sakka], Brahma dan sejumlah besar Bodhisatva dari berbagai tanah Buddha, suatu ketika datang dan tinggal di tempat raja naga laut, yang berada di puncak Gunung Malaya.
Buddha dari atas puncak memandang Lanka dan berkata, "Oleh para Buddha sebelumnya, kebenaran ini diujarkan di puncak gunung Malaya. Aku, juga kini demi Rahwana, penguasa para Yaksa menguncarkan kebenaran ini"
[Tergugah] karena kekuatan spiritual Buddha, dari kejauhan, Rahwana, raja para Raksasa mendengarnya. Ketika Sang Buddha berhasil dilihatnya, Rahwana menangis dengan gembira, kemudian berkata, "Aku akan pergi dan meminta Yang diberkati untuk memasuki Srilanka yang akan memberikan berkat keberuntungan bagi banyak Dewa dan juga Manusia".
Kemudian, Rahwana, raja para Rakshasa, bersama pengiringnya, mengendarai kereta samawi [ajaib]-nya, menuju ke tempat Buddha berada, turun dari kendaraannya, bersama pengiringnya berjalan mengelilingi Sang Buddha 3 [tiga] kali dari arah kiri ke kanan, memainkan instrumen musik, Rahwana mempersembahkan nyanyiannya,
- "Para Buddha masa lalu pernah menetap di Lanka, yang kemudian ditemani oleh 'anak-anak' Buddha dari berbagai bentuk. Tuanku, tunjukkanlah kebenaran tertinggi dan para yaksha dari berbagai macam bentuk yang beruntung akan mendengarkan
..Ia kemudian memberi salam pada Sang Buddha dan memperkenalkan dirinya, "Aku bernama Rahwana, raja Raksasa berkepala 10, semoga Yang Mulia bermurah hati menerimaku dan seluruh penduduk Lanka..Di lanka ini sebagaimana para Buddha terdahulu, Ia menguncarkan ajaran, semoga Yang Mulia berkenan pula membabarkan Dharma
..Lankavatara Sutra yang diujarkan para Buddha sebelumnya..Ku kumpulkan dari para Buddha sebelumnya yang mengujarkan sutra ini..begitupula dari Yang Mulia..
..Yang mulia, di sinilah kami para Yaksha yang bebas dari keserakahan, merefleksikan kesadaran diri, memuja para Buddha sebelumnya, mereka adalah penganut Mahayana dan rajin mendisiplikan diri satu sama lainnya..Begitu banyak para Yaksha muda, pria dan wanita yang berkeinginan mendengarkan Mahayana, mohon datanglah, Yang diberkati, Yang menguasai pengajaran, datanglah ke Lanka, di gunung Malaya.
Para Raksasa, dengan Kumbhakarna sebagai kepala mereka yang tinggal dikota, penganut Mahayana, akan mendengar kebenaran utama ini. Mereka juga memuja Buddha sebelumnya dan melakukannya tiap hari dengan cara yang sama...Aku menyerahkan diriku sepenuhnya melayani Buddha dan para pengikutnya, tidak ada dariku yang tidak kuserahkan, Oh Muni Yang Agung, berbelaskasihlah padaku"
Sang Buddha menerima permohonan Raja Rahwana dan menuju kota. Sesampainya di kota, lagi Sang Buddha diberi penghormatan oleh sekumpulan Yaksa, dengan berbagai macam cara. Para Buddha bersama pengikutnya menerima persembahan itu dan membabarkan kebenaran tertinggi.[Lankavatara Sutra]
Dari Lankavatara Sutra versi lainnya yaitu Gunabhadra, terdapat catatan menarik, yaitu Buddha Gautama datang ke Lanka 3 (tiga) kali banyaknya:
- Sembilan bulan setelah mencapai penerangan sempurna, Ia melihat di satu pulau ada beberapa Yaksa yang meresahkan penduduk, Kemudian melalui kekuatan supra naturalnya, Ia menuju pulau tersebut, memantrai beberapa yaksa [arti kata Yaksa adalah sesuatu yang cepat] dan Raksasa [jika Yaksa marah, Ia menjadi mahluk pemakan daging dan penghisap darah atau raksasa, arti kata raksasa adalah penjaga], memindahkannya ke pulau Giri di lautan yang jauh karena mengkhawatirkan para penduduk yang merana karena gangguan mereka. Tempat di mana Buddha sampai menjejakan kakiNya, kemudian dikenal dengan nama ADAM'S PEAK [Dianggap sebagai tempat suci 3 agama: Buddha Srilanka, sivaisme, Islam]
- 5 Tahun setelah pencapaian penerangan sempurna, Beliau menempatkan beberapa ular [Naga] dan mendamaikan mereka
- Tiga tahun kemudian, Raja Naga Maniakkika, mengundang Buddha bersama 500 murid-Nya ke Hutan Maha Megha dan meramalkan bahwa dikemudian hari akan ada yang menanam pohon Bodhi dan para pengikut jalan Buddha di negeri ini
Anak raja Asoka, yaitu Mahinda yang telah menjadi seorang Biksu dengan masa vasa lebih dari 20 tahun [Mahatera] datang ke Lanka. Raja Tissa mempunyai komplek Kuil besar [Maha vihara] di pinggiran ibu kota, bernama ANURADHAPURA, yang kemudian menjadi pusat pengajaran di bawah Mahinda. Mahinda mengirim kurir pada raja Asoka dan membawa kembali sebagian kecil relik Buddha [bagian tubuh dari Sang Buddha, setelah Prosesi pembakaran mayat beliau, setelah Parinibana] dan dibuat stupa untuk menghormatinya. Adik perempuan Mahinda, yaitu Sanghamitta datang ke Lanka membawa bibit Pohon Bodhi dan menanamnya di hutan Mahamegha. [Wisdom quartely]
Percaya atau tidak, ternyata Rahwana merupakan idola penduduk Srilanka?!
Lebih dari 300 desa di Srilanka [Sinhale] menamakan desanya yang berhubungan dengan era Raja Rahwana. Di sejarah Sinhala, ditemukan 11 nama Rahwana, diantaranya adalah Nala Ravana, Manu ravana, Punu ravana dan DasaMuka Rahwana. Banyak variasi maksud dari kata 'DasaMuka', diantaranya:
- Kepalanya memang benar berjumlah sepuluh, seperti disampaikan dalam epik versi Valmiki dan juga di ratusan bahkan ribuan varian versi lainnya.
- Karena menguasai 4 Veda dan 6 Upanisad
- Karena sewaktu bayi lehernya diberi hiasan permata sehingga tampak seolah-olah berkepala 10
- Karena Ia adalah raja dari 10 Negeri
- Karena Ia mempunyai 10 talenta, diantaranya, Musik, obat-obatan, Mesin, Pertanian, Arsitek, Bangunan, jagoan bela diri, astrologi, Upacara keagamaan, dan banyak lagi
Dulu Sri Lanka disebut "Siv Hela" atau "Hela-Dwipa" atau "Hela-Ka", artinya tanah orang-orang Hela. Suku Hela terdiri dari 4 suku [Siv Hela] yang berkuasa di berbagai belahan tempat itu, yang kemudian dinamakan: Naga, Asura, Yaksha dan Raksha. Siv Hela belakangan menjadi Sinhala. Hela-Ka, lambat laun berubah menjadi Helankan dan akhirnya menjadi Srilanka.
Ratu terakhir kaum Hela [Heladwipa/Heladipa] adalah Kuweni yang kemudian dijadikan istri oleh Vijaya. Keberadan kaum Hela bisa jadi telah ada jutaan tahun yang lalu. Bukti terdekat adanya aktivitas manusia kuno di Lanka adalah berdasarkan Temuan archeologi di Bolangaoda, yang berusia sekurangnya 34.000 BP [Before Present, penyetaraan menjadi tahun sebelum Masehi dengan cara mengurangi angka itu dengan tahun 1950, yaitu tahun di mana era penanggalan radio karbon dimulai].
Kemudian, terdapat sebuah "Jembatan" purbakala sepanjang 30 Km yang menghubungkan antara India dan Srilanka. Nama jembatan itu berubah-ubah tergantung siapa penguasa India saat itu, yaitu pada:
- Jaman setelah dinasti Maurya [200 SM - 300 M], dinamakan Dhanushkoti [Koti]
- Jaman Purana India, dinamakan SETUKA
- Jaman Islam menjajah India [Ghaznavid, Cahmana, kemudian Calukya, dan Cola, [975-1200 M], dinamakan Setu Bandha; di jaman Khalji and Tughluq [1290- 1390 M], dinamakan Setu Bandha Ramesvaram
- Peta yang disusun di Belanda pada tahun 1747, menamakan jembatan itu RamarCoil; Di tahun 1788, berdasarkan peta Mr. James Rennel, dinamakan Ramar Bridge, dan kemudian berubah menjadi Adam's Bridge di tahun 1804 [sumber: Legend of Ram–Retold, Sanujit Ghose atau di Rama Sethu: Historic facts vs political fiction - II]
Pengacara Senior Fali S Nariman di Pengadilan tinggi, untuk kasus pembangunan kanal di dekatnya, mengatakan bahwa di Ramayana versi Kamban [Abad ke-9 s/d 12 M] dan Padma purana, dinyatakan setelah perang melawan Rahwana, jembatan itu di hancurkan Sri Rama menjadi beberapa bagian.
Dr Badrinarayanan, Seorang Geologist yang juga mantan Director of the Geological Survey of India dan mantan koordinator divisi survey, National Institute of Ocean Technology, di Chennai mengatakan bahwa Jembatan itu bukan jembatan alami, di lapisan atasnya merupakan buatan manusia.
Bukti bahwa jembatan itu dapat dilintasi manusia dengan berjalan kaki, setidaknya dapat dilihat dari:
- Buku karangan Alexander Hamilton pada tahun 1744, "A New Account of the East Indies" di mana Ia berjalan kaki di atas jembatan menuju "Zeloan"
- The Madras Presidency Administration Report 1903, merujuk pada jembatan yang pada glossary-nya tertulis: "Jembatan Adam dinamakan juga jembatan Rama. Benar-benar menyatukan Ceylon dan India hingga tahun 1480. Badai besar kemudian memecahkannya dan semakin parah oleh badai-badai lainnya sehingga para pejalan kaki tidak lagi melintasinya".
Di kisah-kisah tradisi India lainnya, Rahvana [Dasamuka, yang juga berarti penguasa 10 Negeri] kerap melintasi dataran India bersama pasukannya. Begitu pula yang dilakukan para leluhur Rahwana [Mali, Sumali, Malyawan] bersama pasukannya memerangi Vishwath manu. Jadi nama jembatan, lebih cocok dinamakan "Jembatan Rahwana".
Di atas sekali, telah kita singgung arti sebenarnya kata "rakshasa". Kemudian, jika kita merujuk pada definisi rakshasa dan silsilah Rahwana dari kisah Ramayana versi valmiki dan kitab Hindu lainnya, maka tetaplah tidak pantas, jika Rahwana dinyatakan sebagai keturunan rakshasa. Mengapa? Berbicara tentang garis keturunan, maka:
- Dari garis Ayah:
Brahma [Tuhan Hindu] --> Pulastya [Brahmana, salah satu dari Saptaresi yang ada dipermulaan Mavantara ke-1 dari 14 mavantara sebelum Maha Pralaya (satu set umur kehidupan Brahma)] --> Visrava [Brahmana] --> Rahwana
Berdasarkan silsilah ini, karena India menganut juga aturan garis Ayah, maka Rahwana adalah Brahmana turunan langsung Tuhan Hindu! Sehingga setiap Hindu yang tidak menghormati Rahvana, sama saja menghina tuhannya sendiri. - Dari garis Ibu (Valmiki Ramayana, Uttara Kanda, Canto IV, Sloka 28-31):
Brahma [Tuhan Hindu]-->Heti [Asura/Raksa, yang diciptakan untuk melindungi jagad, penjaga Nehtar] kawin dengan Bhaya [adik dari dewa Yama]-->Vidyutkesa [1/2 Raksasa, 1/2 Dewa] kawin dengan Salakatankata [Ayahnya: dewa Surya, Ibunya: dewi Sandya]-->Sukesha [1/4 raksasa] kawin dengan Devavati [Devi kecantikan/kemudaan, 1/2 Gandarva (Bapaknya: Gramani, Kepala Gandarva, semacam Dewa yang jago musik)]-->Sumali [1/8 Raksasa, 1/4 Gandarva] kawin dengan Ketumati [1/2 Gandarva [Ibunya: Narmada berupa naga dan Ayahnya: Raja Ayodhya Purukutsa]-->Kaikasi [1/16 raksasa, 3/4 Gandarva, 1/4 orang]-->Rahvana [1/32 Raksasa]
Dari pihak ibu saja, Ravana, lebih kental nuansa para Devanya ketimbang nuansa ke-raksasa-annya, bukan?!
Mari kita buktikan bahwa perhitungan tersebut sangatlah cocok.
Dua kisah di bawah ini, akan terlihat kualitas derajat ke-brahmana-an dan juga derajat ke-dewa-an Rahwana. Kisah ini diambil dari legenda yang berkembang di masyarakat Tamil dan Srilanka:
- Ketika perang akan di mulai, Rama memerlukan seorang pemimpin upacara untuk memberkati kemenangannya, tidak ada Brahmana yang ada saat itu [bahkan Valmikipun tidak ada]. Brahmana terdekat yang tersedia hanyalah Rahvana. Rama kemudian meminta bantuan Rahwana untuk memimpin upacara pemberkatan perang terhadap dirinya dan itupun disanggupi dan dilaksanakan Rahwana!
- Ketika Rama mencari hari baik untuk memulai perang, Astrolog terdekat dan yang tersedia hanyalah Rahwana. Rama kemudian meminta bantuan Rahwana mencarikan hari baik untuk memerangi Rahwana! Dan, hal inipun diberikan Rahwana!
Dikisahkan pada suatu medan pertempuran, ketika pangeran dari India dan putera Rahwana, terluka parah. [Versi Valmiki: Yudha Kanda, Ch 19, 50]. Tabib yang ada dan mampu mengobati hanyalah tabib dari Srilanka*). Tabib itu pergi ke medan perang dan mengobati pangeran India tersebut.
Ini merupakan peranan palang merah di jaman sekarang!
Praktek mengobati dan menolong musuh di medan perang, justru diawali tabib Srilanka [Dr. Reghuvir Prasad Trivedi dalam "Ceylon Daily News", 15 September 1985].
- *) Susena, di versi Tulsidas merupakan jenderal ahli pengobatan dan ahli bedah militer Srilanka yang diculik Hanuman [Lankananda hal 119, Tulasidasa's Shri Ramacharitamanasa, R.C. Prasad, ed.2004], di versi Valmiki, Susena adalah Mertua Subali dan Sugriwa.
Susena, berhasil memulihkan Rama [di versi Valmiki, ada juga bantuan dari Garuda], Laksmana dan pasukan kera yang terluka oleh Indrajit di hari pertamanya perang melawan Indrajit [Yudha kanda Valmiki, Ch.50-26].
Rahvana mengirimkan dua orang ke medan perang untuk mengobati: Trisira [anak Rahvana] dan 5 pahlawan Alengka lainnya. Tubuh mereka dikatakan dilumuri bermacam tumbuhan dan aromatik untuk melindungi luka [Yudha kanda Valmiki, Ch 69-18].
Karena diculik Hanuman, Susena awalnya enggan mengobati Laksmana. Ia merasa dipaksa dan juga karena itu musuh negaranya namun Rama menasehatinya [versi lainnya Hanuman yang menasehati] bahwa tabib tidak punya kawan maupun lawan.
Di versi Ramayana Jainism: Paumacariya, bantuan berasal dari Visalya [anak Dronamegha, kakak dari Kaikeyi].
Unsur Gandarva dari Ravana jelas terlihat ketika Ravana menciptakan alat musik gesek. Gandarva adalah mahluk surgawi yang jago memainkan alat musik. Alat yang ditemukannya berbentuk model Biola dan dinamakan Ravana Hatta hingga sekarang banyak digunakan di Rajashtan. Ukuran panjangnya 22 Inch, bisa mencapai 3 oktaf dan menggunakan 1 senar, dimainkan dengan busur. Biola panjangnya 5 1/4 Inch, 4 Senar dan dapat mencapai 3 oktaf. jika 5 1/4 X 4 = 22 Inch!
Ia juga menggubah srota mengenai Shiva yang kemudian dikenal dengan nama Shiva Tandhawa [Tarian Siva]. Tarian dan nyanyian ini diciptakan Ravana, dengan menggunakan beberapa bait dari Sama Veda
Percaya atau tidak, Ternyata ada kisah Ramayana tanpa Ravana, Hanuman, penculikan Sita dan Perang membebaskan Sita?!
Kisah di bawah ini merupakan versi yang sama sekali berbeda, Versi ini berasal dari Dastarata Jataka no. 461 [Jataka Vol.IV, Buku ke-11, EkaDasa Nipata, Disunting dan diterjemahkan oleh V. Fausboll, The Dasaratha Jātaka, Copenhagen, 1871. Asli Jataka dalam kanon pali hanya berupa syair saja. Kisahnya merupakan tambahan belakangan dari sekurangnya abad ke-3 SM]
Kisah ini diceritakan oleh Sang Buddha Gautama ketika berada di Jetavana tentang seorang tuan tanah yang ayahnya meninggal. Di saat ayahnya meninggal, laki-laki ini diliputi oleh kesedihan; tidak melakukan kewajibannya, hanya berpasrah diri dalam kesedihannya. Pada suatu fajar, Sang Guru menerawang keadaan manusia dan mengetahui bahwa laki-laki ini sudah waktunya mencapai tingkat kesucian sotapanna (tingkat kesucian ke-1 dalam Buddhism, yaitu mengenal ketidakkekalan). Keesokan harinya, setelah berpindapata (mengumpulkan dana makanan) di kota Savatthi dan selesai makan, Beliau meminta bhikkhu (petapa, murid Buddha) untuk kembali duluan. Beliau membawa seorang bhikkhu junior, pergi ke rumah laki-laki tersebut, memberikan salam kepadanya, dan menyapanya dengan kata-kata yang manis.
"Anda sedang berada dalam kesedihan, Upasaka [para penganut ajaran]?" kata Beliau.
"Ya, Bhante [guru], saya diliputi kesedihan atas kepergian ayahku." Sang Guru berkata, "Upasaka, orang bijak di masa lampau yang benar-benar mengetahui tentang delapan kondisi dari dunia ini bersedih di saat kematian ayahnya, tidak sedikitpun." Kemudian atas permintaannya, beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
[note: Delapan kondisi dunia adalah Perolehan dan kehilangan, ketenaran dan nama buruk, pujian dan celaan, kebahagiaan dan penderitaan]
- Dahulu kala di Benares, seorang raja agung bernama Dasaratha memerintah dengan benar, tidak menggunakan cara-cara yang salah. Dari 16.000 istrinya, yang tertua dan ratunya yang naik tahta saat itu memberikannya dua orang putra dan seorang putri; putra sulungnya diberi nama Rama paṇḍita, atau Rama si bijaksana, putra keduanya diberi nama Pangeran Lakkhaṇa, atau keberuntungan, dan putrinya bernama adalah Sitā [artinya adalah "Sejuk"].
Seiring berjalannya waktu, ratu meninggal dunia. Di saat ratu meninggal, raja merasa hancur dalam kesedihan untuk waktu yang lama, tetapi dapat dibujuk para menteri istana untuk segera melakukan upacara pemakaman dan menunjuk istri lainnya untuk menduduki posisi tersebut. Ratu barunya ini sangat disayangi dan dicintai raja. Tidak lama kemudian ratu mengandung dan melahirkan seorang putra, yang diberi nama Bharata. Raja sangat mencintai putranya, dan berkata kepada ratu, "Ratu, saya menawarkan Anda sebuah hadiah, pilihlah."
Ratu menerima tawaran itu, tetapi tidak langsung menyebutkan hadiahnya dalam waktu yang lama. Di saat putranya berusia 7 tahun, ia pergi menjumpai raja dan berkata kepadanya, “Paduka, Anda pernah berjanji memberikan hadiah untuk putraku. Bolehkah Anda memberikannya kepadaku sekarang?"
"Pilihlah, ratu."
"Paduka, berikan kerajaan kepada putraku."
Raja menderikkan jarinya mendengar permintaan ratu, "Keluar kau, wanita hina!" kata raja dengan marah, "dua putraku yang lainnya berjaya seperti kobaran bara api; apakah kau berniat membunuh mereka dan memberikan kerajaan ini pada putramu saja?"
Ratu tetap meminta ini kepada raja. Raja menolak untuk memberikannya permintaan hadiah tersebut.
Raja berpikir dalam dirinya, "Wanita adalah orang yang tidak tahu berterima kasih dan tidak setia. Wanita ini mungkin akan menggunakan surat palsu atau uang suap untuk menyuruh orang membunuh kedua putraku"
Maka ia memanggil kedua putranya dan memberitahukan segala sesuatu kepada mereka dengan mengatakan, "Putraku, jika kalian tetap tinggal di istana, kemungkinan hal buruk akan menimpa kalian. Pergilah ke kerajaan tetangga atau ke dalam hutan. Di saat jasadku telah dibakar baru kalian kembali dan warisi kerajaan ini yang merupakan kepunyaan kalian"
Kemudian raja memanggil para peramal dan menanyakan batas usianya. Mereka memberitahunya bahwa ia akan hidup selama 12 tahun lagi. Kemudian ia berkata, "Putraku, setelah 12 tahun kalian harus kembali, dan tegakkan payung kerajaan"
Mereka pun berjanji dan setelah mendapat izin ayahnya, mereka pergi dari istana sambil menangis sedih. Putri Sitā berkata, "Saya juga akan ikut dengan kedua abangku", Ia berpamitan pada ayahnya dan ikut pergi dengan mereka sambil menangis.
Ketiga orang ini pergi ditemani oleh sekumpulan orang. Mereka meminta kerumunan orang itu untuk kembali dan kemudian mereka melanjutkan perjalanan sampai tiba di Gunung Himalaya. Di sana, di sebuah tempat yang memiliki mata air dan mudah untuk mendapatkan buah-buahan liar mereka membuat sebuah tempat tinggal. Mereka tinggal di sana bertahan hidup dengan memakan buah-buahan liar.
Lakkhaṇa-paṇḍita dan Sitā berkata kepada Rāma-paṇḍita, "Anda sekarang menjadi seperti ayah bagi kami, tetap tinggal di dalam gubuk ini, kami yang akan mencari buah-buahan dan memberikannya kepadamu." Ia setuju dengan mereka.
Mulai saat itu Rāma-paṇḍita tetap berada di dalam gubuk, sementara adik-adiknya mencari dan membawakan buah-buahan untuknya. Demikianlah mereka tinggal di sana bertahan hidup dengan memakan buah-buahan.
Akan tetapi raja Dasaratha sangat bersedih atas kepergian anak-anaknya, dan ia meninggal di tahun ke-9. Setelah upacara pemakamannya dilaksanakan, ratu memerintahkan untuk memberikan tahta kerajaan kepada putranya, pangeran Bharata. Tetapi para menteri berkata, "Ahli waris tahta kerajaan saat ini sedang tinggal di dalam hutan," dan mereka tidak menyetujui perintah ratu.
Pangeran Bharata berkata, "Saya akan menjemput kembali abangku, Rāma-paṇḍita dari hutan dan memberikan tahta kerajaan ini kepadanya. Dengan membawa lima lambang kerajaan, ia pergi menuju tempat mereka dengan diikuti empat rombongan
[Note: Lima lambang kerajaan adalah Gajah, pengawal berkuda, kereta, pasukan pengawal yang berjalan kaki]
Tidak jauh dari tempat tersebut, mereka mendirikan perkemahan, kemudian pangeran Bharata dengan beberapa pengawal datang ke tempat tersebut di saat Lakkhaṇa-paṇḍita dan Sitā sedang pergi ke dalam hutan.
Rāma-paṇḍita duduk di depan pintu rumahnya dengan damai dan tenang, seperti sebuah patung emas yang berdiri kokoh. Pangeran mendekatinya dan menyapanya, kemudian dengan berdiri di satu sisi ia memberitahukan semuanya yang terjadi di kerajaan sampai bersujud di bawah kakinya bersama dengan para pengawalnya, sambil menangis tersedu-sedu.
Rāma-paṇḍita tidak bersedih maupun menangis, tidak ada gejolak emosi yang timbul di dalam dirinya. Setelah Bharata selesai menangis dan duduk, di saat hari menjelang sore, kedua orang adiknya kembali dengan membawa buah-buahan.
Rāma-paṇḍita berpikir,—"Kedua orang ini masih muda; mereka belum dapat memahami kebijaksanaan seperti diriku. Jika mereka secara tiba-tiba diberitahukan bahwa ayah kami telah meninggal, rasa sedih yang timbul akan menjadi lebih besar dari kemampuan mereka untuk menahannya; mungkin saja hati mereka akan hancur. Saya akan membujuk mereka pergi masuk ke dalam air dan mencari cara untuk memberitahukan kebenarannya."
Kemudian dengan menunjuk sebuah tempat di depan yang ada airnya, ia berkata, "Kalian keluar sudah terlalu lama: Ini akan menjadi hukuman bagi kalian—pergi ke tempat air tersebut dan berdiri di sana."
Kemudian ia mengucapkan setengah bait kalimat berikut ini: "Biarkan Lakkhaṇa dan Sitā turun ke kolam itu."
Hanya dengan satu kata cukup bagi mereka berdua untuk pergi ke tempat air itu dan berdiri di sana.
Kemudian ia memberitahukan mereka tentang kabar tersebut dengan mengucapkan sisa bait kalimat di atas: "Bharata berkata, Raja Dasaratha telah meninggal dunia."
Ketika mereka mendengar berita kematian ayahnya tersebut, mereka jatuh pingsan. Sewaktu diucapkan sekali lagi, mereka juga jatuh pingsan, bahkan untuk ketiga kalinya dikatakan mereka masih tetap pingsan. Para pengawal mengangkat dan mengeluarkan mereka dari tempat air itu dan meletakkan mereka di tanah yang kering. Setelah disadarkan, mereka berdua duduk meratap dan menangis bersama.
Kemudian pangeran Bharata berpikir: "Abangku, pangeran Lakkhaṇa, adikku, Sitā, tidak dapat menahan rasa sedih mereka sewaktu mendengar kematian ayah kami, sedangkan Rāma-paṇḍita tidak meratap sedih maupun menangis. Saya menjadi ingin tahu apa yang menyebabkannya tidak bersedih? Saya akan menanyakannya."
Kemudian ia mengucapkan bait kedua berikut untuk menanyakan pertanyaan tersebut: "Katakan atas kekuatan apa Anda tidak bersedih Rama di saat seharusnya Anda bersedih? Meskipun dikatakan bahwa ayahmu sudah meninggal, rasa sedih tidak meliputi dirimu!"
Kemudian Rāma-paṇḍita menjelaskan alasan mengapa ia tidak memiliki rasa sedih, dengan mengatakan,
"Seseorang tidak dapat memiliki sesuatu untuk selamanya walaupun ia menangis dengan sekeras mungkin, Mengapa seorang yang bijak harus menyiksa dirinya dalam hal tersebut?
Orang muda, orang tua, orang dungu, dan orang bijak, Bagi yang kaya, bagi yang miskin, kematian adalah hal yang pasti: masing-masing orang akan mati.
Sepasti buah yang telah matang akan jatuh dari pohonnya,Demikian halnya dengan kematian bagi semua benda yang tidak kekal.
Benda yang terlihat di cahaya pagi hari akan hilang di sore hari, dan yang terlihat di sore hari akan hilang di pagi hari.
Jika bagi seorang dungu dapat terikat, sesuatu akan dapat semakin mengikat Di saat ia menyiksa dirinya sendiri dengan air mata, maka orang yang bijak pun dapat ikut melakukan hal yang sama.
Dengan menyiksa dirinya sendiri, ia menjadi kurus dan pucat;Hal ini tidak dapat membuat yang mati hidup kembali, dan air mata tidak akan membantu sama sekali.
Bahkan sama seperti sebuah rumah yang terbakar yang dipadamkan dengan air, demikian orang kuat, orang bijak, orang pintar yang mengetahui tentang ajaran kitab sucinya dengan baik akan menebarkan kesedihan mereka seperti kapas yang diterpa angin di saat terjadi angin badai.
Seseorang mati—ikatan kelahiran masih terdapat dalam keluarganya: Kebahagiaan semua makhluk tergantung pada ikatan yang berhubungan dengannya.
Oleh karena itu, orang yang paham dalam kitab suci, Dapat memahami tentang kehidupan sekarang ini dan kehidupan yang akan datang, Dengan mengetahui sifat-sifat itu, tidak akan bersedih, Betapa beratnya pun suatu masalah dalam hati dan pikiran.
Maka saya akan memberi, menjaga dan menghidupi sanak keluargaku yang masih hidup, Saya akan menjaga mereka yang masih hidup: demikianlah perbuatan yang dilakukan orang bijak."
Ketika orang-orang tersebut mendengar khotbah Rāma-paṇḍita ini, yang menggambarkan tentang ajaran ketidakkekalan, mereka menghilangkan kesedihan mereka. Kemudian pangeran Bharata memberi hormat kepada Rāma-aṇḍita, sambil memohon padanya untuk menerima tahta kerajaan Benares.
"Saudaraku," kata Rāma , "bawa Lakkhaṇa dan Sitā pergi bersamamu, dan kalian yang mengurus kerajaan."
"Tidak, Tuanku, Andalah yang memerintah kerajaan."
"Saudaraku, ayahku memberi perintah kepadaku untuk mewarisi kerajaan pada akhir tahun ke-12. Jika saya menerimanya sekarang, berarti saya tidak melaksanakan permintaannya. Setelah tiga tahun berlalu, saya akan datang."
"Siapa yang akan melaksanakan kegiatan pemerintahan dalam tiga tahun ini?"
"Anda yang melakukannya."
"Saya tidak akan melakukannya."
"Kalau begitu sampai saatnya saya datang, sandal ini yang akan melakukannya, "kata Rāma, sambil mengangkat sandal jeraminya dan memberikannya kepada saudaranya tersebut.
Maka ketiga orang itu membawa sandalnya dan pergi ke Benares dengan rombongan pengawal istana setelah berpamitan dengan orang bijak tersebut. Selama tiga tahun, sandal tersebut yang memerintah kerajaan.
Para menteri istana meletakkan sandal jerami tersebut di atas tahta kerajaan di saat mereka menghadapi sebuah masalah. Jika masalah itu diputuskan dengan keputusan yang salah, sandal tersebut akan saling menimpa, dan kemudian masalah itu akan dikaji ulang; ketika keputusannya sudah benar, sandal tersebut akan tetap tenang terletak di sana.
[Note: Kejadian tentang sendal ini ada juga di kisah Rāmāyana versi Valmiki namun ini adalah tambahan belakangan [ii.115], kisah sendal ini tidak ditemukan dalam Ramayana versi TulsiDas]
Setelah tiga tahun berlalu, orang bijak tersebut keluar dari hutan, datang ke Benares dan masuk ke dalam tamannya. Kedua pangeran yang mendengar tentang kedatangannya ini datang ke taman ditemani dengan rombongan pejabat istana, dan dengan menjadikan Sitā sebagai ratu yang berkuasa, mereka menobatkan mereka dengan upacara kerajaan.
[Note: Di versi ini Sita adalah adiknya bukan istrinya]
Setelah upacara dilaksanakan, Sang Mahasatwa dengan berdiri di atas kereta megahnya dan dikelilingi oleh rombongan besar pengawal, masuk ke dalam kota dengan mengitari arah kanan. Kemudian ia naik ke atas tahta luar biasanya di istana Sucandaka, ia memerintah dengan benar selama 16.000 tahun dan akhirnya menjadi penghuni alam Surga.
Bait dari kebijaksanaan yang sempurna ini menjelaskan akhir cerita tersebut:
"Dikatakan selama 16.000 tahun lamanya, Rāma yang kuat berkuasa, di lehernya terdapat tiga lipatan keberuntungan."
[Note: kambugīvo adalah tiga lipatan di leher, seperti lingkaran kulit kerang, adalah sebuah petanda keberuntungan]
(Di akhir kebenarannya, tuan tanah [Upasaka] itu mencapai tingkat kesucian sotapanna)
"Pada masa itu raja Suddhodana [Ayah Siddharta Gautama] adalah Dasaratha, Mahamaya [Ibu kandung Sidartha Gautama] adalah ibu, Yasodara [Ibu dari Rahula, istri Sidartha Gautama] adalah Sitā, Ananda [Sekretaris Sang Buddha] adalah Bharata dan saya [Sang Buddha] adalah Rāma-paṇḍita".
Percaya atau tidak, ternyata Ramayana Valmiki hadir se-umur-an dengan BHAGAVAD GITA [Mahabharata] dan bahkan LEBIH MUDA dari Ramayana versi Buddhis [Theravada]!
Mengenai umur Bhagavad gita dapat anda lihat di artikel "Bhagavad Gita bukan Pancama Veda [Veda Ke-5]!". Di bawah ini, saya kutipkan bukti-bukti usia Ramayana Versi Valmiki:
- Seluruh kanda versi Valmiki [dan variantnya, termasuk versi tulsidas], memperkenalkan Rama sebagai Avatar Visnu dan juga adanya pemujaan terhadap Siva sebagai Deva-dewa utama, sampel:
- [..]Shiva and Vishnu, for the Grandparent is the best adherer of truthfulness [..][Sarga 75, Balakanda Kanda]
- [..]Let Siva, the lord of all spheres, Brahma, the lord of creation, Vishnu, the nourisher of beings, [..][Sarga25, Ayodhya Kanda]
- [..]The God and Cosmic-Souled Vishnu and Shambhu or Shiva[..][Sarga 43, Kishkindha Kanda]
Padahal di SEBELUM dan juga saat Buddhisme ada, pemujaan terhadap Visnu dan Siva BELUM-lah ada:- Teks Buddhisme menyinggung keberadaan Visnu dan Siva namun saat itu, mereka bukanlah Deva yang menonjol [Rhys Davids, Buddhist India, Hal 236].
Visnu [Vennu/Venhu] dan Siva disebutkan di Suta pitaka, Devaputtasamyutta [2:12 dan 2:21], yaitu teks tentang kumpulan para Deva yang baru terlahir di alam Indra [Di bawah kekuasaan Dewa Indra/Sakkha/Sakra], Venhu/Vennu dan Siva merupakan prototipe dewa India sebelum mereka menjadi dewa utama dalam Hinduisme bakti yang theistic. - Pada jaman Buddhis ide mengenai avatara-avatara belumlah ada.
Teks Brahmana-brahmana yang berkaitan dengan Veda, yang disusun tidak berapa lama sebelum jaman Buddha, kisah-kisah avatar telah muncul sebagai legenda yang popular dimasyarakat namun tidak ada Avatar Vishnu di sana [The Bhagavad Gita, C. Jinarajadasa, From the Proceedings of the Federation of European Sections of the Theosophical Society, Amsterdam 1904, Theosophical Publishing House, Adyar, Madras. India, November 1915] - Shatapatha Brahmana, memuat kisah tentang ikan, kura-kura dan babi hutan sebagai avatara penyelamat Manu di saat banjir besar namun hanya menyatakannya sebagai bentuk ikan dan bukan tuhan dalam bentuk ikan [I. 8. I. I, tulisan ini dan beberapa referensi mengenai Brahmana di kutip Macdonell dari artikel Jurnal Vedic Mythology, R.A.S. 1895]
- Kemudian di MahaBharata, disebutkan bahwa ikan, Kura-kura dan Babi hutan bukan sebagai avatara Visnu namun sebagai avatara Brahma atau Prajapati [Vanaparva, Markandeya samasya 7.5.15], Babi hutan di Taittiriya Brahmana adalah Prajapati [Taittiriya Brahmana I.i. 3. 5, ff].
Shatapatha Brahmana juga mengangkat legenda yang sama dan tidak menyebutnya sebagai Manifestasi tuhan [XIV.i 2. 11] namun Ramayana yang disusun belakangan menjadikan itu sebagai Brahma [II. 110. Monier Williams, Indian Wisdom, page 330].
Deva dengan bentuk rupa srigala wanita, yang memenangkan dunia untuk para Dewa, yaitu mengelilingi dunia hanya dalam tiga langkah adalah Indra bukan Vishnu [Taittiriya Samhita 7.2.4]
Fakta-fakta di atas sudah menyajikan gambaran utuh bahwa disekitar wafatnya sang Buddha, pemujaan terhadap Brahma sudah lazim dilakukan masyarakat dan pemujaan terhadap Visnu/Siva baru saja di mulai dan tentu saja pemujaan terhadap Rama dan Krisna belumlah ada. - [..]Yang pertama [Balakanda] dan yang terkahir [Uttara Kanda] dari kitab Ramayana adalah tambahan belakangan. Bagian buku ke 2-6, menyajikan gambaran Rama sebagai pahlawan ideal. Di buku 1 dan 7, Rama sebagai avatara atau reinkarnasi Visnu dan lirik epik diubah menjadi teks dari aliran Vaisnawa. Referensi Yunani, Parthian, dan Saka menunjukan bahwa kitab ini ada tidak lebih awal dari abad ke-2 SM[..] - [ValmikiRamayana.net: The cultural Heritage of India, Vol. IV, The Religions, The Ramakrishna Mission, Institute of Culture ]
- Menurut S. N. Sadasivan, Uttara kanda dan Balakanda baru ada pada abad ke 7-8 Masehi...Menurut H.D. Sankaliya, yang banyak menulis di "Times of India", "vide Times of India", New Delhi [November 26, 1967; October 12, 1975; November 6, 1983 dan December 15,1985] memperhatikan gambaran penggunaan perak, mutiara, besi, anggur, unta dan gajah di Ramayana versi Valmiki, maka besar kemungkinan kisah ini di tulis antara abad ke-3 SM s/d 4 M, dan Ia kemudian memodifikasinya menjadi abad ke-2 SM s/d 3 M dan beberapa porsi tertentunya, berhubungan dengan arsitek lanjutan di tulis setelah abad ke 7 M...Apapun bentuk ketidaksepakatan mengenai penentuan waktu aslinya, SEMUA ahli sepakat bahwa ini dibuat setelah jaman Buddhisme yang digunakan Valmiki adalah kisah-kisah di Jataka Buddhis terutama Dasaratha dan Janaka Jataka. Ramayana kemudian tumbuh seiring waktu sesuai dengan kebutuhan para Brahmin-brahmin Hindu. [A social history of India, S. N. Sadasivan, Ch.VI, Brahmin Reaction]
- [..]Para Ahli sepakat bahwa penyusunannya mulai disekitar abad ke-3 atau ke-2 SM. (Beberapa berpikir di sekitar awal abad ke-4 SM) teks dalam bentuk saat ini. Kemungkinan di sekitar abad ke 6 M, beberapa episodenya terinspirasi dari balada-balada regional yang berasal dari berbagai tempat.
Sekitar di abad ke 3-2 SM, beberapa dari balada ini muncul bersamaan dalam bentuk struktur terpisah di beberapa bab [kanda] Ramayana valmiki. Sekitar akhir abad ke-2 SM. Baik itu Valmiki atau beberapa penyair besar lainnya memberikan bentuk yang koheren.
Selama ratusan tahun, yaitu antara abad ke-1 SM -1 M, narasi utama, dari mulai Ayodhya dan Lanka diperkaya deskripsi dan pernik-pernik literal. Belakangan, Brahmanya atau Bhargava pertama ditambahkan. Hasilnya, bagian pertama dari Adikanda dan juga Uttara Kanda selesai di abad ke-2 M;
Tambahan besar berikutnya ada disekitar abad ke-3 M dan bagian ke 4 dan tambahan final atau interpolarisasinya kemungkinan terjadi di permulaan abad ke-4 SM.[..] - [A Revaluation of Valmiki's "Rama", Sukumari Bhattacharji, Former professor of Sanskrit, Jadavpur University, Calcutta., Translated by Tanika Sarkar, Vol. 30, No. 1/2 (Jan-Feb, 2002), pp. 31-49 (article consists of 19 pages), Published by: Social Scientis]
Percaya atau tidak, ternyata Valmiki sang pengarang Ramayana dulunya berprofesi sebagai bandit!
Nama asli Valmiki adalah Ratnakara, arti Valmiki adalah bukit semut [atau gundukan tanah liat]. Tidak ada satu kepastian mengenai asal usul Valmiki, ada yang mengatakan ia lahir di:
- Jaman Satya Yuga, Jaman emas, di Yuga [Jaman] pertama di antara 4 Yuga. Tradisi hindu, mendefinisikan jaman itu sebagai jaman tidak ada kejahatan dan manusia bisa melihat tuhan secara langsung. Panjangnya jaman ini 4.32 Juta tahun, 4 Avatar Vishnu ada di jaman ini, yang terakhir adalah Narasimha.
- Tetra Yuga, Jaman Perak [lebih banyak legenda yang menyatakan Ia lahir di jaman ini]. Tradisi Hindu menyatakan jaman ini, kehidupan seperti dengan jaman emas, namun mulai ada kejahatan dan jumlahnya sangatlah sedikit. Umur jaman ini 1.7 juta tahun, 3 Avatara Visnu lahir di jaman ini dan yang terakhir adalah Rama
Di waktu kecil, saat bermain di hutan, ia tersesat [ini adalah kesamaan dari semua legenda itu], Ia kemudian ditemukan dan dipelihara seorang pemburu. Setelah dewasa ia menikah dan mempunyai anak. Mata pencahariannya berubah dari pemburu mejadi penjahat dan perampok. Di satu hari ketika hendak melakukan perampokan di siang hari, Ia bertemu dengan Rsi Narada [ada lagi legenda yang menyatakan Ia bertemu dengan Sapta Rsi, Ia berusaha merampoknya namun tidak mendapatkan materi yang dibutuhkan. Rsi Narada [atau 7 Rsi yang lain] memberikan mantra dan agar mantra itu diucapkan berulang-ulang jika ia ingin hidupnya menjadi lebih baik.
Mantra itu hanya 1 kata, yaitu "Mara" [artinya: kematian] ada yang mengatakan mantra itu adalah "Rama". Ia mempercayainya dan melakukan perapalan matra itu berulang-ulang hingga ia berada di suatu keadaan konsentrasi tingkat tinggi, tidak menyadari tubuhnya telah tertutup tanah liat yang dijadikan sarang semut. Karena itulah ia kemudian dinamakan Valmiki.
Di Uttara kanda bab 7:49, walaupun Ratnakara telah berubah nama menjadi Valmiki dan menjadi Petapa, namun ia tetap hidup bersama dengan sekumpulan wanita di pertapaannya [Encyclopaedia of Hindu gods and goddesses; Yahoo Answer; Valmiki; Encyclopaedic Dictionary of Pali Literature, MADHVACARYA REMEMBERS THE PASTIMES OF THE LORD]
Ada beberapa kesimpulan yang dapat kita tarik:
- Ratnakara, menjadi perampok/penjahat bertahun-tahun dengan alasan untuk membiayai hidup sekeluarga [juga banyaknya kejahatan yang tersurat di epik Ramayana, serta adanya pemujaan yang dilakukan oleh seorang Sudra bernama Sumbukha], maka dapat dipastikan Valmiki tidak hidup di jaman Tetra Yuga apalagi di jaman Satya Yuga
- Jika benar bahwa Valmiki adalah anak seorang Raja ataupun anak Rsi Sakti yang konon merupakan keturunan Varuna, maka dengan kemampuan dan sumberdaya ayahnya, jika hanya untuk menemukan seorang anak, maka tidak sulit dilakukan seorang raja/Rsi. Sehingga lebih masuk akal jika Valmiki ini benar sebagai anak seorang pemburu atau merupakan anak orang biasa yang sengaja di buang [bukan Raja/Rsi]
Sekarang, saatnya kita melihat fakta konyol kepatutan para tokoh kebenaran di versi Valmiki:
- Perkawinan Dasaratha dan ke-tiga Istrinya tidaklah membuahkan putera. Ia kemudian meminta Rsi Shrung untuk melakukan Pinda [Putreshti Yajna] kepada Kausalya, Kaikeyi dan Sumitra. Pinda secara literal berarti telur atau embryo. Jadi, ini adalah bahasa bersayap untuk menutupi fakta sederhana yaitu ayah kandung dari Rama [Kausalya], Bharata [Kaikeyi], laksamana & Satrughana [Sumitra] adalah rsi Shrung dan bukan raja Dasaratha.
- Dewa-dewapun tidak ketinggalan berprilaku seperti bajingan dikisah ini, untuk membantu Vishnu yang akan menjadi Rama, maka Dewa Brahma bersama dewa-dewa lainnya secara serentak melakukan hubungan seksual, aktivitas seksual ini tidak hanya dilakukan dengan para bidadari, namun juga pada anak-anak Ruksha, Gandarhva, kinara dan Vanara yang kemudian menghasilkan Vanara yang kelak akan menjadi para pembantu Rama. [VR 1.17:3-6; Canto 16.Vanara]
Kisah lahirnya Hanuman juga berasal dari tetesan mani Deva siva [dikisah lainnya disebutkan bahwa bapak bilogis Hanuman bukanlah Deva Siva tapi Deva Vayu] - Insiden yang berkenaan dengan peralihan kekuasaan di kerajaan para Vanara di Kishkenda. Saat Sita telah diculik Ravana, Subali, raja para Vanara. Ketika itu, tengah bertempur melawan pasukan rakshasa pimpinan Mayavi, hingga akhirnya terjadi duel satu lawan satu. Mayavi kewalahan dan sembunyi dalam sebuah goa.
Subali kemudian meminta Sugriva untuk menunggunya diluar dan berkata bahwa jika darah putih keluar dari goa, maka Subali yang kalah dan jika darah merah keluar maka Subali yang menang. Karena otak Mayavi pecah maka yang keluar adalah cairan putih bukan merah. Dengan tanpa merasa perlu mengecheck, Sugriva menyumbat gua itu dan menyatakan diri sebagai raja baru Kishkinda, mengawini Tara (istri kakaknya) dan mengangkat Hanuman sebagai Perdana mentrinya.
[Subali dikenal sangat sakti, jika benar Subali kalah, maka menyumbat gua merupakan perbuatan sia-sia untuk mengurung Mayavi, aneh sekali melihat Sugriwa tidak merasa cemas akan kesaktian Mayavi setelah membunuh Subali, bukan?!]
SuBali yang tidak cedera, keluar dari gua namun tidak menemukan Sugriva, Ia kembali kekerajaannya dan terkejut melihat Sugriva mengambil alih semuanya. Padahal Subali mempunyai anak yang bernama Anggada, sehingga seharusnya pewaris tahta kerajaan adalah Anggada bukan Sugriva. Sewaktu mengambil alih kembali, Subali tidak melakukan tindakan kekerasan pada Sugriva, ia hanya mengusir Sugriva dan Hanuman!
Di saat itu, Rama dan laksmana, sedang dalam pengembaraan mencari Sita. Sedangkan Hanuman dan Sugriva, bukannya menyesal atas tindakan itu, mereka malah mengembara mencari bala bantuan untuk merebut kembali tahta yang jelas-jelas bukanlah haknya! Kedua pihak akhirnya bertemu dan setelah saling menceritakan kesulitan mereka, mereka berjanji untuk saling membantu.
Disepakati bahwa Rama akan membantu dulu sugriva untuk membunuh Subali dan menjadikan Sugriva sebagai raja. Sebagai balasannya Sugriva, Hanuman dan pasukan kera akan membantu Rama mencari Sita. Agar rencana mulus berjalan, maka Sugriva harus dapat membujuk Subali keluar dari kerajaan dan jika duel, keadaan memburuk maka untuk dapat membedakan di antara keduanya Sugriva harus memakai karangan bunga di lehernya. Duel di antara keduanya kemudian terjadi, Rama bersembunyi di balik pohon dan bersiap membidik Subali dengan dengan panah untuk membunuhnya.
Rencana keji pun berjalan mulus Sugriwa akhirnya menduduki tahta yang bukan haknya berkat bantuan Rama, sang avatar. Hal ini mereka lakukan secara pengecut. Padahal, tidak ada kesalahan Subali pada Rama dan juga tidak ada persoalan apapun antara Rama dan Subali. Ketika Rama membokong Subali dari belakang, Subali bahkan tidak sedang bersenjata! - Dengan tentara yang terkumpul Rama menginvasi Lanka! Sebelum menyerbu Lanka, ia bertemu dengan Vibisana dan menjanjikan setelah penyerbuan ini berhasil yaitu terbasminya Rahvana dan keturunannya, maka Vibhisana yang akan menjadi raja Lanka!
- Sita, adalah wanita yang malang sejak dari lahir. Beberapa kisah menyatakan Ia merupakan bayi buangan, setelah besar, mengawini Rama dan mereka tinggal dalam pembuangan di hutan selama 13 tahun, Sita kemudian diculik Rahwana selama 10 bulanan lebih. Ketika Rama dan gerombolannya berhasil menginvasi Lanka, Bukan Rama sendiri yang menemui Sita, namun Hanuman yang diutusnya sebagai kurir untuk memberikan pesan padanya. Ia bahkan tidak meminta Hanuman membawa Sita padanya!
Tugas Hanuman hanyalah memberitahukan bahwa rama baik-baik saja [Hal inipun telah diketahui Sita, ketika pertempuran di hari pertama dengan Indrajit, di mana Rama dan Laksmana hampir tewas, ia menyaksikan dan mengetahui pulihnya kesehatan Rama]. Kemudian Sita bertemu Rama, setelah bertemu bukannya pelukan hangat suami yang didapat, namun justru pernyataan Rama yang menafikan semua kesengsaraan Sita selama mempertahankan kesuciannya!
Rama berkata, "Ku dapatkan dirimu sebagai hadiah dari kemenangan perang ini, akibat penculikanmu, Aku telah mengembalikan kehormatanKu dan menghukum musuhku. Rakyat telah menyaksikan kekuatan militerKu dan Aku gembira jerihpayahKu mendapatkan balasan. Ku bunuh Ravana dan mencuci pelecehan ini. Semua kesulitan ini kuambil BUKAN untukmu.
Aku mencurigai prilakumu, Engkau pasti telah dimanjakan Rahwana, Pandanganmu sangat menjijikan bagiKu. Putri Janaka, Ku ijinkan dirimu pergi kemanapun kau suka. Aku tidak punya urusan dengan mu..Aku tak dapat memikirkan bahwa Rahwana gagal menikmati wanita secantik dirimu"
Yup! Ini adalah pernyataan Rama, sang Avatar kondang ini..kejam nian, bukan?!
Ia sampaikan perkataan keji itu pada seorang wanita lemah, korban penculikan yang juga istrinya sendiri! Sita merasa hidupnya hancur tersia-siakan. Sita kemudian menyatakan akan melemparkan dirinya ke api, Ia lakukan itu karena marah dan untuk membuktikan dirinya tidaklah sehina itu.
Tidak satupun dari para PAHLAWAN KEBENARAN di sana, menengahinya dan/atau mem-protes tindakan Rama dan/atau menghalangi niat sita!
Tidak satupun para mahluk surgawi yang hadir di sana, tidak juga Hanuman sang perkasa, tidak juga Vibisana, Sang raja baru Lanka, Tidak juga Laksmana.
Semua diam membisu. Bahkan Laksamana yang menyiapkan tumpukan kayu untuk Sita!
Saat itu, dihadapan para anak-anak dan semua warga yang berkumpul, Sita melaksanakan tekad sucinya menyuci habis hinaan kejam yang berasal dari suaminya sendiri dan terjun ke dalam Api!
Keajaiban berpihak pada Sita, ia tidak cacat sedikitpun di dalam api dan keluar dalam keadaan gilang gemilang. Para Deva puas dengan bukti ini dan menyatakan bahwa Sita adalah suci! Saat itulah akhirnya Rama setuju membawa Sita kembali ke Ayodhya. [Versi tulsidas menyatakan Sita sebenarnya tidak pernah diculik namun disembunyikan di Api, sebagai pengganti dibuatkan bentuk sita yang lain yang di culik oleh Rahwana].
Jika benar para Deva maha tau, tentunya mereka juga tau bahwa Sita berjuang sebisanya mempertahankan kesuciannya!
Setelah terbukti Sita tidak cedera dan utuh dengan kesuciannya, barulah kemudian para Deva sibuk memprotes tindakan Rama. Dan tentu saja Rama selalu punya alasan untuk berkilah!
Kalangan hindu meng-amin-kan tindakan Sati [membakar diri ke dalam api] sebagai upaya baik untuk membuktikan kesucian Sita. Ini sungguh bantahan aneh dan dangkal, bukan?! Ya hal ini jelas merupakan rekaan kisah rendah dari otak lelaki dangkal yang berlindung dibalik jubah dan jati diri sebagai Brahmin! [Valmiki Yudha kandha, Ch 115-119]
Kakawin Ramayana, juga berakhir di sini (dengan kisah sedikit berbeda). Jadi, dalam kakawin Ramayana, sepulangnya ke Ayodhya, Rama-Sita hidup bahagia selamanya. Hooykaas menyatakan 56% Ramayana versi jawa-kawi, dipengaruhi Bhatti-Kavya [Old Javanese Ramayana, An exemplary Kakwin, New Holland, Christiaan Hooykaas, 1958, hal 2,3, 68-70]. Kakawin Ramayana dibuat pada masa Dyah Balitung dari kerajaan Mataram Hindu (820-832 Saka/870 M), merupakan kakawin pertama dan dianggap karya Yogiswara. Bhatti-Kavya (India) atau Ravana-Vada adalah versi lain dari kisah Ramayana Valmiki. Bhatti-Kavya, dibuat paling telat akhir abad ke-6 (589 M) [Bhatti-Kavya: A Study, Satya Pal Narang, 1969]. Itulah juga mengapa Uttara Kanda dianggap karya belakangan.
Melanjutkan Ramayana, di Uttarakanda: Apakah keraguan Rama bisa terhapus? Sama sekali tidak.
Beberapa bulan setelah penobatan Rama, Sita hamil. [Valmiki Uttara kanda (7). Ch. 42]. Padma Purana bab 55.5-8 menyatakan Sita hamil 5 bulan. Uttarakanda: Beberapa penduduk (yaitu para tukang cuci) menggunjingkan Rama dan menyalahkan kepulangan Sita kembali ke Ayodhya. Laporan ini dibawa Bhadra, seorang penghibur kerajaan, yang membuat Rama tersengat panas atas gosip ini [Uttara Kanda 7.43]. Rama kemudian memanggil adik-adiknya rapat mengenai ini.[7.44]
Pertama-tama, Ia nyatakan percaya pada sita yang membuktikan kesuciannya di Lanka dan juga atas jaminan para dewa. Kemudian ia nyatakan bahwa, "Publik tetap memfitnah Sita, menyalahkanKu dan membuat Ku malu. Tidak ada orang yang bisa mentolerir aib ini. Kehormatan adalah asset terbesar, Dewa-dewa dan semua orang besar akan mempertahankan itu. Aku tak sanggup memikul Aib ini. Untuk menghilangkan aib ini Aku tidak akan ragu lagi untuk membuang Sita" [7.45]
Lihat! Demikianlah cara Ia mengambil keputusan.
Sebagai Avatara Visnu, raja besar penakluk Iblis super jahat dan juga berkekuasaan sangat besar, masa Iya, hanya untuk sekedar mengkounter dan menyetop gosip tidak mampu?!. Begitu pula, sebagai suami, ia bisa mencoba membersihkan nama istri dihadapan khalayak langsung. Tapi ini tidak dilakukannya. Justru cara termudah dan kekanak-kanakan yang diambil, meyelamatkan diri sendiri, nama dan kemasurannya membuang Sita tanpa sedikitpun memikirkan bagaimana kehidupan Sita kedepannya dan perasaan istrinya sendiri.
Selain adik-adik Rama, Sita sama sekali tidak tahu gosip yang beredar dan tidak tahu atas apa yang akan melandanya.
Rama telah mendapat waktu yang pas, Sita seperti wanita hamil lainnya, ngidam dan yang diinginkannya tinggal sehari disekitar pasraman Rsi seputaran sungai Ganga agar dapat memakan buah dan akar. Rupanya Ia teringat saat menemani Rama dalam pengasingan 13 tahunan [1 tahun terakhir bersama Ravana].
Rama serta merta memberi ijin dan berkata akan mengirimkan Sita esok. Sita menerima janji ini tanpa praduga apapun. Setelah itu, Rama secara rahasia memanggil adik-adiknya, menjelaskan rencana untuk membuang sita di hutan dan mengingatkan mereka agar tidak menentangnya atau akan dianggap sebagai musuh. Kemudian, Ia meminta Laksmana mengantar Sita dan meninggalkannya di sana. Rama sudah meyakinkan Laksmana bahwa Sitalah yang ingin tinggal beberapa hari di sana.
Sita yang tidak tau apapun, menaiki kereta dengan perasaan senang dan sangat berterima kasih pada Rama, suaminya.
Sita dan Laksmana tiba di tepian Sungai Ganga. Melihat laksmana menangis, Sita pikir Laksmana kangen Rama dan menghiburnya, "Kamu ngga tahan lama-lama berjauhan dari Rama, ya..kita ngga tinggal lama, besok setelah bertemu Valmiki kita akan kembali ke Ayodhya" [7.46]
Setelah menyeberang sungai, Laksmana tidak tahan lagi, sambil menyentuh kaki Sita dengan bercucuran air mata berkata, "Maafkan aku atas apa yang akan aku lakukan, Ibu suriku. Perintah yang diembankan adalah membuangmu di sini karena rakyat menyalahkan Rama menerimamu di sisinya."[7.47]
Mendengar itu Sita Shock dan pingsan!
Setelah siuman, Sita berkata, "Tidak kunjung habis beban yang ditimpakan padaku, sayang aku hamil, jika tidak, aku akan tenggelamkan diri di sungai Ganga". Laksmana tidak berkata apapun dan kemudian meninggalkannya di sana. [7.48]
Sita kemudian bertemu Rsi Valmiki yang mengajaknya tinggal di pertapaannya bersama para wanita lainnya yang telah duluan ada di sana. Sitapun menetap di Pertapaan Valmiki. [7.49] Di Pertapaan itu, Sita melahirkan anak kembar yang diberi nama Kusha dan Lava.
Selama 12 tahun tinggal di Pertapaan. Suaminya tidak pernah sekalipun menengok, tidak memikirkan keadaannya juga tidak pernah memastikan apakah sudah melahirkan, keadaan anaknya, hidup atau matinya mereka.
Di versi lain, disebutkan akibat ulah Rama, Sita kemudian membunuh diri dengan meloncat ke sungai Ganga namun berhasil diselamatkan Valmiki dan diberi perlindungan. [Kisah ini tercantum di beberapa web juga Wikipedia]. Lava lahir, diikuti Kush/Kusa. Di versi lainnya, ketika Sita mandi, Valmiki diminta menjaga Lava namun anak itu menghilang. Agar tidak membuat Sita panik, Valmiki kemudian menciptakan anak lain serupa Lava dari rumput Kusha, karena itulah anak satunya dinamakan Kusha.
12 tahun kemudian, Rama mengadakan Yajna [kurban] Ashawameda dan mengundang semua Rsi kecuali Valmiki. Entah apa alasannya, kelihatannya hanya Rama dan Valmiki yang tahu tentang ini. Valmiki datang sendiri ke upacara Yajna bersama Sita, Lava dan Kusha.
Dalam yajna itu Lava dan Kusha melantunkan Uttara Kanda, dari sini Rama mulai tahu jati diri keduanya dan mengirimkan pesan pada Valmiki, "Jika Sita mau, Ia seharusnya dapat datang dihadapan semua penduduk dan para resi, mengambil sumpah tentang kesuciannya. Dengan cara ini aibKu dapat dibersihkan dan ini dapat dilakukannya esok". Sita menyanggupinya.[7.95-98]
Valmikipun menegaskan jati diri Lava dan Kusha, "Aku adalah anak ke-10 dari Pracheta [Varuna], Aku ngga pernah berkata bohong. Aku bersumpah atas namaNya bahwa Sita adalah murni dan suci. Ia tidak layak dilecehkan. Lava dan Kusha adalah anak-anakmu"
Jangankan sumpah seorang mantan bandit yang kemudian menjadi Resi, bahkan kesucian itikad raja besar Rahwana untuk tidak menggangu tubuh Sita tidak Rama percayai, bahkan dengan bukti sumpah suci Sita menyeburkan diri ke api berikut jaminan para Deva-pun tidak Rama hiraukan.
Sita tahu tidak ada jaminan bahwa setelah sumpah dilaksanakan, Ia akan di diterima dan tidak dilecehkan suaminya lagi. Kemudian, dihadapan para penduduk, para resi dan mahluk surgawi, dengan mata tertuju pada tanah dan tangan dilipat, Sita bersumpah "Seperti aku tidak pernah memikirkan siapapun kecuali Rama, biarlah Ibu Bumi terbuka dan menguburku. Seperti aku selalu mencintai Rama dalam pikiran, kata, dan perbuatan, biarlah Ibu Bumi terbuka dan mengubur aku!" Kemudian bumi pun terbuka dan Ibu bumi menggenggam dirinya duduk bersama di singgasanaNya dan tenggelam perlahan memasuki Bumi, bunga surgawi bertaburan di atas kepala Sita menghantarkannya menghilang. [7.97]
Tampaknya, Sita lebih baik mati daripada kembali ke suami yang tidak mampu menghargai kesucian sumpah yang pernah dilakukannya dihadapan Rama.
Pada kesempatan itu, rupanya Valmiki sendiri juga berusaha mempromosikan jati diri barunya untuk menutupi masa lalunya, namun ia lupa bahwa pribudi Rama yang sebenarnya telah dirusaknya dengan menuliskan karangannya ini. - Pada satu ketika di pemerintahan Rama, seorang Brahmana menangis meraung-raung dan berkata, "Aku tidak pernah melakukan dosa dan menyakiti orang lain, jelaslah kematian anakku adalah dosa raja. Dosa raja membuat rakyat menderita, jika anakku tidak pulih maka aku dan istri akan mengakhiri hidup di pagar kerajaan ini" [7.74]
Seketika diadakan sidang kerajaan yang dihadiri 8 rsi besar: Markandeya, Maudgalya, Vamdeva, Kashyapa, Katyayana, Jabali, Gautama dan Narada. Melihat kegelisahan raja, Narada berkata,
"Yang boleh melakukan tapasya, mensucikan diri dan ritual suci lainnya untuk keselarasan alam pada jaman Satyayuga hanya Brahmana. Di jaman Tetrayuga, Ksatria mendapatkan status sederajat Brahmana sehingga dapat melakukannya. Di jaman Dwapara, dapat dilakukan Waisya dan dijaman Kaliyuga dapat di lakukan Sudra. Ini aturan baku kitab suci. masing-masing Warna menjalankan tugas dan kewajibannya, setiap pelanggaran berakibat hilangnya Dharma. Karena ini jaman Tetra, jika selain Ksatria melakukannya berakibat wafatnya anak brahmin. Tanggung jawab raja adalah mencegah insiden ini terjadi lagi"
Rama kemudian berjalan ke arah Barat, Timur dan Utara, namun tidak menemukan keganjilan. ketika di arah Selatan. Di sekitar pegunungan Shaival di pinggiran danau, di bawah sebuah pohon, ia lihat seorang melakukan Yoga Sirasana [kepala di bawah, kaki menjulang ke atas], Rama menghentikan sejenak aktivitas orang itu dan bertanya tujuannya melakukan ini, berapa lama telah melakukannya dan apa warnanya?
Ia menyatakan diri bernama Sambhuka, seorang Sudra dan berniat dengan tubuhnya masuk ke surga. Mendengar Ia adalah Sudra, Rama segera mencabut Pedang dan memotong kepalanya. Tampaknya Dewa-dewa sangat menghargai upaya Rama menghalangi Sambhuka mencapai surga dengan tubuh seutuhnya yang dapat mengacaukan hukum kematian dan kelahiran, para Dewa kemudian bertanya apa permintaan Rama, Ia mengatakan agar anak brahmin itu pulih. Para Deva mengabulkannya.[7.75-76]
Deva-deva di dongeng ini, sungguh tidak berakal sehat.
Sebagai penutup, saya copy-paste satu tulisan seseorang yang berasal dari sini:
- [..]I am NOT Ravana Fan but donot want to promote incomplete knowledge.
I AM NOT AGAINST THE PERSONS WHOSE NAMES ARE WRITTEN HERE BUT I AM SPEAKING THE TRUTH.
Instead of answering ur question, I wud ask u instead.
Why is Ravana considered a demon??????????
He was ambitious. So what?
No text mentions being ambitious is bad.
He was arrogant. So what?
Shiv Puran mentions arrogance of deities
Linga Puran mentions arrogance of Brahma on his ability to create world.
Bhagwat Puran mentions ego of Durvasa
Skand Puran mentions ego of Parikshit (Arjuna's grandson)
Mahabharat mentions ego of Arjun and Bheema
Ramcharitmanas states false ego of Narad defeating lust.
Why Ravan alone is a demon?
He was lusty. So what?
Vishwamitra fell in love with Menka.
As per Shiv Puran, Brahma sexually abused his daughter Sandhya.
Why Ravan alone is a demon?
He was hypocrite and abducted wife of someone else. So what?
As per Valmiki Ramayana, Indra hypocritically turned into sage Gautam and abused his wife Ahilya.
Bali was even worse as he abducted wife of his brother Sugriva.
Even Vishnu hypocritically became a girl to give ambrosia to deities and not to demon. Demons must not get nectar but this is not the way to ensure this. Rahu cheated by taking the nectar. Vishnu chopped off his head but what use? Rahu attacked Sun/moon. Vishnu's hypocrisy punished Sun/moon for no reason.
Why Ravan alone is a demon?
His mother was a demoness. So what? his father was a Brahmin sage.
Ravana blindly did what his mother demanded even if that was improper. So what?
Even Ganesha followed blindly what his mother said. He even stopped Shiv from entering his own house.
Wasn't it wrong for Parvati to not let Shiv enter inside? Ganesha followed improper wish of his mother.
Even Rama said, "Mother is heavier than heaven" (Janani Janmabumischa Swargadapi Gariyasi)
OK, a person is not known by his birth but by his actions but even scriptures say that one must do what his mother demands.
Why Ravana is a demon?
He captured Yamraj and many innocents. So what?
Cruel kings have killed many innocents. Not all are declared demons.
Moreover, Ravana did not defeated Yamraj/planets to takeover their kingdom but just to teach them a lesson.
Its Meghnad who defeated Indra but set him free when Brahma told him to do so.
Ravan killed sages but why? People say that sages did yajna.
But Ravan was not against yajna. He & meghnad did yajna.
Ravan hated malpractices and killed only those sages who sacrificed poor animals.
Rest were not touched by him.
Why Ravan is a demon?
He was selfish. So what?
Indra was selfish who even killed sages fearing they wud demand heaven.
Selfish Vishnu became his brother-in-law Jalandar to destroy his wife's chastity.
Why Ravana alone is a demon.
He fought with GOD(Ram/Hanuman). So what?
Ramcharitmanas mentions Ravan did this to liberate his entire clan from sins.
He knew that kidnapping Sita is the only option to make Ram and his army fight.
Ravan failed to realize that Hanuman is Lord Shiv.
But even this doesnot guarantee Ravana's demon-ness.
So, the only option which remains is RAVAN WAS UNFORTUNATE who kept on getting cursed.
This was answer to ur question. Now, coming to what u said.
Ravan was a fighter. Ram managed to chop off Ravana's head but no use.
If Vibhishan wud not have born or Maatli wud have remained silent, u bet Ravan wud have been still alive.
Ravan was a devotee. He worshipped Shiv heartedly and even cut his heads as offerings to 10 Rudras.
What if he didnot offered anything to 11th Rudra!
His devotion was unmatched. Some people say that Ravan became a priest during Rameshwaram lingam.
Ravan was knowledged. It is famous folklore that Ravan gave knowledge to Laxman.
Ravan was an austerite whose penance disturbed peace of heavens.
Now, shedding some light to what others said.
Hiranyakasipu became demon not due to his ego/misdeeds but because he considered himself GOD.
He is demon because he killed devotees.
He was justice lover who attacked even his beloved son who went against his rules
Shiv's son Andhak and Vishnu's son Narka did this. All were declared demon.
Ravan never did this as he was himself a devotee.
Aryans may be considering others as inferior. But, why not Sugriva, Shabari etc. were demons?
Source(s):
No one is good or bad. Our perception makes the difference.
Ramayana versi Valmiki, adalah alat politik keagamaan para Brahmin masa lalu, dengan motif keserakahan, kebodohan dan kebencian, bertindak untuk kepentingan sendiri dan kelompok.
Siapapun yang masih mempercayai kisah Ramayana versi Valmiki, Tulsidas dan varian sejenisnya sebagai suatu kisah suci, sesungguhnya, Ia telah menghina kecerdasannya sendiri.