Tampilkan postingan dengan label Potret Hati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Potret Hati. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 Juli 2011

Memberi tidaklah pernah Merugi..


Melakukan kebaikan dan tidak mengharapkan balasan, merupakan manifestasi dari semacam keluhuran moral. Orang-orang yang berwibawa tinggi dan dihormati khalayak umum mau berkorban untuk segala hal serta tidak mengharapkan balasan dari orang lain. Oleh karena itu sudah sewajarnya jika mereka juga menerima budi kebaikan tersebut.

Alkisah di akhir abad ke-19, di Amerika ada dua orang anak miskin lulus dari ujian dan masuk di universitas Stanford. Demi mendapatkan biaya hidup dan uang kuliah, mereka mulai bekerja sambil kuliah.

Di tahun 1896, 2 orang mahasiswa universitas Stanford tersebut, mengundang komposer dan pianis Polandia bernama Ignacy Jan Paderewski [18 November 1860 – 29 Juni 1941] yang ketika itu sedang melakukan tur ke-3nya di US. Manager Paderewski mengadakan kesepakatan dengan dua anak muda tersebut dan honor untuk Paderewski adalah US$ 2000,-. Angka tersebut merupakan angka yang kurang pantas bagi seorang pianis ternama seperti Paderewski, tetapi angka ini sudah merupakan jumlah yang sangat besar bagi dua anak muda tersebut.

Sebagai perbandingan, 2 konser terakhir di US, Paderewski menghasilkan US$ 160.000.

Kedua anak muda ini berpikir, jika hasil konser yang mereka adakan ini tidak bisa mencapai dua ribu dollar, dapat dipastikan mereka akan mengalami kerugian. Akhirnya dua orang anak muda tersebut berjuang mati-matian hingga konser berakhir dengan sempurna namun karena persoalan jadwal dan publisitas, hanya sedikit orang yang hadir. Melihat keadaan itu, satu dari anak itu meminta sang pianis untuk tidak bermain, namun tetap tidak di indahkan dan sang pianispun tetap manggung.

Seusai konser dan setelah pembukuan dihitung didapatkan bahwa konser tersebut hanya menghasilkan US$ 1600,- saja. Uang sebanyak US$ 1600,- tersebut mereka serahkan seluruhnya kepada Paderewski, masih disertai selembar cek yang bernominal empat ratus dollar, serta berjanji akan secepatnya melunasi empat ratus dollar tersebut.

Hati Paderewski tergerak melihat kedua anak muda miskin tersebut.

Secara tak diduga, dia menyobek lembaran cek itu lalu menyodorkan seribu enam ratus dollar tersebut kepada kedua anak muda ini serta berkata,
    Dari uang ini potongkan dulu uang kuliah dan biaya hidup kalian berdua. Ambillah 10% dari sisa uang yang ada untuk honor kalian, sisanya baru berikan untuk saya
Ketika itu dua orang anak muda ini meneteskan air mata karena terharu.

Ketika Paderewski mengetahui bahwa pemuda itu berhutang ribuan dollar untuk menyewa ruang konser, musisi itu malah yang menutupi biayanya. bahkan di akhir tur ke-3nya ini, sebelum pergi ke Eropa, sang pianis itu mendirikan yayasan Paderewski, yang diperuntukan bagi para komposer muda Amerika.

Bertahun-tahun berlalu...

Kemudian pecahlah perang dunia ke-1 di tahun 1914, Paderewski menetap di Swiserland, namun Ia yang mempunyai kemurahan hati tidaklah bisa berdiam diri. Di tahun berikutnya, bersama dengan pemenang nobel Henryk Sienkiewicz, dengan persetujuan pemerintah Swis, Ia mengorganisir komite umum untuk membantu korban perang Polandia dan menjabat sebagai ketuanya. Ia secara pribadi me-lobby semua anggota komite di Perancis dan Inggris.

Pada tahun 1915, Ia melakukan turnya ke-10nya di US, konser itu bertujuan untuk amal dan dihadapan 15.000 orang Polandia yang menetap di Amerika, Ia memita mereka membantu Polandia. Ia juga melakukan serial 300 konser selama 2 tahunan kemudian yang bertujuan sebagai penggalian dana korban perang Polandia.

Di tahun 1916, di hadapan presiden Amerika Woodrow Wilson, Ia pun memberikan pidato di Gedung Putih dan kemudian sang presiden memintanya menjadi penasehat, menulis tentang Polandia dan argumen untuk pemulihannya.

Di tahun 1917, di Pittsburgh, Ia juga meminta agar agar tentara Polandia berjuang bersama Amerika dalam perang dunia ke-1.

Pada bulan January 1918, President Amerika, Wilson mengumumkan 14 keputusan, salah satunya mengenai pembangunan kembali Polandia. Di tahun itu juga, di bulan April, Amerika menerjunkan diri pada konflik perang dunia ke-1.

Perang dunia ke-1 akhirnya berakhir pada jam 11, tanggal 11/11/1918. Tanggal itu kemudian diperingati di seluruh belahan dunia sebagai Remembrance Day (atau juga Poppy Day, Armistice Day atau di amerika dikenal dengan nama Veteran Day).

Di bulan Desember, Paderewski pulang ke Polandia dan menerima penghargaan sebagai Pahlawan. Ketika sampai di Warsawa, Marshal Pilsudski, Kepala negara Polandia saat itu, memintanya untuk menerima jabatan rangkap sebagai perdana menteri dan mentri luarnegeri Polandia.

Benturan dari peperangan mengakibatkan kesulitan ekonomi di Polandia. Teriakan meminta bantuan yang terus-menerus dari puluhan ribu rakyat yang kelaparan, membuat Paderewski yang telah berusaha kian kemari tetap tidak bisa mengatasi krisis besar ini.

Akhirnya, Ia meminta bantuan American Food Administration (AFA) dan American Relief (ARA).

Saat itu, Hobert Hoover, yang nantinya menjadi presiden Amerika ke-31 ,menjabat sebagai kepala AFA dan atas perintah dari presiden Woodrow Wilson, berdasarkan keputusan kongres tanggal 24 Februari 1919, dengan berbekal anggaran USS 100 juta dolar, ARA di bentuk dan Hoover ditunjuk sebagai Direktur Programnya.

Hoover kemudian menerima berita permohonan bantuan ini, dengan tanpa keraguan sedikitpun dia segera menyetujui memberi bantuan makanan dalam jumlah yang besar. Tidak lama kemudian, puluhan ribu ton makanan dikirim ke Polandia yang membuat 1.5 juta orang rakyat Polandia terhindar dari bahaya kelaparan dalam 6 bulan sejak ARA masuk ke Negara itu di tahun 1918.

Guna menyampaikan sendiri rasa terima kasihnya kepada Herbert Hoover, PM Paderewski mengadakan perjanjian untuk bertemu di Paris. Tidak terduga ketika mereka berdua bertemu muka, Herbert Hoover langsung berkata,
    Tidak perlu Anda berterima kasih kepada saya, justru sayalah yang harus berterima kasih kepada Anda! Tuan, ada satu hal yang mungkin sudah tidak teringat oleh Anda, tetapi bagi saya peristiwa itu tidak akan saya lupakan untuk selamanya! Ketika Anda masih berada di Amerika, Anda pernah menolong dua orang mahasiswa miskin, saya adalah salah satu dari dua mahasiswa miskin itu.
20% lebih pendanaan ARA diperuntukan bagi Polandia dan itu berlanjut hingga tahun 1922!

Kemurahan dari Paderewski tidaklah berhenti hingga di situ!

Di tahun 1923, Ia melakukan konsernya yang ke-13 di US. Banyak penghargaan Ia perloleh selama turnya, diantaranya adalah penghargaan kehormatan, gelar pendidikan, medali, kehormatan sebagai Ksatria termasuk dari raja George V, Inggris dan Ia pun menyumbangkan banyak dari hasil konsernya bagi korban perang dunia ke-1, Liga Amerika, pengangguran di Amerika, musisi dan lain-lain.

Dimenjelang akhir hidupnya, Pecahlah perang dunia ke-2, pada bulan September 1939, Polandia di duduki, Ia pun pergi ke Liga dunia (PBB) di Jenewa meminta bantuan bagi Polandia. Ia menjadi Kepala Dewan Nasional di pengasingan. Pada tahun 1941, Ia menerima undangan dari President Roosevelt. Di sanapun, Ia masih membuat penggalian dana di "minggu" Paderewski. Eleanor Roosevelt pun sempat mengunjungi kediamannya di Florida. Di tahun itu pula, Paderewski wafat. Atas perintah kongres Amerika, Ia dikuburkan di kuburan nasional Arlington. Jenasahnya, baru tiba kembali ke Polandia setelah 50 tahun berlalu, yaitu 5 Juli 1992.

Hoover selama perang dunia ke-2, memimpin Komisi bagi pembangunan kembali Polandia, yang membantu ratusan ribu orang Polandia dan di tahun 1946, Ia juga mengunjungi Polandia, merancang bantuan bagi Polandia untuk 3 dekade ke depan!

Ya..Ketulusan dan kebaikan hati yang pernah dilakukan setiap orang, ditambah dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan, tidaklah lekang oleh waktu.


[Tulisan ini merupakan hasil modifikasi dari beberapa sumber tulisan yaitu dari sini, yang merupakan artikel translasi ke bahasa Indonesia dari bahasa Inggris yang asalnya adalah karya dari Guan Ming di tahun 2005. Material lainnya berasal dari sini, oleh: Teresa Gessner dan juga dari sini, oleh: Lisa Trei. Foto salah satunya berasal dari Wikipedia]

Selasa, 14 Desember 2010

Bara di Ruang Waktu..


Ahh!!..barusan Ku liat Kau begitu gilang gemilang..cantik secantik-cantiknya yang Ku perlukan..kecantikan yang sama yang Ku perlukan ketika Kau terbangun di ranjang butut tempat kosku..ketika pertama kalinya Ku tiduri dirimu belasan tahun yang lampau..saat itu Ku pastikan Kau harus menjadi istriku..lekaslah sembuh sayangku..

Dari telepon koin, Ku tanya alamatmu dan Ku katakan Aku akan datang..Di tempat kosmu, seorang membukakan pintu..Mmmh, mahluk cantik lainnya pikirku. Ku perkenalkan diri dan Ku katakan Aku mencari seseorang..Mahluk cantik itu hanya tersenyum..senyum cantik yang menambah bingungku..perlahan nanti Ku sadari bahwa Kau adalah mahluk yang sama yang Ku liat di Rawamangun..di awal perkenalan..namun kali ini Kau jauh lebih cantik..Ahh, beruntungnya Aku..

Setelah puas teman-temanmu mengerjaiku berkenalan dengan memakai nama yang sama, perlahan-lahan Ku ingat bahwa Kaulah orangnya..Ahh, Kau terlebih cantik dari yang Ku ingat. Untunglah Ku berhasil membawamu pergi malam itu dan Ku juga tau bahwa sepulangmu dari Tokyo, jetleg masihlah berkuasa atasmu..Jadi Ku pikir, Bioskop adalah putusan tercerdas saat itu. Rupanya kaupun sependapat, sepanjang menit berikutnya, kau lebih sibuk terlelap dibahuku..

Ku ingat kau terbangun dengan sangat nyamannya di akhir pertunjukan. Kita lanjutkan berjam-jam kemudian dengan nongkrong berbagi cerita..Walau Kau tau Aku masihlah Ca-Peg namun tak Ku lihat hal itu mengusikmu yang 4 taunan lebih dulu di perusahaan kita. Saat itu, entah karena suasana malam ataukah karena geliat hormon lelakiku, yang Ku tau pasti, Kau makin terlihat cantik di tiap menitnya. Di menjelang pagi, Ku bawa Kau pulang..

Tak ingin segera ku sudahi malam itu! Sepanjang perjalanan berikutnya Kau hanya terlelap..Kau tak peduli. Di gerbang kosku, Ku bangunkan dirimu..menunggu reaksimu..Kau tak peduli. Diranjang butut itu, Ku gauli Kau untuk pertama kalinya. Ku saksi atas geliat tubuhmu terbangun dari tidurmu..Kau sungguh Gemilang! Ku tanya dirimu arah mana hendak kau mau..Kau jawab terserahmu. Tidak! jawablah dengan benar dan tetap Kau jawab terserahmu..

Ku khawatir kau tak tau apa mau mu dan belum tersadar akan arah yang hendak kau tempuh! Ku sampaikan bahwa kau bukan yang pertama dan bisa jadi bukan yang terakhir..bahwa Ku pernah menghamili beberapa gadis dan menggugurkannya..bahwa Ku lebih suka Kau di rumah dan hanya Aku yang bekerja berikut ku sampaikan paparan proyeksi keuangan ke depan yang super minus..Jadi bersamaku hidupmu penuh dengan kerikil tajam..Apa putusanmu? kau malah pilih untuk menikahiku..sinting!

Ketegasan sintingmu entah karena emosi ataukah rasio namun yang jelas Akupun tak ingin buang peluangku sendiri! Hidupku mencatat, lebih mudah mengajak wanita ke ranjangnya daripada melepas lajangnya untukku. Persetan jodoh ataupun tidak, segera setelah Kau terbang tugas ke Jeddah dengan tanpa jeda pula Ku pindahkan barang-barangmu ke kosku. Keadaan akan jauh lebih komplek bagi kita untuk menjilat ludah kembali. Sisanya, biar waktu yang akan bercerita.

Aku ingin sekali tahu reaksimu saat melihat barang-barangmu menumpuk di kamar kosku..ternyata Kau bahkan tak peduli. Baguslah! Sepanjang waktu kemudian, sejak Kau menjadi minat utamaku maka tak ada lagi dunia yang lebih menarik selain dirimu. Ya! walaupun Kau bukanlah yang tercantik yang pernah Ku pacari namun entah mengapa tak pernah dapat Ku temukan satu saja hal yang tak menarik darimu. Berkali-kali, Ku yakinkan diriku untuk tidak ikut sinting karenamu

Terlambat! Aku telah larut di pusaran pesonamu. Terlambat yang dahsyat itu kini berumur 14 tahun sudah. Waktu, yang walau telah berusaha mencuri percikan-percikan dirimu namun tetap tak mampu menyembunyikan indahnya guratan pesonamu. Saat tikaman jarum infus dan percikan merah darahmu membasahi lantai tetap tak nampak lintasan kecemasan di wajahmu. Ini sinar gemilang yang sama yang Ku ingat di awal bangun tidurmu..Ayo sayang, saatnya kita pulang..


'Relung Sebuah Asa
IRD, Puri Raharja
Desember 11-12, 2010


Gambar berasal dari sini, sini, sini, sini dan sini

Kamis, 26 Februari 2009

Kitab Suci Kancil Mencuri Ketimun


Orang Kuna tentunya tahu sloka/syair purana kancil di bawah ini:
    Sikancil anak nakal
    suka mencuri ketimun
    ayo lekas dikurung
    jangan di beri ampun
Purana (= dongeng, lawas) ini dikarang Rsi wanita bernama Sud, walau 4 baris saja namun sarat makna. (Resi, sanskrit: Penyair, melihat, bergerak)

Moral of the story:
kata 'suka' adalah pengulangan karena menggemari, oleh karenanya, perbuatan buruk harus dicegah pengulangannya, perbuatan baik bermanfaat agar digemari agar berulang, ini tentang berani kaya, harus berani susah, berprilakulah sesuai pakem, tertib hukum, janganlah mengambil harta orang lain, ada konsekuensi dalam tindakan, walaupun kenakalan adalah bagian mentalitas, tapi pencurian adalah penyakit mental, dapat menjadi kebiasaaan, oleh karenanya, berilah hukuman, jangan diberi ampun, jaga agar orang lain tidak tergoda berbuat jahat, jika pak tani tahu betapa kecilnya perut kancil dibanding panenannya, tidak akan pernah, Ia merugi jika menyisihkan sedikitnya di luar pagar, tidak perlu sewa penjaga, tidak perlu biaya perbaikan pagar saban si kancil tiba, tidak juga ada tanaman yang terinjak, pikiran tenang, saling menjaga, menjadi sebuah keniscayaan, oleh karenanya, berbagilah.

Mengapa diklasifikasikan dongeng?
Kancil/pelanduk adalah binatang terkecil pemakan sayuran yang mengandalkan indera penciuman dan mata, karena perutnya kecil, tidak makan ketimun tapi lainnya yang mudah dicerna, bukan binatang nekat, tapi sangat waspada dan hati-hati, karena masuk kasta(baca: rantai makanan) objek para pemakan daging.

Purana disampaikan untuk yang sulit mencerna peraturan-peraturan tingkat tinggi, oleh karenanya, agar pesan moral tersampaikan, dibuatlah dongeng. cilakanya, moral cerita tidak tercapai malah tertanam anggapan keliru, bahwa Kancil adalah binatang nekad pemakan timun.

Tidak percaya?

Lakukan survey pada orang berusia 20 tahun ke atas, tanyalah apa makanan kancil? jawabannya pastilah ketimun

Minggu, 15 Februari 2009

Cuma Kisah Biasa..Ngga Ada Yang Spesial..


Goin’ to Jakarta, again! Ah..kalimat ini sungguh menyebalkan bagiku sekarang!..namun, Kamis minggu lalu..toh, tetap juga kujalankan.

Padahal dulu, sewaktu lulus kuliah dari UniKa Parahyangan Bandung dengan IPK pas-pasan 2.4 saja, aku masih sangat PD dan selalu yakin bahwa pasti bekerja di kota yang paling ramah uang di Indonesia!

Aku adalah orang Bali, walaupun Bali adalah Pulau Internasional, namun tidak pernah ku hitung Bali sebagai kota ramah uang!..

Mengapa?

Saat itu dan ternyata hingga sekarang...rata-rata gaji untuk pegawai di Bali termasuk yang terkecil di Indonesia..

So, For me…the money friendliest city in Indonesia are…Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Sewaktu memutuskan itu, Aku lupa satu hal, orang kaya ada dimana-mana begitu juga orang miskin!

Hidupku berjalan bersama 2 sahabatku yaitu kemudahan dan kesusahan.

Mereka senantiasa bersamaku. Abangnya sang Kemudahan sangat jarang melirik padaku, namun adiknya sang Kesusahan entah mengapa justru sangat rapat denganku. Keakraban itu terlihat jelas dalam fluktuasi hidupku, berkisar dari sangat susah, susah dan kadang-kadang hampir susah.

Ada grafik yang stabil, yaitu keuangan yang super pas-pasan…sehingga perlu modifikasi tambal sulam untuk mensiasati remah-remah sisa gaji bulanan yang telah tercabik-cabik hutang dan kerkoyak-koyak biaya hidup. Dari hasil itu, masihlah kubisa mempunyai rumah dan tanah..

Tidak terasa tiga belas tahun berlalu, Sebagai orang Bali, ternyata akupun terkena penyakit umum orang Bali, yaitu merasa belum lengkap selama belum pulang ke Bali…dan itu melanda padaku..padahal aku cuma numpang lahir di Bali..sisanya besar di Bandung dan tidak pernah lebih lama dari 1 bulan tinggal di Bali..berbahasa balipun aku tidak bisa malah lebih piawai berbahasa sunda. Pokoknya ada 1001 alasan, mengapa harus pulang ke Bali dan hanya 1 alasan mengapa tetap di Jakarta, yaitu Karir.

Dari semua hal-hal stabil dalam hidupku salah satunya adalah karir dan kestabilan itu benar2 sempurna tanpa cacat ku pertahankan! Upaya-upaya menapak karir, tentunya sudah lah kulakukan..Dari mulai bekerja rajin, melanjutkan sekolah lagi, bersiasat, menjilat, memberontak dll..Ahhh, pokoknya everything dah..and guess what..it's always been sam-o sam-o!! LoL!

Ternyata karir emang barang mewah dan langka bagiku. So, kalau dah juga 13 tahun stabil jadi staf..why not for the next 13 years, ngga bakalan masih staff juga, ya toh!

Wake up man!

Runtuh juga 1 alasan itu, Kemudian dari hasil rembukan bareng istri, maka sampailah kami pada satu kesimpulan, yaitu mesti ada team advance yang balik duluan ke Bali. Istri dan anak-anakku, akhirnya pulang duluan ke Bali..dan tinggal, lah aku di sini..sendiri.

Awalnya, kupikir, ‘Pindah kan lebih mudah..piece of a cake-lah!!’

Ternyata aku keliru!

Pokoknya..lagi, dengan segala daya upaya..aku harus pulang keBali! Selama waktu menunggu dan berupaya pindah, Harus kusiapkan modal untuk menetap di Bali, jadi rumah dan tanah ku pasangi plank ‘Di Jual’..sekali-kali ku iklankan di Poskota...

Berita baiknya, upaya pindah berhasil di dua tahun lebih kemudian!

Berita basinya, rumah dan tanah keukeuh aja ngga laku-laku! Bahkan hingga saat ini…

Yah..inilah Rumah itu...

Orang-orang bilang..coba pakai sarat..cari orang pintar…hehehehe..beberapa orang ‘pintar’ dari berbagai variasi kalangan agama telah ku datangi dan di coba..hasilnya..hahahahaha...ilmu mereka luntur dan kena batunya juga..di rumah dan tanah itu!

Di akhir periode, mereka selalu ujarkan dengan mantra yang sama, "Belum jodohnya, pak.." Yaa elahhh, untuk kalimat itu sih..ngga perlu pake "orang pintar" buat tahu, ya toh!

Kira-kira seperti itu deh posisiku, ketika hidup 2 tahunan berjauhan dengan keluarga..

Kamis itu, aku terbang ke Jakarta..kupasangi lagi plank di rumah itu, ku cat dan plitur lagi rumah..pokoknya kurapihkan lagi..biar kinclong.

Kali ini, untuk pertama kalinya dalam hidupku, selain rasa malas yang tetep setia mendampingiku, maka praktis Ku datang tanpa target yang berarti.

Dari rencana 3 hari, ternyata di hari kedua semua terselesaikan. Pokoknya dari acara membuat kunci duplikat, menitipkan kunci dan copy sertifikat, mencari tukang bangunan, memborongkan pekerjaan, menitip uang dan bantuan mengawasi, hingga masih ada waktu buat menjenguk seorang sahabat "oon" yang tengah menggeletak sakit jantung di RS Mitra Ramsey International di Jatinegara..

Sahabatku itu, adalah orang dengan cita-cita tinggi dan sangat fokus. Ya, pokoknya dia itu sangat fokus untuk menjadi orang kaya, gitu deh!..Untuk itu, segala macam upaya pun telah dilakukan dan tentu saja telah dilanggarnya pula..

Dari harapan yang tinggi melambung pada sekian banyak ragam proyek-proyeknya, ternyata semua berjalan curam di jalur jeratan hutang piutang yang membuatnya terkapar di ranjang rumah sakit.

Yup, just another sample dari nafsu keinginan yang tak kunjung terpuaskan..bermutasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya di balutan nikmat dan susah. Walaupun tak juga pernah Ia promosikan dirinya tapi entah kenapa, justru kitalah yang bergegas mengejarnya bagaikan laron menubruk api yang berakhir dalam sebuah kesia-siaan di penghujung cerita.

Sabtu siang itu, sambil menunggu waktu ku berangkat pulang, terkenanglah Aku pada semua yang telah berlalu..

I'm leaving on a jet plane, I don't know when I'll be back again..

Minggu, 25 Januari 2009

Memetik, Menebang, Membelah, Membeli & K.O: Cinta & Perkawinan


Cinta dan Perkawinan

Pada suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, "Apakah cinta itu? Bagaimana aku mendapatkannya? "

Gurunya menjawab, "Di depan sana, ada sebuah ladang gandung yang sangat luas. Berjalanlah kedepan tanpa berbalik arah, ambilah hanya satu batang. Jika engkau temukan satu batang yang menurutmu terbaik dari semuanya maka engkau telah menemukan arti cinta"

Plato pun masuk ke ladang gandung dan taklama kemudian ia kembali dengan tangan kosong.

Gurunya bertanya, "Mengapa tidak satupun batang gandum engkau bawa? "

Plato menjawab, "Karena aku hanya boleh mengambil satu tanpa boleh berbalik lagi. Jadi, ketika telah kutemukan satu batang yang sangat baik, namun kupikir bisa jadi ada batang yang lebih baik lagi dii depan sana, sehingga batal kupetik. Terus ku melangkah, namun tiap batang yang kulihat tidaklah sebaik yang sebelumnya hingga akhir ladang tidak ada yang dapat kupetik".

Gurunya berkata, "dan begitulah cinta"

***

Di hari yang lainnya, Plato bertanya pada gurunya, "Apakah pernikahan itu? Bagaimana aku mendapatkannya? "

Gurunya menjawab, "Didepan sana ada hutan yang lebat, Berjalanlah kedepan tanpa berbalik arah dan tebanglah hanya satu pohon. Jika engkau temukan pohon yang tertinggi, maka engkau temukan arti pernikahan"

Plato berjalan masuk ke hutan, tidak berapa lama, ia kembali dengan sebatang pohon. Pohon itu tidaklah buruk dan juga tidaklah tinggi. Hanya biasa-biasa saja, tidaklah yang terbaik.

Gurunya bertanya , "Mengapa engkau tebang pohon yang biasa-biasa saja? "

Plato menjawab, "Karena di pengalamanku sebelumnya, Aku berjalan hingga akhir ladang, namun kembali dengan tangan hampa. Kali ini, ku temukan pohon ini dan kurasa ini adalah pohon bagus pertama yang kulihat, jadi kutebang ia dan ku bawa kembali. Tidak lagi aku ingin menyia-nyiakan kesempatan".

Gurunya kemudian menjawab, "Dan begitulah perkawinan"

Sumber: ditemukan di rerimbunan belantara net, semoga sang penulis diberkati.

Berbelanja Suami [dan Istri]

Di New York City,terdapat sebuah toko baru yang menjual suami baru dimana wanita dapat memilih sesuai yang diinginkannya dengan mengikuti instruksi di area masuk:

"Engkau hanya boleh memasuki toko ini hanya satu kali! Ada enam lantai yang masing-masing tertera nilai dari setiap produk dan meningkat nilainya di tiap lantai. Pembeli dapat memilih item apapun di lantai tertentu atau naik ke lantai berikutnya, tapi engkau tidak dapat kembali kebawah kecuali keluar gedung"

Seorang wanita pergilah ketoko untuk mencari suami. Pada lantai pertama, tertulis tanda:

Lantai-1, Para pria di sini memiliki pekerjaan

Minatnya tergoda, namun ia putuskan naik kelantai berikutnya, dan terdapat tanda tertulis:

Lantai-2, Para Pria disini memiliki pekerjaan dan mencintai anak-anak

"Ah, itu baik sekali", pikirnya, tapi ia ingin sesuatu yang lebih. Jadi ia lanjutkan naik. Di tangga ke tiga tertulis tanda:

Lantai-3, Para pria disini punya pekerjaan, mencintai anak-anak dan luarbiasa tampan.

"Wow", Ia berpikir, tapi ia paksakan dirinya untuk melanjutkan. Ia menuju ke lantai 4 dan tertulis tanda:

lantai-4, Para pria disini punya pekerjaan, mencintai anak-anak dan ganteng abis dan ringan tangan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

"Ah, beruntungnya aku!", ia berseru, "Sulit sekali rasanya untuk menahan diri! ". Namun tetap saja, ia lanjutkan menuju lantai ke 5 dan tertulis tanda:

lantai-5, Para pria disini punya pekerjaan, mencintai anak-anak, ganteng abis, ringan tangan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan sangat romantis.

Ia sangat tergodanya untuk berhenti di situ, namun akhirya ia tetap lanjutkan ke lantai 6, dimana tertulis tanda:

Lantai-6, Anda adalah pengunjung ke- 999.999.999. Tidak ada pria di lantai ini. Lantai ini dibangun hanya untuk membuktikan bahwa wanita mustahil untuk dipuaskan. Terima kasih untuk berbelanja di toko suami.

***

Seorang wanita yang cerdas dan emosi dengan tulisan ini, menambahkan, Mohon juga di baca:

Tepat di seberang jalan,telah dibuka pula toko "Istri baru".

Lantai-1, berisi para istri yang sangat menyukai Seks
Lantai-2, berisi para istri yang menyukai seks dan punya banyak uang
Lantai-3, 4, 5 dan 6 tidak pernah di kunjungi.

Sumber: Love-marriage

Ketika Cinta Membelah

Suami saya adalah seorang insinyur. Saya mencintai sifatnya yang alami, dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul ketika saya bersender di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa kenalan dan bercumbu, sampai sekarang, dua tahun dalam masa pernikahan, harus saya akui, saya mulai merasa lelah dengan semua itu.

Alasan saya mencintainya pada waktu dulu, telah berubah menjadi sesuatu yang melelahkan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak kecil yang menginginkan permen. Dan suami saya bertolak belakang dari saya, rasa sensitifnya kurang, dan ketidakmampuannya untuk menciptakan suasana yang romantis di dalam pernikahan kami telah mematahkan harapan saya tentang cinta.

***

Suatu hari, akhirnya saya memutuskan untuk mengatakan keputusan mahaberat saya kepadanya. Saya menginginkan perceraian!

"Mengapa?" Dia bertanya dengan terkejut. "Ada orang ketiga?!"

Saya menggeleng. "Saya lelah. Terlalu banyak alasan yang tak akan pernah kamu pahami," jawab saya.

Dia terdiam dan termenung sepanjang malam dengan rokok yang tidak ada putus-putusnya.

Kekecewaan saya semakin bertambah. Seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang saya bisa harapkan darinya?

Dan akhirnya dia bertanya seolah dapat membaca alam pikiran saya. "Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubah pikiranmu?"

Seorang bijak pernah berkata, mengubah kepribadian orang lain sangatlah sulit. Mungkin itu benar. Saya pikir, saya mulai kehilangan kepercayaan dan kesabaran diri bahwa saya bisa mengubah pribadinya menjadi seorang yang romantis seperti obsesi saya selama ini. Dan tidak ada cara lain untuk mengakhiri semuanya itu dengan perceraian!

Di dalam kekecewaan dan putus asa, saya menatap dalam-dalam matanya dan melontarkan tanya.

"Saya punya pertanyaan untukmu. Jika kamu dapat menemukan jawabannya yang ada di dalam hati saya, mungkin saya akan berubah pikiran. Seandainya, katakanlah saya menyukai setangkai bunga yang ada di tebing gunung, dan kita berdua tahu, jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"

Dia berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."

Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Dia seperti laki-laki yang tidak memiliki hati. Dia meninggalkan saya sendiri, tepekur dengan pertanyaan-pertanyaan saya yang serupa mistis.

***

Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya melihat selembar kertas dengan coret-coretan tangannya, di bawah sebuah gelas kristal kosong, yang bertuliskan:

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu. Tapi izinkan saya untuk menjelaskan alasannya."

Sebaris kalimat pertama tadi menghancurkan hati saya. Saya mencoba untuk kuat melanjutkan membacanya kembali....

"Suatu ketika, saat kamu mengetik di komputer dan tanpa sengaja telah mengacaukan program di PC, dan akhirnya menangis di depan monitor karena semua data kamu hilang, maka saat itu pula saya akan datang membantu kamu. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki program komputer itu, dan mendapatkan data kamu yang hilang tersebut."

Saya menyimak dengan hati belah.

"Suatu ketika, saat kamu keluar dan lupa membawa kunci rumah, saat itu saya harus pulang dari kantor untuk sekedar mendobrak pintu rumah dengan cara menendangnya, supaya kamu bisa masuk dan tidak membiarkanmu menunggu saya pulang kantor berjam-jam di luar rumah."

Kalimat ketiga tadi mulai menggugah saya dalam haru.

"Suatu ketika, saat kamu jalan-jalan ke luar kota dan nyasar di tempat baru yang kamu kunjungi itu, maka saat itu saya begitu panik dan nyaris gila mencarimu. Saat menemukanmu, saya seperti menemukan sebuah permata yang tidak dapat saya gambarkan nilainya. Saya memelukmu, dan rasa-rasanya tidak ingin melepaskan kamu saat itu."

Sepasang pelupuk mata saya memanas.

"Suatu ketika, saat kamu selalu pegal-pegal setiap 'kedatangan tamu' pada setiap bulannya, maka saat itu pula atas inisiatif saya sendiri, saya akan memijat kakimu yang pegal meskipun saya sudah mengantuk dan bahkan tertidur."

Bibir saya bergetar.

"Suatu ketika, saat kamu sedang diam dan sendirian di rumah karena kita belum dikaruniai seorang anak, maka saya akan meriuhkan suasana 'keterasinganmu' dengan menjaring dan merangkai cerita supaya kamu tidak kesepian. Saya akan membanyol supaya kamu ceria di dalam senyum atau tawa lucu, meskipun saat itu saya masih lelah dan penat sehabis pulang kerja dari kantor."

Tubuh saya mulai menggemetar.

"Suatu ketika, saat kamu asyik dan lama menatap monitor komputer, maka saat itu saya akan menegurmu untuk beristirahat, dan mengatakan kalau terlalu lama di depan layar monitor tidak baik untuk kesehatan matamu. Dan sejak saat itu pula, saya berikrar untuk harus menjaga kesehatan mata saya sehingga kelak kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu. Saya akan memegang tanganmu, menelusuri pantai, menikmati sinar matahari dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga kepadamu yang bersinar seperti wajah cantikmu...."

Kerongkongan saya memerih.

"Sayang, saya yakin ada banyak orang yang mencintaimu lebih dari cara saya mencintaimu. Tapi saya tidak akan mengambil bunga di tebing gunung itu, seperti yang kamu inginkan, kalau toh pada akhirnya bunga itu akan mati layu...."

Airmata saya sudah menggumpal dan sedikit meruap di pinggir pelupuk mata.

"Saya hanya ingin memberimu cinta, cinta yang tak akan pernah layu meski mungkin cinta itu tidak dapat kamu lihat sebagai sebuah keindahan. Keindahan seperti bunga. Keindahan seperti harum melati dan mawar. Tapi demikianlah saya yang apa adanya. Yang hanya memiliki niat sederhana untuk membahagiakan kamu dengan cara saya, cara yang mungkin bagi kamu tidak romantis. Ya, tidak romantis dan begitu menjenuhkan. Tapi saya yakin cinta saya ini akan abadi, dan tidak akan layu seperti keindahan bunga yang sekejap layu lalu mati."

Airmata saya sudah menetes dan jatuh ke atas kertas tulisannya. Saya berusaha untuk menahan tangis, namun tidak bisa. Buncah sesal seperti menohok hati saya telak-telak. Saya memang tak pandai mengartikan cinta yang sejati. Cinta tulus yang telah diberikan suami saya dengan caranya sendiri.

"Sayang, sekarang setelah selesai membaca jawaban saya, kamu berhak memilih dan menentukan jalan hidup kamu. Tak ada paksaan. Namun jika kamu dapat menerima cinta cara saya yang apa adanya, seperti yang telah saya persembahkan kepada kamu selama ini, tolong bukalah pintu rumah kita. Sekarang, saya sedang berdiri di sana dengan susu segar dan roti kesukaanmu...."

Saya segera membuka pintu, dan melihat wajahnya yang dulu sangat saya cintai. Matanya tampak merah dan berkaca-kaca, berdiri dengan sikap tegar sembari memegang nampan berisi segelas susu segar dan beberapa roti iris dalam piring.

Saya tidak kuat lagi, memeluknya dan merebahkan kepala saya di bahunya yang bidang sambil menangis.

From: Yeni Kurniawi, Ketika Cinta Membelah

Komunikasi yang terjaga

Setelah melalui pertengkaran hebat, sepasang suami istri sepakat untuk tidak bicara satu sama lain. Menyapa pun tidak. Meskipun mereka masih tidur satu ranjang, mereka tidur saling membelakangi.

Suatu hari si suami berencana ke luar kota untuk menghadiri meeting tahunan di kantor pusat. Ia harus bangun pagi untuk mengejar penerbangan pertama. Namun si suami ini punya kebiasaan bangun kesiangan. Walau sudah memasang weker, ia tetap saja molor. Biasanya si istri yang membangunkannya.

Si suami pun bingung harus bagaimana supaya ia bisa bangun pagi. mau ngobrol dengan istrinya, ia ingat akan perjanjian untuk tidak saling bicara. Mau bicara duluan juga gengsi. Akhirnya ia mengambil secarik kertas dan menulis :

"Mama, besok pagi bangunkan saya jam 5 tepat. Saya harus mengejar penerbangan pertama besok pagi karena ada pertemuan tahunan di kantor pusat. Terimakasih"

kemudian kertas itu ditempelkan di pintu kulkas. lalu tidurlah si suami.

Keesokan harinya si suami bangun dan melihat jam. Ternyata sudah jam 9 pagi. Tentu saja ia ketinggalan penerbangan. Dengan perasaan kesal yang mendalam terhadap istrinya, ia berjalan keluar kamar. Ia cari istrinya, mau dimarahi. Tapi rumah tampak sepi. Ia berjalan menuju dapur untuk melihat pesan yang sudah ditempelkan di pintu kulkas. Dan ternyata si suami mendapati secarik kertas dari istrinya yg berisi:

"Papa bangun! ini sudah jam 5 kurang lima menit! Cepat bangun atau kau akan ketinggalan pesawat!"

Sumber:
ditemukan di rerimbunan belantara net, semoga sang penulis diberkati.

K.O Di Hotel

Dengan Rp 165.000,- orang kini bisa naik pesawat murah meriah Jakarta – Surabaya. Gara-gara itulah barangkali, Dalijo, 66, jadi kelewat pede. Punya uang Rp 162.500,- saja berani "naik orang" di sebuah hotel Ponorogo. Tapi akibatnya fatal, baru selesai ronde pertama, langsung KO akibat serangan jantung.

Istri memang kebutuhan vital setiap lelaki normal. Dengan istri ada teman bertukar pikiran, berbagi suka dan duka. Karena istri, kerja suami menjadi lebih bersemangat. Dan karena istri pula, seorang lelaki tak perlu kadhemen (kedinginan) di malam hari. Dia merupakan "bed kafer" multiguna, yang menjanjikan kehangatan, keasyikan tersendiri bagi lelaki. "Aja ngenyek karo wong wedok, ditinggal lunga setengah mati," begitu kata Waldjinah si ratu kembang kacang dari Solo.

Nah, dalam urusan perempuan Mbah Dalijo kini boleh dikata paling malang. Sejak 6 tahun lalu istrinya meninggal. Praktis sejak itu dia tak ada yang menangani dalam segala hal. Ada memang sih, sejumlah anak-anaknya. Tapi mereka kan hanya bisa meladeni makan minum, mencucikan pakaian, dan mempersiapkan kebutuhan untuk mandi. Tapi untuk hal yang paling prinsipil dan nyempil, siapa yang nanggung?

Duda dalam usia 60 tahun kala itu, memang sangat menyiksa diri. Soalnya, sebagai lelaki normal Mbah Dalijo masih membutuhkan "sporing balancing" ibaratnya sebuah kendaraaan. Tapi semenjak istri mendahului pergi, kini dia jadi ngaplo (tanpa kegiatan). Padahal pendulumnya masih selalu kontak blip, blip di sepanjang hari. Mbah Dalijo pernah melempar usul pada anak-anak untuk kawin lagi, tapi anak-anak melarang. "Wis tuwa arep ngapa ta mbah (sudah tua mau apa lagi mbah)?" kata anak-anak.

Ah, anak-anak ternyata tak bisa memahami kebutuhan hakiki seorang lelaki. Padahal penyakit rindu wanita sudah makin menggebu. Dari pada si rindu mengkristal jadi kemenyan, lelaki yang tinggal di Jl. KBP Duryat, Mangkjayan, Ponorogo ini beberapa hari lalu dia nekad mencari wanita pelabuhan asmara. Padahal asal tahu saja, uang di kantong tinggal Rp 162.500,- Pikirnya: cukuplah, naik pesawat Jakarta - Surabaya saja hanya Rp 165.000,- apa lagi naik orang!

Kurang jelas, dari mana Mbah Dalijo dapat lawan. Yang jelas, perempuan pelacur bernama Sawitri, 26, itu sudah berhasil dibawa masuk ke hotel Larasati di Jalan Basuki Rahmad. Taripnya berapa juga tak diketahui pasti. Yang pasti dua makhluk berlainan jenis itu langsung "bertarung" antara hidup dan mati. Celakanya, baru saja menyelesaikan ronde pertama, Mbah Dalijo langsung terjengkang di pojok ranjang dengan kondisi masih telanjang. Sawitri pun jadi panik. Digoyang-goyang tubuhnya, Mbah Dalijo tetap saja tak bergerak. Padahal tadi, gerakannya aktif sekali.

Untuk selanjutnya Sawitri lapor ke Satpam hotel, dan kemudian diteruskan ke polisi Polres Ponorogo. Ternyata kakek malang ini memang sudah wasalam, pulang ke rahmatullah dengan cara memalukan. Di kantongnya masih utuh uang Rp 162.500,- di samping sebungkus rokok dan gigi palsu. Diduga keras Mbah Dalijo serangan jantung, akibat tak bisa mengontrol emosinya setelah sekian lama tak pernah berhubungan intim. Kasihan. Pilot saja setelah lama grounded, harus latihan lagi! [JP/Gunarso TS]

Sumber: Artikel Mbah Dalijo, merupakan kisah nyata, diambil dari Pos Kota, Selasa 19 Februari 2008, Jam: 10:19:00

Note:
Akan terus ditambah dengan topik serupa jika saya temukan lagi yang menarik

Minggu, 20 April 2008

Kitapun Tengah Berada Dalam Perangkap Monyet!!!


Suatu ketika anak sulungku yang kelas 6 SD ini tiba saatnya untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SMP. Sekolah yang Ia tuju ini mensyaratkan nilai minimum 7.5 dari beberapa mata pelajaran dan itupun diambil mulai dari kelas 3 SD!

Saat hendak mendaftarkan ternyata ada satu mata pelajarannya mempunyai nilai 6.5! Jadi walaupun nilai2 lainnya jauh melampaui Ia tetap saja tidak dapat lolos dari saringan administrasi padahal syarat mempunyai 'hak' untuk mengikuti tes penerimaan harus lolos saringan administrasi!

Kecewa? Ya..iyalahh...dan lucunya anakku itu dapat segera menerima kenyataan pahit itu dan memilih mendaftar di sekolah lain, tapi tidak dengan Istriku!

Istriku tidak bisa melupakan itu! Ia terus berupaya bagaimana caranya agar dapat meloloskan anaknya agar bisa ikut tes!

Sialnya justru dari seluruh kemungkinan cara, 'menyuap' petugas justru tidak bisa dilakukan! Petugas2 itu melakukan saringan administrasi dengan sangat fair, by the rule dan transparannya!

Padahal biasanya fair dan Transparan merupakan barang sangat langka di republik ini!

Ya, Istriku menjadi semakin menderita dengan keinginginannya! Ia lupa bahwa yang masuk SMP itu bukan dia melainkan anaknya!

Singkat cerita, dalam suatu perbincangan dengan ibu-ibu lainnya yang juga tengah 'berkeringat dingin' karena menyiapkan anaknya menuju SMP ada satu statement yang sederhana:
    'Tujuan aku menyekolahkan anak hanya agar ia bisa membaca, menulis dan berhitung, sehingga kelak saat ia besar nanti, Ia dapat membedakan mana yang baik dan tidak serta tidak mudah diperdaya oleh orang lain'
Ah!, Statement itu begitu simple dan dasyatnya!
Statement itulah yang akhirnya menyelamatkan istriku dari sebuah 'perangkap monyet'

Perangkap Monyet? Apa itu?
adalah Sebuah perangkap yang digunakan oleh para pemburu untuk menangkap monyet hidup-hidup yang dilakukan oleh para pemburu di hutan-hutan (Afrika, Malaysia, Asia tenggara, India selatan dan Amerika selatan)

Teknik ini digunakan dengan memanfaatkan kelemahan monyet-monyet itu pada nafsu dan keinginan monyet2 itu sendiri!

Para pemburu ini, menggunakan sebuah tempat yang relative berat yang diisi dengan makanan yang disukai oleh monyet tersebut (kacang yang telah diberi pemanis dan aroma). Perangkap itu mempunyai bentuk leher yang memanjang dan sempit namun cukup untuk memasukan tangan kedalamnya.

Perangkap-perangkap itu ada yang diikatkan pada pohon dan ada juga yang ditanam dalam tanah dengan menyisakan mulut tempat dibiarkan terbuka.Kegiatan-kegiatan para pemburu dan aroma makanan kesukaan mereka inilah yang menarik perhatian para monyet yang tengah bergelantungan di pohon2 sekitarnya. Mereka mengamatinya dan menjadi tertarik untuk mendekat, lalu mulai mencium makanan kesukaan mereka, memasukkan tangan mereka kedalam perangkap itu dan menggenggam kacang-kacang yang ada di dalamnya.

Saat menggenggam kacang-kacang itu, monyet-monyet itu jadi tidak bisa menarik keluar tangannya bahkan ketika para pemburu itu tiba lagi yang membuat mereka menjadi gelisah dan panik namun toh juga tidak mengubah ‘kekerasan kepala‘ mereka untuk melepaskan ‘hadiah’ dalam genggamannya! sedangkan perangkap itu terlalu berat untuk digotong kabur!

Monyet-monyet itu tidak mungkin pergi ke mana-mana lagi! dan para pemburu itu tinggal menangkap mereka hidup-hidup tanpa perlu berkeringat!

Dalam hidup ini, banyak dari kita, yang pandai menjadi pemburu dan memasang perangkap monyet untuk lainnya sehingga mendapatkan manfaat dari keadaan itu. namun terlebih banyaknya dari kita justru berada dalam keadaan seperti monyet diatas, terperangkap tidak berdaya atas keinginan dan nafsu kita sendiri.

Yang perlu dijaga cuma satu, jangan sampai dari pemburu malah menjadi monyet yang terperangkap di dalamnya,

Kalau direnungkan, bukankah masing-masing dari kita saat ini tengah berada pada 'perangkap monyet' kita masing-masing? entah itu dalam interaksi sosial, individu, keluarga, karir atau dalam pekerjaan kita sehari-hari.

Seperti yang disampaikan di Dhammapada syair 165, 162, 160 dan 248:
    Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan.
    Oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci.
    Suci atau tidak suci itu tergantung pada diri sendiri.
    Tak seorang pun dapat membuat orang lain suci..

    Orang yang berkelakuan buruk adalah seperti tanaman menjalar maluva yang melilit pohon sala. Ia akan terjerumus sendiri, seperti apa yang diharapkan musuh terhadap dirinya.

    Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri,
    karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya?
    Setelah dapat mengenali dirinya sendiri dengan baik,
    ia akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari.

    Wahai orang baik, ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak mudah mengendalikan hal-hal yang jahat. Tetapi jangan biarkan keserakahan dan kejahatan menyeretmu ke dalam penderitaan yang tak berkesudahan
Nafsu dan keinginan-lah yang merupakan rumah perangkap dari kesengsaraan dan tipuan kebahagian yang menjebak kita pada siklus yang sama atau serupa yang juga tiada habis-habisnya. Sehingga patut pula kita simak apa yang dikatakan oleh Sang Buddha dalam Itivuttaka 3.1; Khunddaka Nikaya:
    ...
    "Wahai para bhikkhu, ada tiga akar kejahatan."
    "Apakah tiga akar itu?"
    "Akar kejahatan keserakahan (lobha (klik!)
      kemelekatan yang sangat terhadap sesuatu (atau serakah) sehingga membuat pikiran keinginan yang tidak puas dengan apa yang telah dimiliki.
      Sebagai contoh: karena kemelekatan yang sangat terhadap kehidupan mewah, seseorang menginginkan kehidupan yang lebih mewah lagi, maka timbullah keserakahan dan agar keinginannya untuk hidup lebih mewah lagi tercapai, ia melakukan berbagai cara termasuk melakukan tindakan kejahatan.
    ),akar kejahatan kebencian (dosa (klik!)
      Pikiran/keinginan untuk menyakiti, merusak, menghilangkan, mengingkirkan, memusnahkan sesuatu karena adanya rasa tidak suka yang sangat atau benci terhadap sesuatu tersebut. Ibaratkan sebuah titik api yang menyala, bila tidak segera dipadamkan maka akan menjadi kobaran api yang lebih besar, sehingga dapat membuat seseorang menjadi pembunuh.

      Sebagai contoh: karena tidak menyukai seekor lalat, terjadi penolakan yang sangat dan timbul kebencian terhadap lalat tersebut, seseorang menginginkan lalat tersebut tersebut musnah, hilang, menyingkir dari hadapannya, menyakiti, merusak, maka ia melakukan berbagai cara untuk memusnahkan, menghilangkan, menyingkirkannya termasuk dengan melakukan tindakan kejahatan berupa pembunuhan.
    ), dan akar kejahatan kebodohan batin (moha (klik!)
      kebodohan batin/kekeliruan tahu, yaitu tidak dapat membedakan mana yang buruk dan mana yang baik.
      Sebagai contoh: karena menganggap satu ajaran lain adalah sesat sehingga melakukan pembunuhan dan menprovokasi untuk melakukan pembunuhan, contoh lainnya adalah melakuan pencurian terhadap seorang hartawan untuk dibagian kepada kaum miskin. Ia menganggap mencuri hanya dari orang kaya adalah hal yang baik dan sah-sah saja sehingga ia melakukan pencurian tanpa merasa bersalah.
    ). Itulah ketiganya."
    Keserakahan, kebencian dan kebodohan batin, yang muncul dari dalam dirinya, akan merugikan orang yang berpikiran jahat, seperti buah bambu menghancurkan tumbuhnya pohon itu sendiri.
Berikut ini adalah syair Sidharta Gautama ketika mencapai Penerangan Sempurna di bawah Pohon Bodhi (Dhammapada Syair 153 & 154):
    Dengan melalui banyak kelahiran
    Aku telah mengembara dalam samsara (siklus kehidupan).
    Terus mencari, namun tidak kutemukan pembuat rumah ini.
    Sungguh menyakitkan kelahiran yang berulang-ulang ini.
    O, pembuat rumah,
    engkau telah Kulihat,engkau tak dapat membangun rumah lagi.
    Seluruh atapmu telah runtuh dan tiang belandarmu telah patah.
    Sekarang batin-Ku telah mencapai ‘Keadaan Tak Berkondisi (Nibbana)’.
    Pencapaian ini merupakan akhir daripada nafsu keinginan.
_________________

Note (klik!)
    Monkey Trap, License with John LeCarre, by Michael Poulin, more or less, 11/2001:
    A southeast Asian monkey trap is constructed from a hollow gourd with a single opening just large enough for the monkey's hand to grasp the tempting bait of fruit. Finding the bait, the monkey also finds that it cannot remove both its hand and the fruit. The trap works because the monkey refuses to let go of the fruit even as disaster approcahes.
    _________________

    Monkey's Trap, by: Eric Butterworth, The Universe is Calling:
    An interesting system has been used for capturing monkeys in the jungles of Africa. The goal is to take the monkeys alive and unharmed for shipment to zoos of America. In an extremely humane way, the captors use heavy bottles, with long narrow necks, into which they deposit a handful of sweet-smelling nuts. The bottles are dropped on the jungle floor, and the captors return the next morning to find a monkey trapped next to each bottle.
    _________________

    The South Indian Monkey Trap:
    Robert Pirsig tells an enlightening story about how people in South India used to catch monkeys. I don’t know if it’s true, but it teaches a useful lesson, so I’ll para-phrase it.

    The people of South India, having been pestered by monkeys over the years, developed an ingenious way of trapping them. They would dig a long, narrow hole in the ground and then use an equally long, slender object to widen the bottom of the hole. Then they would pour rice down into the wider portion at the bottom of the hole.
    _________________

    The Malaysian spider monkey lives in the trees of the tropical jungles and in order to catch these wily critters, hunters walk through the jungle and drop heavy containers on the ground. These containers have very a narrow top and a wide bottom. Inside the containers the hunters drop a special kind of nut whose sweetness is particularly attractive to the monkeys.

    Later, the sweet scent of the nut lures the monkeys down from the treetops. They reach in, grab the sweet and thus the trap is sprung — becuase you see, the tops of the containers are so narrow they have a tight squeeze to get their hands inside. Once they grab the sweet at the bottom, they are unable to withdraw it because their clenched fist won’t pass through the narrow opening and . . . (remarkably like humans) they stubbornly refuse to let go of their “prize.” You can get a idea of the trap from the above picture.
    _________________

    Globalization: The Path to Liberty, the Path to Captivity:
    Benjamin Barber offers a most fitting analogy to this struggle:
    Modern aficionados of consumer society seem to resemble those self-deluded monkeys caught in a novel African monkey trap designed to exploit their weaknesses of will when egged on by their desires. The trap consists of a sturdy board well-anchored to the ground, that is drilled with a hole just large enough to permit a relaxed primate hand to reach through it on the way to grabbing a large nut resting in a box on the other side.
    _________________

    The Dreaded Monkey Trap! Are You a Victim? March 3, 2008, Written by annliu:
    Thomas entire article, hope you find it helpful and learn something from it:
    Many of you have heard me talk about the Monkey Trap. It is a great analogy of the human condition. I had read somewhere sometime ago in National Geographic how they caught Spider Monkeys in the Jungles of South America.

    Trappers exploit the greedy nature of the monkey. They hollow out a gourd and make two holes in it. One of the holes is attached to a rope and tied to a tree. The other hole is just big enough for the monkey’s hand to squeeze into it. Then they put the monkeys’ favorite food in the gourd and leave many of these “Monkey Traps”, scattered below the monkey’s favorite trees.


Minggu, 13 April 2008

Berbicara Dengan Rasa!!


Minggu ini, ketika membaca beberapa artikel, aku temukan satu artikel menarik dari forum kompas, yaitu cerita mengenai bagaimana cara unik penduduk Solomon menebang pohon dengan menggunakan umpatan dan teriakan! Berikut kutipan artikelnya:

Cerita ini tentang salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan.

Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa ? Kebisaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak.

Inilah yang mereka lakukan, jadi tujuannya supaya pohon itu mati .Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga ke atas pohon itu.

Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari.

Dan, apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya akan mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga akan mulai rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan mudah ditumbangkan.[Sumber: Thread Forum Kompas = 925]

“..menceritakan suatu kisah penduduk asli pulau Solomon yang percaya bahwa meneriaki sebuah pohon selama 30 hari akan menyebabkan kematian pada pohon dan kemudian tumbang...menautkan kisah ini dengan prilaku membentak-bentak keluarga dan teman hanya akan mematikan semangat/energy/daya hidup yang ada di dalam orang tersebut.[Sumber: All I Really need to Know I learned in Kindergarten, Robert Fulghum]

Berbicara mengenai “mengutuk pohon”, aku jadi teringat pada satu kisah perbuatan Yesus yang ada di Alkitab, yaitu matius 21:18-21:

Pada pagi-pagi hari dalam perjalanan-Nya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. [sebab memang bukan musim buah ara, Markus 11:13]. Kata-Nya kepada pohon itu: "Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!" ["Jangan lagi seorangpun makan buahmu selama-lamanya!", markus 11:14]. Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu. [Pagi-pagi ketika Yesus dan murid-murid-Nya lewat, mereka melihat pohon ara tadi sudah kering sampai ke akar-akarnya, Markus 11:20]

note:
Biaanya perlu waktu sekitar 1 Bulan, agar buah ara dapat matang. Ada alasan mengapa buah ara tidak matang-matang dan ada juga alasan mengapa pohon ara tidak mau berbuah, yang tentu saja berarti bahwa pohon ara TIDAK-lah mandul karena mereka berkembang biak secara monoecious (hermaphrodit) atau gynodioecious (hermaphrodit dan jenis wanita).

The Smyrna type of fig is a dioecious species, and the male trees are called caprifigs. There are three crops of caprifigs each year, often called by their Neapolitan names: the profkhi (spring crop), nammoni (summer crop), and mamme (winter crop). While the caprifigs are not themselves edible, it is important to have caprifig varieties that produce a continuous succession of large fruit, as the Blastophaga insect (which performs an indispensable function in fertilizing the female fruit of the edible Smyrna varieties) breeds only in the caprifigs. Abreak in the succession of caprifigs may cause the destruction of the Blastophaga and thus the total failure of the Smyrna fig crop.—Editor

Apakah ini kisah di alkitab ini hanya perumpamaan?

Sama sekali tidak. Matius 21:21 mencatat bahwa ini bukan perumpamaan yang diketahui dari jawaban Yesus sendiri: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu”

Apa yang dapat kita petik dari kisah suku Solomo dan Alkitab di atas?
  • Terdapat satu kesamaan “tindakan dan hasil”, yaitu, pohonnya menjadi mati, karena perlakukan kasar melalui ucapan!
  • Bedanya, suku solomo mendapatkan apa yang dituju sedangkan derita lapar Yesus, tetap tidak terselesaikan.
Apakah benar bahwa tumbuhan bereaksi terhadap suara?

Tahun 1973, Dorothy Retallack, melakukan eksperiment nada pada tiga kelompok tanaman-tanaman di dalam 3 buah kamar biotronik, Di kamar pertama, tanaman-tanaman itu di berikan nada konstan terus menerus selama 8 jam. Pada kamar kedua, nada diberikan selama 3 jam dan sebentar-sebentar. Pada kamar ke 3, tanpa bunyi sama sekali. Hasilnya adalah, pada kamar pertama, tanaman-tanaman itu mati dalam 14 hari. Pada kamar kedua, tanaman-tanaman itu tumbuh subur dan sehat sekali melebihi dari kamar yang ketiga.

Hasil yang diperolehnya adalah sama dengan percobaan yang dilakukan oleh Muzak Corporation di awal tahun 1940-an, yang menguji music latar belakang pada pekerja pabrik. Pekerja menjadi lebih capai dan sedikit produktif, ketika diputarkan music selama selama 8 jam terus menerus, namun ketika music diputarkan hanya beberapa jam dan beberapa kali sehari, mereka lebih sigap, produktif dan lebih perhatian daripada tanpa music sama sekali

Dorothy juga melakukan beberapa eksperimen lainnya masing-masing dengan tanaman segar yang baru.

Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua kamar yang berisi radio yang memutarkan musik berbeda dari dua station, yaitu station musik rock dan station musik lembut. Hasilnya selama 16 hari kemudian adalah ruangan dengan music rock, tanamannya berada pada tahap akhir menuju kematian dan berada pada posisi menjauhi radio, sedangkan ruangan dengan music lembut tanamannya tumbuh subur, tumbuh rata dan membengkok mendekati radio.

Pada eskperimen lainnya ia gunakan 3 kamar dan 3 jenis music berbeda, yaitu musik tradisional India Utara, sitar dan table [semacam perkusi, sepasang drum kecil]. Di kamar kedua music dengan bach organ. Di kamar ke 3, tidak ada musik. Hasilnya adalah tanaman-tanaman itu lebih menyukai musik India, tumbuh lebih condong kearah speaker daripada kamar yang ada bach organnya.[Sumber: The Plant Experiments, juga lihat di: Gandharva Veda: Research Findings ]

Ahli botani jaman dulu cenderung menyatakan bahwa tanaman hanya merupakan organisma sederhana yang tidak memiliki kecerdasan namun saat ini semakin banyak ahli botani yang merubah pandangannya, yaitu tanaman juga memiliki kecerdasan, namun kecerdasan itu tidak termasuk pada bagian besanya yaitu kesadaran diri.[Sumber: New research opens a window on the minds of plants]

Trewavas (2002) menyatakan, sesuai dengan definisi kecerdasan dari Webster; tanaman adalah cerdas karena mereka dapat menyesuaikan perubahan prilaku. Trewavas (1999) menyatakan bahwa tanaman dapat belajar, seperti kecerdasan yang dimaksud pada definisi kamus. [Sumber: Plants Are Indeed Intelligent]

The Secret Life of Plants oleh Peter Tompkins dan Christopher Bird, (Tomkins, Peter. Dan Burung. Christopher: The Secret Life of Plants. New York. Harper & Row. 1973.) Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa tanaman memberikan respon yang kurang baik pada kemarahan, kebencian dan kutukan namun tidak ada respon apapun jika emosi tersebut hanya dibuat-buat. Terdapat energi gelombang elektromagnetik memancar dari perasaan manusia dan emosi merambah pada jarak tertentu mempengaruhi struktur oraganisme mahluk hidup lain. [Sumber: The Electromagnetic Nature Of Life: Magnatherm, Plant Perception (paranormal), Psychic Aspects of Plants dan Plants Have Souls—and Gifts for Humans ]

Oke, Kembali pada cerita mengenai penduduk Solomon, terdapat beberapa hal yang hendak disampaikan oleh penulis artikel thread Forum kompas tersebut:

Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini sungguhlah aneh. Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup tertentu seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan daya hidupnya. Akibatnya, dalam waktu panjang, makhluk hidup itu akan mati.

Nah, sekarang, apakah yang bisa kita pelajari dari kebiasaan penduduk primitif di kepulauan Solomon ini ? O, sangat berharga sekali! Yang jelas, ingatlah baik-baik bahwa setiap kali Anda berteriak kepada mahkluk hidup tertentu maka berarti Anda sedang mematikan daya hidupnya/ritme energynya.

Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda?
Ayo cepat !
Dasar lelet!
Bego banget sih!
Hitungan mudah begitu aja nggak bisa dikerjakan?
Ayo, jangan main-main disini!
Berisik !

Atau, mungkin Anda pun berteriak balik kepada pasangan hidup Anda karena Anda merasa sakit hati?
Cuih! Saya nyesal kawin dengan orang seperti kamu tahu nggak!
Iii! Bodoh banget jadi laki nggak bisa apa-apa!
Aduh. Perempuan kampungan banget sih?!

Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya?
E, tolol. Soal mudah begitu aja nggak bisa. Kapan kamu mulai akan jadi pinter?

Atau seorang atasan berteriak pada bawahannya saat merasa kesal?
E tahu nggak ? Karyawan kayak kamu tuh kalo pergi aku kagak bakal nyesel. Ada banyak yang bisa gantiin kamu!
Sial! Kerja gini nggak becus? Ngapain gue gaji elu?

Ingatlah! Setiap kali Anda berteriak pada seseorang karena merasa jengkel, marah, terhina, terluka ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk kepulauan Solomon ini. Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai mematikan daya hidup/melumpuhkan semangat orang yang kita cintai.

Kita juga mematikan ritme energy yang mempertautkan hubungan kita. Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena emosi-emosi kita perlahan-lahan, pada akhirnya akan membunuh ritme energy yang telah melekatkan hubungan kita. Jadi, ketika masih ada kesempatan untuk berbicara baik-baik, cobalah untukmendiskusikan mengenai apa yang Anda harapkan.

Coba kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Teriakan, hanya kita berikan tatkala kita bicara dengan orang yang jauh jaraknya, bukan ?

Nah, tahukah Anda mengapa orang yang marah dan emosional, mengunakan teriakan-teriakan padahal jarak mereka hanya beberapa belas centimeter.

Mudah menjelaskannya. Pada realitanya, meskipun secara fisik mereka dekat tapi sebenarnya hati mereka begitu jauh. Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak! Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha melukai serta mematikan energy/semangat orang yang dimarahi hanya karena perasaan-perasaan dendam, benci atau kemarahan yang dimiliki.

Kita berteriak karena kita ingin melukai, kita ingin membalas. Jadi mulai sekarang ingatlah selalu. Jika kita tetap ingin energy/semangat pada orang yang kita sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati, janganlah menggunakan teriakan-teriakan.

Tapi, sebaliknya apabila Anda ingin segera menguras dan menghabiskan gelombang energy orang lain ataupun ritme energy hubungan Anda, selalulah berteriak.

Hanya ada 2 kemungkinan balasan yang Anda akan terima. Anda akan semakin dijauhi. Ataupun Anda akan mendapatkan teriakan balik, sebagai balasannya.

Saatnya sekarang, kita coba ciptakan kehidupan yang damai, tanpa harus berteriak-teriak untuk mencapai tujuan kita.

[Note: kata 'roh' saya ganti dengan 'daya hidup/ritme energi' karena umpatan, teriakan, kutukan bentakan dan cacian secara psikologi membuat orang tertekan dan menghambat pengeluaran enzim/hormon yang berguna bagi kelangsungan hidup suatu mahluk]

Berbicara tentang berkomunikasi dengan hati, terdapat satu fakta yang juga menarik. Coba ingat-ingat saat ketika baru berpacaran! Terkadang tidak banyak kata terucap namun dapat saling memahami!

Atau bahkan ketika berada pada satu situasi, di mana secara fisik anda dan pasangan berada pada jarak yang berjauhan sehingga anda hanya dapat berbisik atau bahkan hanya menggerakan mulut tanpa mengeluarkan suara namun ternyata Ia menangkap apa yang hendak anda sampaikan!

Saat itu, anda berada jauh namun hati dan perasaan justru sangat dekatnya, sementara pada contoh sebelumnya, Anda berada dekat namun hati dan perasaan justru sangat jauhnya!

Jadi, ketika anda butuh untuk didengar, yang diperlukan bukanlah kedekatan jarak fisik namun justru kedekatan hati atau rasa!

Mmmhhh, sebagai penutup, ada satu artikel yang juga memakai teknik “Umpatan dan teriakan” kepada pepohonan, namun kali ini ada bedanya, yang rugi malah si pengumpat sendiri:

Pria Telanjang ditangkap karena meneriaki pepohonan

Seorang warga Jerman ditangkap setelah konselor perkawinan menyarankannya untuk lari telanjang berkeliling sambil berteriak pada pepohonan

Dieter Braun, 43, berasal dari Recklinghausen menyatakan teknik melepas stress tersebut sangat manjur buatnya sampai ia ditangkap

Kepada polisi ia katakan bahwa metode pelepasan marahnya kepada pepohonan telah membuatnya berhenti membentak istrinya

"Jika aku tidak pergi ke hutan dan berteriak ke pepohonan maka perkawinanku kemungkinan besar akan berakhir. " ujarnya.

Ia tambahkan bahwa membuka semua bajunya pada saat bersamaan membuatnya merasa lebih relaks lagi.

"Buatku, itu bentuk theraphy relaksasi. Rasa dingin yang menerpa tubuh telanjang-ku benar-benar membuatku reda"

Tapi polisi lokal menyatakan bahwa para pengunjung hutan tidak melihat kelakuannya sebagai relaksasi dan kini dakwaan untuknya adalah mengganggu ketertiban umum.

Kembali pada kisah di Alkitab di atas, sebagai seorang Tuhan, tentunya tiada yang tak mungkin bagiNya. Andai saja saat itu, Yesus mampu untuk mengendalikan rasa kecewa dan marahnya, memilih untuk mendekatkan hati daripada mengutuk, maka mungkin saja pohon Ara itu dapat terbujuk untuk segera berbuah! sehingga penderitaan lapar yang dialami Yesuspun dapat segera terobati.

Seperti yang disampaikan Buddha, ketika menjawab pertanyaan Dewa (Dhamma Bagi Pemula, oleh Y.M. Phra Rajavaracariya]:

“Pedang apakah yang paling tajam? Racun apakah yang sangat menjijikan? Api apakah yang berkobar? Kegelapan apakah yang sangat kelam?”.

Jawaban Buddha: “Ucapan yang sangat kasar adalah pedang yang sangat tajam. Keserakahan dan nafsu keinginan adalah racun yang sangat menjijikan. Kebencian adalah Api yang berkobar-kobar. Kebodohan adalah Kegelapan yang sangat kelam”.

Dhamapada Syair 232 dan 234:

Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan ucapan, hendaklah ia mengendalikan ucapannya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui ucapan, hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui ucapan.

Para bijaksana terkendali perbuatan, ucapan, dan pikirannya. Sesungguhnya mereka itu benar-benar telah dapat menguasai diri.


Senin, 11 Februari 2008

The Pelican Brief: Kerjakan Sendiri!

Burung-burung pelikan adalah pemancing alami yang hebat, mereka terbang berkelompok diatas gelombang laut, dan ketika mereka melihat ikan, mereka menyelam ke dalam air dan menyekop tangkapan mereka dengan paruhnya yang lebar.

Monterey, California terdapat banyak pabrik pengalengan ikan. Kota ini merupakan surga bagi burung-burung pelikan. mereka menyukai kota ini karena saat para nelayan membersihkan tangkapan mereka & memisahkan yang kurang bagus maka burung-burung pelikan segera berdatangan berebut makanan mereka. burung-burung pelikan disini mendapatkan hidup enak tanpa harus bekerja keras untuk mendapatkan makanannya.

Seiring waktu berlalu, ikan-ikan di pantai California mulai berkurang, satu demi satu pabrik pengalengan ikan ditutup dan
burung-burung pelikan itu mulai mendapatkan masalah karena makanan andalan mereka berangsur-angsur lenyap. Selama bertahun-tahun ini, mereka tidak lagi pernah berburu, mereka menjadi gemuk dan malas. Mereka terancam menderita kelaparan.

Para ahli lingkungan hidup di wilayah tersebut akhirnya menemukan cara untuk menolong burung-burung pelikan itu dengan mendatangkan burung-burung pelikan dari wilayah lain dan mencampurnya dengan kelompok burung-burung pelikan lokal. Para Pelikan pendatang baru ini, menangkap ikan dengan memancing dan berburu. Lama kelamaan kelompok burung-burung pelikan lokal yang kelaparan inipun mengikuti kebiasaan mencari makan ala para pelikan pendatang itu.

Begitu pula dengan hidup kita! Jika kita menemukan diri kita berada dalam keadaan miskin & lapar maka salah satu cara terbaik yang dapat kita lakukan adalah
tempatkan diri kita di sekitar orang-orang sukses. Ambillah waktu bersama mereka, perhatikan bagaimana mereka bekerja, pelajari bagaimana cara mereka berpikir & bertindak. Perlahan tapi pasti anda akan menjadi seperti halnya orang-orang di sekitar anda.


Buddha's Quotations

Orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi; dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang.(Dhammapada, Bab 11, usia tua [jara vagga], syair 152)

Seseorang yang sering bergaul dengan orang bodoh pasti akan meratap lama sekali. Karena bergaul dengan orang bodoh adalah penderitaan seperti tinggal bersama musuh. Tetapi, siapa yang tinggal bersama orang bijaksana akan berbahagia, sama seperti sanak keluarga yang kumpul bersama.

Karena itu, ikutilah orang yang pandai, bijaksana, terpelajar, tekun, patuh dan mulia; hendaklah engkau selalu dekat dengan orang yang bajik dan pandai seperti itu, bagaikan bulan mengikuti peredaran bintang. (Dhammapada, Bab 15, Kebahagiaan [sukkha vagga], syair 207 dan 208)

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh orang lain. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri. (Dhammapada, Bab 4, Bunga-bunga [puppha vagga], syair 50)



Di ubah seperlunya dari email asli:
haryo <Liquid Yahoo >, milis samaggiphala
Sent: Thursday, 14 December, 2006 09:35

Kamis, 18 Oktober 2007

Gunakanlah bahasa Manusia!

“Saya tak tahu apa yang mesti saya perbuat ...”, katanya memulai.

Tapi, belum ia mengutarakan persoalannya, Guru menyergah: “Gunakan bahasa manusia”.

“Lho ... bukankah yang saya gunakan ini bahsa manusia?”

“Bukan. Itu bahasa khewan”.

Selang beberapa hari kemudian, ia datang lagi ke ashram menemui Guru. Persis di atas pintu pondok Guru, ia melihat plang bertuliskan: Gunakanlah bahasa Manusia!, yang belumnya tak ia lihat disana.

“Begini Tuan Guru ....”, belum ia melanjutkan lagi apa yang hendak dikatakannya, Gurupun segera menyergah:

“Gunakan bahasa manusia”.

“Baik ...saya akan menggunakan bahasa manusia”

“Tidak. Yang hendak kau gunakan itu bahasa raksasa”

Setelah kejadian itu, lama lelaki itu tak muncul-muncul di ashram. Mungkin ia marah dan tersinggung. Tapi ... lebih dari setahun setelah pertemuan itu, tampak ia datang lagi menemui Guru. Ia melihat plang itu masih tergantung di tempatnya. “Baiklah,” katanya di benaknya.

Aneh ... sebelum ia mengucapkan sepatah katapun kepada Guru, Guru langsung menyapanya ramah: “Bagaimana, apa yang hendak kau sampaikan nak?”. Sangat berbeda dengan keketusan Guru pada pertemuan-pertemuan sebelumnya.

Mendengar sapaan itu, semua hal yang hendak ia sampaikan seketika sirna dari benaknya; ia tak ingat lagi apa yang hendak ia sampaikan itu, ia sudah melupakannya sama sekali. Ia hanya tersenyum dan berkata: “Saya hanya ingin melihat keadaan Guru. Guru baik-baik saja ‘kan?”.

Guru mengangguk sambil tetap tersenyum ramah. “Ya ... aku baik-baik saja. Kini kamu sudah bisa berbahasa manusia”, kata Guru dalam senyumnya yang menggoda. Lelaki itu tampak tersipu malu sejenak, untuk kemudian tertawa dan berkata: “Ya ....bahasa manusia”.

Bali, Sabtu, 06 Oktober 2007.

*****************************************************
Hanya mereka yang bisa merasa cukup, bisa merasa puas.
Hanya mereka yang bisa merasa puas dengan ‘yang ada’,
bisa mereguk kedamaian dan kebahagiaan.

~anonymous.
*****************************************************
Oleh:
Ngestoe Rahardjo
Sumber: http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/7296

Minggu, 14 Oktober 2007

Ayah Jangan Buang itu, Nanti akan Kugunakan Juga Untuk Ayah!


Tersebutlah sebuah kisah yang amat terkenal di Asia:

Pada suatu ketika tinggallah sepasang suami isteri muda yang mempunyai seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun. Ayah si suami itu tinggal bersama mereka, ia sudah amat tua, sangat lemah serta sulit untuk berjalan sendiri. Isteri muda itu amat tidak menyukai kehadiran ayah mertuanya di antara mereka. Tetapi suaminya, amat menyayangi ayahnya dan selalu menenangkan isterinya untuk merawat orangtuanya dengan baik.

Pada suatu malam, si isteri itu menunggu sampai anak laki-lakinya tidur nyenyak, ia lalu meminta kepada suaminya untuk menyingkirkan ayah mertuanya itu dari rumahnya, apabila suaminya ingin tetap hidup bersamanya.

Suaminya amat sedih dan merasa tidak berdaya menghadapi permintaan isterinya itu. Akhirnya ia menyetujui permintaan isterinya, supaya kehidupan rumah tangganya tidak terganggu lagi oleh ayahnya yang sudah tua renta itu.

Setelah yakin anaknya sudah tidur nyenyak, mereka lalu merencanakan bagaimana caranya untuk membuang ayahnya itu. Si isteri berkata:

"Besok pagi-pagi sekali, kamu harus katakan kepada ayahmu, bahwa kamu akan membawanya ke tempat ziarah. Taruh saja dia di dalam keranjang besar dan bawa dia ke dalam hutan lebat. Tinggalkan saja di sana, biar dimakan binatang buas, setelah itu cepat-cepat pulang ke rumah."

Keesokkan paginya, anak laki-laki itu bangun pagi-pagi sekali. Seperti yang telah direncanakan orangtuanya, si ayah membawa kakeknya yang dimasukkan ke dalam keranjang besar dan pergi keluar. Anak itu lalu bertanya:

"Ayah, mau dibawa kemana kakekku ini?"

"Anakku, aku akan membawanya pergi berziarah."

"Baiklah ayah, tetapi jangan lupa ya membawa pulang kembali keranjang besar itu, karena kalau nanti ayah sudah setua kakek, aku akan membawa ayah berziarah juga."

Kata-kata anak laki-laki itu menyadarkan mereka, pasangan suami isteri muda itu lalu berubah pikiran. Mereka akhirnya merawat orangtua itu dengan baik.

Cerita ini menyinggung dengan tajam dan tepat nilai-nilai moral pada masa sekarang ini. Di India, pada masa yang lampau, banyak cerita-cerita seperti ini. Dimana perhatian utama adalah ketidak-puasan seorang anak terhadap orangtuanya dan hal ini diperbaiki oleh cucunya. Cerita yang lain tentang hal seperti ini sebagai berikut.

Seorang ayah yang masih muda merencanakan membuang ayahnya yang sudah tua, si ayah dimasukkan ke dalam sebuah kereta. Ia lalu membawanya ke kuburan. Cucunya juga ikut serta. Ketika cucunya melihat ayahnya sedang menggali lubang kuburan untuk mengubur kakeknya, anak kecil itu berkata kepada ayahnya :

"Ayah, tolong gali sebuah lubang lagi untuk kuburan Ayah sendiri. Nanti, kalau ayah sudah tua Aku tinggal mengubur ayah saja di situ, jadi Aku tidak usah repot-repot menggali kuburan untuk Ayah"

Tentu saja hal ini menakutkan si ayah muda itu.

Pesan moral yang terkandung dalam cerita ini adalah apa yang kita lakukan terhadap ayah, akan terjadi pula pada diri kita sendiri, yang akan dilakukan oleh anak kita.

Ada cerita lain lagi, seorang kakek diberikan makanan dengan sebuah piring yang amat kotor, ditaruh di atas tanah. Piring itu begitu kotornya sehingga tak seorang pun yang sanggup untuk memakan makanan dari piring tersebut. Ketika anak laki-laki tua tersebut melihat bahwa tak ada gunanya lagi untuk memberi makan kepada ayahnya, ia ingin membuangnya. Anaknya yang masih muda lalu berkata :

"Ayah, piring tua itu jangan dibuang. Aku ingin menyimpannya."

Ayahnya bertanya : "Untuk apa?"

Anak muda itu berkata :

"Untuk apa....? Ya Tentu saja untuk memberikan makanan ayah di atas piring itu kalau ayah sudah setua kakek"

Inilah pelajaran untuk seorang ayah muda untuk lebih mengasihi dan merawat orangtuanya yang sudah tua.

Sumber: Samaggi-Phala


Kamis, 11 Oktober 2007

Ibu Belut yang Pengasih


Pada jaman Cina kuno, hiduplah seorang terpelajar yang bernama Zhou Yu. Suatu hari, temannya membawakan dia belut segar, makanan yang sangat disukai oleh Zhou Yu. Karena tidak terlalu sibuk pada hari itu, Zhou Yu ingin mencoba mempraktekkan keahlian memasaknya, yang telah lama tidak dia gunakan, dan bersiap untuk membuat sebaskom belut rebus.

Dia menaruh belut itu di dalam panci dan ketika rebusan itu mulai mendidih, Zhou Yu mengangkat tutup panci dan menyaksikan hal yang tidak biasanya. Seekor belut mendorong perutnya ke atas membentuk busur, kepala dan ekornya tetap tinggal di dalam sup. Dengan rasa ingin tahu yang besar, Zhou Yu segera menyendok belut itu keluar dan memotong perut belut itu. Dia sangat terpesona melihat begitu banyak telur di dalam perut belut itu. Untuk melindungi telurnya, ibu belut itu bertahan sekuat tenaga melindungi perutnya agar air panas tidak melukai perutnya dengan mendorong perutnya ke atas membentuk busur.

Peristiwa ini membuat Zhou Yu ternganga, dan tidak dapat menahan air matanya. Bahkan seekor belut tahu bagaimana melindungi telurnya, dia berpikir, sedangkan dia sebagai mahluk ciptaan yang tertinggi tidaklah sebegitu berbakti pada ibunya. Tergerak hatinya, Zhou Yu berikrar untuk tidak akan pernah makan belut lagi. Dan dia menjadi lebih mencintai dan menghormati ibunya.

Dikutip Dari Cerita Rakyat di Cina
http://www.kontaktuhan.org/cerita/ibu_belut.htm