Tampilkan postingan dengan label Potret Hati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Potret Hati. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Oktober 2007

Seorang Miskin, Pohon Mangga dan Seorang Raja


Sila pertama yang harus kita taati dalam berlatih spiritual adalah "ahimsa", yang berarti "tanpa kekerasan." Kisah ini membicarakan ahimsa yang ideal.

Pada suatu hari, seorang miskin sedang berjalan melewati hutan mangga, dimana dia melihat banyak mangga pada pepohonan yang kelihatannya sangat lezat dan menggoda. Dia amat lapar karena dia belum makan selama tiga hari. Maka dia segera memungut batu dan melemparkannya pada salah satu pohon mangga. Beberapa mangga yang besar berjatuhan di tanah dan orang itu merasa sangat gembira. Lalu dia memungut mangga-mangga itu dan memakannya dengan penuh nafsu.

Kebetulan sekali pada waktu itu raja sedang bermain catur dengan permaisurinya yang cantik di hutan mangga itu, dan batu yang telah menjatuhkan buah-buahan dari pohon mangga itu kemudian mendarat di kepala raja. Untung saja, topi raja melindungi kepalanya, tetapi batu itu membuat topi itu terjatuh, dan demikianlah orang yang paling miskin bertemu dengan orang yang paling kaya di kerajaan itu. Raja yang merasa amat beruntung karena nyaris terkena batu itu, tidak bermaksud untuk menyelidiki hal itu. Namun, permaisuri dan menteri-menteri yang ada disampingnya sangat marah, dan mereka mencari penyerang yang telah melempar batu itu. Mereka tidak dapat memahami mengapa orang itu begitu berani untuk melemparkan batu kepada raja. Dibalik itu, mereka ingin memperoleh penghargaan atas pekerjaan mereka. Mereka segera menahan orang miskin itu, dengan serta merta mengadakan sidang ditempat, dan menjatuhkan hukuman mati kepada dia karena menyerang raja.

Kemudian raja bangkit dari kursinya dan menanyakan kepada menteri-menteri mengapa mereka menjatuhkan hukuman mati kepada orang itu. Dia lalu menyuruh pelempar batu itu dibawa kehadapannya dan bertanya, "Mengapa kamu melempar batu?" "Untuk mendapat mangga dari pohon," jawab orang itu. "Apakah kamu mendapatkan mangga?" "Ya, tuanku." "Sudahkah kamu memakan mangga itu?" "Ya,Tuanku."

Raja lalu berbalik kepada menteri-menterinya dan berkata, "Orang miskin itu lapar, dan dia menimpuk pohon dengan batu ini. Dia mendapat beberapa mangga dan memakannya. Sekarang beritahukan saya, berapa lama dia akan menjadi kenyang setelah memakan mangga-mangga itu?" "Kira-kira dua puluh empat jam, tuanku. Dia tidak akan lapar selama sehari penuh." "Benar. Sekarang saya ingin umumkan keputusan saya." Semua orang menunggu dengan cemas, berpikir, "Adakah yang lebih buruk daripada hukuman mati? Kami sudah menjatuhkan hukuman mati kepada orang itu. Bagaimana lagi raja ingin menghukum dia?"

Kemudian raja mengumumkan, "Saya memerintahkan bahwa mulai hari ini sampai akhir hidupnya di bumi, orang miskin ini akan menerima makanan yang cukup dari kita untuk dimakan olehnya. Sampaikan perintah saya sekarang juga kepada menteri ekonomi." Semua orang tercengang dan bingung. Hukuman macam apa ini? Mereka belum pernah dengar hukuman yang seperti itu. Ratu mengira bahwa itu dikarenakan dia telah melayani raja dengan baik, dengan demikian dia membuatnya gembira. Ratu tersenyum, mengira bahwa itu adalah jasanya.

"Sayangku!" kata raja kepada ratu, "Beritahu saya, apakah pohon mangga itu adalah suatu obyek yang hidup atau bukan?" "Bukan suatu obyek yang hidup, tuanku," jawab ratu. "Dan bagaimana dengan saya?" raja bertanya. Dan ratu menjawab, "Mengapa bertanya demikian, yang mulia. Manusia, ciptaan tertinggi, adalah makhluk-makhluk hidup dan baginda adalah permata diantara manusia, orang yang saleh, agung, berbudi dan bijaksana."

Raja melanjutkan, "Sayangku, karena saya adalah seorang makhluk hidup, bagaimana saya pantas sebagai manusia jika saya gagal membuktikan bahwa saya lebih berharga daripada pohon itu? Apa gunanya Tuhan memberikan saya status kemanusiaan ini?" Ratu berkata, "Baginda lebih berharga daripada semua orang lain untuk status kemanusiaan yang telah diberikan Tuhan kepada baginda. Tapi mengapa baginda mengatakan ini? Apakah maksudnya?"

"Lihat! Orang miskin itu menimpuk pohon dengan sebuah batu, dan pohon itu memberikan buahnya yang lezat untuk dimakan, buah itu memenuhi rasa laparnya selama sehari. Batu itu juga mengenai saya. Karena saya adalah raja dari segala makhluk hidup dan permata diantara manusia, bukankah seharusnya saya membuktikan bahwa diri saya lebih berharga daripada pohon? (Guru dan semua orang tertawa; tepuk tangan.) Itulah sebabnya saya telah memerintahkan untuk memberikan makanan kepada orang ini sepanjang hidupnya."

Dengan segera, ratu, menteri-menteri, bawahan-bawahan dan pelayan-pelayan semuanya menjatuhkan diri di kaki raja, bersujud kepada dia. Mereka memujanya, menyatakan, "Oh! Tuanku! Baginda adalah seorang raja yang benar-benar jarang dan amat saleh. Siapakah, selain Tuhan, yang dapat mewujudkan kasih sayang dan kemurahan hati yang seperti itu? Tuhan ada didalam diri baginda. Pahala, berkah dan cinta-kasih baginda adalah sebanding dengan Sang Budha, Yesus Kristus, dan orang-orang suci dan para bijaksana yang agung di segala jaman. Hanya penguasa seperti baginda yang dapat memberikan inspirasi kepada orang-orang untuk mengembangkan kasih sayang dan cinta-kasih didalam diri mereka. Terinspirasi oleh teladanmu yang agung, orang-orang akan mengasihi dan melayani satu dengan lainnya. Mereka akan menyucikan tubuh, ucapan dan pikiran mereka, dan mengubah tubuh dan jiwa mereka menjadi orang-orang yang terlatih. Berkatilah kami, agar kami dapat menjadi pelayan-pelayan dan pengikut-pengikutmu yang setia selamanya."

Ini adalah sebuah kisah yang sangat bagus. Beginilah cara kita harus bersikap. Kadang-kadang, kita tidak lebih baik daripada pohon. Ketika kalian memukul sebuah pohon atau menggoyangnya, ia akan menjatuhkan buah untuk memberi kalian makan. Tetapi saat kalian menggoyang dan memukul seseorang, dia mungkin akan membunuh kalian karenanya. (Tertawa) Beberapa orang benar-benar tidak lebih baik daripada pohon!

Judul asli: Perangai Seorang Raja yang Saleh
Diceritakan oleh Maha Guru Ching Hai
Jepang, 1 oktober 1991
http://www.kontaktuhan.org/cerita/raja_saleh.htm

Kisah Induk Sapi


Ini adalah kisah nyata yang terjadi di Cina Bagian Barat di daerah gurun pasir yang gersang di Propinsi Ching Hai. Petugas di daerah ini memberlakukan peraturan yang ketat atas jatah 3 kilo air untuk setiap orang setiap harinya, dan penduduk daerah tersebut bergantung pada pengangkutan air jarak jauh yang ditugaskan pada para tentara lokal. Pada situasi semacam ini, dapat kita bayangkan betapa tragisnya keadaan demikian yang menimpa binatang-binatang di daerah tersebut.

Suatu hari, seekor sapi tua melepaskan diri dari ikatan tali di lehernya dan berhenti di tengah jalan di gurun pasir, di jalur truk air akan lewat. Setelah beberapa saat, dimana orang-orang mulai berpikir mengapa sapi itu berhenti di tengah jalan, truk berisikan air tiba. Sapi itu tiba-tiba mengarah ke depan truk tersebut, memaksa truk tersebut untuk berhenti. Kemudian sapi itu memandang ke arah truk, sementara supir truk tersebut berusaha untuk mengusir sapi tersebut dengan sia-sia. Situasi ini berlangsung untuk beberapa saat.

Tentara yang bertugas mengangkut air tersebut mengalami hal sama sebelumnya, tapi belum pernah sampai mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Kali ini berbeda. Para pengendara motor dan mobil tidak sabar dan menggerutu. Beberapa orang yang tidak sabar berusaha untuk mengusir sapi tersebut dengan api, tetapi sapi tersebut tetap bertahan. Kemudian pemilik sapi tiba di tempat kejadian dan mencambuk sapi tersebut sehingga kulitnya sobek, tapi sapi itu tetap bertahan dan tidak beranjak sedikitpun.

Rintihan memilukan dari sapi tua dan kurus itu sangatlah tragis sampai-sampai para petugas dan beberapa dari pengendara meneteskan air mata. Akhirnya, seorang tentara berkata, "Biarlah sekali ini saya melanggar peraturan! Saya siap untuk mendapat hukuman". Dia mengambil wadah air dengan separuh isi (satu setengah kilo air) dan menempatkannya di depan sapi tersebut, tapi sangat menakjubkan, sebab sapi tersebut tidak menyentuh air itu.

Tiba-tiba sapi itu memandang ke arah matahari terbenam dan melenguh. Beberapa saat kemudian seekor sapi kecil muncul dari belakang tumpukan pasir. Sapi tua yang terluka itu memandang dengan penuh kasih sayang pada sapi kecil itu sampai dia selesai minum air. Dengan air mata berlinangan, ibu sapi dan sapi kecil itu saling menjilat mata masing-masing. Tanpa suara, mereka mengekspresikan kasih mereka satu sama lain. Kemudian, sebelum seorangpun mengusir mereka, mereka meninggalkan tempat kejadian itu dengan sendirinya.


Diceritakan oleh Saudara Sepelatihan dari Daratan Cina
http://www.kontaktuhan.org/cerita/induk_sapi.htm

Kamis, 13 September 2007

Dipercayai Orang Adalah Kebahagiaan

Sebuah kapal barang berlayar di Samudra Atlantik. Di buritan kapal ada seorang anak negro kecil, dia adalah seorang pekerja suruhan. Anak ini tidak hati – hati sehingga tercebur ke dalam Lautan Atlantik yang bergulung – gulung ombaknya. Anak ini berteriak minta tolong, apa daya ombaknya sangat besar dan angin sangat kencang, orang yang berada di atas kapal tidak ada yang mendengarnya. Dengan mata terbelalak dia melihat kapal barang tersebut membawa ombak bergerak makin lama makin menjauh.

Naluri bertahan hidup anak ini membuat dirinya berenang sekuat tenaga di dalam air yang sangat dingin. Dia mengerahkan segenap tenaganya untuk mengayuh kedua lengan kurusnya, berusaha keras agar kepalanya tetap berada di atas permukaan air, membuka matanya yang besar memandang ke arah kapal yang pergi semakin menjauh.

Kapal itu makin lama makin jauh, kapalnya makin lama makin kecil, akhirnya tidak terlihat lagi, sisanya sejauh mata memandang hanya lautan yang tak bertepi. Tenaga anak ini juga hampir habis, sesungguhnya ia sudah tidak mampu berenang lagi, dia merasakan dirinya serasa akan tenggelam. Lepaskanlah, hatinya berbisik pada dirinya sendiri. Saat itulah, di dalam benaknya terbayang akan wajah yang begitu welas asih dan pandangan mata yang ramah dari sang kapten kapal itu. Tidak, kapten kapal setelah mengetahui saya tercebur ke laut, pasti akan kembali untuk menolong saya! Berpikir demikian, anak ini berusaha dengan seluruh keberaniannya mengerahkan segenap tenaganya yang tersisa berenang lagi.

Akhirnya kapten kapal menyadari bahwa anak negro itu telah hilang, setelah dia memastikan bahwa anak itu tercebur ke laut, dia memerintahkan untuk berlayar kembali untuk mencarinya. Saat itu ada orang yang menasehatinya, “Sudah sekian lama berlalu. Kalaupun dia tidak mati tenggelam, pasti sudah dimakan oleh ikan hiu…” Kapten kapal agak ragu – ragu, namun akhirnya ia tetap memutuskan untuk kembali mencari anak itu. Ada orang yang berkata, “Pantaskah tindakan ini hanya demi seorang anak negro?” Sang kapten menghardiknya, “Tutup mulut!”

Di saat – saat terakhir ketika anak kecil itu hampir tenggelam, sang kapten tiba tepat pada waktunya dan anak itu tertolong.

Ketika anak negro tersebut tersadar, dan saat dia bersujud untuk berterima kasih kepada sang kapten kapal atas budi baiknya menyelamatkan nyawanya, kapten itu memapah sang anak negro dan bertanya, “Bocah kecil, bagaimana kamu bisa bertahan begitu lama?”

Anak itu menjawab, “Saya tahu anda pasti akan kembali untuk menolong saya, saya tahu anda pasti akan datang!”

“Bagaimana kamu tahu saya pasti akan datang untuk menolongmu?”, tanya kapten kapal lagi.

“Karena saya tahu anda adalah orang yang demikian!”, jawab si anak.

Mendengar jawaban tersebut, kapten ini menjatuhkan diri di atas kedua lututnya bersujud di hadapan anak negro tersebut, air matanya berderai memenuhi wajahnya, “Bocah kecil, bukan saya yang menyelamatkanmu, sebaliknya, adalah kamu yang telah menolong saya! Saya sangat malu atas keragu – raguanku saat itu…”

Seseorang yang sangat dipercayai oleh orang lain juga merupakan semacam kebahagiaan. Pada saat orang lain mengalami putus harapan bisa terpikirkan olehnya akan dirimu dan yakin akan mendapatkan pertolongan darimu, merupakan sebuah kebahagiaan.

Sumber : Dajiyuan/erabaru.co.id

Kiriman: jesse.rotinsulu@bp.pratamagroup.com


Minggu, 09 September 2007

Tiket Kereta

Ini adalah sebuah kisah nyata dari rektor Universitas Ji Nan yang bernama Li Jia Tong.

Semenjak kecil, saya takut untuk memperingati hari ibu karena tak berapa lama setelah saya lahir, saya dibuang oleh ibu saya.

Setiap kali peringatan hari ibu, saya selalu merasa tidak leluasa karena selama peringatan hari ibu semua acara televisi menayangkan lagu tentang kasih ibu, begitu juga dengan radio dan bahkan iklan biskuit pun juga menggunakan lagu tentang hari ibu.

Saya tidak bisa meresapi lagu-lagu seperti itu. Setelah sebulan lebih saya dilahirkan, saya ditemukan oleh seseorang di stasiun kereta api Xin Zhu. Para polisi yang berada di sekitar stasiun itu kebinggungan untuk menyusui saya. Tapi pada akhirnya, mereka bisa menemukan seorang ibu yang bisa menyusui saya. Kalau bukan karena dia, saya pasti sudah menanggis dan sakit. Setelah saya selesai disusui dan tertidur dengan tenang, para polisi pelan-pelan membawa saya ke De Lan Center di kecamatan Bao Shan kabupaten Xin Zhu. Hal ini membuat para biarawati yang sepanjang hari tertawa ria akhirnya pusing tujuh keliling.

Saya tidak pernah melihat ibu saya. Semasa kecil saya hanya tahu kalau saya dibesarkan oleh para biarawati. Pada malam hari, di saat anak-anak yang lain sedang belajar, saya yang tidak ada kerjaan hanya bisa menggangu para biarawati. Pada saat mereka masuk ke altar untuk mengikuti kelas malam, saya juga akan ikut masuk kedalam.

Terkadang saya bermain di bawah meja altar, mengganggu biarawati yang sedang berdoa dengan membuat wajah-wajah yang aneh. Dan lebih sering lagi ketiduran sambil bersandar di samping biarawati. Biarawati yang baik hati itu tidak menunggu kelas berakhir terlebih dahulu, tetapi dia langsung menggendong saya naik untuk tidur. Saya curiga apakah mereka menyukai saya karena mereka bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk keluar dari altar.

Walaupun kami adalah anak-anak yang terbuang, tetapi sebagian besar dari kami masih memiliki keluarga. Pada saat tahun baru ataupun hari raya, banyak sanak saudara yang datang menjemput. Sedangkan saya, dimana rumah saya pun saya tidak tahu.

Juga karena inilah para biarawati sangat memperhatikan anak-anak yang tidak memiliki sanak saudara sehingga mereka tidak memperbolehkan anak-anak lain menggangu kami. Sejak kecil prestasi saya cukup bagus dan para biarawati mencarikan banyak pekerja sosial untuk menjadi guru saya. Kalau dihitung-hitung sudah cukup banyak yang menjadi pengajar saya. Mereka adalah lulusan dan dosen dari universitas Jiao dan universitas Qing, lembaga penelitian, dan insinyur. Guru yang mengajarkan saya IPA pada tahun sebelumnya adalah seorang mahasiswa dan sekarang dia telah menjadi asisten dosen. Guru yang mengajari saya Bahasa Inggris adalah seorang yang jenius. Tidak heran sejak kecil kemampuan saya dalam berbahasa Inggris sudah bagus.

Para biarawati juga memaksa saya untuk belajar piano. Semenjak kelas 4 SD, saya telah menjadi pianis di gereja dan pada saat misa saya yang bertanggung jawab untuk bermain piano. Karena didikan yang saya dapatkan di gereja, kemampuan berbicara saya pun juga bagus. Di sekolah saya sering mengikuti lomba berpidato, pernah juga menjadi perwakilan alumni untuk mengikuti debat.

Tetapi saya sama sekali tidak pernah mendapatkan peran yang penting dalam acara peringatan hari ibu..

Walaupun saya suka memainkan piano tetapi saya mempunyai satu prinsip. Saya tidak akan memainkan lagu-lagu yang berhubungan dengan hari ibu, kecuali jika ada orang yang memaksa saya. Tetapi tetap saja saya tidak akan memainkan lagu-lagu tersebut atas dasar keinginan saya sendiri.

Terkadang saya pernah berpikir, siapakah ibu saya? Saat membaca novel, saya menebak bahwa saya adalah anak haram, ayah meninggalkan ibu dan ibu yang masih muda akhirnya membuang saya.

Mungkin karena kepintaran saya yang cukup bagus, ditambah lagi dengan adanya bantuan dari pengajar yang sepenuh hati membantu, saya dengan lancar bisa lolos ujian masuk jurusan arsitektur di Universitas Xin Zhu. Saya menyelesaikan kuliah sambil bekerja sambilan. Biarawati Sun yang membesarkan saya terkadang datang mengunjungi saya. Jika teman-teman kuliah saya yang bandel-bandel itu melihat biarawati Sun, mereka akan langsung berubah menjadi kalem. Banyak teman-teman saya yang setelah mengetahui latar belakang saya, datang menghibur saya. Mereka juga mengakui, bahwa saya mempunyai pembawaan yang baik, dikarenakan saya dibesarkan oleh para biarawati

Saat wisuda, orang tua dari mahasiswa lain semua berdatangan, sedangkan keluarga saya satu-satunya yang hadir hanya biarawati Sun.

Kepala jurusan saya bahkan meminta biarawati Sun untuk foto bersama.

Di masa wajib militer, saya kembali ke De Lan Center. Tiba-tiba saja di hari itu biarawati Sun ingin membicarakan hal yang serius dengan saya. Dia mengambil sebuah amplop surat dari raknya dan dia mempersilahkan saya untuk melihat isi-isi dari amplop surat itu.

Di dalam amplop surat itu, terdapat dua lembar tiket kereta.

Biarawati Sun berkata pada saya bahwa pada saat polisi mengantar saya ke tempat ini, dalam baju saya terselip dua lembar tiket perjalanan dari tempat tinggal asal ibu saya menuju stasiun Xin Zhu.

Tiket pertama adalah tiket bus dari salah satu tempat di bagian selatan menuju ke Ping Dong. Dan tiket yang satunya lagi adalah tiket kereta api dari Ping Dong ke Xin Zhu. Ini adalah tiket kereta api yang lambat. Dari situ saya baru tahu bahwa ibu kandung saya bukanlah orang yang berada.

Biarawati Sun mengatakan pada saya bahwa mereka biasanya tidak suka mencari latar belakang dari bayi-bayi yang telah ditinggalkan. Oleh karena itu, mereka menyimpan dua tiket kereta ini dan memutuskan untuk memberikannya pada saat saya sudah dewasa.

Mereka telah lama mengamati saya dan pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa saya adalah orang yang rasional. Jadi seharusnya saya mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah ini. Mereka pernah pergi ke kota kecil ini dan menemukan bahwa jumlah penduduk kota kecil itu tidak banyak. Jadi jika saya benar-benar ingin mencari keluarga saya, seharusnya saya tidak akan menemui kesulitan.

Saya selalu terpikir untuk bertemu dengan orang tua saya. Tetapi setelah memegang dua tiket ini, mulai timbul keraguan dalam hati saya. Saya sekarang hidup dengan baik, mempunyai ijazah lulusan S1, dan bahkan memiliki seorang teman wanita akan menjadi teman hidup saya. Mengapa saya harus melihat ke masa lalu? Mencari masa lalu yang benar-benar asing bagi saya. Lagi pula besar kemungkinan kenyataan yang didapatkan adalah hal yang tidak menyenangkan.

Biarawati Sun justru mendukung saya untuk pergi ke kota asal ibu saya. Dia menggangap kalau saya akan memiliki masa depan yang cerah.

Jika teka-teki tentang asal-usul kelahiran saya tidak dijadikan alasan sebagai bayangan gelap dalam diri saya, dia terus membujuk diri saya untuk memikirkan kemungkinan terburuk yang akan saya hadapi, yang seharusnya tidak akan menggoyahkan kepercayaan diri saya terhadap masa depan saya.

Saya akhirnya berangkat ke kota yang berada di daerah pegunungan, yang bahkan tidak pernah saya dengar namanya. Dari kota Ping Dong saya harus naik kereta api selama satu jam lebih untuk tiba di sana.

Saat musim dingin, walaupun berada di daerah selatan, di kota ini hanya terdapat satu kantor polisi, satu pos kota, satu Sekolah Dasar, dan satu Sekolah Menengah Pertama, selain itu tidak ada lagi gedung yang lainnya.

Saya bolak-balik ke kantor polisi dan pos kota untuk mencari data kelahiran saya. Akhirnya saya menemukan dua dokumen yang berhubungan dengan diri saya. Dokumen pertama adalah data mengenai kelahiran seorang anak laki-laki. Dokumen kedua adalah data laporan kehilangan anak. Hilangnya anak itu adalah di saat hari kedua saya dibuang satu bulan lebih setelah saya dilahirkan. Menurut keterangan dari biarawati, saya ditemukan di stasiun Xin Zhu. Sepertinya saya sudah menemukan data-data kelahiran saya.

Sekarang masalahnya adalah ayah saya telah meninggal dunia dan ibu saya juga telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu. Saya mempunyai seorang kakak laki-laki. Kakak saya telah meninggalkan kota dan tidak tahu ke mana perginya. Karena ini adalah kota kecil, maka semua orang saling mengenal.

Seorang polisi tua di kantor polisi memberitahu saya, bahwa ibu saya selalu bekerja di SMP. Dia lalu membawa saya menemui kepala SMP itu.

Kepala sekolah itu adalah seorang wanita dan beliau menyambut saya dengan ramah. Dia membenarkan bahwa ibu saya pernah bekerja di sini.

Dan beliau sangat baik hati, sedangkan ayah saya adalah orang yang sangat malas. Saat pria yang lain pergi ke kota untuk mencari pekerjaan, hanya ayah yang tidak mau pergi. Di kota kecil, ayah hanya bekerja sebagai pekerja musiman. Padahal di dalam kota sama sekali tidak ada pekerjaan yang bisa dia kerjakan.

Oleh karena itu, seumur hidup dia hanya mengandalkan ibu saya yang bekerja sebagai pekerja kasar. Karena tidak memiliki pekerjaan, suasana hatinya menjadi sangat tidak baik. Jadi seringkali dia mabuk- mabukan. Dan setelah mabuk, terkadang ayah memukul ibu atau kakak saya. Walaupun setelah itu ayah merasa menyesal, kebiasaan buruk ini sangat susah untuk diubah. Ibu dan saudara saya terusik seumur hidup olehnya. Pada saat kakak duduk di kelas dua SMP, dia kabur dari rumah dan semenjak saat itu ayah tidak pernah kembali lagi.

Sepengetahuan ibu kepala sekolah, ibu itu memiliki anak kedua. Namun setelah berumur satu bulan lebih, secara misterius anak itu menghilang begitu saja. Saat ibu kepala sekolah tahu bahwa saya dibesarkan di sebuah panti asuhan di daerah utara, beliau mulai menanyakan banyak hal kepada saya dan saya menjelaskannya satu per satu.

Beliau mulai tergerak hatinya dan kemudian mengeluarkan selembar amplop surat. Amplop ini ditinggalkan ibu saya sebelum ibu meninggal dan ditemukan di samping bantalnya. Kepala sekolah berpikir bahwa di dalamnya pasti terdapat barang-barang yang bermakna. Oleh karena itu, dia menyimpannya dan menunggu sampai ada keluarganya yang datang mengambil.

Dengan tangan yang gemetar, saya membuka amplop itu. Dalam amplop itu berisi tiket kereta api. Semua itu adalah tiket-tiket perjalanan dari kota kecil di bagian selatan ini menuju kecamatan Bao Shan kabupaten Xin Zhu, dan semuanya disimpan dengan baik. Kepala sekolah memberitahu saya bahwa setiap setengah tahun sekali, ibu saya pergi ke daerah di bagian utara untuk menemui salah satu saudaranya.

Namun, tidak ada satu orangpun yang mengenal siapa saudara itu.

Mereka hanya merasa bahwa setiap ibu saya kembali dari sana, suasana hatinya menjadi sangat baik.

Ibu saya menganut agama Budha di hari tuanya. Hal yang paling membanggakan baginya adalah ia berhasil membujuk beberapa orang kaya beragama Budha untuk mengumpulkan dana sebesar NT 1.000.000 yang disumbangkan ke panti asuhan yang dikelola oleh agama Katolik. Pada hari penyerahan dana, ibu saya juga ikut hadir.

Saya merasa merinding seketika. Pada suatu kali, ada satu bus pariwisata yang membawa para penganut agama Budha yang berasal dari daerah selatan. Mereka membawa selembar cek bernilai NT 1.000.000 untuk disumbangkan ke De Lan Center.

Para biarawati sangat berterimakasih dan mereka mengumpulkan semua anak-anak untuk berfoto bersama para penyumbang. Pada saat itu, saya yang sedang bermain basket. Saya juga ikut dipanggil dan dengan tidak rela, saya pun ikut berfoto bersama mereka. Sekarang saya menemukan foto itu di dalam amplop ini. Saya meminta orang untuk menunjukkan yang mana ibu saya. Saya tersentak seketika. Yang lebih membuat saya terharu adalah di dalamnya terdapat foto kenangan-kenangan wisuda saya yang telah difotokopi. Foto itu adalah foto saya bersama teman-teman saya yang sedang mengenakan topi toga. Saya juga termasuk di dalam foto itu. Ibu saya, walaupun telah membuang saya, tetap datang mengunjungi saya. Mungkin saja dia juga menghadiri acara wisuda saya.

Dengan suara tenang, kepala sekolah berkata, "Kamu seharusnya berterima kasih pada ibumu.

Dia membuangmu demi mencarikanmu lingkungan hidup yang lebih baik. Jika kamu tetap tinggal di sini, bisa-bisa kamu hanya lulus SMP, lalu pergi ke kotamencari kerja. Di sini hampir tidak ada orang yang mengecap pendidikan SMU. Lebih gawatnya lagi, jika kamu tidak tahan terhadap pukulan dan amarah ayahmu setiap hari, bisa-bisa kamu seperti kakakmu yang kabur dari rumah dan tidak pernah kembali lagi." Kepala sekolah kemudian memanggil guru yang lain untuk menceritakan hal-hal tentang saya.

Semuanya mengucapkan selamat karena saya bisa lulus dari Universitas Guo Li. Ada seorang guru yang berkata, bahwa di sini belum ada murid yang berhasil masuk ke Universitas Guo Li.

Saya tiba-tiba tergerak untuk melakukan sesuatu. Saya bertanya kepada kepala sekolah apakah di dalam sekolah ada piano. Beliau berkata bahwa pianonya bukan piano yang cukup bagus, tetapi terdapat organ yang masih baru. Saya membuka tutup piano dan menghadap matahari di luar jendela dan saya memainkan satu per satu lagu tentang ibu. Saya ingin orang-orang tahu, walaupun saya dibesarkan di panti asuhan tetapi saya bukanlah yatim piatu karena saya memiliki para biarawati yang baik hati dan senantiasa mendidik saya.

Mereka bagaikan ibu yang membesarkan saya, mengapa saya tidak bisa menganggap mereka selayaknya ibu saya sendiri? Dan juga ibu saya selalu memperhatikan saya. Ketegasan dan pengorbanannya lah yang membuat saya memiliki lingkungan hidup yang baik dan masa depan yang gemilang.

Prinsip yang saya tetapkan telah dilenyapkan. Saya bukan saja bisa memainkan lagu peringatan hari ibu, tetapi saya juga bisa menyanyikannya. Kepala sekolah dan para guru juga ikut bernyanyi. Suara piano juga tersebar ke seluruh sekolah dan suara piano saya pasti berkumandang sampai ke lembah. Di senja hari ini, penduduk- penduduk di kota kecil akan bertanya, "Kenapa ada orang yang memainkan lagu tentang ibu?" Bagi saya hari ini adalah hari ibu. Sebuah amplop yang dipenuhi tiket kereta api membuat saya untuk selamanya tidak takut untuk memperingati hari ibu.

-----

"Berterima kasihlah kepada mereka yang telah membesarkan dan membimbing kita, hingga kita dewasa dan mencapai sebuah kesuksesan. Sekalipun mereka bukanlah ibu atau ayah kandung yang telah membesarkan kita. Tetapi ingatlah selalu budi yang telah diberikan kepada kita, hingga kita bisa seperti sekarang ini".

kiriman: yuni yuni

Kamis, 06 September 2007

Memelihara Kesempatan

Seekor burung Canada memutuskan bahwa terlalu repotlah kalau ia harus terbang jauh-jauh ke selatan menghadapi musim dingin. Katanya kepada diri sendiri,

"Aku yakin bisa menghadapi musim dingin. Toh banyak hewan lain yang juga menghadapinya. Tidak mungkin seburuk itu."

Maka sementara semua burung lainnya berbondong-bondong terbang menuju Amerika selatan yang hangat,ia tetap tinggal menantikan musim dingin. Menjelang akhir november, ia sudah menyesal.Tidak pernah ia merasa kedinginan seperti itu, dan ia tidak berhasil menemukan makanan. Akhirnya ia sadar bahwa kalau ia tidak pergi dari sana, ia tidak akan tahan. Maka ia pun mulai terbang sendirian ke arah selatan.

Setelah berapa lama, turunlah hujan. Dan tahu-tahu, air hujannya membeku pada sayap-sayapnya. Ia pun sadar bahwa ia tidak mungkin terbang lebih lama lagi. Ia tahu ia akan segera mati, maka ia pun meluncur turun dan mendarat di dekat sebuah kandang hewan.

Sementara ia tergeletak, lewatlah seekor sapi, melangkahinya dan membuang hajat persis di atasnya. Ia benar-benar jijik.

"Ya ampun", katanya dalam hati, "kedinginan setengah mati. Sudah mau mati aku. Eh...Begini lagi! Benar-benar cara mati yang menyedihkan" gumamnya lirih penuh kepedihan

Maka sang burung pun menahan napasnya dan bersiap-siap mati. Tetapi setelah beberapa saat kemudian, ia temukan telah terjadi perubahan; Tubuhnya justru mulai hangat. Es pada sayap-sayapnya mulai meleleh. Otot- ototnya tidak lagi membeku. Darahnya kembali mengalir. Ia sadar bahwa ia ternyata tidak akan mati. Ia demikian kegirangan sehingga ia mulai bernyanyi.

Saat yang bersamaan seokor kucing tua yang sedang berbaring di tumpukan jerami di kandang itu, mendengarnya bernyanyi. Ia sungguh tidak mengangkanya; sudah berbulan-bulan ia tidak mendengarkan suara burung, maka ia pun berkata dalam hati,

"Apakah itu burung ? Kukira mereka semua telah terbang ke selatan."

Ia pun ke luar dari kandang,dan ternyata benar, dilihatnya seekor burung. Maka ia pun menghampirinya, mengeluarkannya dari kotoran sapi itu, membersihkannya -- Lalu memakannya.

---------------
Tidak semua orang yang "mengotori" Anda adalah musuh.
Saat ia mengotori anda, terkadang merupakan saat memperbaiki diri.
Kesempatan lebih berguna dengan memelihara mulut
Dan tidak semua orang yang membersihkan kotoran itu adalah teman.
---------------
Kiriman: felix thioris

Jumat, 31 Agustus 2007

Piano

Kisah ini terjadi di Rusia. Seorang ayah, yang memiliki putra yang berusia kurang lebih 5 tahun, memasukkan putranya tersebut ke sekolah musik untuk belajar piano. Ia rindu melihat anaknya kelak menjadi seorang pianis yang terkenal.


Selang beberapa waktu kemudian, di kota tersebut datang seorang pianis yang sangat terkenal. Karena ketenarannya, dalam waktu singkat tiket konser telah terjual habis. Sang ayah membeli 2 buah tiket pertunjukan, untuk dirinya dan anaknya.


Pada hari pertunjukan, satu jam sebelum konser dimulai, kursi telah terisi penuh, sang ayah duduk dan putranya tepat berada di sampingnya. Seperti layaknya seorang anak kecil, anak ini pun tidak betah duduk diam terlalu lama, tanpa sepengetahuan anaknya, ia menyelinap pergi.


Ketika lampu gedung mulai diredupkan, sang ayah terkejut menyadari bahwa putranya tidak ada di sampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika melihat anaknya berada dekat panggung pertunjukan, dan sedang berjalan menghampiri piano yang akan dimainkan pianis tersebut.


Didorong oleh rasa ingin tahu, tanpa takut anak tersebut duduk di depan piano dan mulai memainkan sebuah lagu, lagu yang sederhana, twinkle2 little star.


Operator lampu sorot, yang terkejut mendengar adanya suara piano mengira bahwa konser telah dimulai tanpa aba-aba terlebih dahulu, dan ia langsung menyorotkan lampunya ke tengah panggung. Seluruh penonton terkejut, melihat yang berada di panggung bukan sang pianis, tapi hanyalah seorang anak kecil. Sang pianis pun terkejut, dan bergegas naik ke atas panggung. Melihat anak tersebut, sang pianis tidak menjadi marah, ia tersenyum dan berkata,


"Teruslah bermain" dan sang anak yang mendapat ijin, meneruskan permainannya.


Sang pianis lalu duduk, di samping anak itu, dan mulai bermain mengimbangi permainan anak itu, ia mengisi semua kelemahan permainan anak itu, dan akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang sangat indah. Bahkan mereka seakan menyatu dalam permainan piano tersebut.


Ketika mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah, karangan bunga dilemparkan ke tengah panggung. Sang anak jadi besar kepala, pikirnya, "Gila, baru belajar piano sebulan saja sudah hebat!" Ia lupa bahwa yang disoraki oleh penonton adalah sang pianis yang duduk di sebelahnya, mengisi semua kekurangannya dan menjadikan permainannya sempurna.


Demikian juga di dalam kehidupan kita, kita sering merasa bahwa keberhasilan yang kita raih , semua itu hanya karena usaha dan kerja keras kita. Kita lupa bahwa semua itu terjadi karena Tuhan yang menolong kita dan tanpa Dia apapun yang kita kerjakan tidak akan berhasil. Tapi bila Tuhan ada disamping kita, kita akan mampu melakukan hal ? hal yang sederhana menjadi luar biasa.


http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/2705
Oleh: chen lina

Rabu, 29 Agustus 2007

Guru Pedang Jepang

Ada seorang lelaki Jepang yang ingin belajar seni bela diri nasional yang terkenal, kendo. Lelaki itu mengunjungi seorang guru pedang dan ingin menjadi muridnya. Tetapi sang guru tidak ingin menerimanya; jadi dia memohon dengan tulus kepada guru itu,

"Tak apa-apa jika engkau tidak mengajari saya. Tolong biarkan saya tinggal, dan saya akan menyapu lantai, mencuci toilet, masak, menjahit dan menyemir sepatu engkau. Saya sangat mengagumi diri Anda. Ajari saya jika engkau menginginkannya, dan jika engkau tidak menginginkannya, tidak apa-apa. Saya tidak akan meminta terlalu banyak!" Oleh karenanya, sang guru membiarkan dia tinggal.

Lelaki itu tinggal di sana selama beberapa waktu, dan sang guru pedang tidak mengajarinya apa-apa, tetapi menyuruh dia untuk mengerjakan tugas rumah tangga, yang sangat membosankan.

Setelah beberapa waktu, walaupun dia telah menyelesaikan tugas masak, mencuci, membersihkan di siang hari, atau bahkan pada saat tidur di malam hari, sang guru akan tiba-tiba muncul sambil berteriak, dengan pedang di tangan, siap untuk berduel dengannya.

Jadi lelaki itu harus selalu waspada. Bahkan ketika dia sedang memasak atau membersihkan toilet, dia harus selalu waspada. [Tertawa]

Seperti itulah ketika kalian "melatih" saya. Saya harus selalu siap setiap saat. [Guru tertawa].

Ketika saya pergi ke kamar mandi, saya harus memeriksa apakah ada kamera di sekeliling, atau apakah ada murid di sekitarnya.

Saya begitu "tegang" sehingga membuat saya berada dalam "Zen" selama dua puluh empat jam! [Tertawa]

Saya tidak tahan sebelumnya, tetapi sekarang saya terbiasa dengannya. Kadang-kadang itu terjadi pada kalian juga, seperti ketika saya datang menemui kalian tanpa memberitahu kalian. Jadi kalian berharap terus. Kalian mungkin melihat saya di sekeliling tangga atau ketika kalian sedang makan.

Maka kita akan selalu saling merindukan! (Guru dan hadirin tertawa)

Karena saya terus menerus takut dilihat oleh kalian, dan kalian berharap saya untuk tiba-tiba muncul, kita siap untuk berkomunikasi setiap saat. Ini menyenangkan! [Guru dan hadirin tertawa dan hadirin bertepuk tangan.]

Sekarang kita kembali ke guru pedang. Akhirnya, murid itu menjadi seorang guru pedang yang sangat terkenal. Kesuksesannya datang dari pengajaran khusus dari gurunya, dan bukan dari latihan yang umum —yang dimulai jam 7 pagi dan berakhir jam 9 malam dan segala sesuatunya diajarkan dengan cara yang umum.

Guru itu menggunakan metoda yang tidak umum. Dia sering menyerang muridnya ketika sang murid tidak siap, seperti ketika dia sedang memasak, mandi atau tidur di malam hari. Jadi sang murid harus terus-menerus waspada, dan kemudian dia menjadi seorang guru kendo yang sangat mahir dan terkenal!

Hal yang sama dengan latihan spiritual kita. Kita harus senantiasa siaga setiap waktu. Kita tidak seharusnya berkata,

"Baiklah, saya gembira sekarang dan saya ingin jalan-jalan dan tidak mengerjakan apapun."

Ini adalah dunia yang tidak kekal. Kita harus siap untuk mengatasi situasi apapun yang mucul. Mengapa dunia ini tidak kekal? Supaya kita bisa belajar untuk selalu siap-siaga, dan belajar menjadi berhati-hati sepanjang waktu.

Dunia ini tidak baik maupun buruk. Ini hanya tergantung bagaimana kita menggunakan situasinya, dan mempelajari apa yang baik buat kita. Kita harus selalu belajar. Kita harus berada dalam Zen dua puluh empat jam sehari.
__________________________
Diceritakan oleh Maha Guru Ching Hai.
Retret Internasional 7-hari di Taipei, Formosa 21-27 Mei 1994.
http://www.kontaktuhan.org/cerita/guru_pedang.htm

http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/5287
From: Berkas Cahaya Kesadaran

Senin, 20 Agustus 2007

Tak akan pernah ada rasa Puas!!!

Seorang penjual daging mengamati suasana sekitar tokonya. Ia terkejut melihat seekor anjing datang ke samping tokonya. Ia mengusir anjing itu, tetapi anjing itu kembali lagi.

Maka, ia menghampiri anjing itu dan melihat ada selembar catatan di mulut anjing itu. Ia mengambil catatan itu dan membacanya, "Tolong sediakan 12 potong sosis dan satu kaki domba. Uangnya ada di mulut anjing ini."

Si penjual daging melihat ke mulut anjing itu dan ternyata ada selembar uang 10 dollar disana. Segera ia mengambil uang itu, kemudian memasukkan sosis dan kaki domba ke dalam kantung plastik dan diletakkan kembali di mulut anjing itu.

Si penjual daging sangat terkesan. Kebetulan saat itu adalah waktu tutup tokonya; ia menutup tokonya dan bergegas berjalan mengikuti si anjing.

Anjing itu berjalan menyusuri jalan dan sampai di tempat penyeberangan. Anjing itu meletakkan kantung plastiknya, melompat dan menekan tombol penyeberangan, kemudian menunggu degan sabar degan kantung plastik di mulut, sambil menunggu lampu penyeberang berwarna hijau. Setelah lampu menjadi hijau, ia menyeberang sementara si penjual daging terus mengikutinya.

Si Anjing kemudian sampai ke perhentian bus, dan mulai melihat "papan informasi jam perjalanan".

Si penjual daging terkagum-kagum melihatnya. Si anjing melihat "papan informasi jam perjalanan" dan kemudian duduk di salahsatu bangku yang disediakan. Sebuah bus datang, si anjing menghampiri seraya melihat nomor bus, untuk kemudian kembali ke tempat duduknya.

Bus lain datang. Sekali lagi bus lainnya datang. Sekali lagi si anjing menghampiri dan melihat nomor busnya. Setelah melihat bahwa bus itu adalah bus yang benar, si anjing naik. Si penjual daging, dengan kagumnya terus mengikuti si anjing naik ke bus itu.

Bus berjalan meninggalkan kota, menuju ke pinggiran kota. Si anjing melihat pemandangan sekitar. Akhirnya ia bangun dan bergerak ke depan bus, ia berdiri dengan 2 kakinya dan menekan tombol agar bus berhenti. Kemudian ia keluar, kantung plastik masih tergantung di mulutnya.

Ia berjalan menyusuri jalan sambil diikuti si penjual daging. Si anjing berhenti di depan suatu rumah, ia berjalan menyusuri jalan kecil dan meletakkan kantung plastik di salahsatu anak tangga.

Kemudian, ia mundur, berlari dan membenturkan dirinya ke pintu. Ia mundur, dan kembali membenturkan dirinya ke pintu rumah itu. Tidak ada jawaban dari dalam rumah, jadi si anjing kembali melalui jalan kecil, melompati tembok kecil dan berjalan sepanjang batas kebun itu. Ia menghampiri jendela dan membenturkan kepalanya beberapa kali, berjalan mundur, melompat balik dan menunggu di pintu.

Si penjual daging melihat seorang pria tinggi besar membuka pintu dan mulai memukuli si anjing; menendangnya, memukulinya, serta menyumpahinya.

Si penjual daging berlari untuk menghentikan pria itu,

"Apa yang kau lakukan ..??!! Anjing ini adalah anjing yang jenius. Ia bisa masuk televisi atas kejeniusannya."

Pria itu menjawab, "Kau katakan anjing ini pintar ...??? Dalam minggu ini saja sudah dua kali anjing ini lupa membawa kuncinya ..!!!"

Refleksi:

Cerita ini sering terjadi dalam kehidupan kita. Banyak orang yang tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka dapat. Seringkali kita tidak menghargai bawahan kita yang telah bekerja dengan setia selama bertahun-tahun. Seringkali juga kita tidak menghargai atasan kita yang dipakai Tuhan untuk memenuhi kebutuhan kita. Kita selalu menonjolkan kesalahan dan kelemahan tanpa melihat kelebihan dan jasa orang lain.

________________________
Kiriman: deddy@bnisecurities.co.id di milis mediacare


""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Seperti matahari yang tiada terpisahkan dengan sinar dan panasnya,
kesadaran tiada terpisahkan dengan perhatian dan kewaspadaan.

~anonymous 060306.
""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""

Senin, 13 Agustus 2007

Tidak...Engkaulah yang kuinginkan

Toshinobu Kubota

Toshinobu Kubota, yang biasa dipanggil Shinji mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya di negerinya yang lama untuk mencari hidup yang lebih baik di Amerika. Ayahnya memberinya uang simpanan keluarga yang disembunyikan di dalam kantong kulit.

"Di sini keadaan sulit," katanya sambil memeluk putranya dan mengucapkan selamat tinggal. "Kau adalah harapan kami."

Shinji naik ke kapal lintas Atlantik yang menawarkan transport gratis bagi pemuda-pemuda yang mau bekerja sebagai penyekop batubara sebagai imbalan ongkos pelayaran selama sebulan. Kalau Shinji menemukan emas di Pegunungan Colorado, keluarganya akan menyusul.

Berbulan-bulan Shinji mengolah tanahnya tanpa kenal lelah. Urat emas yang tidak besar memberinya penghasilan yang pas-pasan namun teratur. Setiap hari ketika pulang ke pondoknya yang terdiri atas dua kamar, Shinji merindukan dan sangat ingin disambut oleh wanita yang dicintainya. Satu-satunya yang disesalinya ketika menerima tawaran untuk mengadu nasib ke Amerika adalah terpaksa meninggalkan Asaka. Maksudoya sebelum secara resmi punya kesempatan mendekati gadis itu. Sepanjang ingatannya, keluarga mereka sudah lama berteman dan selama itu pula diam-diam dia berharap bisa memperistri Asaka.

Rambut Asaka yang ikal panjang dan senyumnya yang menawan membuatnya menjadi putri Keluarga Yoshinori Matsutoya yang paling cantik. Shinji baru sempat duduk di sampingnya dalam acara perayaan pesta bunga dan mengarang alasan-alasan konyol untuk singgah di rumah gadis itu agar bisa betemu dengannya. Setiap malam sebelum tidur di kabinnya, Shinji ingin sekali membelai rambut Asaka yang pirang kemerahan dan memeluk gadis itu. Akhirnya, dia menyurati ayahnya, meminta bantuannya untuk mewujudkan impiannya.

Kira-kira setahun kemudian, sebuah telegram datang mengabarkan rencana untuk membuat hidup Shinji menjadi lengkap. Pak Yoshinori Matsutoya akan mengirimkan putrinya kepada Shinji di Amerika. Putrinya itu suka bekerja keras dan punya intuisi bisnis. Dia akan bekerja sama dengan Shinji selama setahun dan membantunya mengembangkan bisnis penambangan emas. Diharapkan, setelah setahun itu keluarganya akan mampu datang ke Amerika untuk menghadiri pernikahan mereka.

Hati Shinji sangat bahagia. Dia menghabiskan satu bulan berikutnya untuk mengubah pondoknya menjadi tempat tinggal yang nyaman. Dia membeli ranjang sederhana untuk tempat tidurnya di ruang duduk dan menata bekas tempat tidurnya agar pantas untuk seorang wanita. Gorden dari bekas karung goni yang menutupi kotornya jendela diganti dengan kain bermotif bunga dari bekas karung terigu. Di meja samping tempat tidur dia meletakkan wadah kaleng berisi bunga-bunga kering yang dipetiknya di padang rumput.

Akhirnya, tibalah hari yang sudah dinanti-nantikannya sepanjang hidup. Dengan tangan membawa seikat bunga daisy segar yang baru dipetik, dia pergi ke stasiun kereta api. Asap mengepul dan roda-roda berderit ketika kereta api mendekat lalu berhenti. Shinji melihat setiap jendela, mencari senyum dan rambut ikal Asaka.Jantungnya berdebar kencang penuh harap, kemudian tersentak karena kecewa.

Bukan Asaka, tetapi Yumi Matsutoya kakaknya, yang turun dari kereta api. Gadis itu berdiri malu-malu di depannya, matanya menunduk. Shinji hanya bisa memandang terpana. Kemudian, dengan tangan gemetar diulurkannya buket bunga itu kepada Yumi. "Selamat datang," katanya lirih, matanya menatap nanar.
Senyum tipis menghias wajah Yumi yang tidak cantik.

"Aku senang ketika Ayah mengatakan kau ingin aku datang ke sini," kata Yumi, sambil sekilas memandang mata Shinji sebelum cepat-cepat menunduk lagi.

"Aku akan mengurus bawaanmu," kata Shinji dengan senyum terpaksa.

Bersama-sama mereka berjalan ke kereta kuda. Pak Matsutoya dan ayahnya benar. Yumi memang punya intuisi bisnis yang hebat. Sementara Shinji bekerja di tambang, dia bekerja di kantor. Di meja sederhana di sudut ruang duduk, dengan cermat Yumi mencatat semua kegiatan di tambang. Dalam waktu 6 bulan, asset mereka telah berlipat dua. Masakannya yang lezat dan senyumnya yang tenang menghiasi pondok itu dengan sentuhan ajaib seorang wanita.

Tetapi bukan wanita ini yang kuinginkan, keluh Shinji dalam hati, setiap malam sebelum tidur kecapekan di ruang duduk. Mengapa mereka mengirim Yumi? Akankah dia bisa bertemu lagi dengan Asaka? Apakah impian lamanya untuk memperistri Asaka harus dilupakannya? Setahun lamanya Yumi dan Shinji bekerja, bermain, dan tertawa bersama, tetapi tak pernah ada ungkapan cinta. Pernah sekali, Yumi mencium pipi Shinji sebelum masuk ke kamarnya. Pria itu hanya tersenyum canggung. Sejak itu, kelihatannya Yumi cukup puas dengan jalan-jalan berdua menjelajahi pegunungan atau dengan mengobrol di beranda setelah makan malam.

Pada suatu sore di musim semi, hujan deras mengguyur punggung bukit, membuat jalan masuk ke tambang mereka longsor. Dengan kesal Shinji mengisi karung-karung pasir dan meletakkannya sedemikan rupa untuk membelokkan arus air. Badannya lelah dan basah kuyup, tetapi tampaknya usahanya sia-sia.

Tiba-tiba Yumi muncul di sampingnya, memegangi karung goni yang terbuka. Shinji menyekop dan memasukkan pasir kedalamnya, kemudian dengan tenaga sekuat lelaki, Yumi melemparkan karung itu ke tumpukan lalu membuka karung lainnya. Berjam-jam mereka bekerja dengan kaki terbenam lumpur setinggi lutut, sampai hujan reda. Dengan berpegangan tangan mereka berjalan pulang ke pondok.

Sambil menikmati sup panas, Shinji mendesah, "Aku takkan dapat menyelamatkan tambang itu tanpa dirimu. Terima kasih, Yumi."

"Sama-sama," gadis itu menjawab sambil tersenyum tenang seperti biasa, lalu tanpa berkata-kata dia masuk ke kamarnya.

Beberapa hari kemudian, sebuah telegram datang mengabarkan bahwa Keluarga Matsutoya dan Keluarga Kubota akan tiba minggu berikutnya. Meskipun berusaha keras menutup-nutupinya, jantung Shinji kembali berdebar-debar seperti dulu karena harapan akan bertemu lagi dengan Asaka. Dia dan Yumi pergi ke stasiun kereta api. Mereka melihat keluarga mereka turun dari kereta api di ujung peron.

Ketika Asaka muncul, Yumi menoleh kepada Shinji. "Sambutlah dia," katanya.

Dengan kaget, Shinji berkata tergagap, "Apa maksudmu?"

"Shinji, sudah lama aku tahu bahwa aku bukan putri Matsutoya yang kau inginkan. Aku memperhatikan bagaimana kau bercanda dengan Asaka dalam acara Perayaan pesta bunga lalu." Dia mengangguk ke arah adiknya yang sedang menuruni tangga kereta. "Aku tahu bahwa dia, bukan aku, yang kauinginkan menjadi istrimu."

"Tapi..."

Yumi meletakkan jarinya pada bibir Shinji. "Ssstt," bisiknya. "Aku mencintaimu, Shinji. Aku selalu mencintaimu. Karena itu, yang kuinginkan hanya melihatmu bahagia. Sambutlah adikku."

Shinji mengambil tangan yumi dari wajahnya dan menggenggamnya. Ketika Yumi menengadah, untuk pertama kalinya Shinji melihat betapa cantiknya gadis itu. Dia ingat ketika mereka berjalan-jalan di padang rumput, ingat malam-malam tenang yang mereka nikmati di depan perapian, ingat ketika Yumi membantunya mengisi karung-karung pasir. Ketika itulah dia menyadari apa yang sebenarnya selama berbulan-bulan telah tidak diketahuinya.


"Tidak, Yumi. Engkaulah yang kuinginkan." Shinji merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya dan mengecupnya dengan cinta yg tiba-tiba membuncah didalam dadanya.

Keluarga mereka berkerumun mengelilingi mereka dan berseru-seru, "Kami datang untuk menghadiri pernikahan kalian!"

From: purwaka sigit

Jumat, 10 Agustus 2007

Toko Suami

Sebuah toko yang menjual suami baru saja dibuka di kota New York dimana wanita dapat memilih suami. Diantara instruksi-instruksi yang ada di pintu masuk terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut.

"Kamu hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI"

Toko tersebut terdiri dari 6 lantai dimana setiap lantai akan menunjukkan sebuah calon kelompok suami. Semakin tinggi lantainya, semakin tinggi pula nilai lelaki tersebut. Bagaimanapun, ini adalah semacam jebakan. Kamu dapat memilih lelaki dilantai tertentu atau lebih memilih ke lantai berikutnya tetapi dengan syarat tidak bisa turun ke lantai sebelumnya kecuali untuk keluar dari toko..Lalu, seorang wanita pun pergi ke toko "suami" tersebut untuk mencari suami..

Di lantai 1 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 1 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan dan taat pada Tuhan Wanita itu tersenyum, kemudian dia naik ke lantai selanjutnya.

Di lantai 2 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 2 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, dan senang anak kecil Kembali wanita itu naik ke lantai selanjutnya.

Di lantai 3 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 3 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil dan cakep banget.'' Wow'', tetapi pikirannya masih penasaran dan terus naik.

Lalu sampailah wanita itu di lantai 4 dan terdapat tulisan
Lantai 4 : Lelaki di lantai ini yang memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget dan suka membantu pekerjaan rumah.

''Ya ampun !'' Dia berseru, ''Aku hampir tak percaya''

Dan dia tetap melanjutkan ke lantai 5 dan terdapat tulisan seperti ini:
Lantai 5 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget, suka membantu pekerjaan rumah, dan memiliki rasa romantis.

Dia tergoda untuk berhenti tapi kemudian dia melangkah kembali ke lantai 6 dan terdapat tulisan seperti ini:
Lantai 6 : Anda adalah pengunjung yang ke 4.363.012. Tidak ada lelaki dilantai ini. Lantai ini hanya semata-mata bukti untuk wanita yang tidak pernah puas. Terima kasih telah berbelanja di toko "Suami". Hati-hati ketika keluar toko dan semoga hari yang indah buat anda.

Kamis, 09 Agustus 2007

SAYA PERNAH DATANG & SAYA SANGAT PENURUT


Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah & hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu & hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah saya pernah datang & saya sangat penurut.
.
Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telahmemiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dariperkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.
.
Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya.
.
Pada tanggal 30 November 1996, tanggal 20 bulan 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam12.
.
Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas & berkata,
.
"saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan".
.
Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yan.Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada ASI & juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah & sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut & sangat patuh.
.
Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh & bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan & mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan & kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.
.
Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi & memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia & papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut & tidak boleh membuat papa menjadi sedih & marah.
.
Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar & menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi disekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya. Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas & bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.
.
Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan kepuskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah & tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.
.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanyabisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir & memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa.
.
Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000$.
.
Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah diranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang kesanak saudara & teman & ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.
.
Melihat mata papanya yang sedih & pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar.
.
"Papa saya ingin mati".
.
Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati".
.
"Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."
.
Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yangberumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru & berfoto.
.
Yu Yuan berkata kepada papanya: "Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini".
.
Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota & membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba & tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba disebuah studio photo. Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar.
.
Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon & hilang ditiup angin. Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya sendiri & akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng.
.
Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu Negara bahkan sampai keseluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini. Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.
.
Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang. Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia.
.
Dana pun telah tersedia & para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan. Ada seorang teman di-email bahkan menulis:
.
"Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu & keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar & sehat.Yu Yua nanakku tercinta."
.
Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan & menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan & alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan & dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus.
.
Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh.
.
Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis & juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perermpuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.
.
Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget! & kemudian dengan tersenyum & menjawab,
.
"Anak yang baik".
.
Semua orang mendambakan sebuah keajaiban & menunggu momen dimana Yu Yuan hidup & sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan & banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email.
.
Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi & telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan & selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan. Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah.
.
Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan:
"Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya?", Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, "karena mereka semua adalah orang yang baik hati".
.
Yu Yuan kemudia berkata : "Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati".
.
Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik".
.
Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, & diberikan kepada ke Fu Yuan."Tante ini adalah surat wasiat saya."
.
Fu yuan kaget, sekali membuka & melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian & diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat & dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, & diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.
.
Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali & masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan & ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong,.......Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar.
.
"Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh".
.
Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya. Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan.
.
Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan & hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant & memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter & perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat & memberi infus & transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter & para perawat pun ikut menangis.
.
Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia lain.
.
Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah..........." demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.
.
Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri & menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia & melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.
.
Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis,
.
"Aku pernah datang & aku sangat patuh"
(30 nov 1996- 22 agus 2005).
.
Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.
.
Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.
.
Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut.
.
"Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang & aku sangat patuh".
.
Kesimpulan:
Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak kecil yang berjuang bertahan hidup & akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan & ketulusan serta baktinya kepada orang tuanya, akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari kalangan Dunia.
.
Walaupun hidup serba kekurangan, Dia bisa memberikan kasihnya terhadapsesama. Inilah contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukan hal yang sama,berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit kehangatan & perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi & hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang Pengasih.
(from: Liquid Google <manwiththeeyesrespo nsible@gmail. com> )

Kisah Kejujuran dan Ketulusan: Gadis Yatim Piatu yang Diadopsi Saudagar

Pada 30 tahun silam, seorang istri saudagar di Washington , AS , di mana pada suatu malam, tanpa sengaja kehilangan tas tangannya di sebuah rumah sakit. Saudagar itu begitu cemas, dan berusaha mencarinya sepanjang malam itu. Sebab di dalam tas tangan itu bukan saja berisi 100.000 dollar AS, tapi juga berisi sebuah informasi pasar yang sangat rahasia.

Ketika pedagang tersebut tiba di rumah sakit, ia melihat seorang gadis lemah dan kurus yang dingin gemetaran berjongkok bersandaran tembok di koridor rumah sakit yang sunyi, dan yang dipeluknya dengan erat dalam dekapannya itu adalah tas tangan istrinya yang hilang.

Gadis yang bernama Seada ini, datang ke rumah sakit itu menemani ibunya yang sedang dirawat. Kehidupan anak dan ibu yang saling bergantung hidup ini sangat miskin, barang-barang yang berharga telah habis terjual, dan uang yang terkumpul juga hanya cukup untuk membayar biaya semalam rumah sakit. Jika tidak ada uang maka besok akan diusir dari rumah sakit. Malam itu, Seada yang tak berdaya berjalan mondar-mandir di koridor rumah sakit, dengan polos ia memohon berkah dan perlindungan Tuhan, bisa bertemu dengan seorang yang baik hati menolong ibunya. Tiba-tiba, sebuah tas kulit seorang wanita yang baru turun dari loteng terjatuh di atas lantai ketika melewati koridor itu, mungkin karena tergesa-gesa, sehingga ia tidak menyadari sedikitpun kalau tas kulitnya terjatuh. Ketika itu di koridor hanya ada Seada seorang. Ia mengambil tas kulit itu, lalu bergegas mengejar wanita itu, tapi wanita itu sudah naik ke sebuah mobil dan pergi dengan angkuh.

Seada kembali ke kamar ibunya dirawat, dan ketika dia membuka tas kulit itu, ibu dan anak itu terkejut melihat segepok uang di dalamnya. Dan seketika itu, mereka pun sadar, bahwa dengan uang sebanyak itu bisa digunakan untuk mengobati penyakit ibunya. Namun ibunya menyuruh Seada mengembalikan tas kulit itu ke koridor, menunggu orang yang kehilangan tas kulit itu kembali mengambilnya. Yang harus dilakukan dalam sepanjang hidup manusia adalah membantu orang lain, membantu orang lain yang lagi kesulitan, yang tidak layak dilakukan adalah serakah dengan harta yang tidak halal, mengabaikan kebenaran begitu melihat uang orang lain.

Tas dikembalikan ke pemiliknya. Kemudian pedagang itu berusaha sekuat tenaga untuk menolong ibu Seada, namun ibunya tetap menghembuskan nafas terakhir meninggalkan gadis yang sebatang kara itu. Kedua ibu dan anak itu bukan saja telah membantu mengembalikan kerugian 100.000 dolar AS itu kepada sang pedagang, yang lebih penting adalah informasi market yang didapatkan kembali dari kehilangan itu, membuat usaha pedagang itu maju, dan tidak lama kemudian menjadi hartawan besar.

Seada yang diadopsi sang pedagang, dimana setelah menyelesaikan kuliahnya kemudian membantu sang hartawan mengelola perdagangannya. Meski sang hartawan selama itu tidak mengangkatnya memangku jabatan apapun yang sesungguhnya. Namun selama dalam tempaan yang panjang, kecerdasan dan pengalaman sang hartawan memberi pengaruh halus dan tak terasa mempengaruhinya, sehingga membuatnya menjadi seorang pebisnis yang matang. Ketika memasuki usia senja, banyak sekali visi sang hartawan mesti meminta pendapat Seada.

Ketika sang hartawan dalam masa kritis, ia meninggalkan sebuah surat wasiat yang mengejutkan:

“Sebelum saya kenal dengan Seada dan ibunya saya sudah sangat kaya. Namun, ketika saya berdiri di hadapan anak dan ibu yang dirundungi kemiskinan dan penyakit tapi tidak berniat memiliki uang saya yang hilang itu, saya melihat merekalah yang paling kaya, sebab mereka mentati norma kehidupan yang mulia, dan justru inilah yang tidak ada pada diriku sebagai pedagang. Uang yang saya dapatkan adalah dari hasil tipu menipu, adalah mereka yang membuat saya menyadari bahwa modal terbesar dalam perjalanan hidup manusia adalah kepribadian. Saya mengadopsi Seada bukan karena balas budi, juga bukan simpati, melainkan mengundang teladan seseorang sebagai manusia. Dengan adanya dia di sisiku, dalam perdagangan, akan selau kuukir dalam hati,mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Ini adalah sebab hakiki makmurnya usaha saya di kemudian hari, hingga saya menjadi hartawan yang kaya raya. Setelah saya meninggal, harta kekayaan semuanya saya wariskan kepada Seada. Ini bukan menghadiahkan, melainkan agar supaya usaha saya bisa lebih cemerlang. Saya yakin, putera saya yang cerdas dapat memahami curahan perhatian ayahnya”.

Ketika putera sang hartawan yang berada di luar negeri kembali, ia membaca dengan seksama isi surat wasiat ayahnya, kemudian tanpa ragu sedikitpun membubuhkan tanda tangan di atas surat warisan tersebut:

“Saya setuju Seada meneruskan semua harta kekayaan ayah. Saya hanya berharap Seada bisa menjadi istri saya.”

Setelah melihat tanda tangan putera sang hartawan, Seada sedikit agak ragu, lalu mengambil pena dan membubuhkan tanda tangannya:

“Saya terima semua harta kekayaan yang ditinggalkannya termasuk puteranya.”

(Sumber : Minghui-net)
Erabaru News, Rabu 1 Agustus 2007
(jesse.rotinsulu@bp.pratamagroup.com)


Hidup Bersama... Dalam Susah......

Ada sepasang suami-istri yang berjualan nasi kuning di sebuah kompleks perumahan di Jati Bening. Umur mereka sudah tidak muda lagi. Sang suami mungkin sudah berumur lebih dari 70, sedangkan istrinya sekitar 60-an. Di sekitar mereka ada beberapa gerobak lain yang juga menjual makanan untuk sarapan pagi. Tapi dari semuanya, hanya gerobak mereka yang paling sepi.

Setiap pagi, dalam perjalanan menuju ke kantor, saya selalu melewati gerobak mereka yang selalu sepi. Gerobak itu tidak ada yang istimewa. Cukup sederhana. Jualannya pun standar.

Setiap pagi pula, sepasang suami-istri itu duduk menjaga gerobak mereka dalam posisi yang selalu sama. Sang suami duduk di luar gerobak, sementara istrinya di sampingnya. Kalau ada pembeli, sang suami dengan susah payah berdiri dari kursi (kadang dipapah istrinya) dan dengan ramah menyapa pembeli. Jika sang pembeli ingin makan di tempat, sang suami merapikan tempat duduk, sementara istrinya menyiapkan nasi kuning dan menyodorkan piring itu pada suaminya untuk diberikan pada sang pelanggan. Kalau sang pembeli ingin nasi kuning itu dibungkus, sang istri menyiapkan nasi kuning di kertas pembungkus, dan menyerahkan nasi bungkusan itu pada suaminya untuk diserahkan pada sang pelanggan.

Saat sedang sepi pelanggan, pasangan suami-istri itu duduk diam. Sesekali jika istrinya agak terkantuk-kantuk, suaminya mengurut punggung istrinya. Atau jika suaminya berkeringat, sang istri dengan sigap mengambil sapu tangan dan mengelap keringat suaminya.

Kalau mau jujur, nasi kuning mereka tidak terlalu spesial. Sangat standar. Tapi, kalau saya mencari sarapan pagi, saya selalu membeli nasi kuning di tempat mereka. Bukan spesial-tidaknya. Tapi lebih karena cinta mereka yang membuat saya tergerak untuk selalu mampir.

Dalam kesederhanaan, kala susah dan sedih karena tidak ada pelanggan, mereka tetap bersama. Sang suami tidak pernah memarahi istrinya yang tidak becus masak. Sang istri pun tidak pernah marah karena gerakan suaminya yang begitu lamban dalam melayani pelanggan. Dia bahkan memberi kesempatan suaminya untuk melayani pelanggan.

Mereka selalu bersama, dan saling mendukung, bahkan di saat susah sekali pun.

Hingga hari ini, sudah 10 tahun saya lewati tempat itu, mereka masih tetap di tempat yang sama, menjual nasi kuning, dan selalu bersikap sama. Penuh kesederhanaan. Penuh kasih sayang. Dan saling menguatkan di saat susah.

Jika Anda berkunjung ke Bekasi, Anda bisa mampir ke jalan raya komplek Jati Bening Indah. Tidak susah mencari gerobak mereka yang sederhana. Carilah gerobak yang paling sepi pelanggan. Mereka berjualan sejak pukul 07.00 hingga siang hari (mungkin sekitar 11.00, karena saya pernah ke kantor jam 11.00, mereka sudah tidak ada). Jujur, nasi kuning mereka sangat standar & tidak selengkap gerobak nasi kuning lain di sekeliling mereka. Namun, cinta kasih mereka membuat makanan yang sederhana itu terasa begitu nikmat. Cinta kasih yang begitu tulus, sederhana, apa adanya. Bahkan dalam kesusahan sekalipun, mereka tetap saling menguatkan.

Sebuah kisah cinta yang luar biasa. Mungkinkah kita bisa seperti mereka?

Semoga Tuhan melimpahkan rahmat buat kita semua. Amien.
From: Dian Irawaty

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.

Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan:

"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"

Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata:

"Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisannafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi:

"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata:

"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut:

"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."

Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas:

"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata:

"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya:

"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata:

"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:

"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya dilokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan:

"Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya:

"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"

Dia menjawab, tersenyum:

"Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? "

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku:

"Aku tidak perduli omongan siapa pun!Kamu adalah adikku apapun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. .."
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu.Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan:

"Saya melihat semua gadis kota memakainya.Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku:

"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"

Tetapi katanya, sambil tersenyum:

"Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalutlukanya:

"Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya

"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."

Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan:

"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik,dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu:

"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya:

"Pikirkan kakak ipar, ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"

Tanpa bahkan berpikir ia menjawab,"Kakakku. "
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat:

"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu,saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku,

"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."

Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, didepan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
-------------------------------------------------
Translate from : "I cried for my brother six times" by Khaidi Wong [mailto:doc_ wong@...]
-------------------------------------------------
Other stories can be accessed at http://www.taimeng. com/writing/ProseEng. htm
Permission to translate was got via email as below. If you see this story is good and want to support the author for writing more stories like this, you can contact Mr. Tai Meng at www.taimeng. com, to: tmeng@sfu.ca
-------------------------------------------------
(Kirim dari : rafael_chung99@yahoo.com.sg)
-------------------------------------------------