Konon Allah mengatakan di Quran:
-
"..(alyawma) Pada hari ini (akmaltu) telah Kusempurnakan (lakum diinakum) untukmu agamamu, (wa-atmamtu) dan telah Ku-cukupkan ('alaykum) kepadamu (ni'matii) ni’mat-Ku, (waradhiitu lakumu) dan telah Ku-ridhai bagimu (al-islaama diinan) Islam sebagai agama..” (AQ 5.3)
Ibn Kathir:
..Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang di syari'atkannya.. [Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir, Pentahqiq: Dr Abdullah bin Muhammad, Cet ke-1, 1994, Juz 6, hal.18. Pada hal.19: "Asbath mengatakan dari As-Suddi: "Ayat ini turun pada hari Arafah dan setelah itu tidak ada lagi ayat yang turun, yang menyangkut halal dan haram. Kemudian Rasullullah SAW kembali dan setelah itu meninggal dunia"]
-
Riwayat [(Ya'qub - Ibrahim bin Sa'ad) dan (' Abdullah bin Ja'far Al Makhramiy dan 'Abdul Wahid bin Abu 'Aun)] - Sa'ad bin Ibrahim bin 'Abdur Rahman bin 'Auf - Al Qasim bin Muhammad - 'Aisyah - Rasulullah SAW: "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak" [Bukhari no.2499 dan juga di hadis Muslim no.3242]
- Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat yang menyerupai syari’at, yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. [Imam Asy Syatibi (w. 790 H/1388 M) dalam Al I’tisham]
- “Bid’ah adalah i’tiqod (keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’ (kesepakatan) salaf.” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al Fatawa, 18/346, Asy Syamilah) [Lihat Mengenal Seluk Beluk BID’AH (1): Pengertian Bid’ah]
Alat pengeras suara manusia (Yunani: Megaphone) telah digunakan sejak sebelum masehi baik itu untuk keperluan militer oleh dinasti ke-4 Mesir kuno/2723-2563SM ("Challenges and Objectives in Music Archaeology", hal. 242) atau pertunjukan sandiwara, yang menjadi bagian topeng artis Yunani kuno abad ke-6 SM ("New Theatre Quarterly 67: Volume 17, Part 3", 2001, hal.255) dan Romawi kuno abad ke-6 SM ("Face and Mask", Hans Belting, 2017, hal.52) atau keperluan keagamaan sebagaimana tertera di inskripsi kuil dinasti ke-25 Mesir kuno/8 SM ("Music and musicians in ancient Egypt", Lise Manniche, 1991, hal.80), namun di Islam, yaitu pada jaman Nabi, telah dinyatakan segala alat bantu panggilan shalat tidak diperkenankan KECUALI dengan suara orang:
- Riwayat 'Imran bin Maisarah - 'Abdul Warits - Khalid Al Hadza' - Abu Qilabah - Anas bin Malik: "Orang-orang menyebut-nyebut tentang api dan lonceng (dalam mengusulkan cara memanggil shalat). Lalu ada juga di antara mereka yang mengusulkan seperti kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nahrani. Maka Bilal diperintahkan untuk mengumandangkan adzan dengan dua kali dua kali dan iqamat dengan bilangan ganjil." [Bukhari no.568, 571, juga no.3198]
Maka, tidak mengherankan ada sebuah masjid di Kebon Jeruk, Jakarta, justru mengharamkan penggunaan pengeras suara pada 1970-an. “Karena tidak ada pada zaman Nabi,” kata A.M. Fatwa, koordinator Dakwah Islam Jakarta, kepada Kompas, 12 Januari 1977. [Historia.id]. Syekh Mahmud Mukhtar, dari Pesantren Darul Ulumisy Syar’iyyah, Cirebon, dengan bersandar pada hadis Ibnu Majah: “Jannibu masajidakum raf’a ashwatikum/Jauhkan masjid-masjidmu dari suara kerasmu" dan Bukhari: “Lau kuntuma min ahlil balad laauja’tukuma tarfa’ani ashwatakuma fi masjidi rasulillah saw/Kalau kalian asli orang Madinah, niscaya saya hajar kalian dengan pukulan yang menyakitkan, karena kamu mengeraskan suaramu di dalam masjid”, beliau menuliskan: “Apalagi mengeraskan suara dengan pakai corong yang pasti akan lebih keras seribu kali, apalagi setelah azan semakin bertambah dilarang karena tasywisy/bribin, rongeh yang mengganggu ketenangan umum" [Bida'ul Masjid/Bidah-bidah di Masjid, hal. 28, Dari "Speaker Masjid yang Bidah Dalalah dan Intoleran"]
Lagi pula Quran pun telah mengatakan:
-
“(walaa ) dan janganlah (tajhar) kamu mengeraskan suaramu (bishalaatika) dalam shalatmu (walaa) dan janganlah (tukhaafit bihaa) merendahkannya (waibtaghi bayna dzaalika sabiilaan) dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." ” (AQ 17.110).
"(ud'uu rabbakum) Serulah Tuhanmu (tadharru'an) dengan merendah diri (wakhufyatan) dan suara yang lembut. (innahu laa yuhibbu almu'tadiina) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (AQ 7.55).
"(waudzkur rabbaka) Dan ingatlah Tuhanmu (fii nafsika) dalam hatimu (tadharru'an) dengan merendah (wakhiifatan) dan lembut (waduuna) dan tanpa (aljahri mina alqawli) mengeraskan suara (bialghuduwwi waal-aasaali) pada pagi dan petang (walaa takun minaalghaafiliina) dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (AQ 7.205)
- Riwayat Musa bin Isma'il - 'Abdul Wahid - 'Ashim - Abu 'Utsman - Abu Musa Al Asy'ari: Ketika Rasulullah SAW perang melawan Khaibar, -atau dia berkata- Ketika Rasulullah SAW melihat orang-orang menuruni lembah sambil meninggikan suara dengan bertakbir, Allahu Akbar, Allahu Akbar laa ilaaha illallah (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah), maka Rasulullah SAW bersabda: "Rendahkanlah, karena kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan Dzat yang ghaib. Sesungguhnya kalian menyeru Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia selalu bersama kalian". [Bukhari no.3883, juga Bukkhari no.2770, 5905, 5930, 6838 juga di hadis muslim no.4873-4, Juga di Musnad Ahmad no.18920]
-
'Abdullah bin Yusuf - Malik - Abdurrahman bin Abdullah bin 'Abdurrahman bin Abu Sha'sha'ah Al Anshari Al Mazini - Bapaknya -Abu Sa'id Al Khudri: "Aku lihat kamu suka kambing dan lembah (pengembalaan). Jika kamu sedang mengembala kambingmu atau berada di lembah, lalu kamu mengumandangkan adzan shalat, maka keraskanlah suaramu. Karena tidak ada yang mendengar suara mu'adzin, baik manusia, jin atau apapun dia, kecuali akan menjadi saksi pada hari kiamat." [Bukhari no.574, 861, 3053, 6993]
- Riwayat Ahmad bin Muhammad bin Ayyub - Ibrahim bin Sa'd - Muhammad bin Ishaq - Muhammad bin Ja'far bin Az-Zubair - Urwah bin Az-Zubair - seorang wanita dari Bani Najjar: Rumahku adalah rumah yang paling tinggi di antara rumah-rumah yang lain di sekitar Masjid, dan Bilal mengumandangkan adzan subuh di atasnya, dia datang pada waktu sahur lalu duduk di atas rumah untuk melihat fajar, apabila dia telah melihatnya,....Wanita tersebut berkata; Kemudian Bilal mengumandangkan adzan. Katanya; Demi Allah, saya tidak melihat Bilal meninggalkannya satu malam pun, yakni kalimat-kalimat adzan ini. [Abud Dawud no.435, dihukumi hasan oleh Albani]
Oleh karenanya, bukankah ini artinya pemakaian PENGERAS SUARA/SPEAKER/TOA DI MESJID untuk keperluan adzan (dan ibadah lainnya) menjadi tidak sesuai sunnah Nabi dan para sahabat?
Note:
Untuk persoalan Toa Mesjid, di Indonesia, sekurangnya terjadi 4 kasus yaitu pada kasus:
Bogor: Mesjid Al Hikmah,
Tanjung Balai: Meiliana,
Papua: Tolikara dan
Banda Aceh: Syeh Hasan
Mancanegara:
Malaysia: Mufti Malaysia Dukung Fatwa Larangan Pengeras Suara Selain Adzan dan Di Penang, Masjid Dilarang Pakai Pengeras Suara Luar Kecuali Azan,
Singapura: Mesjid Sultan, satu satunya yang boleh menggunakan pengeras suara
Rwanda: menutup 700 gereja dan satu masjid terkait urusan pengeras suara;
Jerman: Melarang Adzan dengan pengeras Suara
China: larangan Menggunakan pengeras suara
Jepang: Adzan tidak boleh terdengar di luar Mesjid
Israel: Parlemen menyetujui RUU larangan pengeras suara Adzan
India: Pengeras suara dilarang di seluruh tempat Ibadah (Hindu, Islam, dll) kecuali dengan izin
Saudi Arabia dan Bahrain: Pengeras suara eksternal hanya boleh saat Adzan
Mesir: "Cairo dilemma over prayer calls
Beograd (Serbia): Adzan tidak boleh pake pengeras suara