Selasa, 02 Agustus 2011

Puasa Ramadhan itu Emang Berasal dari Kaum Jahiliyah, lho..


Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas mu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar bertakwa [AQ 2.183]..bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir/menyaksikan di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain..[AQ 2.185]

Puasa di bulan Ramadhan telah dipraktekkan bangsa pagan Arab dari jaman pra-Islam. Ismael K. Poonwala[↓], penulis artikel "Ramadhan" di Encarta, menyatakan bahwa di kalender Pra-Islam, bulan Ramadhan jatuh dipanasnya musim panas. Dalam arab, kata Ramadhan/Ramad/Ramida berarti "Hari yang amat panas" dan Ramadhan adalah juga sebagai salah satu nama Tuhan:
    Riwayat AI Mutsanna - Abu Naim - Sufyan - Mujahid baliwa Ia enggan menyebut Ramadhan demikian, dan mengatakan:" jangan-jangan ia salah satu nama Allah.." [Tafsir Tabari, Tahqiq: Ahmad Abdurraziq Al Bakri, Pustaka Azzam, jilid 3, Surat 2.185, hal.108; As-Suyuthi dalam Ad-Dhurr Al Mantsur (I/443) dan dinisbatkan kapada Waki' dan Ibnu Jarir]

    Al-Bayhaqi Abu Bakar. Sunnan al-Kubra (dalam bahasa Arab). Jil. 4. hal. Buku 11, Bab. 6, no. 7904. Rasulullah SAW: 'Janganlah kamu mengucapkan "Ramadhan", karena Ramadhan adalah salah satu nama Tuhan, tetapi ucapkanlah "bulan Ramadhan".' Demikianlah diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abdullah Al-Khazen dari Abu Ma’shar. Abu Ma’shar adalah Najih al-Sindi, namun Yahya ibn Ma’in menggolongkannya lemah.

    Al-Razi , Fakhr al-Din. Tafsir al-Kabir (dalam bahasa Arab). Jil. 5. hal.251. Muhammad SAW: Janganlah kamu berkata, “Ramadhan telah tiba” dan “Ramadhan telah berlalu”, tetapi katakanlah, “Bulan Ramadhan telah tiba” dan “yaitu.” Bulan Ramadhan telah tiba, karena Ramadhan adalah salah satu nama Tuhan Yang Maha Esa.

    Ibnu Abu Hatim, Abdul Rahman. Tafsir Ibnu Abu Hatim (dalam bahasa Arab). Jil. 1. hal.310, no.1648. Janganlah kamu mengucapkan “Ramadhan”, karena Ramadhan adalah salah satu nama Tuhan, tetapi ucapkanlah “bulan Ramadhan”.

    Al-Dimashqi, Tamam. Fawa'id al-Tamam (dalam bahasa Arab). Jil. 1. hal.104, no.241. Rasulullah SAW: Janganlah salah seorang di antara kalian berkata, “Saya berpuasa Ramadhan,” “Saya menghabiskan Ramadhan,” atau “Saya melakukan ini dan itu di bulan Ramadhan.” Karena, Ramadhan adalah salah satu nama Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Besar, namun sebutlah “bulan Ramadhan”..

    Ibn al-Saqri, Abu Tahir. Mashyakhah (dalam bahasa Arab). Jil. 1. hal.126, no.52. Aisha: Aku bertanya, ya Rasulullah, apa arti Ramadhan? Kemudian Rasulullah..berkata: Wahai Humayra' Jangan Anda mengatakan “Ramadhan,” karena itu adalah salah satu nama Tuhan,.. tetapi katakanlah “bulan Ramadhan”..

    Al-Kulayni, Muhammad ibn Ya'qub. Al-Kafi (dalam bahasa Arab). Buku 14 (Kitab Puasa), Bab. 4. Abu Jafar (saw): Jangan mengatakan, “Ini Ramadhan,” atau, “Ramadhan telah berlalu,” dan “Ramadhan telah tiba,” karena Ramadhan adalah salah satu nama Tuhan..

    Ibn al-Jawzi , Abdul Rahman. Al-Mawdu'at (dalam bahasa Arab). Jil. 2., hal.187. Rasulullah SAW: Jangan ucapkan “Ramadhan”, karena Ramadhan adalah nama Tuhan, tetapi ucapkan “bulan Ramadhan” [Terkait buku Ibn Al-Jawzi: Al-Nawawi (w.1277): Banyak hadis tidak tepat disebut mawḍūʻ. Beberapa diantaranya menurut Al-Suyuti adalah ḍa'īf, ḥasan atau bahkan ṣaḥīḥ. Ahmad ibn Ali Ibn Hajar al-Asqalani (w.1449): sebagian besar riwayat dalam buku ini adalah karangan, riwayat-riwayat yang tidak benar dibuat-buat, jumlahnya sangat sedikit jika diperbandingkan. [Tadrib Al-Rawi, Al-Suyuti (w.1505), vol. 1, hal. 471-2, Dar Al-Asimah]]
Puasa Ramadhan telah lama dilakukan kaum Sābi'ūn [dari akar kata bahasa syria 'S-b' ][↓], Kaum yang menyembah dewa bulan. Orang-orang Sabi, baik Sabi Harrania maupun Mandaia melakukan puasa Ramadhan[↓].

"Kaum Sabi melakukan Shalat 5 waktu seperti kaum Muslim..Mereka juga puasa 30 hari di sebuah bulan lunar, mereka mulai puasa di jam jaga akhir malam s/d terbenamnya matahari. Beberapa sekte berpuasa di bulan Ramadhan, menghadap Ka'ba ketika sembahyang"[↓]

  • Kaum Harrania, yang menyembah dewa utama mereka, Dewa bulan (sin)[↓], mereka berpuasa selama 30 hari [8 Maret s/d 8 April].
  • Ibn Hazm: Puasa ini sebagai puasa Ramadan[↓].
  • Al-Masudi: Nama Ramadan berasal dari panasnya udara di bulan tersebut[↓].
  • Ibn al-Nadim: Dibulan mereka menyembah dewa sin, mereka berpuasa 30 hari[↓].
  • Ibn Abi Zinah: di samping puasa selama 30 hari, mereka shalat 5x sehari menghadap Yemen[↓].
  • M.A. Al Hamed: Puasa sebelum matahari terbit sampai matahari terbenam[↓].
  • Jawad Ali: Cara Arab pagan puasa termasuk tidak menelan makanan, minuman, dan tidak melakukan hubungan sexual. Mereka berpuasa dengan berdiam diri, tidak berbicara, baik dalam waktu sehari maupun seminggu, atau lebih lama lagi[↓].
  • Qastallani Ahmad ibn Muhammed: Abu Bakr mendekati seorang wanita diantara umat pagan di Medina. Dia mendapatkan wanita itu sedang berpuasa, termasuk puasa bicara.[↓].
  • Ibn al-Juzi: Mereka puasa di Ramadhan, mengakhiri puasa dengan memotong hewan kurban dan berzakat bagi kaum miskin[↓]
  • Ibn al-Nadim: kaum Harrania menyebut perayaan ini sebagai al-Fitri الفطر, shalat 5x sehari, sebelum shalat melakukan wudhu[↓]
  • Kebiasaan berpuasa untuk menghormati bulan dan berhenti puasa ketika bulan sabit muncul, telah dilakukan bangsa Timur yang menyembah bulan, seperti sekte India, al-Jandrikinieh, yang mulai puasa di saat bulan menghilang dan mengakhiri puasa dengan perayaan besar di saat bulan sabit muncul kembali[↓]
Ibnu Abbas menceritakan bahwa setelah Muhammad sampai Medina, Ia melihat para Yahudi berpuasa di hari Ashura, beliau bertanya tentang apa? mereka jawab bahwa karena Allah menyelamatkan Bani Israel dari musuh mereka, Jadi Musa berpuasa di hari itu. Nabi berkata, bahwa "Kami mempunyai klaim terhadap Musa lebih banyak darimu" Jadi, Nabi berpuasa di hari itu dan memerintahkan (muslim) berpuasa (di hari itu) [Bukhari 3.31.222, 3.31.223 (dari Abu Musa: alasan berpuasa di hari itu, karena orang Yahudi berpuasa di hari itu)]

Aisyah menyatakan bahwa puasa Ashura dilakukan oleh para pagan Quraish dan juga dilakukan Muhammad SAW di sebelum hijrah ke Medina, Namun ketika sudah di Medina, setelah shalat 5 waktu ditetapkan dan bulan Ramadhan telah ditetapkan sebagai bulan puasa maka puasa Ashura di bulan Muharam tidak lagi diwajibkan [Bukhari: 3.31.116, 117, 219, 220; 5.58.172; 6.60.28-31 (dari Ibn Umar, Aisyah dan Abdullah). Malik Muwata 18.18.11.33 (dari Yahya - Malik - Hisham ibn Urwa - Ayahnya - Aisyah)]

    Note:
    Kapan Puasa Ramadhan diwajibkan?

      ..Riwayat [Abu An Nadhr dan Al Mas'udi] dan [Yazid bin Harun - Al Mas'udi] - 'Amr bin Murrah - 'Abdur Rahman bin Abu Laila - Mu'adz bin Jabal: Shalat dirubah sebanyak 3x dan puasa dirubah sebanyak 3x. Berkenaan dengan perubahan-perubahan shalat, Nabi SAW tiba di Madinah dan beliau shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan... Sementara perubahan-perubahan puasa, Rasulullah SAW tiba di Madinah dan berpuasa 3 hari setiap bulan. Rasulullah SAW puasa 3 hari setiap bulan selama 17 bulan sejak Rabi'ul Awwal hingga Ramadhan dan puasa asyura`. Kemudian Allah swt mewajiban puasa... Berkata Yazid: Beliau puasa 3 hari setiap bulannya selama 19 bulan dari bulan Rabi'ul Awwal hingga Ramadhan. [Ahmad no.21107. Syu'aib Al Arnauth dalam Muassasah Ar Risalah 22123-124: Rijalnya Tsiqah Rijal Syaikhain Selain Al Mas'udi, Telah Meriwayatkan Darinya Al Bukhari Istisyhadan Dan Para Penulis Kitab Sunan, Dan Dia Mengalami Ikhtilath, Dan Riwayat Abu An Nadlr Dan Yazid Bin Harun Setelah Mengalami Ikhtilath, Dan Ibnu Abu Laila Tidak Mendengar Dari Mu'adz, Maka Sanadnya Terputus, Terjadi Ikhtilaf Di Dalamnya Atas Ibnu Abu Laila]


      Riwayat Yahya bin Sa'id - Sa'id bin Musayyab: "Setelah Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 16 bulan. Kemudian beralih menghadap Ka'bah 2 bulan SEBELUM peristiwa Badar" [Muwatha' Malik 412]. Riwayat [Muhammad bin al-Mutsanna dan Abu Bakar bin Khallad] - Yahya bin Sa'id - Sufyan - Abu Ishaq - al-Bara': "Kami shalat bersama Rasulullah SAW menghadap Baitul Maqdis 16 bulan atau 17 bulan, kemudian kami dipalingkan menghadap Ka'bah." [Muslim no. 819]

      Riwayat Nashr bin Bab - Al Hajjaj - Al Hakam - Miqsam - Ibnu Abbas: "Sesungguhnya Ahlu Badar berjumlah 313 orang, kaum Muhajirin sebanyak 76 orang. Dan perang Badar terjadi pada hari Jum'at tanggal 17 Ramadhan." [Ahmad no. 2121. Perawi Nashr bin Bab oleh Bukhari: Tertuduh berdusta; Yahya bin Main: Tidak ada nilainya; Abu Hatim: Matrukul Hadis]

      Riwayat Hasan Bin Musa - Ibnu Lahi'ah - Yazid Bin Abu Habib - Ma'mar - Sa'id Bin Musayyib: dari Umar Bin Al Khaththab: "Kami berperang bersama Rasulullah SAW 2x kali pada bulan Ramadhan, yaitu perang Badar dan penaklukan kota Makkah, kemudian kami berbuka pada perang tersebut." [Ahmad no. 136, Syu'aib Al Arnauth dalam Muassasah Ar Risalah 142: Qawiy/kuat. Juga lihat Tirmizi no.648]

    Baik itu Shalat menghadap ke Kabah dan juga Puasa Ramadhan baru mulai tahun ke-2 AH, Nabi SAW mengalami 9x Ramadhan sampai wafatnya. Peristiwa Badar terjadi di 17 Ramadhan, yaitu saat puasa Ramadhan telah diwajibkan, sehingga, ada kemungkinan, perayaan Iedul Fitri terkait kemenangan Badar

    Tentang Shalat 5 waktu,
    jumlah 5x ini adalah hasil final tawar-menawar antara Nabi SAW dan Allah SWT di Peristiwa Isra’ Mira’j. Di 5x shalat terdapat total 17 Rakaat. Di tiap rakaat, setelah tangan sejajar telinga/laki (untuk perempuan sejajar dada), sambil berucap 'allahuakbar' tangan disedekapkan ke dada, mengucap Iftitah, berlanjut Al Fatiha (sampai AQ 1.7), lanjut ayat pendek lainnya, kemudian rukuk, seterusnya sampai duduk di antara dua sujud.

    Pada Al fatiha (1).7, "(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan mereka yang dimurkai dan bukan mereka yang sesat”. Yahudi adalah orang yang dimurkai, sedangkan Nasrani adalah orang yang sesat.” (Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani, juga di tafsir Ibn kathir). Juga, dalam tafsir Ath-Tabari, Vol.1 terkait AQ 1.7: Hal.259-262, riwayat no.194-no.207 tentang hadis Marfu (dari Nabi SAW) dan Mauquf (dari sahabat Nabi) bahwa YANG DIMURKAI adalah KAUM YAHUDI, (merujuk AQ 5.60); Hal.266-269, riwayat no.208-no.221 tentang hadis Marfu dan Mauquf bahwa YANG SESAT adalah KAUM NASRANI, (merujuk AQ 5.77).

    Kebencian dahsyat ini diucapkan dan diteguhkan dalam shalat 5 waktu, SEKURANGNYA 17X setiap harinya. JUTAAN MUSLIM seluruh dunia DITIAP HARINYA telah mengingatkan Allah, berdoa kepada Allah akan kemurkaannya pada kaum Yahudi, tapi herannya, 1400 tahun TELAH berlalu, FAKTA YANG TAK TERBANTAHKAN adalah kaum Yahudi tersebut tetap saja jaya dan baik-baik saja, apakah setiap harinya Allah SWT ini Allah yang AMNESIA? TULI? TIDAK PUNYA MATA? TIDAK BERKEMAMPUAN? Ataukah BENAR bahwa TIDAK ADA Allah SWT di bumi ini?
George Widengren: "Jika Bulan Muharam dapat dibandingkan dengan bulan Tishri, maka Bulan Ramadhan dapat dibandingkan dengan bulan Sivannya kaum Yahudi. Di mana Tradisi Islam menyatakan di bulan Ramadhan,..Lailat-ul-Qadr..bahwa Muhammad menerima wahyu Quran..jelas paralel dengan keadaan ketika Musa menerima Taurat dan Muhammad menerima Quran"[↓].
    Note:
    Walaupun Sivan dan Ramadhan sama-sama dinyatakan sebagai bulan ke-9 namun musim panas di sejarah ke-2 agama itu berada pada bulan ke-3 kalender Pagan.

    Kitab Perjanjian lama menyatakan bahwa bangsa Israel, tiba di padang gurun Sinai pada bulan ke-3 [Sivan] di hari yang sama ketika mereka keluar dari Mesir [hari ke-14/15] dan 3 hari kemudian [hari ke-17/18 Sivan], mereka bertemu Tuhan-nya mereka di gunung Sinai[↓].

    Bulan Ramadhan, Nuzul Quran/turunnya Quran dan Laitul Qadar/Malam kemuliaan:

    (1) Nuzul Quran, di bulan Ramadhan, secara tradisi, terjadi di tanggal 17, namun menurut Mubarakpuri di tanggal 21 [Mubārakpūrī, "When the Moon Split (A Biography of the Prophet Muhammad)", 1988, Darussalam. hal.32], sementara hadis menyatakan di tanggal 24:

      Riwayat Abu Sa'id (budak Bani Hasyim) - Imran Abu Al Awwam - Qatadah - Abu Al Malih - Watsilah bin Al Asqa' - Rasulullah SAW: "Suhuf (lembaran) Ibrahim as diturunkan pada awal malam Ramadlan. Taurat diturunkan pada hari ke-6 Ramadlan. Injil pada 13 Ramadlan. Al Furqan pada hari ke-24 Ramadhan." [Ahmad no.16370. Tafsir Tabari jilid 3, untuk AQ 2.85, hal.110; juga di AI Baihaqi dalam sunan Al Qubra (9/188) dan Ath-Thabrani dalam AI Kabir (22/75). Walaupun Syu'aib Al Artnauth (w.2016/1438 H) dalam Muassasah Ar risalah no.16984 menyatakan sebagai hadis dha'if, namun Ibn Kathir dalam tafsir AQ 2.185, tidak menyatakan dha'if dan membawakan pula hadis lain dari riwayat Jabir ibnu Abdullah: Bahwa kitab Zabur diturunkan pada tanggal 12 Ramadan, dan kitab Injil diturunkan pada tanggal 18nya. Sedangkan kalimat selanjutnya sama dengan hadis di atas. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Murdawaih]

      Riwayat Abu Kuraib - Abu Bakar bin Ayyasy - AI A'masy - Hassan bin Abi Asyras - Sa'id bin Jubair - lbnu Abbas: adalah Al Qur`an diturunkan dari Adz-Dzikr pada malam 24 Ramadhan secara global, lalu diletakkan di Baitul`Izzah. Abu Kuraib: dari Abu Bakar: dan yang mengatakan demikian adalah As-Suddi [Tafsir Tabari, jilid 3, hal.109; AI Hakim dalam Mustadrak (2/223, 611) dan ia berkata: shahih isnad namun tidak diriwayatkan Bukhari dan Muslim, dan dianggap shahih oleh Adz-Dzahabi dalam Talkhis]

    (2) Lailatul Qadr:

    10 hari terakhir Ramadhan dan hari yang ganjil [Muslim: 6.2625, 2627; Bukhari: 1.12.777, 3.32.235, 3.33.244] serta hari Senin adalah kelahiran Muhammad lahir dan Quran diwahyukan kepadanya [Muslim: 6.2603 dan 6.2606]

    Tapi tidak harus ganjil: Riwayat 'Abdullah bin Abu Al Aswad - 'Abdul Wahid - 'Ashim - [Abu Mijlaz dan 'Ikrimah] - Ibnu 'Abbas -Rasulullah SAW: "Dia terjadi pada 10 malam terakhir, juga pada 9 hari terakhir atau pada yang ke-7, yaitu terjadinya Lailatul Qadar." Dan Riwayat Khalid - 'Ikrimah - Ibnu 'Abbas: "Carilah pada malam ke-24." [Bukhari no.1882]

    Jadi tidak diketahui pasti kapan Laitul Qadar.

    (3) Kapan turunnya Quran:

    Riwayat Israil - As-Saddi - Muhammad ibnu Abul Mujalid - Miqsam - Ibnu Abbas, bahwa Atiyyah ibnul Aswad pernah berkata kepada Ibnu Abbas: di hatinya terdapat keraguan mengenai firman-Nya: Bulan Ramadan adalah yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an (syahru ramadaana alladzii unzila fiihi alqur-aanu). (AQ 2.185); Firman-Nya: Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi (innaa anzalnaahu fii laylatin mubaarakatin). (AQ 44.3); Serta firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam penuh kemuliaan (innaa anzalnaahu fii laylati alqadri). (AQ 97.1) Sedangkan Al-Qur'an ada turun pada bulan Syawal, ada yang dalam bulan Zul-Qa'dah, ada yang dalam bulan Zul-Hijjah, ada yang dalam bulan Muharram, ada yang dalam bulan Safar, ada pula yang turun dalam bulan Rabi'. Ibnu Abbas: "Sesungguhnya Al-Qur'an diturunkan dalam bulan Ramadan, yaitu dalam malam yang penuh dengan kemuliaan (Lailatul Qadar), dan dalam malam yang penuh dengan keberkahan secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi sesuai dengan kejadian-kejadiannya secara berangsur-angsur dalam bulan dan hari yang berbeda-beda." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih. [Dalam Tafsir Ibn Katir untuk AQ 2.185]

    Penjelasan terakhir, secara implisit, menunjukan tidak pasti kapan Quran diturunkan.
Bulan Sivan kalender Assyirian [Khzeeran-Hzirin] dan kalender Babilonia [Araḫ Simanu] adalah bulan ke-3 dan Dewa yang memberkati di bulan ini adalah Dewa Bulan Sin! Tampaknya, hubungan antara Dewa Bulan dan Allah ini, sangatlah mencurigakan :)

Sunnah.org menyampaikan bahwa puasa di bulan-bulan Dhul Qa`da, Dhul Hijja, Muharram dan Rajab telah berlangsung sejak jaman jahiliyah dan direkomendasikan untuk dilakukan. Di Bulugh al-'Arab fi Ahwal al-Arab: 4 bulan suci Rajab, Dhul Qa'da, Dhul Hijja dan Muharram, dinyatakan suci selama jaman pra-Islam [Jahiliya]. Semua pembantaian, balas dendam, perang, perkelahian dan pertengkaran dilarang di antara mereka. Jika selama bulan ini, seseorang bertemu musuh yang telah membunuh ayah/kakak/adiknya, Ia tidak boleh berkelahi dengannya..selama bulan suci ini, masyarakat dibatasi tidak melakukan perkelahian atau pembantaian dan melepas kepala tombaknya sebagai tanda bahwa mereka menghindarkan diri dari perkelahian. Bulan dan kebudayaan ini kemudian di adopsi Islam[↓].

Namun,
Nabi di bulan Dhul Hijja, pada hari "Arafat", hari ke-9 bulan Dhul-Hijja, TIDAKLAH BERPUASA [Bukhari 3.31.209 (dari Um Al-Fadl bint Al-Harith), 210 (dari Maimuna)]

Konon aktifitas menahan diri yang dilakukan selama berpuasa:

    Diriwayatkan Abu Huraira:
    Rasullulah berkata, "Allah berkata, 'Semua perbuatan anak Adam (manusia) adalah buat mereka kecuali Puasa adalah untuk Aku dan Aku akan memberikan pahala karenanya' Puasa adalah perisai atau perlindungan dari api dan dosa. Jika satu dari kalian berpuasa, ia harus menghindari berhubungan seks dengan istri dan bertengkar, Dan jika seseorang harus berkelahi atau bertengkar dengannya, ia harus mengatakan, 'Aku berpuasa [..]" [Bukhari 3.31.no.128; Muwatta 18.18.22.57]
Untuk urusan seksual saat berpuasa bagi kaum muslim, masih terdapat beberapa pengecualian, karena ternyata, NABI masih melakukan aktifitas seksual tertentu bersama para istri ketika sedang berpuasa [Abu Dawud no.2380; Bukhari: 3.31.149 dan no.150 (dari Aisyah) 3.31.151 (dari Zainab), 3.31.156,157,158 (dari Aisah dan Abu Huraira)] namun melarang mereka yang masih muda bercampur dengan istri dan tidak bagi yang telah berumur [Abu dawud: 2381 (dari Abu Hurairah)]

Bagaimana dengan bertengkar/berkelahi di bulan puasa kaum Muslimin?

4 Bulan itu (Rajab, Dhul Qa'da, Dhul Hijja dan Muharram) tidak lagi terlarang bertengkar dan membunuh sejak turunnya AQ 2.217

    “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) [yasalūnaka] mengenai [ʿani] (di) bulan haram [l-shahri l-ḥarāmi] membunuh (berperang) di dalamnya [qitālin fīhi], Katakanlah [qul]: "membunuh (berperang) [qitālun] di dalamnya [fīhi] (dosa) besar [kabirun], dan menghalangi [waṣaddun] dari jalan Allah [ʿan sabīli l-lahi], kafir pada Allah [wakuf'run bihi] dan Masjidilharam [wal-masjidilḥarāmi] dan mengusir kaummu darinya [wa-ikh'rāju ahlihi min'hu] (dosanya) lebih besar [akbaru] di sisi Allah [ʿinda l-lahi] dan fitna/syirik [wal-fit'natu] (dosanya) lebih besar [akbaru] dari membunuh [mina l-qatli] dan tidak [walā] mereka berhenti [yazālūna] membunuh (memerangi) kalian [yuqātilūnakum] hingga [ḥattā] kalian murtad dari agama kalian [yaruddūkum 'an dīnikum] Jika [ini] mereka dapat [is'taṭāʿū]. Dan barangsiapa [waman] diantara kalian murtad dari agamanya [yartadid minkum 'an dīnihi] kemudian dia mati [fayamut] dalam keadaan kafir [wahuwa kāfirun], maka bagi mereka [fa-ulāika] menjadi sia-sia/menjadi terhapus [ḥabiṭat] amalan-amalan mereka [aʿmāluhum] di dunia dan akhirat [fī l-dun'yā wal-ākhirati] dan merekalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya [wa-ulāika aṣḥābu l-nāri hum fīhā khālidūna]..."

    Note:
    Akar kata Q-T-L (Qaf-Ta-Lam) kerap diterjemahkan menjadi "perang/bertengkar" yang mengaburkan maksud karena akar kata QTL menunjukan suatu perbuatan dengan akibat pada 'kematian atau terjadinya pembunuhan', aplikasinya misal: qatala: 'dia (pria) membunuh', qattala: 'Ia sering membunuh', qutila: 'dia (pria) dibunuh', qutilū: 'mereka dibunuh', uqtul: 'membunuh', qātil: 'membunuh, 'iqtāl: 'sebab untuk membunuh, qatl: 'pembunuhan' 'qitl': musuh (yang ingin membunuh), qutl/qātil: 'pembunuh', maqtal: 'titik vital ditubuh (luka yang membawa kematian)', istaqtala: 'membahayakan nyawa seseorang' [lihat di: sini, sini, sini, sini dan sini]
Kutipan dari "Anshar Al-Syari'ah Berperang di Bulan Rajab, Dosa Besar Kah?":
    [..]Ayat di atas jelas mengatakan bahwa pada asalnya hukum berperang di bulan haram (termasuk bulan Rajab) adalah haram alias dosa besar. Qul qitaalun fiihi kabir katakanlah berperang pada saat itu adalah dosa besar. Namun perang (jihad) itu ada dua, defensif (difa’i) dan ofensif (hujumi). Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum jihad difa’i adalah fardhu ‘ain (sebagaimana yang diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Al-Fatawa Al-Kubro 4/608). Karena kita mempertahankan diri dari serangan musuh, maka wajiblah bagi kita untuk mempertahankan diri untuk keberlangsungan Islam (bukan mempertahankan tanah air untuk kita rusak kembali dengan mengatur Negara memakai ideologi dan hukum buatan manusia). Allah Ta’ala berfirman: + (AQ 2.194)

    [..] Maka jumhur ulama mengatakan bahwa larangan tersebut telah dihapus. Hal ini juga diutarakan Syaikh abdul ‘Aziz bin Baaz.

    Az-Zuhri dan Mujahid berkata: ayat tersebut dihapus oleh ayat (dan perangilah kaum musyrikin seluruhnya) [At-taubah:36)

    Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyerang penduduk Thaif pada bulan haram yaitu Dzul Qa‘dah. Namun pendapat sebagian ulama mengatkan bahwa larangan tersebut tetap berlaku, sedangkan menurut mereka ayat yang dijadikan dalil yang menghapus pelarangan tersebut adalah mengandung arti pembolehan bagi kaum muslimin memerangi kaum musyrikin jika mereka yang memulai (Tafsir Ibnu katsir juz 4 hal 149-150, penerbit daar Al-Thayyibah).

    Note:
    "Bulan haram [al-shahru l-ḥarāmu] dengan bulan haram [bil-shahri l-ḥarāmi] dan dalam semua keharaman berlaku qishaash [wal-ḥurumātu qiṣāṣun]. Kemudian barangsiapa [famani] melanggar batas padamu [iʿ'tadā ʿalaykum], maka kalian langgar batas padanya [fa-iʿ'tadū ʿalayhi], dengan cara yang sama apa yang Ia langgar batas pada kalian [bimith'li mā iʿ'tadā ʿalaykum]. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa [AQ 2.194]. Kata "tadā" dan "tadū" sering diterjemahkan seranglah, padahal artinya adalah melampaui/melewati/melanggar batas.

    Asbabunuzul:
    Di 6 AH, pada bulan Dulqaidah, Dari Medinah, Muhammad besama 1400 kaum muslim (Bukhari no.3312, 4463, Muslim no.3449) dengan dalih hendak umrah dan membawa hewan kurban menuju Mekkah. Mereka berbaiat (disebuah pohon) untuk menyongsong kematian (Bukhari no.2740, 6666, Muslim 3462, Tirmidhi no.1518) bersiap perang (Bukhari no.2945, 3868, 4466) karena datang MEMBAWA SENJATA, diantaranya: Panah (Bukhari no.2529), Pedang terhunus tidak dalam sarung dan mengenakan baju besi (misalnya Al Mughirah bin Syu'bah di Bukhari no.2529). Umar menggunakan baju besi dan minta dibawakan kuda untuk berperang di Hudaibiyyah (Muslim no.3866). Salamah juga mempunyai tameng dan Perisai yang diberikan Muhammad (Muslim no. 3372), senjata-senjata (Bukhari no.3868), Beberapa tidak umroh, ada yang berburu dan membunuh keledai buruannya, misal bapaknya Abu Qatadah (Bukhari no.1693, Muslim no.2066). Umar bin Khattab bahkan mendekatkan pedangnya agar dapat digunakan Abu Jandal untuk membunuh Ayahnya, misalnya:

    Az-Zuhri berkata, “Umar bin Khaththab berdiri ke tempat Abu Jandal kemudian berjalan di sampingnya dan berkata, ‘Bersabarlah engkau, hai Abu Jandal, sesungguhnya mereka orang-orang musyrikin dan darah mereka adalah darah anjing.’ Umar bin Khaththab berkata, ‘ Umar bin Khaththab mendekatkan PEGANGAN PEDANG kepada Abu Jandal. Umar bin Khaththab berkata, ‘Aku berharap Abu Jandal mengambil pedang terebut kemudian membunuh ayahnya dan permasalahanpun selesai.” ["Sirat Nabawiyah", Ibn Ishaq/Ibn Hisyam, bab 169, hal 284]

    Bapak dari Abdullah bin Abu Qatadah spesifik menyatakan peristiwa terhenti di Hudabiyah dari Medinah menuju Mekkah adalah "غَزْوَةَ الْحُدَيْبِيَةِ" (gẖaz̊waẗa Al-Hudaibiyah = perang Hudaibiyah, di hadis Muslim no.2066, Nasai no.2776) atau Abdullah bin Mas'ud yang juga menyatakannya sebagai "غَزْوَةِ الْحُدَيْبِيَةِ" (gẖaz̊waẗi ạl̊ḥudaẙbīaẗi = Perang Hudaibiyyah, di Ahmad no.3526).

    Kaum Muslim berhasil dicegah kaum Quraish ke Mekkah di sebuah sumur di daerah Hudaibiyah (sekitar 22 km di Barat Daya luar kota Mekah) sehingga mereka saat itu gagal menyerang Mekkah pada bulan Haram ketika suku Quraish dan kaum Muslim punya ritual yang sama dan dengan menggunakan alasan yang sama yang diberikan kaum muslim yaitu umroh, kaum Muslim diikat perjanjian yang diantaranya: tahun depan kaum Muslim dapat melakukan umrah masuk kota selama 3 hari dan tidak memasukinya kecuali pedang-pedang mereka disarungkan (Buhari no.2500).

    Pada tahun berikutnya, di bulan Dulqaidah, Kaum Muslimin melakukan umrah tinggal selama 3 malam di Mekkah dan ayat ini turun.
AQ 2.217 dan Peristiwa Badar
Turunnya AQ 2.217 BUKAN karena para kafir: menghalangi muslim dari jalan Allah atau mengusir dari Mekkah atau Fitna/Syirik atau dalam keadaan perang atau karena senantiasa memerangi Muslim.

    Hadis Ibn Hatim dalam TAFSIR IBN KATHIR AQ 2.217, mengatakan: Mereka menyerang TANPA MENGETAHUI saat itu adalah BULAN HARAM[↓]

    Pelanggaran aturan perang di bulan puasa[↓] terjadi ketika Muhammad SAW mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi [sepupunya dari pihak Ibu] ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan 6 ekor unta dan memberikan surat yang hanya boleh dibuka setelah sampai di lembah Mallal [2 hari Perjalanan].

    Setelah sampai, Abdullah membuka surat itu dan membacakannya dihadapan rekan-rekannya [Muir. hal 70], yaitu "Atas berkat dan rahmat Allah, lanjutkan menuju Nakhla [antara Mekah dan Taif], Namun jangan memaksa pengikutmu yang berkeberatan. Lanjutkan dengan orang-orang yang mau menyertaimu. Setibanya di lembah Nakhla, bertiarap menunggu kafilah-kafilah dari Quraish"[↓]

    Setelah membaca instruksi, Abdullah bin Jahsh, mengatakan pada rekan-rekannya bahwa siapa memilih jalan syahid bergabung dengannya dan yang tidak untuk kembali ke Medina. "sementara saya sendiri", Ia menambahkan, "akan memenuhi perintah Nabi" Semua sepakat mengikutinya [Muir. hal.72]

    (beberapa penulis menuliskan 2 orang memutuskan kembali ke Medina).

    Sa'd bin Abi Waqqas dan Utbah bin Ghazwan kehilangan seekor unta yang mereka kendarai secara bergiliran. Unta ini tersesat dan pergi ke Buhran, jadi mereka pergi mencari unta itu ke Buhran dan berpisah dari kelompok.

    Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi kesan bahwa mereka akan melaksanakan haji kecil (Umrah), karena saat itu merupakan bulan Rajab, bulan PUASA, saat itu, seluruh suku asli tengah menahan diri dari peperangan, pembalasan dendam apalagi perampokan.

    Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka pikir kelompok tersebut sedang dalam perjalanan haji, mereka merasa lega dan mulai mendirikan kemah. Karena saat itu sedang bulan Rajab, baik awal/akhir Rajab (pendapat para ahli sejarah berbeda-beda) adalah satu dari empat bulan suci larangan total berpeperang dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab

    Abdullah bin Jahsy pada awalnya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, setelah berunding para Muslim tidak ingin kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan melakukan perampasan harta jarahan. Ketika kaum Quraisy sedang sibuk-sibuknya menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka dan kaum Quraisy kemudian melawan.

    Dalam pertempuran itu, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menawan Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan 2 tawanan Quraisy. Kedatangan mereka membawa banyak jarahan, tawanan. Muhammad memarahi mereka karena berperang di bulan suci: "Saya tidak pernah memerintahkan engkau berperang di bulan suci"

    Abdullah dan rekannya merasa malu dan sedih, orang-orang juga mencela perbuatan mereka. Tapi Muhammad tak mau mengecilkan hati para pengikutnya, tak lama kemudian, Ia mengumumkan wahyu yang membenarkan PERBUATAN itu yang dilakukan selama bulan suci untuk penyebaran iman, sebagai kejahatan yang lebih rendah dari penyembahan berhala dan bertentangan dengan agama Islam: -

    "Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitna/syirik lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

    Setelah ayat turun, Muhammad, membagikan jarahan pada yang mengusahakannya, membayar tebusan dan uang darah, setelah menyisihkan 1/5 bagian untuk Muhammad, sisanya dibagikan di antara mereka[↓]

    -----------
    Catatan kaki:

    [↑] Catatan kaki Muir di Hal.74-76:
    [..]ada yang mengatakan terjadi menjelang Jumadi 2 (Oktober) dan awal Rajab, Yang disampaikan Abdallah kepada Muhammad sekembali dirinya: "Kami menyerang kafila di hari itu, dan pada malam harinya kami melihat bulan baru Rajab, dan kami tidak pasti tahu apakah kami menyerang mereka di Rajab atau pada hari terakhir dari Jumadi 2. " Wackidi, 8.

    Ini adalah keinginan untuk menghilangkan skandal serangan yang dilakukan selama bulan haram. Ekspedisi ini, selalu dinyatakan dilakukan di bulan rajab dan dibuktikan berangkat dari Madina menjelang akhir bulan itu dan awal mula berikutnya (Shaban, atau Desember)

    [↑] Catatan kaki Muir hal.71:
    Terjemahan harfiah dari Wackidi, hal. 8. adalah singkat dan tidak memuaskan. Hishami dan Tabari, mengikuti Ibn Ishaq; masukkan klausul pada penutupan: --- "dan amati apa yang mereka lakukan" Weil (p.99) menunjukkan hal ini ada tambahan palsu. Selain tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan pidato Abdullah (seperti yang disampaikan perawi yang sama) pada pembukaan surat, yaitu. : --- "Mari siapapun yang berharap mati syahid ikut denganku". Pidato ini sama palsunya, terhadap pemikiran tentang kemartiran dalam pertempuran belumlah muncul hingga perang Badar. Juga ini tidak konsisten dengan perundingan yang dilakukan Abdullah tepat sebelum penyerangan kafilah.

    [↑] Catatan kaki Muir. hal.74
    Turunan Abdullah menambahkan kejadian ini, sebagai antisipasi turunnya perintah 1/5 bagian bagi nabi. beberapa berkata, bahwa jarahan tidak dibagi dan terjadi setelah perang Badar. Setelah perintah turun bahwa 1/5 bagian selalu untuk Nabi. Porsi bagian bagi pemimpin arab adalah yang ke-4. Wackidi, 10. juga lihat vol. i. ccxxi. bagian catatan.

    Catatan kaki Muir di Hal.76:
    [..]Penebusan para tawanan lama terjadi setelah kembalinya ekspedisi (sejak Sad dan Otba tidak datang kembali ketika utusan itu tiba dari Mekah), dan tidak setelah Badar, yaitu 2 bulan kemudian.
Asbabunuzul ayat 2.217 menyajikan fakta sederhana bahwa turunnya ayat tersebut BUKAN karena mendapatkan serangan dari kafir, BUKAN karena diajak menjadi kafir, BUKAN karena diajak untuk syirik namun HANYA KARENA telah melakukan pembunuhan di bulan haram ketika sedang merampok karavan dagang. Demi menyenangkan si pembunuh dan perampok sekaligus membatalkan 4 bulan suci berpuasa tradisi kaum arab pra-Islam, turunlah AQ 2.217 dan sejak itulah maka di bulan-bulan tersebut boleh melakukan aksi berdarah-darah atas nama JIHAD.

Hadis mencatat nabi Muhammad membatalkan larangan bertengkar, berkelahi dan melakukan "JIHAD" selama BULAN RAMADHAN:

    Diriwayatkan Kab bin Malik:
    Aku tak pernah gagal ikut Rasul Allah selama Ghazawa-nya [Nabi turun langsung dalam penyerangan] kecuali di Ghazwa Tabuk. Namun, Aku tidak ikut ambil bagian di Ghazwa Badar, tetapi yang tidak ikut, tidak ada yang disalahkan, karena Rasul Allah SUDAH PERGI MENCEGAT KARAVAN-KARAVAN DAGANG (Quraisy, tapi Allah menyebabkan mereka (yaitu muslim) bertemu para musuh mereka secara tak terduga (TANPA ADA NIATAN SEBELUMNYA) [Bukhari 5.59.287]
Jadi, yang disebut "perang" sebagaimana kerap dinyatakan kaum muslimin ini ternyata aksi mencegati dan merampoki karavan dagang kaum Quraish dan karena kaum Quraish tidak mau barang mereka dirampok mentah-mentah, maka terjadilah perlawanan :) Inilah maksud perang di dunia Islam itu.

Aktivitas kekerasan di bulan suci Ramadhan yang dilakukan Nabi dan pengikutnya:

  • 2x melakukan penyerangan di bulan Ramadhan ["Yawm al-Furqan" atau di Badar: 17 Ramadhan 2 AH/624 M dan Penaklukan Mekkah/Al-Fath: 10-20 Ramadhan 8 AH/630 M]

  • 2x LATIHAN untuk menyerang di bulan Ramadhan [persiapan: Al Khandaq/Azhab: 5 AH/627 M dan Tabuk: Oktober 630 M]
Nabi pernah berkata tentang kehebatan seorang Mujahid yaitu: Tetap berJIHAD, tetap ke mesjid untuk shalat dan tetap berpuasa selama BERJIHAD [Bukhari 4.52.44]. Namun, sebagai nabi, tentunya beliau mempunyai hak mengubah-ubah aturan sesuai kebutuhan, untuk itu, nabi kemudian memberikan contoh tidak berprilaku seperti seorang "Mujahid" seperti yang dikatakannya yaitu beliau membatalkan puasanya dan ini tidak tanggung-tanggung dilakukannya, yaitu hingga berakhirnya bulan puasa dan itupun diikuti pengikutnya
    Riwayat Abdullah bin Yusuf - Al Laits - Uqail - Ibnu Syihab - Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah - Ibnu Abbas:
    Rasulullah SAW melakukan penaklukan Makkah pada bulan Ramadhan...Rasulullah SAW pernah berpuasa, hingga ketika beliau sampai Kadid, sebuah mata air antara Qudaid dan Usfan, beliau membatalkan puasanya dan terus beliau TIDAK PUASA HINGGA BULAN YANG DIJADIKAN BELIAU PUASA SELESAI.[Bukhari 3940, Bab: Tempat tinggal Nabi SAW saat penaklukan Makkah]

    Riwayat Abdan - Abdullah - 'Ashim - Ikrimah - Ibnu Abbas:
    Nabi SAW pernah diam di Makkah selama 19 hari dan selama itu pula beliau lakukan shalat 2 rakaat. [Bukhari no.390, Bab: Tempat tinggal nabi SAW saat penaklukan mekkah. Nabi telah tidak berpuasa 2 hari sebelumnya, yaitu mulai dari Usfan.]

    Note:
    Berangkat dari Medina: 6 Ramadhan (Katib Wakidi: "Life of Mohamet", Muir, Vol4. Ch.24, hal 115, cat kaki no.1) atau 10 Ramadhan (Muir dan Ibn Ishaq);
    Lama perjalanan Medina - Mekkah: 7 hari (Katib Wakidi: Muir, Ibid)
    Mulai tidak berpuasa saat tiba di Usfan, jarak Usfan - Mekkah: 80 km/2 hari perjalanan [Fatwa 38079], yaitu sejak: 10 Ramadhan/14 Ramadhan
    Tiba di Mekkah: 17 Ramadhan (Sirah of Prophet Muhammad, Dr Yasir Qadhi, bag: 78, Conquest Mekkah) atau 18 Ramadhan (F.R. Shaikh, "Chronology of Prophetic Events", 2001 hal.72) atau 20 Ramadhan (Muir, Ibn Ishaq)]

    Jadi, Nabi SAW tidak puasa Ramadhan: 16-20 hari lamanya
..atau di kejadian lainnya:
    Riwayat Yahya - Syu'bah - Qatadah - Abu Nadhr - Abu Sa'id Al Khudri: "Kami keluar bersama Nabi SAW ke Hunain pada hari ke 17 atau 18 dari bulan Ramadhan, lalu ada yang berpuasa dan ada yang tidak, dan orang yang berpuasa tidak mencela yang tidak berpuasa dan orang yang tidak berpuasa tidak mencela yang berpuasa." [Ahmad no.10762. Juga di Ahmad no.11437 (Riwayat Hajjaj - Syu'bah - Qatadah - Abu Nadhrah - Abu Sa'id Al Khudri..Syu'bah berkata; "Ada 4 orang yang telah menceritakan kepadaku tentang hadits ini, salah satunya adalah Qatadah, dan ini adalah hadits riwayat dari Qatadah."]
..dan Muhammad bahkan pernah tidak berpuasa 1 bulan lamanya:
    Riwayat 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah - Muhammad bin Ja'far - Humaid - Anas: Rasulullah SAW pernah TIDAK BERPUASA SELAMA SEBULAN hingga kami menduga beliau tidak pernah puasa seharipun dari bulan itu...[Bukhari no.1836, Ini bukan bulan Ramadhan]
Juga,
tidaklah benar pernyataan bahwa para setan telah dirantai/dibelenggu selama bulan Ramadhan:

    Riwayat Yahya bin Bukair - Al Laits - 'Uqail - Ibnu Syihab - Ibnu Abi Anas (mantan budak at-Taymiyyin) - bapaknya - Abu Hurairah - Rasulullah SAW: "Apabila datang bulan Ramadlan pintu-pintu surga dibuka sedang pintu-pintu neraka ditutup dan syaitan-syaitan dibelenggu" [Bukhari no.3035,1766. Muslim no.1794. Ahmad no.6851, 7450, 8330, 8559]
Tabulasi berikut mencatat pesta darah yang dilakukan kaum Muslimin selama puasa Ramadhan:


[Detail score card, Day to Day termasuk RAMADHAN TAHUN: 2013, 2012, 2011, 2010 dan tahun lainnya]

Tabulasi di atas memberi kita pemahaman jelas bahwa terdapat PERBEDAAN BESAR antara cara kaum Muslimin VS cara kaum PRA-ISLAM dalam MENGHORMATI dan menjalankan puasa.

Ketika kaum jahiliyah berpuasa adalah demi diri mereka sendiri (atau demi Allah mereka sendiri) dengan menahan hawa nafsu dan menahan diri dari pengerusakan, permusuhan dan berperang, TAPI BERBDEDA dengan kaum MUSLIM, sebagai pemegang klaim pemeluk AGAMA PALING BENAR DISELURUH JAGAD, karena ternyata, selama melakukan puasa di bulan Ramadhan, kaum muslim BOLEH bertengkar dengan SIAPA SAJA, BOLEH mengubrak-abrik periuk nasi SIAPA SAJA dengan alasan bahwa mereka sedang berpuasa atau bahwa mereka harus dihargai ketika sedang berpuasa, BOLEH berperang dan melakukan PEMBUNUHAN KEPADA SIAPA SAJA. Atau dengan kata lain, cara muslim dalam menghormati bulan puasa TIDAK TERMASUK mengharamkan kegiatan yang berdarah-darah.

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa di Quran terdapat 4x kata "Muhammad" (AQ 3.144; 33.40; 47.2; 48.29) dan 4x kalimat "syaitan yang terkutuk" (AQ 3.36; 15.17; 16.98; 81.25) dan menariknya, di beberapa kebudayaan dunia, angka 4 memang dianggap erat terkait dengan hal sial dan/atau berbau kematian.

Terakhir,

    "[..] makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.[..]” [AQ 2.187]

    Riwayat Ibnu Abu Maryam - Abu Ghassan Muhammad bin Mutharrif - Abu Hazim - Sahal bin Sa'ad: Ketika turun ayat "dan makan minumlah kamu sehingga terang bagimu benang putih dari benang hitam. (AQ 2.187). Sedangkan ayat 'minal fajrinya' (di waktu fajar) belum turun. Orang-orangpun apabila mau berpuasa, salah seorang dari mereka mengikat kakinya dengan benang putih dan benang hitam, dan mereka terus makan hingga nampak bagi mereka kedua benang tersebut. Lalu Allah menurunkan ayat; 'Minal fajri.' (diwaktu fajar). Akhirnya mereka mengerti bahwa yang dimaksud adalah dari waktu malam ke siang. [Bukhari no.4151, 1782, 1784]
Maka sungguhlah repot jika masih menyembah Allah yang sunguh-sungguh tidak tahu bahwa ternyata beberapa daerah di bumi ini, matahari-nya bahkan berbulan-bulan lamanya, TIDAKLAH PERNAH TERBENAM [Misal: Amerika Serikat: Alaska, Finlandia, Norwegia: Svalbard, Kanada: Yukon, dll. Lihat: Midnight Sun]

Reference:
    [↑] Ismael K. Poonwala, "Ramadhan", Profesor bahasa Arab di UCLA, departemen bahasa dan kebudayaan Timur dekat (NELC) selama 30 tahun. Lahir: tahun 1937, di Godhra, India. Pendidikan formal diantaranya: M.A dari Universitas Bombay dan Kairo dan juga Phd dari UCLA

    [↑] Tamara M. Green, "The City Of The Moon God: religious traditions of Harran", 1992, p.112 ["Segal was inclined to believe that the root of the word Sabian was Syriac. Rejecting the notion that it means baptizer ... Even if the etymology proposed by Segal is correct, nevertheless the question of how Muhammad learned about these ..."]

    [↑] Rafat Amari, "RAMADAN AND ITS ROOTS", Cat. kaki untuk: Abdel Allah ibn Zakwan Abi al-Zanad (747 M). Lihat Ibn Qutaybah, op. cit., hal.204; Dikutip oleh Sinasi Gunduz, "The Knowledge of Life", Oxford University, 1994, hal.25. [Untuk tahu siapa Dr. Rafat Amari, silakan lihat bagian Preface "Islam: In Light Of History", Dr. Rafat Amari, 1stEd., 2004, A Religion Research Institute Publication, ISBN 0-9765024-0-2]. Lihat: Sabian dan Haran.

    [↑] Muhammad Shukri Al-Alusi, Bulugh al-'Arab fi Ahwal al-Arab, Vol 1, p 121-122, Muslim). Tafsir Ibn Kathir AQ 5.69: "Ibnu Wahb - Ibnu Abuz Zanad - ayahnya: sabi­in ... Mereka beriman kepada semua nabi. puasa setiap tahunnya selama 30 hari, dan mengerjakan salat..setiap harinya sebanyak 5x". atau "The Al-sabiu’n (The Sabians): An Overview from the Quranic Commentators, Theologians and Jurists", Muhammad Azizan Sabjan, hal.164: "..al-Razi who briefly notes that the Sabians..perform five times daily prayer.."

    [↑] Tamara M. Green, loc.cit, p.21

    [↑] Rafat Amari, loc.cit, Cat. kaki untuk: Ibn Hazm, I, hal.34; dikutip oleh Sinasi Gunduz, hal. 167-168

    [↑] Rafat Amari, loc.cit, Cat. kaki untuk: Masudi, Muruj Al-Thaheb, 2, hal. 213

    [↑] Rafat Amari, loc.cit, Cat. kaki untuk: Ibn Al-Nadim, Al-Fahrisit, hal. 324-325

    [↑] Rafat Amari, loc.cit, Cat. kaki untuk: Rushdi Ilia’n, Al Saebiun Harraniyen Wa Mandaeyn, Bagdad, 1976, hal. 33

    [↑] Rafat Amari, loc.cit, Cat. kaki untuk: M.A. Al Hamed, Saebat Harran Wa Ikhwan Al Safa, Damascus, 1998, hal. 57

    [↑] Rafat Amari, loc.cit, Cat. kaki untuk: Jawad Ali, al-Mufassal, vi, hal. 342

    [↑] Rafat Amari, loc.cit, Cat. kaki untuk: Qastallani Ahmad ibn Muhammed, Irshad al-Sari, 6: 175; Ibn Hagar, al-Isabah 4:315

    [↑] Rafat Amari, loc.cit, Cat. kaki untuk: Ibn Al Juzi, Talbis Iblis, dipersiapkan oleh M. Ali, Kher, hal. 84; Kutipan oleh M.A. Al Hamed, Saebat Harran Wa Ikhwan Al Safa, Damascus, 1998, hal. 57

    [↑] Rafat Amari, loc.cit, Cat. kaki untuk: Ibn Al Nadim, al-Fahrisit, hal. 319, 348

    [↑] On page 83, Studies on the Jewish Background of the New Testament, M. De Jonge, J. Van Goudoever, the book states, "..If Muharram is comparable with Tishri, then the month of Ramadhan is comparable to the Jewish month of Sivan, the month of the Jewish Feast of Weeks. Islamic tradition lays down that that it was on the nights of Ramadhan, the so-called lailat al-kadr that Muhammed received the revelation of the Koran. …there is a clear parallel between the circumstances in which Moses received the Torah and those in which Muhammed received the Kur'an" (Reference in the foot note- G. Widengren, The Ascension of the Apostle and the Heavenly Book, King and Saviour III", Uppsala Univ.)

    [↑] Bangsa Israel keluar dari Mesir lewat tengah malam hari ke-14 Nisan [Kel.12.6,8, 29-37], namun juga dinyatakan pada pada hari ke-15 Nisan setelah paskah [Bil 33.3]. Sampai di padang gurun Sinai di bulan ke-3 [Kel 19.1]. Di hari ke-3 bertemu tuhan mereka di gunung Sinai [Kel 19.16]

    [↑] Is the Qur'an Infallible?, 'Abdallah 'Abd al-Fadi, Light of Life, p. 127. (Download PDF)